Kicauan Bapak Haz Pohan di Twitland mengingatkan saya kepada ucapan Mantan Presiden Ri ke-3, B.J Habibie, tentang konsepsi berdikari Bung Karno dengan mengirimkan dan memberikan amanah kepada beberapa pemuda Indonesia untuk menimba ilmu di beberapa negara. Bapak B.J Habibie mengatakan karena amanat Bung Karno itulah, agar Indonesia mampu berdikari maka sejak 1950 putra-putra terbaik Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar tentang industri perkapalan dan dirgantara. “Saya masuk angkatan kelima yang dikirim ke Belanda. Di sana kami belajar bagaimana bisa membuat pesawat dan kapal. Ini agar Indonesia tidak mengimpor kapal maupun pesawat terbang. Bung Karno ingin, kita menjadi negara mandiri,” tutur Habibie.
Dengan izin dari Bapak Haz Pohan saya menuliskan kembali kicauan pak haz di twiland dibawah ini.
1. Mengenang sejarah bangsa: pernah di suatu ketika ribuan mhs kita di Ertim tak bisa pulang, puluhan tahun di negeri orang, involuntary expats
2. Mereka dikirim Soekarno belajar ke blok timur; saya berjumpa mereka di Rusia, Polandia, Serbia, Croatia, Ukraina, Ceko, Hongaria, Belarus
3. Mahid: mhs ikatan dinas, tdk semua komunis, kebanyakan nasionalis, sisanya apatis, krn kebanyakan berasal dari daerah
4. Kebanyakan belajar sains, sbg hukum atau ekonomi; meninggalkan RI di thn 1962-1965
5. Ada juga belajar film, teater, kebudayaan, atau politologi; mereka tersebar di berbagai U di Ertim, hampir semua bujangan
6. Saya tdk tahu apakah ada wanita, krn yg saya jumpa dan berdasarkan data di KBRI mrk pria berusia muda..
7. Sewaktu G30S pecah, ada ambivalensi Soviet, krn gerakan komunis di RI didominasi aliran Peking, ada rivalitas dgn China di dunia komunis
8. Tetapi di RI Orba tdk membedakan, mau aliran Moskow atau Peking sama saja: komunis dan perlu dibasmi
9. Para Mahid ada yg memang org gerakan (komunis) spt Tomas Sinuraya, ttp tokoh ini tdk pernah mampir ke KBRI, dia kelompok sadar politik
10. Kebanyakan nasionalis sgt concerned dgn Soekarno yg disingkirkan, sakit hati pada Orba; ttp mrk org daerah yg kurang paham politik
11. Akhirnya Moskow ambil sikap: memusuhi Orba dan via radio dan kantor berita Tass atai koran Pravda dan Izvestia siarkan berita negatif
12. Maka para Mahid gampang terpengaruh, kurang ikuti info berimbang; maklum blm ada internet, dan condong pro Moskow
13. Jakarta melihat dari kacamata hitam-putih, pro Moskow berarti komunis, anti Orba berarti komunis
14. Ketika KBRI memanggil untuk penjelasan kebanyakan Mahid menolak datang, krn anggap KBRI alat propaganda Orba
15. Ketika diregistrasi untuk kembali ke tanah air, sebagian menurut, sebagian membangkang atau memang blm siap pulang
16. Mahid yg belum siap pulang punya bbrp alasan: sekolah blm selesai, sdg ambil PhD, baru menikah, atau punya pacar, atau bingung..
17. Akhirnya semua yg menolak pulang dicabut paspornya, shg tdk bisa kemana2; sebagian meminta paspor UNHCR sbg pengungsi
18. Sebagian yg kawin dgn org setempat ada yg pindah warganegara; yg nasionalis menjadi stateless, tdk ke mana2
19. Untuk survival, mrk kemudian bekerja, apa saja, untuk diri sendiri dan keluarga
20. Saya banyak ketemu ex Mahid yg ilmuwan sejati, ahli di bidang2 iptek termasuk kedokteran, nuklir, pertambangan, sipil dsb
21. Banyak yg memiliki standing keilmuan yg tinggi, dihormati oleh pem setempat, bahkan memiliki paten thd bbrp teknologi tertentu
22. Yg belajar ilmu sosial nasibnya kurang beruntung, krn ideologi maka ilmu sosial, termasuk ekonomi, kurang berkembang di blok Soskom
Inilah sebuah cuplikan bukti sejarah bahwa untuk mewujudkan “Berdikari” yang menjadi salah satu intisari revolusi yang belum selesai,pertanyaan yang muncul kemudian, apakah pemerintah kita saat ini dan yang akan datang sudah memikirkan untuk kembali membumikan konsep Bung Karno ini…….
(Jali-Merah/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email