Pesan Rahbar

Home » , » I Gusti Ngurah Rai; Pemuda Patriot Dari Bali

I Gusti Ngurah Rai; Pemuda Patriot Dari Bali

Written By Unknown on Thursday 10 March 2016 | 18:32:00

Foto: www.akar-media.com

Dalam pandangan Bung Hatta, Pemuda Indonesia berpolitik lebih awal dibandingkan pemuda di dunia barat. Situasi dan kondisi era kolonial saat itu justru menjadikan pemuda Indonesia cepat dewasa mengahadapi keadaan, dan mampu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Personifikasi pemuda militan itu dapat kita lihat dalam sosok I Gusti Ngurah Rai, simbol perlawanan Bali terhadap penjajahan sampai titik darah penghabisan. Ia gugur di medan laga dalam pertempuran melawan Belanda di usia yang masih sangat muda, 27 tahun.


Demi Indonesia Merdeka

Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia harus melalui perjuangan bersenjata dan perjuangan diplomasi. Sejarah perjuangan bersenjata bergelora dari penjuru Indonesia. Seperti, Pertempuran Surabaya 10 November 1945, Peristiwa Bandung Lautan Api, Operasi Trikora, Serangan Umum 1 Maret 1949, Pertempuran Laut Aru, Operasi Dwikora, Perang Gerilya Soedirman, Perang Ambarawa, dan Perang Puputan Margarana.

I Gusti Ngurah Pindha, seorang prajurit muda yang mengiringi I Gusti Ngurah Rai dalam perang gerilya mempertahankan tanah Bali dari pendudukan Belanda di awal kemerdekaan, menceritakan kisah perlawanan Bali dalam memoar yang bertajuk “Perang Bali: Sebuah Kisah Nyata”.

“Sejak dari usia kecil, Pemuda Indonesia membawa sepotong pengalaman kolonial yang dipikulnya sepanjang hidupnya. Hanya mereka yang memikirkan masa depannya sendiri, kebahagiaannya sendiri, dan bersedia semua cita-cita sajalah yang mau melupakan semua itu, dan demikian memupuk moral-budak dalam diri mereka”(Moh. Hatta dalam peldoi di pengadilan Den Haag 9 Maret 1928).

Lahir di Badung, 30 Januari 1917, I Gusti Ngurah Rai merupakan anak dari seorang camat Petang, I Gusti Ngurah Palung. Tertarik dengan dunia militer sejak kecil, Ngurah Rai bergabung dengan HIS Denpasar lalu melanjutkan dengan MULO yang ada di Malang. Tak cukup sampai di sana, ia kemudian bergabung dengan sekolah kader militer, Prayodha Bali, Gianyar. Pada tahun 1940, Ngurah Rai dilantik sebagai Letnan II yang kemudian melanjutkan pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang dan Pendidikan Artileri, Malang.

Saat Belanda kembali mendaratkan pasukan di Bali setelah Jepang menyerah, Ngurah Rai bersama pasukannya, semasa zaman pergerakan, memimpin perjuangan gerilya dari satu tempat pindah ke tempat lainnya.

Suatu kali, dia dibujuk oleh komandan tentara Hindia Belanda agar menyerah dan bersedia melepaskan Bali dari NKRI. Sang komandan itu, merupakan sahabat Ngurah Rai yang pernah berperan mengusir Jepang dari Indonesia.

Kendati bersahabat namun dalam hal prinsip Ngurah Rai bergeming tidak mau menyerah apalagi terkait masa depan NKRI. “Bali bukan tempat untuk berkompromi”, begitu jawabnya dengan tegas.

Bersama Ciung Wanara, pasukan kecil Ngurah Rai, pada tanggal 18 November 1946 menyerang Tabanan yang menghasilkan satu datasemen Belanda dengan persenjataan lengkap menyerah. Hal ini memicu Belanda untuk membalas pertempuran lebih sengit dan mengerahkan kekuatannya yang ada di seluruh pulau Bali dan Lombok untuk membalas perbuatan Ngurah Rai.

Dalam pertempuran tersebut, pertahanan demi pertahanan yang dibentuk Ngurah Rai hancur hingga sampai pada pertahanan terakhir Ciung Wanara, desa Margarana, Ngurah Rai dan pasukannya berhasil dipukul mundur lantaran seluruhnya jatuh ke dalam jurang yang dalam. Perang tersebut akhirnya dikenal dengan perang Puputan Margarana karena sebelum gugur Ngurah Rai sempat meneriakkan kata puputan yang berarti perang habis-habisan. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 November 1946.

Ngurah Rai telah membuktikan kecintaan dan patriotismenya terhadap Tanah Air dalam mempertahankan kemerdekaan. Guna mengenang dan menghormati jasanya bagi Indonesia, nama Ngurah Rai diabadikan sebagai nama jalan dan bandara Internasional. Ngurah Rai juga mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: