Karim Jordan, muslim Jerman yang pergi menimba ilmu ke Seoul, ibukota Korea Selatan dan belajar dalam jurusan telaah korea dan ilmu komputer dan sangat berminat dengan jurnalistik dan teknologi modern; berbicara tentang apa saja yang disaksikannya tentang Islam di negara Asia Timur ini.
Menurut laporan IQNA seperti dikutip dari World Bulletin, Jordan dalam sebuah makalah dengan topik "Korea dan Kemusliman, kombinasi yang membuat terpukau banyak masyarakat” menulis, saya sangat takjub saat pesawat saya landas di bandara internasional Incheon, bandara termaju dunia. Bukan hanya bagi saya semata sebagai seorang warga Jerman yang melakukan lawatan ke negara jauh seperti ini, bahkan saya pergi sebagai seorang muslim ke sebuah negara, dimana rumah terbesar Gereja Pentakosta(atau Pentakostalisme); dengan masyarakat sekitar 46% nya tidak beragama.
Kendati kaum muslim hanya minoritas kecil di semenanjung Korea Selatan, namun tidak merintangi saya untuk mempelajari kebudayaan dan negara ini.
Itaewon; Mengkaji Kehidupan Islam di Jantung Seoul
Saya pergi ke Itaewon, sebuah kawasan di kota Seoul, ibukota Korea Selatan, yang merupakan tempat tinggal sekitar 150 ribu muslim, yang sepertiga dari mereka kebanyakannya adalah orang Korea asli.
Itaewon adalah salah satu tempat kenamaan ibukota di tengah-tengah masyarakat Korea dan sebuah tempat dimana masjid Seoul pusat terletak di situ.
Masjid Seoul pusat adalah masjid pertama negara ini, yang didirikan pada tahun 1976.
Itaewon demikian juga adalah tempat dibangunnya sejumlah restoran dan toko-toko halal, seperti restoran halal "Id”, sebuah restoran Korea, yang dikelola oleh sebuah keluarga santun muslim Korea.
Saat ini, masjid Seoul pusat termasuk salah satu dari 15 masjid Korea Selatan, dan selain dari 60 musholla yang dapat ditemukan di sejumlah bandara, universitas dan pusat-pusat komersil besar. Masjid ini juga dianggap sebagai sebuah lembaga penghubung antara kaum muslim dan non muslim.
Song Bora, adalah seorang muslimah Korea yang menjawab sejumlah pertanyaan para non muslim tentang Islam di masjid ini. Pertemuan pertama saya dengannya di masjid beberapa saat setelah saya meminta bertemu dengan kaum muslim Korea. Ini adalah untuk pertama kalinya saya mengerti bahwa Islam sangatlah independen dari segala kebudayaan.
Ia adalah seorang perempuan muslim dan seorang Korea. Kombinasi yang barang kali membuat takjub banyak orang-orang non Korea bahkan Korea sendiri, namun bagi saya ketika saya melihat Hanbok (pakaian tradisional masyarakat Korea), kombinasi Islam dan budaya Korea bukan lagi hal yang sangat mengherankan.
Hanbok; Busana Tetutup Korea
Seorang remaja Korea baru-baru ini dalam sebuah program TV Korea mengatakan, ketika saya memakai Hanbok, saya sangat bangga dan merasakan kemuliaan dan terhormat dan saya mengayomi diri saya dan keluarga saya. Hanbok adalah sebuah metode berbusana tertutup dan ini adalah hal yang disuport oleh Islam agar masyarakat melakukannya. Para wanita Korea bahkan sudah terbiasa menutupi rambutnya dengan sepotong kain; sama persis dalil yang mana para perempuan muslim harus menggunakan hijab di ruang umum.
Dan dikarenakan Hanbok saat ini sudah digantikan dengan busana-busana baru dan barat, maka busana klasik ini pada tahun-tahun terakhir memiliki popularitas lebih di kalangan para turis dan masyarakat Korea. Sejatinya, menyewakan Hanbok dan mengunjungi istana Korea dengan teman-teman Korea berubah menjadi salah satu kinerja yang sangat disukai para wisatawan Korea. Sebagian tempat juga apabila kalian mengenakan Hanbok, dengan tanpa tiket, akan mengizinkan anda untuk masuk ke dalam. Sekarang ini para desainer Korea berupaya memodernisasi pakaian klasik ini dan menurunkan harganya.
Menghilangkan Jarak antara Budaya Korea dan Islam
Kaum muslim Korea tengah merubah cepat mekanisme pandangan masyarakat terhadap Islam; dalam sebuah periode dimana agama Islam biasanya di sejumlah media diperkenalkan sebagai hal yang berbahaya dan dikaitkan dengan terorisme. Muna Hyunmin Bae, perempuan muslim Korea termasuk salah satu muslimah yang dengan seninya menunjukkan bahwa antara Islam dan tradisi-tradisi Korea amatlah dekat.
Muna Hyunmin Bae menjelaskan, menemukan persamaan dan kemiripan antar akar Korea dan Islam adalah sebuah proses menyenangkan dan sebuah pencarian permanen untuk menemukan identitas.
"Awal-awal saya masuk Islam, saya merasa terasing, namun dengan menelaah lebih dalam tentang Islam, saya melihat bahwa sebagian museum-museum Islam memiliki kesamaan dengan apa yang telah diajarkan oleh ibu saya, hal-hal yang telah ia pelajari dari para orang tuanya terdahulu. Sejumlah hubungan dan keserupaan ini benar-benar hal yang ingin saya tunjukkan dalam lukisan-lukisan saya,” ucapnya.
Muna Hyunmin Bae menambahkan, terkadang saya mendapat respon negatif dari masyrakat, karena tentunya Islam di Korea adalah agama yang baru. Karenanya, saya selalu mencari referensi lebih dalam untuk menunjukkan keterikatan antar dua budaya ini. Terkadang saya menemukan dokumen sejarah yang menunjukkan hubungan yang mendalam antara budaya Korea dan Islam dan saya paparkan dalam situs dan Instagram saya.
Karim Jordan seorang muslim Jerman, di penghujung makalahnya menulis, perbincangan Muna Hyunmin Bae dengan saya menunjukkan bahwa ia benar-benar muslim dan benar-benar orang Korea sejati dan pesan globalnya yang sangat penting yang ingin saya paparkan di akhir makalah ini adalah Islam tidak terbatas pada satu ras atau satu budaya saja. Kalian dapat menjadi muslim dan Arab, muslim dan Korea dan atau muslim dari setiap bangsa dan budaya lainnya.
(World-Bulletin/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email