Pesan Rahbar

Home » , » SK Trimurti; Pejuang Wanita yang Pernah Menolak Jabatan Menteri

SK Trimurti; Pejuang Wanita yang Pernah Menolak Jabatan Menteri

Written By Unknown on Thursday 10 March 2016 | 18:39:00

SK Trimurti dari belakang (ke dua dari kiri), saat pembacaan proklamasi kemerdekaan. (Foto: Sindonews.com)

“Trimurti pernah dua kali menolak jabatan Menteri, Menteri Perburuhan dan Menteri Sosial”

Pada tahun 1980, di usia senja yang hampir menyentuh 80 tahun, ia masih turut menandatangani Petisi 50 sebagai bentuk “protes” terhadap totalitarianisme Orde Baru. Dialah perempuan berkebaya yang membelakangi kamera di sebelah kanan Fatmawati Soekarno dalam foto pengibaran Sang Merah Putih seusai pembacaan naskah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Soerastri Karma Trimurti, Putri pasangan R Ngabehi Salim Banjaransari dan RA Saparinten binti Mangunbisomo yang dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah, tanggal 11 Mei 1912. Aktif mengikuti kursus kader yang diadakan Soekarno dan Partindo (Partai Indonesia) tahun 1933 setelah lulus dari Tweede Indlandche School atau Sekolah Ongko Loro dan sempat mengajar. Menjadi sosok pejuang militan, sampai dipenjarakan Belanda di Semarang tahun 1936 karena menyebarkan pamflet anti-penjajah.

Setelah dibebaskan, Trimurti dilarang mengajar. Akhirnya memutuskan bekerja di percetakan. Di sinilah ia mulai menggeluti aktifitas baru sebagai jurnalis dan aktif menulis di beberapa majalah: Pikiran Rakyat, Pesat, Bedug, dan Genderang. Untuk menjaga keamanan dirinya, ia mengaburkan identitasnya dengan “nama pena” Karma atau Trimurti. Waktu berjalan dan sampailah pada tahun 1938. Di tahun ini, S. K. Trimurti menikah dengan Muhammad Ibnu Sayuti atau lebih dikenal dengan nama Sayuti Melik.

Pada 1946, Trimurti menjadi anggota Pengurus Besar Partai Buruh Indonesia (PBI) di Yogyakarta. Dalam Kabinet Amir Sjarifoeddin I dan Kabinet Amir Sjarifoeddin II, ia didaulat untuk menjabat sebagai Menteri Perburuhan. Lengser dari kursi menteri, beliau diangkat menjadi anggota Dewan Nasional RI. Ia pun melanjutkan pendidikan formalnya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan tamat pada 1960.


Pada kurun 1962-1964, sarjana ekonomi ini semakin mematangkan studinya dalam bidang ketenagakerjaan. Beliau tidak hanya diutus pemerintah RI ke Yugoslavia untuk mempelajari Worker’s Management (Manajemen/Pengurusan Para Pekerja), melainkan juga berangkat ke negara-negara Sosialis lainnya di Eropa untuk mengadakan studi perbandingan mengenai sistem ekonomi. Karena dedikasinya dinilai mumpuni terhadap dunia perburuhan, maka Trimurti diangkat sebagai anggota dewan pimpinan Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI).

Soebagijo IN dalam buku “SK Trimurti, Wanita Pengabdi Bangsa” mengisahkan bahwa Trimurti pernah dua kali menolak jabatan menteri, pertama ketika Amir Sjarifoeddin memintanya untuk mengisi posisi Menteri Perburuhan, pada awalnya dia menolak karena merasa belum mampu dan berpengalaman. Namun Setiajid berhasil meyakinkannya, akhirnya tugas itu diterimanya.

Jabatan menteri kedua yang ditolaknya adalah, saat ditawarkan oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Sosial, di tahun 1959. Saat itu, Trimurti mengatakan, dirinya ingin fokus dengan kuliah, di Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI). Penolakan ini, membuat Soekarno marah.

Namun dia tidak meluapkannya seperti biasa. “Mukanya menjadi merah, tapi dia (Soekarno) tidak menyemburkan kemarahannya seperti biasa,” kenang Trimurti.

Masa tua Trimurti dihabiskan di rumah kontrakan, di kawasan Bekasi. Tidak ada barang mewah di kediamannya, selain lukisan bergambar Presiden Soekarno sedang menyematkan Bintang Mahaputra tingkat V kepada dirinya.

Ibu Trimurti meninggal di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta, pada Selasa 20 Mei 2008 malam. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: