Isu Mahdawiah dan Imam Mahdi as dalam konteks akhir zaman tidak pernah habis. Salah satu pertanyaan yang biasa muncul ke permukaan adalah apakah Imam Mahdi sudah memiliki istri dan anak keturunan?
Berikut ini jawaban Hujjatul Islam Salimiyan salah seorang anggota ahli di Pusat Penelitian Pengetahuan dan Budaya Islam sehubungan dengan masalah tersebut:
Tidak ada hadis yang tegas tentang masalah ini. Untuk itu, para ulama Syiah terbagi dalam tiga kelompok dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Tentu ketika pandangan ini menghikayatkan sepenggal hadis yang bisa kita telaah bersama.
Berikut adalah ketiga pandangan dalam masalah ini:
a. Imam Mahdi sudah menikah dan memiliki anak keturunan. (Mirza Husain Thabarsi Nuri, al-Najm al-Tsaqib, hlm. 402)
b. Imam Mahdi sudah menikah, tetapi belum memiliki anak. (Sayid Muhammad Shadr, Tarikh al-Ghaibah al-Kubra, hlm. 23)
c. Imam Mahdi as belum menikah.
Pandangan Pertama
Salah seorang ulama yang memiliki pandangan pertama tersebut adalah Mirza Husain Thabarsi Nuri. Dalam kitab al-Najm al-Tsaqib, ia menulis, Sayid Ibn Thawus di akhir kitab Jamal al-Usbu‘ hlm. 512 menyatakan, saya menemukan sebuah hadis bersambung yang menegaskan bahwa Imam Mahdi as memiliki sekelompok anak keturunan yang menjadi wali untuk beberapa kota dan memiliki akhlak orang-orang baik.”
Tetapi, ketika kita merujuk ke kitab Jamal al-Usbu‘ tersebut, maka kita dapati Sayid Ibn Thawus tidak pernah menyebutkan sanad dan juga tidak menegaskan ucapan tersebut berasal dari siapa. Menjadikan pernyataan Ibn Thawus sebagai sandaran untuk masalah penting seperti ini sungguh sangat mengherankan.
Untuk memperkuat pandangan pertama ini, mereka yang meyakininya mengklaim bahwa memiliki anak dan istri bagi Imam Mahdi as sesuai dengan kaidah umum, hadis, dan doa-doa yang tersebar di dalam buku-buku referensi.
Menurut mereka, hukum Nabi Muhammad saw menuntut supaya Imam Mahdi as juga membangun keluarga sebagaimana para imam maksum yang lain dan mengikuti sunah Nabawi tersebut. (Al-Najm al-Tsaqib, hlm. 402)
Akan tetapi, kesunahan membangun keluarga ini sangat bertentangan dengan konsep dan filsafat kegaiban.
Sekarang kita akan ajukan pertanyaan kepada mereka yang memiliki pandangan pertama itu. Manakah yang lebih penting? Menikah ataukah amar makruf dan nahi mungkar? Tentu jawabannya adalah amar makruf dan nahi mungkar. Sekarang, apakah Imam Mahdi as mengetahui semua kemungkaran yang sedang terjadi di dunia ini? Jawabannya adalah iya. Lalu mengapa beliau tidak melakukan nahi mungkar? Tentu jawabannya adalah hal ini bertentangan dengan konsep kegaiban. Nah, kewajiban penting seperti amar makruf ditinggalkan lantaran bertentangan dengan konsep kegaiban. Tetapi masalah sunah seperti menikah tidak bisa ditinggalkan?
Bukan hanya amar makruf dan nahi mungkar. Banyak tugas imam maksum as yang ditinggalkan sementara waktu lantaran beliau harus gaib.
Lebih dari itu, ungkapan hadis Nabawi yang menyatakan bahwa barang siapa membenci sunahku, maka ia bukan termasuk dari golongaku berarti bahwa ia menentang sunah Nabawi. Jelas bagi kita, barang siapa tidak bisa menikah lantaran satu dan lain hal, tentu hal ini tidak berarti ia menentang sunah Rasulullah saw.
Mereka juga membawakan hadis-hadis yang membuktikan bahwa Imam Mahdi as telah memiliki istri dan anak keturunan. Beberapa contoh dari hadis ini adalah sebagai berikut:
1. Kaf’ami dalam kitab al-Mishbah meriwayatkan bahwa istri Imam Mahdi as berasal dari keturunan Abdul ‘Uzza salah seorang anak Abdul Muthalib.
2. Syaikh Thusi meriwayatkan dari Mufadhdhal bin Umar bahwa Imam Shadiq as berkata, “Imam Mahdi memiliki dua jenis kegaiban. Salah satu darinya akan berlangsung sangat panjang sehingga sebagian mengatakan bahwa ia telah meninggal. Sebagian lain menyatakan ia telah terbunuh. Dan sebagian lagi mengatakan ia telah datang dan pergi lagi. Hanya sedikit dari para pengikut kami yang tetap teguh memegang keyakinan mereka. Tak seorang pun dari kalangan anak keturunannya dan tidak pula selain mereka mengetahui tempat ia tinggal, kecuali orang yang mengurusi urusannya.” (Syaikh Thusi, Kitab al-Ghaibah, hlm. 161)
Sebagian kelompok menyimpulkan dari hadis ini bahwa Imam Mahdi as memiliki anak. Jika beliau tidak memiliki anak, maka hadis ini tidak bermakna.
Tetapi perlu kita perhatikan. Nu’mani juga meriwayatkan hadis ini dengan jalur yang hampir sama. (Al-Ghaibah, hlm. 172) Tetapi sebagai ganti ungkapan “dari kalangan anak keturunannya” (min wuldihi), ia menyebutkan ungkapan min waliyyihi (dari kalangan pencinta dan pengikutnya). Kitab al-Ghaibah karya Nu’mani lebih dahulu ditulis dibandingkan dengan kitab al-Ghaibah karya Syaikh Thusi, dan kedua ungkapan tersebut memiliki penulisan yang hampir sama, maka kemungkinan bahwa terjadi kekeliruan penulisan sangat besar terjadi. Untuk itu, tidak dibenarkan kita berdalil dengan hadis seperti ini.
Ayatullah Shafi Gulpaigani menilai, kitab Nu’mani dari sisi ketinggian nilai sanad dan teks hadis lebih berbobot dibandingkan kitab Syaikh Thusi. (Pasokh-e Dah Porsesy, hlm. 54)
3. Hadis tentang Jazirah Khadhra’ yang menceritakan kehidupan anak keturunan Imam Mahdi di pulau ini.
Mitos tentang kisah ini telah dibuktikan oleh para ulama dan pemikir dalam banyak buku dan karya tulis.
4. Allamah Majlisi dalam kitab al-Mazar al-Kabir meriwayatkan dengan sanad dari Abu Bashir dari Imam Shadiq as, “Seakan-akan saya melihat al-Qa’im turun di Masjid Sahlah ini dengan istri dan keluarganya.” (Bihar al-Anwar, jld. 52, hlm. 381, bab 27)
Hanya saja, sekalipun hadis ini membuktikan bahwa Imam Mahdi as memiliki istri dan keluarga, tetapi tidak bisa dipastikan bahwa hal ini terjadi pada masa kegaiban. Bisa keluarga Imam Mahdi itu terjalin pada masa setelah beliau muncul.
Pandangan Kedua
Melihat pandangan pertama memiliki banyak problem dan kritikan jitu, para pendukung pandangan kedua ingin menggabungkan seluruh kemungkinan yang ada. Menurut mereka, Imam Mahdi as telah menikah dalam rangka mengamalkan sunah Nabawi. Tetapi, supaya beliau terbebaskan dari problem yang muncul lantaran memiliki anak, beliau tidak memiliki anak.
Tetapi, kritik yang muncul untuk anak-anak Imam Mahdi as juga bisa muncul untuk istri beliau. Tentu, jika beliau harus memiliki istri, maka istri beliau tidak luput dari dua kemungkinan: berusia panjang seperti Imam Mahdi, tapi kita tidak memiliki dalil untuk itu, atau beliau pernah hidup bersamanya dalam beberapa waktu dan setelah itu beliau melanjutkan kehidupan tanpa istri.
Pandangan Ketiga
Secara fundamental, menikah bertentangan dengan filsafat kegaiban, dan sangatlah tidak mungkin Imam Mahdi as telah menikah.
Setelah terbukti bahwa pandangan pertama tidak berlandasan, terbukti pula bahwa Imam Mahdi belum memiliki istri dan anak keturunan. Sekalipun demikian, mereka yang meyakini pandangan ketiga ini juga menyebutkan beberapa hadis untuk memperkuat pandangan mereka.
(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email