Kemenangan Revolusi Islam di Iran merupakan salah satu fenomena besar di abad 20 dan titik balik di sejarah umat manusia serta sumber perubahan utama di bdang budaya, politik, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Revolusi Islam termasuk gerakan politik dan sosial terpenting serta teladan bagi kebangkitan dan revolusi lainnya di dunia.
Revolusi Islam bagi bangsa Iran sebuah kebutuhan dan urgensitas. Seiring dengan terbukanya babak baru di bidang resistensi bangsa Iran, Revolusi Islam berubah menjadi sarana menentang penguasa zalim. Oleh karena itu, kemenangan Revolusi Islam lebih dari sekedar sebuah fenomena regional.
Pada dasarnya setiap revolusi memiliki pengaruh di geografi kemanusiaannya sendiri dan menjadi faktor perubahan fundamental, namun apa yang membuat abadi revolusi itu sendiri dan tetap eksis adalah kedalaman pengaruhnya. Karakteristik ini sangat kentara di Revolusi Islam, di mana mayoritas kubu tertindas dunia merasa harapan dan cita-citanya dapat terealisasi jika meneladani Revolusi Islam.
Kemenangan Revolusi Islam telah merusak konstelasi sistem politik regional dan internasional. Dengan menanam kuat prinsif kekuatan rakyat dan tuntutan independensi, revolusi ini berhasil menjadi teladan dalam melawan kekuatan imperialis. Dengan demikian, kemenangan Revolusi Islam di Iran mendapat perhatian serius, khususnya perannya dalam menjadi sumber inspirasi bagi bangsa pro kebebasan dunia. Hingga kini, Revolusi Islam Iran telah menjadi sumber inspirasi bagi gerakan revolusi di berbagai negara selama empat dekade.
Dalam pandangan pakar revolusi dunia, Revolusi Islam Iran memiliki tiga pengaruh abadi dan penting. Oleh karena itu, kekuatan imperialis dunia berusaha keras melawan revolusi ini. Pengaruh pertama dan terpenting dari kemenangan Revolusi Islam Iran adalah membuat kekuatan imperialis dunia kesulitan dan tak nyaman. Revolusi ini dengan kemenangan terorganisirnya menunjukkan bahwa sebuah bangsa, meski dengan tangan kosong, mampu menjadi sumber perubahan besar, bahkan di konstelasi dan perhitungan kekuatan besar dunia.
Pengaruh kedua adalah Revolusi Islam telah menunjukkan kekuatan sejati sebuah bangsa tanpa bersandar pada dukugan salah satu dari dua kekuatan utama dunia. Oleh karena itu, Revolusi Islam Iran di tingkat dunia menjadi peluang transformasi besar politik. Transformasi ini juga berhasil menunjukkan kepada dunia kekuatan besar dan kapasitas politik agama Islam kepada dunia serta menghidupkan gerakan besar pembebasan diri dari pengaruh dan resistensi melawan penjajah.
Adapun pengaruh ketiga muncul dari penjagaan terhadap nilai-nilai Islam. Revolusi Islam Iran berbeda dengan mayoritas revolusi dunia lainnya serta tidak keluar dari rel utamanya. Bahkan di kondisi apapun, Revolusi Islam Iran tidak pernah melepas nilai dan cita-citanya meski terus ditekan. Oleh karena itu, Revolusi Islam berubah menjadi simbol gerakan tuntutan hak di kancah kehidupan politik dan sosial.
Revolusi rakyat Iran dari berbagai sisi memiliki daya tarik besar bagi bangsa lain dan sebagai sumber inspirasi sebagai pengalaman baru berdasarkan nilai-nilai Ilahi dan kemanusiaan bagi kebangkitan dan transformasi global serta sosial. Sebelum terjadinya Revolusi Islam Iran, mengingat pengaruh dua ideologi, sosialis dan kapitalis di dunia, dikte bahwa sistem pemerintahan harus berbentuk liberal demokrasi atau sosialis. Oleh karena itu, asumsi ini semakin kental bahwa jika terjadi revolusi, maka tidak ada pilihan kecuali memiliki di antara dua ideologi ini dan harus berada di bawah perlindungan salah satu blok besar dunia tersebut.
Dengan demikian mayoritas pakar revolusi dunia mengkaji Revolusi Islam Iran di bawah koridor salah satu ideologi dunia tersebut, padahal Revolusi Islam baik sejak dibentuk maupun setelah menang senantiasa bergerak berseberangan dengan kedua ideologi ini. Sejatinya Revolusi Islam meraih kemenangan ketika agama disingkirkan dari kehidupan individu dan sosial manusia. Sedikit yang menyangka bahwa sebuah bangsa akan mampu melawan kekuatan imperialis global dan menjadikan dirinya teladan serta mengusung revolusinya berdasarkan nilai-nilai Islam.
Bangsa Iran selama perjuangannya mampu mengubah hal mustahil ini menjadi realita dan mengejar cita-citanya melalui revolusi yang berhasil menunjukkan kemenangan kebenaran atas kebatilan. Oleh karena itu, Revolusi Islam Iran seperti revolusi lainnya memiliki sedikit banyak pengaruh regional dan internasional. Untuk memperdalam strateginya, Revolusi Islam menebarkan pesannya dan realitanya revolusi ini mampu menarik perhatian umat manusia.
Revolusi Islam Iran saat menjadi teladan juga memiliki karakteristik lain, yakni bersandar pada pandangan dunia Islam. Revolusi ini meletus ketika gerakan Liberal dan Sosialis mulai kehilangan pengaruhnya. Revolusi Islam Iran memberikan pesan kepada dunia bahwa Islam adalah agama idealis dan sebuah agama yang mampu memobilisasi sebuah perjuangan besar. Pesan ini juga menyatakan bahwa di era kekuaan besar dunia menghadapi masalah rumit, Islam mampu menyelesaikan kendala sosial, mengaturnya dan menjamin keberlangsungan mereka.
Revolusi Islam Iran menyodorkan penafian atas segala bentuk kezaliman terhadap umat manusia oleh kekuatan dunia sebagai sebuah teladan. Secara praktis Revolusi Islam menunjukkan kepada dunia bahwa revolusi ini mengejar keadilan dan hakikat serta menjadikannya sebagai cita-citanya.
Sejatinya nilai dan urgensitas setiap revolusi kembali kepada cita-cita dan tujuan yang ingin dikejar. Besar dan kecilnya cita-cita serta ambisi sedikit banyak menentukan biaya dan pengorbanan yang harus dibayar oleh revolusi tersebut. Semakin tinggi dan agung tujuan sebuah revolusi, maka akan semakin sulit dan banyak represi yang dihadapinya untuk meraih cita-citanya.
Represi dan kesulitan yang ditanggung Revolusi Islam dan Republik Islam Iran selama 38 tahun lalu menjadi bukti akan realita ini bahwa bangsa Iran untuk mencapai cita-cita mereka berdiri tegak melawan seluruh represi. Indeks dari resistensi ini adalah penolakan terhadap pengaruh kekuatan dunia dan sistem yang bertumpu pada kekerasan, pelecehan manusia dan diskriminasi etnis. Revolusi Islam Iran muncul berdasarkan pada tujuan seperti ini dan membentuk pemerintahan Republik Islam.
Sejarah Revolusi Islam dengan transparan menunjukkan bahwa sebab utama permusuhan dan konspirasi seperti prang yang dipaksakan, sanksi ekonomi dan fitnah adalah kekhawatiran akan pengaruh Revolusi Islam dan berubahnya gerakan ini menjadi sebuah teladan bagi revolusi lainnya di dunia. Kubu arogan dunia yang kehilangan seluruh kepentingan dan kerakusan materinya dengan kemenangan Revolusi Islam, sejak awal gencar mengobarkan fitnah dan konspirasi sehingga menurut angan-angan palsunya mampu menghentikan gerakan ini, menyimpangkannya dan pada akhirnya menggagalkan gerakan rakyat Iran.
Oleh karena itu, kubu arogan bangkit melawan pemerintah Republik Islam, namun ternyata mereka hanya meraih kekalahan. Revolusi Islam Iran dengan kokoh terus melanjutkan jalannya dan telah menyulut kebangkitan umat Islam. Dewasa ini, dapat dikatakan bahwa kemenangan Revolusi Islam Iran di tahun 1979, pimpinan Imam Khomeini menjadi teladan bagi bangsa pecinta kebebasan di berbagai belahan dunia.
Sandaran utama Revolusi Islam adalah peran aktif rakyat. Rakyat Iran melalui perjuangan panjang berhasil menumbangkan rezim despotik dan membentuk pemerintahan Republik Islam. Revolusi Islam di Iran setelah bertahun-tahun membawa Islam dan masyarakat Islam dari keterkucilan. Revolusi Islam Iran sebagai motor penggerak bagi gerakan Islam berhasil menyadarkan umat Muslim regional akan hak dan kemampuannya.
Dengan demikian dapat disebut bahwa ideolgi politik Republik Islam bertumpu pada perjuangan di jalan kebenaran dan menuntut keadilan. Oleh karena itu, kubu arogan dan imperialis dunia khususnya Amerika Serikat sejak awal memperioritaskan kebijakannya untuk menumbangan Republik Islam. Selama 38 tahun, Amerika senantiasa menunjukkan sikap permusuhan dengan Iran. Namun bangsa Iran melalui perjuangan gigih memberikan pelajaran kepada musuh.
Gerakan besar ini dengan dibarengi resistensi dan perjuangan melawan represi menciptakan perubahan serius di hubungan Iran dengan dunia luar. Menurut ungkapan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei banyaknya ancaman mengindikasikan kekuatan sejati pemerintahan Islam, karena jika Republik Islam tidak memiliki pengaruh signifikan, maka musuh tidak akan menjukkan usaha kerasnya terhadap Iran.
Bangsa Iran pasca kemenangan revolusi dengan gagah berdiri melawan seluruh fitnah, konspirasi dalam segala bentuknya baik itu pelanggaran kehormatan, gerakan politik, konspirasi ekonomi atau sabotase untuk menjegal kemajuan bangsa ini. Wajar jika teladan ini tidak selaras dengan kepentingan kubu imperialis dunia, sehingga mereka memilih untuk memusuhi Revolusi Islam.
______________________________
Foto: People demonstrating in Tehran in 1979
________________________________
Dinasti Pahlavi (Sebelum revolusi Iran)
Negara Imperial Persia (1925–1935) Negara Imperial Iran (1935–1979) کشور شاهنشاهی ایران Kešvare Šâhanšâhiye Irân |
||||||
|
||||||
|
||||||
Semboyan مرا داد فرمود و خود داور است "Marâ dâd farmoudo xod dâvar ast" [1] |
||||||
Lagu kebangsaan سرود شاهنشاهی ایران Sorude Šâhanšâhiye Irân |
||||||
Peta Iran dibawah Dinasti Pahlavi
|
||||||
Ibu kota | Teheran | |||||
Bahasa | Persia | |||||
Bentuk Pemerintahan | Monarki Konstitusional | |||||
Shah | ||||||
- | 1925-1941 | Reza Shah Pahlavi | ||||
- | 1941-1979 | Mohammad Reza Pahlavi | ||||
Perdana Menteri | ||||||
- | 1925-1926 | Mohammad Ali Foroughi | ||||
- | 1979 | Shapour Bakhtiar | ||||
Sejarah | ||||||
- | Dinasti Pahlavi mengambil alih kekuasaan | 1925 | ||||
- | Invasi Inggris-Soviet ke Iran | 1941 | ||||
- | Revolusi Iran | 1979 |
Dinasti Pahlavi berkuasa setelah Ahmad Shah Qajar, penguasa terakhir dari Dinasti Qajar, terbukti tidak mampu menghentikan invasi Inggris dan Uni Soviet terhadap Iran, dan akibatnya Dinasti Qajar digulingkan dalam kudeta militer, turun tahta dan akhirnya diasingkan ke Perancis. Majelis Nasional, yang dikenal sebagai Majlis, menyatakan Reza Shah sebagai shah yang baru. Pada tahun 1935, Reza Shah menginstruksikan seluruh kedutaan asing di negaranya untuk menyebut Persia dengan nama kuno, Iran.
Dihadapkan dengan meningkatnya ketidakpuasan publik dan pemberontakan-pemberontakan sepanjang tahun 1978, Mohammad Reza Shah Pahlavi akhirnya digulingkan dan memutuskan untuk pergi ke pengasingan bersama keluarganya pada Januari 1979, memicu serangkaian peristiwa yang dengan cepat menyebabkan pembubaran Negara Imperial Iran pada tanggal 11 Februari 1979, secara resmi mengakhiri tradisi kuno monarki Persia.
Pendirian Dinasti
Pada tahun 1921, Reza Shah, seorang perwira Cossack Brigade, menggunakan pasukannya untuk melakukan suatu kudeta terhadap pemerintahan Dinasti Qajar. Dalam waktu empat tahun ia telah membuktikan dirinya sebagai orang yang paling kuat di negeri ini dengan menekan pemberontakan, memunculkan ketertiban, dan mengusir pendudukan Inggris dan Uni Soviet. Pada tahun 1925, majelis khusus diselenggarakan untuk menggulingkan penguasa terakhir dari Dinasti Qajar, dan mengangkat Reza Shah, sebagai shah yang baru.Reza Shah memiliki rencana ambisius untuk modernisasi Iran. Rencana ini termasuk mengembangkan industri skala besar, pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur nasional, membangun sistem kereta api lintas negara, membangun sistem pendidikan umum, reformasi peradilan, dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Dia menciptakan pemerintahan terpusat yang kuat serta dikelola oleh personil yang berpendidikan.
Dia mengirim ratusan pelajar Iran, termasuk anaknya, ke Eropa untuk belajar. Selama tahun 1925-1941, akibat berbagai proyek pembangunan Reza Shah, Iran berubah menjadi sebuah negara yang maju pesat. Pendidikan publik berkembang, dan kelas sosial baru bermunculan. Sebuah kelas menengah yang terdiri dari para profesional dan kelas pekerja industri telah muncul.
Pada pertengahan 1930-an, pemerintahan sekuler Reza Shah menyebabkan ketidakpuasan di antara beberapa kelompok, khususnya para ulama, yang menentang pemerintahan sekuler Reza Shah. Terlebih lagi ketika pada tahun 1935, Reza Shah menginstruksikan kepada seluruh delegasi asing di Iran untuk menggunakan istilah Iran sebagai korespondensi resmi dari Persia. Setelah adanya protes para ulama, penggantinya, Mohammad Reza Pahlavi, pada tahun 1959 mengumumkan bahwa kedua istilah, yaitu Persia dan Iran dapat digunakan secara bergantian.
Reza Shah mencoba menghindari keterlibatan Inggris dan Uni Soviet di Iran. Meskipun banyak proyek pembangunannya memerlukan ahli-ahli dan para teknisi asing, ia menghindari pemberian kontrak kepada perusahaan-perusahaan Inggris dan Uni Soviet. Meskipun Inggris, melalui kepemilikan dari Anglo-Iranian Oil Company, menguasai semua sumber daya minyak Iran, Reza Shah lebih suka untuk mendapatkan bantuan teknis dari Jerman, Perancis, Italia, dan negara-negara Eropa lainnya. Ini menciptakan masalah bagi Iran setelah tahun 1939, ketika Jerman dan Inggris menjadi musuh dalam Perang Dunia II. Reza Shah menyatakan Iran sebagai negara netral, tapi Inggris bersikeras bahwa para insinyur dan teknisi Jerman di Iran adalah mata-mata dengan misi untuk menyabotase fasilitas minyak Inggris di barat daya Iran. Inggris menuntut agar Iran mengusir semua warga negara Jerman, tapi Reza Shah menolak, mengklaim ini akan berdampak negatif proyek-proyek pembangunannya.
Perkembangan
Mohammad Reza Pahlavi menggantikan Reza Shah naik tahta pada tanggal 16 September 1941. Dia ingin melanjutkan kebijakan reformasi ayahnya, tapi persaingan untuk mengontrol pemerintahan terjadi antara ia dan seorang politisi profesional senior, Mohammad Mosaddegh.
Meskipun dalam sumpahnya ia bertindak sebagai penguasa sebuah monarki konstitusional yang akan tunduk kepada kekuasaan parlementer, Mohammad Reza Pahlavi semakin melibatkan diri dalam urusan pemerintahan. Pada tahun 1949 terjadi percobaan pembunuhan pada Mohammad Reza Pahlavi, dan kejadian itu dikaitkan dengan Partai Komunis Tudeh, mengakibatkan pelarangan partai tersebut dan perluasan kekuasaan konstitusional Shah.
Pada tahun 1951, Majlis (Parlemen Iran) mengangkat Mohammad Mossadegh sebagai perdana menteri baru, yang tak lama setelah menasionalisasi industri minyak milik Inggris. Mossadegh ditentang oleh Shah yang takut akan adanya embargo minyak yang dikenakan oleh Barat akan menyebabkan kehancuran ekonomi bagi Iran. Dalam kasus ini, Shah menyingkir, namun kembali setelah Inggris dan Amerika Serikat melancarkan suatu "kudeta" terhadap Mossadegh di bulan Agustus 1953 (Operasi Ajax). Mossadegh kemudian ditangkap oleh pasukan militer pro-Shah.
Dalam konteks Perang Dingin, Shah membuktikan dirinya sebagai sekutu yang tak terpisahkan dari Barat. Di dalam negeri, ia menganjurkan kebijakan reformasi, yang berpuncak dalam programnya pada tahun 1963, dikenal sebagai Revolusi Putih, yang termasuk reformasi tanah, perpanjangan hak suara perempuan, dan mengurangi tingkat buta huruf dalam masyarakat. Berkat kemajuan pembangunan yang pesat, dalam waktu kurang dari dua dekade Iran berhasil menjadi kekuatan ekonomi dan militer yang tak terbantahkan di Timur Tengah.
Mohammad Reza Pahlavi menganggap dirinya sebagai pewaris raja-raja Iran kuno, dan pada tahun 1971 ia mengadakan perayaan besar dalam rangka "2.500 tahun kekuasaan monarki Persia".
Jatuhnya Dinasti
- Lihat: Revolusi Iran
Pada pertengahan 1970-an, bergantung pada pendapatan minyak yang besar, Mohammad Reza Pahlavi memulai merencanakan proyek-proyek besar dalam rangka pembangunan nasional Iran, menindaklanjuti program Revolusi Putih. Namun kemajuan sosial-ekonomi tersebut justru menimbulkan ketidakpuasan kalangan ulama. Para pemimpin Islam Syiah, khususnya Ayatollah Ruhollah Khomeini, melampiaskan ketidakpuasan ini dengan menyerukan penggulingan Mohammad Reza Pahlavi dan kembali kepada tradisi Islam, yang disebut Revolusi Islam Iran. Dinasti Pahlavi runtuh menyusul pemberontakan yang meluas pada tahun 1978 dan 1979.
Mohammad Reza Pahlavi meninggalkan Iran dan menjalani perawatan medis di Mesir, Meksiko, Amerika Serikat, dan Panama, pada akhirnya ia bersama keluarganya menetap di Mesir hingga wafat, dengan status sebagai "tamu kenegaraan" oleh Presiden Anwar Sadat.
Referensi
- ^ "Iranian Empire (Pahlavi dynasty): Imperial standards". Diakses tanggal 2012-10-06.
(IRIB Indonesia/Taghrib-News/Wikipedia/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email