Pesan Rahbar

Home » , » Ki Mangunsarkoro, Pendiri UGM dan Tokoh Kemerdekaan Indonesia

Ki Mangunsarkoro, Pendiri UGM dan Tokoh Kemerdekaan Indonesia

Written By Unknown on Thursday 10 March 2016 | 19:03:00

Foto: merdeka.com

Sejak Pemerintah menganugerahi Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai kampus terbaik di Indonesia pada tahun 2015 lalu, seluruh masyarakat akademis kembali mengenal ketenaran UGM. Namun, adakah yang mengingat siapa dibalik berdirinya kampus tersebut ?

Dia adalah Ki Mangunsarkoro. Pria ini merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Republik Indonesia dan menjadi pembicara pada Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 dengan pidato tentang Pendidikan Nasional. Menurut Ki Mangun, anak harus mendapat pendidikan kebangsaan dan dididik secara demokratis, serta perlunya keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.

Sosok bernama lengkap Sarmidi Mangunsarkoro kelahiran 23 Mei 1904, Surakarta ini, menghibahkan hidupnya pada perjuangan pendidikan pra kemerdekaan RI hingga ahkhir hayatnya (8 Juni 1957). Wiyata Wardahni, 78, satu-satunya anak Ki Mangunsarkoro yang hingga kini masih hidup menyebut, sang ayah sebagai sesorang yang sangat dekat dengan buku. Tak terhitung berapa buku yang telah dibaca dan kesehariannya nyaris dihabiskan untuk membaca selain mengurusi pergerakan.

“Buku bapak itu banyak sekali, paling banyak soal kemasyarakatan, bapak itu senang sekali membaca buku. Seperti tidak melakukan apa-apa kecuali membaca buku,” kenang Wiyata Wardhani (Harian Jogja, 11/11/11).

Selain gemar membaca, Ki Mangunsarkoro pribadi penyabar dan mengajarkan anak-anaknya hidup mandiri. Lantaran kesibukannya terhadap persoalan pendidikan dan kemasyarakatan, anak-anak Ki Mangunsarkoro harus terbiasa belajar sendiri. Bahkan, menurut Wiyata juga tak pernah mengeluarkan amarah kepada anak-anak. “Kami nggak pernah dimarahi, cuma dibilang mana yang salah mana yang benar, apalagi kekerasan nggak pernah terjadi,” tuturnya.

Pemikiran dan kiprah Ki Mangunsarkoro di bidang pendidikan tak terhitung. Sosok yang sangat sederhana ini mulai mendirikan perguruan Taman Siswa di Jakarta, hingga menyusun UU Pendidikan yang pertama. Pada upacara Penutupan Kongres atau Rapat Besar Umum Tamansiswa yang pertama di Yogyakarta pada 13 Agustus 1930, ia bersama-sama Ki Sadikin, Ki S. Djojoprajitno, Ki Poeger, Ki Kadiroen dan Ki Safioedin Soerjopoetro atas nama Persatuan Tamansiswa seluruh Indonesia menandatangani Keterangan Penerimaan penyerahan “Piagam Persatuan Perjanjian Pendirian” dari tangan Ki Hadjar Dewantara, Ki Tjokrodirjo dan Ki Pronowidigdo untuk mewujudkan usaha pendidikan yang beralaskan hidup dan penghidupan bangsa dengan nama Tamansiswa yang didirikan pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.

Sebagai salah satu orang yang terpilih oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memajukan, menggalakkan serta memodernisasikan Tamansiswa yang berdasarkan pada rasa cinta tanah air serta berjiwa nasional, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mempunyai beberapa pemikiran demi terlaksananya cita-cita pendidikan Tamansiswa.

Kemudian, pada tahun 1931 Ki Sarmidi Mangunsarkoro ditugasi untuk menyusun Rencana Pelajaran Baru dan pada tahun 1932 disahkan sebagai Daftar Pelajaran Mangunsarkoro. Atas dasar tugas tersebut maka pada tahun 1932 itu juga ia menulis buku Pengantar Guru Nasional. Buku tersebut mengalami cetak ulang pada tahun 1935.

Dalam ‘Daftar Pelajaran Mangunsarkoro’, ia mencerminkan cita-cita Tamansiswa dan Pengantar Guru Nasional itu di dalam arus pergerakan nasional di Indonesia khususnya di Asia pada umumnya, dapat disimpulkan pemikirannya mewakili salah satu aspek dari kebangunan nasionalisme yaitu “aspek kebudayaan”, yang pada hakikatnya merupakan usaha menguji hukum-hukum kesusilaan dan mengajarkan berbagai pembaharuan disesuaikan dengan alam dan zaman. Dua aspek lainnya adalah “aspek sosial ekonomis”, yaitu usaha meningkatkan derajat rakyat dengan menumbangkan cengkeraman ekonomi bangsa-bangsa Eropa Barat, sedangkan pada “aspek politik”, yaitu usaha merebut kekuasaan politik dari tangan Pemerintah Kolonialisme Belanda.

Pada tahun 1947 Ki Sarmidi Mangunsarkoro diberi tugas oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memimpin penelitian guna merumuskan dasar-dasar perjuangan Tamansiswa, dengan bertitik tolak dari Asas Tamansiswa 1922. Dalam Rapat Besar Umum Tamansiswa Tahun 1947 hasil kerja Panitia Mangunsarkoro bernama Pancadarma itu diterima dan menjadi Dasar Tamansiswa, yaitu: Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan.

Atas perjuangan-perjuangan itulah, pada 1949 ia dipercaya oleh Presiden Soekarno sebagai menteri pendidikan hingga turut merumuskan dasar-dasar sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pada tahun yang sama, tepatnya 19 Desember 1949 UGM diresmikan oleh pemerintah, dan Ki Sarmidi Mangunsarkoro adalah salah satu yang ikut membidani berdirinya UGM sebagai kampus rakyat ketika itu.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: