Pesan Rahbar

Home » » Pangkalan Militer Amerika di Filipina

Pangkalan Militer Amerika di Filipina

Written By Unknown on Wednesday, 1 March 2017 | 23:14:00

Setelah lebih dari dua dekade ditutup, akankah AS membangun kembali pangkalan militernya di Filipina?

Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Subic, Filipina. (Foto: www.subicbayliving.com)

Pemerintah Filipina dan AS menandatangani kesepakatan peningkatan kerjasama militer, 28 April 2014. Kerjasama ini muncul menyusul sengketa antara Filipina dan China terkait kepemilikan pulau karang di Laut Cina Selatan.

Kesepakatan ini memungkinkan militer AS memiliki akses ke sejumlah pangkalan militer, pelabuhan, dan lapangan udara hingga sepuluh tahun ke depan. Namun, AS tak diperkenankan membangun pangkalan militer secara permanen. Kesepakatan ini menuai protes dari sebagian rakyat Filipina yang berdemonstrasi di kedutaan besar AS di Manila.

Kehadiran militer AS di Filipina sudah lebih dari seabad. Pada 1898, setelah mengalahkan Spanyol, AS menguasai Filipina sesuai Perjanjian Paris. Rakyat Filipina di bawah Emilio Aguinaldo, yang memimpin perjuangan kemerdekaan FIlipina dari tangan Spanyol, melancarkan perlawanan hingga 1902. Tapi militer AS terlalu besar untuk dikalahkan.

“Hal itu (kolonialisme AS di Filipina) berlangsung hingga Jepang menguasai Filipina dalam Perang Dunia II,” tulis Glenn P. Hastedt dalam Encyclopedia of American Foreign Policy.

AS kembali menggenggam Filipina ketika Perang Dunia hampir berakhir. Tapi gerakan kemerdekaan rakyat Filipina tak pernah berhenti. Melalui Perjanjian Manila, AS akhirnya memberi kemerdekaan kepada Filipina pada 4 Juli 1946.

Tapi cengkeraman AS terus berlanjut melalui Perjanjian Pangkalan Militer yang ditandatangani kedua negara pada 14 Maret 1947. Maka, AS pun membangun Pangkalan Angkatan Laut Teluk

Pangkalan Angkatan Laut Teluk Subic dan Pangkalan Angkatan Udara Clark. Sebagai imbalannya, AS memberikan pelatihan dan peralatan militer terbatas kepada militer Filipina.

Bagi AS, Filipina merupakan tembok terdepan di sebelah utara Asia Tenggara dari gempuran komunisme, terutama dari China. Apabila Filipina jatuh ke tangan komunis, menurut teori domino yang dianut AS, wilayah-wilayah di selatannya bakal mengikuti. Filipina juga merupakan garis pelindung AS di Pasifik dari serangan negara lain. Peran yang tak kalah penting adalah sebagai penjamin kepentingan ekonomi AS.

Sejak awal, tentangan muncul. Senator Tomas Confesor, misalnya, mengecam perjanjian pangkalan militer dengan AS karena tak memberi banyak maslahat buat rakyat Filipina. “Kita berada dalam orbit ekspansi imperium Amerika. Imperialisme belum mati,” ujarnya, sebagaimana disitir Stephen R. Shalom, profesor ilmu politik dari William Paterson University, New Jersey, AS, dalam “Securing the US-Philippine Military Bases Agreement of 1947”, dimuat www.wpunj.edu.

Namun kuatnya kaki-tangan AS di jajaran elite pemerintahan Filipina, terutama semasa pemerintahan Ferdinand Marcos, membuat upaya penghapusan pangkalan militer AS seolah berjalan di tempat. Baru setelah Presiden Qorazon Aquino naik ke tampuk kekuasaan pada 1986, upaya tersebut mendapat angin segar. Kaum kiri menjadi penggerak utamanya. Pada 1991, melalui voting, Senat sepakat menutup Pangkalan AL Teluk Subic dan Pangkalan AU Clark.

(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI