Radikalisme berbasis agama
sejatinya mencemari agama itu sendiri. Pada akhirnya bisa memunculkan
kebencian atas agama tertentu ketika kelompok radikal bertindaknya
mengatasnamakan agama.
Menyadari hal tersebut, Pemuda Kristen seluruh Jatim menyatakan perang melawan radikalisme. Mereka mengajak Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga bersama-sama memerangi dan menangkal radikalisme ini.
Mereka menentang bentuk kekerasan apa pun, apalagi berlatar SARA. Ketua Geraka Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Jatim, Rafael Obeng, dalam diskusi dengan tema Semangat Radikalisme, Sumpah Pemuda dan Masa depan NKRI yang digelar oleh GAMKI Jatim menyampaikan bahwa kerukunan antarumat beragama adalah harga mati di negeri ini.
“Momentum Sumpah Pemuda harus menyudahi konflik bernuansa SARA. Semua agama harus memerangi praktik radikalisme,” kata Rafael saat menggelar Diskusi Sumpah Pemuda di Hotel Luminnor Surabaya, Minggu 1 November 2015.
Mantan Seskab (Sekretaris Kabinet), Andi Widjajanto menegaskan, sesuai dengan semangat sumpah pemuda hendaknya semua elemen, tanpa melihat suku dan ras untuk saling bergandeng tangan dalam menangkal aksi radikalisme. Seraya dicontohkan soal kasus Tolikara di Papua dan Singkil di Aceh, seharusnya semua pihak ikut menangkal aksi ini tanpa ada sikap diskriminasi.
Termasuk NU dan Muhammadiyah yang notabene memiliki kekuatan besar memiliki andil besar dalam menjaga NKRI.
“Kami berharap kekuatan besar ikut dalam menangkal radikalisme yang terjadi akhir-akhir ini. Mengingat banyak mereka hanya berteriak saja tanpa memberikan sebuah solusi. Saat ini banyak orang yang berpikir baik tetapi tidak berbuat alias diam saja. Karenanya dalam semangat sumpah pemuda ini butuh seorang pelopor yang dapat menggugah kembali semangat pemuda, tanpa ada perbedaan. Dimana kita bersumpah semua disini adalah saudara,” tegas Andi dalam acara diskusi dengan tema semangat Radikalisme, Sumpah Pemuda dan Masa depan NKRI yang diadakan GAMKI Jatim, Senin (2/11/2015).
Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan maraknya radikalisme yang menimpa NKRI. Semua elemen, tanpa melihat suku dan ras untuk saling bergandeng tangan dalam menangkal aksi radikelisme. Kasus Tolikara di Papua dan Sinkil di Aceh harus yang terakhir.
“Semua pihak harus ikut menangkal aksi radikal itu tanpa diskriminasi. Bahkan NU dan Muhammadiyah yang notabene memiliki kekuatan besar memiliki andil besar dalam menjaga NKRI,” kata Andi.
Namun yang patut disayangkan, ada kecenderungan sebagian pihak yang hanya berteriak tanpa memberikan solusi. Banyak orang berpikir baik, tapi banyak yang memiliah diam saja. Semangat Sumpah Pemuda membutuhkan pelopor yang dapat menggugah kembali semangat pemuda, tanpa ada perbedaan. Semua bersaudara.
Andi yang pengamat intelejen ini mengaku sedikit miris dengan kondisi persaudaraan antarmasyarakat yang terjalin selama ini terjalin baik pelan-pelan terkoyak. Buktinya banyak tindakan kekerasan antarpemuda yang sudah mengarah pada kekacauan situasi.
Dia menyinggung keberadaan partai politik seharusnya mampu merangkul semua golongan sehingga tidak ada lagi diskriminasi terhadap golongan minoritas. Dengan begitu hubungan sosial dapat ditegakkan dan sistem pemerintahan dapat dijalankan dengan baik. Kepentingan masyarakat dapat terlindungi.
Diskusi ini diikuti banyak kalangan kaum gereja dan gerakan pemuda lainnya. Diskusi tersebut menghadirkan Mantan Seskab (Sekretaris Kabinet) dan pengamat Intelijen, Andi Widjajanto.
(Satu-Islam/ABNS)
Menyadari hal tersebut, Pemuda Kristen seluruh Jatim menyatakan perang melawan radikalisme. Mereka mengajak Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga bersama-sama memerangi dan menangkal radikalisme ini.
Mereka menentang bentuk kekerasan apa pun, apalagi berlatar SARA. Ketua Geraka Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Jatim, Rafael Obeng, dalam diskusi dengan tema Semangat Radikalisme, Sumpah Pemuda dan Masa depan NKRI yang digelar oleh GAMKI Jatim menyampaikan bahwa kerukunan antarumat beragama adalah harga mati di negeri ini.
“Momentum Sumpah Pemuda harus menyudahi konflik bernuansa SARA. Semua agama harus memerangi praktik radikalisme,” kata Rafael saat menggelar Diskusi Sumpah Pemuda di Hotel Luminnor Surabaya, Minggu 1 November 2015.
Mantan Seskab (Sekretaris Kabinet), Andi Widjajanto menegaskan, sesuai dengan semangat sumpah pemuda hendaknya semua elemen, tanpa melihat suku dan ras untuk saling bergandeng tangan dalam menangkal aksi radikalisme. Seraya dicontohkan soal kasus Tolikara di Papua dan Singkil di Aceh, seharusnya semua pihak ikut menangkal aksi ini tanpa ada sikap diskriminasi.
Termasuk NU dan Muhammadiyah yang notabene memiliki kekuatan besar memiliki andil besar dalam menjaga NKRI.
“Kami berharap kekuatan besar ikut dalam menangkal radikalisme yang terjadi akhir-akhir ini. Mengingat banyak mereka hanya berteriak saja tanpa memberikan sebuah solusi. Saat ini banyak orang yang berpikir baik tetapi tidak berbuat alias diam saja. Karenanya dalam semangat sumpah pemuda ini butuh seorang pelopor yang dapat menggugah kembali semangat pemuda, tanpa ada perbedaan. Dimana kita bersumpah semua disini adalah saudara,” tegas Andi dalam acara diskusi dengan tema semangat Radikalisme, Sumpah Pemuda dan Masa depan NKRI yang diadakan GAMKI Jatim, Senin (2/11/2015).
Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan maraknya radikalisme yang menimpa NKRI. Semua elemen, tanpa melihat suku dan ras untuk saling bergandeng tangan dalam menangkal aksi radikelisme. Kasus Tolikara di Papua dan Sinkil di Aceh harus yang terakhir.
“Semua pihak harus ikut menangkal aksi radikal itu tanpa diskriminasi. Bahkan NU dan Muhammadiyah yang notabene memiliki kekuatan besar memiliki andil besar dalam menjaga NKRI,” kata Andi.
Namun yang patut disayangkan, ada kecenderungan sebagian pihak yang hanya berteriak tanpa memberikan solusi. Banyak orang berpikir baik, tapi banyak yang memiliah diam saja. Semangat Sumpah Pemuda membutuhkan pelopor yang dapat menggugah kembali semangat pemuda, tanpa ada perbedaan. Semua bersaudara.
Andi yang pengamat intelejen ini mengaku sedikit miris dengan kondisi persaudaraan antarmasyarakat yang terjalin selama ini terjalin baik pelan-pelan terkoyak. Buktinya banyak tindakan kekerasan antarpemuda yang sudah mengarah pada kekacauan situasi.
Dia menyinggung keberadaan partai politik seharusnya mampu merangkul semua golongan sehingga tidak ada lagi diskriminasi terhadap golongan minoritas. Dengan begitu hubungan sosial dapat ditegakkan dan sistem pemerintahan dapat dijalankan dengan baik. Kepentingan masyarakat dapat terlindungi.
Diskusi ini diikuti banyak kalangan kaum gereja dan gerakan pemuda lainnya. Diskusi tersebut menghadirkan Mantan Seskab (Sekretaris Kabinet) dan pengamat Intelijen, Andi Widjajanto.
(Satu-Islam/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email