Dalam penilian Majelis Muhammadiyah Sumatra Barat (Sumbar), tindakan menebar kebencian termasuk dalam perbuatan gibah (membicarakan keburukan orang lain).
Penebaran ujaran kebencian (hate speech) yang dianggap ghibah termasuk yang kerap dilakukan di media sosial. Perilaku ini dinilainya sebagai terlarang dalam agama Islam.
“Islam mencela setiap perbuatan gibah karena dapat menjadi provokasi bagi orang lain serta pihak-pihak tertentu yang menimbulkan masalah yang lebih besar,” kata Ketua Muhammadiyah Sumatera Barat Bakhtiar di Padang, Senin 2 November 2015.
Ia mengatakan, mengkritik itu berbeda dengan menebar kebencian. Yang terjadi pada penebaran kebencian, beberapa oknum leluasa memfitnah, menjelekkan pihak tertentu hingga mengandung unsur fitnah kepada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Keleluasaan oknum-oknum tertentu dalam menebar kebencian di medsos ini merupakan suatu gambaran tidak adanya batasan demokrasi di Indonesia.
“Demokrasi di negara ini sudah terlalu bebas sehingga perlu mencontoh negara lain yang masih memberikan batasan dalam mengemukakan pendapat dan berdemokrasi, baik itu di ruang publik secara langsung atauapun melalui medsos,” kata dia.
Namun, batasan yang diberikan tersebut tidak untuk membatasi ruang gerak masyarakat secara utuh, melainkan menjaga agar tidak terjadi fitnah dan penghinaan antar-sesama.
Ia mengatakan tugas negara sesungguhnya ialah memelihara masyarakat agar tidak menjadi bangsa barbar yang bersifat kasar dan kejam.
“Kami berharap dan mengimbau setiap individu untuk dapat menghindari perbuatan gibah termasuk menebar kebencian di medsos sebagaimana yang telah diajakan sebagai umat beragama,” kata dia.
Salah seorang warga Padang, Sri (24) mengatakan menebar kebencian di medsos saat ini sangat leluasanya karena tidak ada batasan-batasan yang jelas. “Butuh pembuktian dalam mendeteksi kejahatan yang terjadi melalui medsoa sehingga pemerintah perlu menindaklanjuti secara serius,” kata dia.
(Satu-Islam/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email