Dalam disebutkan “jika kita dapat membahagiakan orang lain, atau menumbuhkan benih kebahagiaan di dalam hati orang lain, maka kelak di hari kiamat nanti kita akan menuai hasilnya.”
Bertepatan dengan masuknya bulan Rabi’ul Awal yang merupakan bulan kebahagiaan Ahlul Bayt as, Hujjatul Islam Hamid Ridha Mazhahiri menjelaskan bahwa kebahagiaan pada dasarnya adalah keadaan psikologis dari pengalaman manusia, yakni jika seseorang kerap merasa bahagia, pasti ia akan merasakan lelah juga, dan perasaan ini baginya tidak lagi istimewa, demikian juga jika seseorang selalu tertekan oleh kesedihan dan pikiran maka lambat laun ia akan mengalami depresi.
Beliau menambahkan, dalam budaya Syi’ah bahwa dalam setiap kehidupan manusia terdapat kombinasi yang seimbang yaitu keadaan bahagia dan sedih. Yakni kita dalam sehari-hari selalu ada saat-saatnya kapan untuk berduka dan kapan untuk bahagia, sebagai contoh dalam memperingati hari-hari syahadah Ahlul Bayt as sebaliknya kita juga memiliki hari-hari untuk berbahagia di hari kelahirannya Ahlul Bayt as.
Hujjatul Islam Mazhahiri lebih jauh menuturkan, terdapat banyak riwayat yang menjelaskan tentang kebahagiaan baik dari Rasulullah saww atau Imam Makshum as, sampai-sampai dalam beberapa kitab-kitab hadits terdapat bab khusus yang menjelaskan hal ini, di antaranya ialah “terdapat pahala dengan berbagi kebahagiaan pada hari dimana Ahlul Bayt as sedang berbahagia.”
Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah saww pernah berkata “kebahagiaan mukmin adalah terlihat, sementara kesedihannya terjaga di dalam hatinya”, dan karenanya dalam kehidupan sehari-hari kita harus selalu menampakan bahagia dengan cara tersenyum.
Dalam riwayat juga disebutkan “jika kita dapat membahagiakan orang lain, atau menumbuhkan benih kebahagiaan di dalam hati orang lain, maka kelak di hari kiamat nanti kita akan menuai hasilnya.”
(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email