Pesan Rahbar

Home » » Menyaksikan Tradisi Mamayu (Muludan) Keraton Kanoman

Menyaksikan Tradisi Mamayu (Muludan) Keraton Kanoman

Written By Unknown on Thursday 26 May 2016 | 20:14:00

Tradisi memayu yang dilakukan Keraton Kanoman Cirebon

Ribuan masyarakat dari berbagai daerah berkunjung ke Keraton Kanoman Cirebon untuk menyaksikan tradisi muludan 1437 hijriah, Rabu 9 Desember 2015. Keraton Kanoman menyelenggarakan tiga tradisi, diantaranya adalah tradisi memayu, tawurji dan damal apem.

Pangeran Patih Keraton Kanoman, Pangeran Raja Qodiran didampingi pengawal keraton melakukan ritual syukuran atau berdoa di sembilan lokasi sekaligus, pertama Pangeran Raja Qodiran mendatangi Sultan Raja Muhammad Emirudin untuk memohon izin agar prosesi memayu segera dilaksanakan.

Setelah meminta izin, Pangeran Raja Qodiran didampingi pengawal keraton kemudian mendatangi Lumpang Watu Alu, kemudian Bangsal Sekaten, Pangrawit, Prabayaksa, witana, Pulantara, Bangsal Ukiran, Kedaton, dan berakhir di Gedong Pusaka. Sembilan titik tersebut, Pangeran Raja Qodiran bersama pengawal keraton berdoa kepada Tuhan atas segala rahmat dan keberkahan yang telah diberikan kepada keluarga Keraton Kasepuhan.

Juru Bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan, setiap tanggal 25 bulan safar kalender Jawa, setiap tahun Keraton Kanoman melaksanakan ritual yang sudah diturunkan sejak zaman Sunan Gunungjati, yaitu memayu, tawurji dan damal apem.

“Setiap tahun rutin dilaksanakan, ritual ini, Pangeran Raja Qodiran bersama kerabat, dan pengawal keraton melakukan tahlilan atau meminta doa kepada Allah Swt atas keberkahan yang diberikan kepada keluarga keraton. Semua ritual yang dilaksanakan hari ini (Rabu, red) tentunya agar dijauhkan dari marabahaya, malapetak dan bencana,” ungkap Ratu Raja Arimbi Nurtina kepada awak media di kediamannya, Rabu 9 Desember 2015.

Tradisi Memayu itu adalah menata, membersihkan dan mempercantik sebagai persiapan untuk maulid nabi atau peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW. Memayu adalah ritual pemeliharaan bangunan-bangunan Keraton oleh para abdi dalem untuk membersihkan seluruh area keraton untuk keperluan panjang jimat serta merenovasi atap rumbia beberapa bangunan untuk dikembalikan sesuai aslinya.

“Setalah ritual memayu selesai, kemudian dilanjutkan dengan memanjatkan doa di sembilan lokasi tersebut, adapun Memayu dalam konteks kekinian itu adalah menata diri, membersihkan, dan menjaga diri agar semakin ayu, lancar, dan berkah, baik itu ucapan, perilaku dan juga rezekinya,” katanya.

Sunan Gunungjati juga telah melaksanakan kegiatan muludan ini, seperti halnya juga memayu yaitu menyisipkan doa, mengganti atap kulit, dan bersih-bersih. Setelah ritual memayu selesai, kemudian dilanjutkan dengan tradisi tawurji yang dipimpin langsung oleh Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emirudin di Pendopo Jinem usai salah duhur.

“Tawurji itu adalah sebuah ritual sedekah dan sebagai penghormatan terhadap Syekh Siti Jenar, sesuai tradisi turun temurun yang telah dilangsungkan selama berabad-abad lamanya. Tawurji itu memiliki makna sebagai membersihkan harta, dan diri,” jelasnya.

Ia menerangkan, tawurji itu bentuk sedekah berupa saweran, karena dulu, Sunan Gunungjati mempersilahkan kepada pengikut Syekh Siti Jenar untuk meminta sedekah, karena pengikutnya itu tidak memiliki pekerjaan. Pasca kematian Syekh Siti Jenar, para pengikutnya itu terbengkalai, karena mereka tidak memiliki lahan untuk digarap.

“Setelah tawurji, kemudian dilanjutkan dengan tradisi damal apem, apem itu makanan tradisi dengan tepung beras, tape ragi, gula merah, dan blondo. Tradisi ini sebagai bentuk syukur setelah melalui berbagai cobaan di bulan Sapar. Setelah didoakan, maka apem tersebut dibagikan kepada keluarga, dan meger sari sebagai hidangan kepada pekerja muludan di Bangsal Paseban,” tukasnya.

(Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: