Fethullah Gulen, bekas sekutu Presiden Recep Tayyip Erdogan, membantah tudingan bekas kawannya itu bahwa ia berperan dalam kudeta militer di Turki. Gulen kini berada di pengasingannya di Saylorsburg, Pennsylvania, Amerika Serikat.
“Sebagai seseorang yang menderita di bawah beberapa kudeta militer selama lima dekade terakhir, terlebih menerima tuduhan yang menghina mempunyai hubungan dengan usaha semacam itu, saya dengan tegas membantah tuduhan tersebut,” tegas Gulen
Gulen balik balik menuduh dengan mengatakan kudeta itu bisa saja sengaja “dipentaskan” oleh pemerintah. “Saya tidak yakin dunia memercayai tuduhan yang dibuat oleh Presiden Erdogan. Ada kemungkinan bahwa hal itu sengaja dibuat dan dimaksudkan untuk menciptakan tuduhan lain,” kata Gulen.
Pria yang mengajarkan ajaran hizmet atau pelayanan terhadap umat manusia itu mengaku sudah cukup menderita setelah kudeta tahun 1990-an. Ia mengutuk keras upaya penggulingan pemerintah.
“Saya mengutuk dalam istilah terkuat terhadap usaha kudeta militer di Turki,” ujar Gulen, yang telah bertahun-tahun di Amerika, dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip Reuters, Minggu, 17 Juli 2016.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan pemerintah telah mengatakan bahwa pengikut Gulen dalam militer bertanggung jawab atas usaha mengambil alih pemerintah pada Jumat malam dan Sabtu pagi.
Setelah kudeta militer di Turki, Gulen ditekan dan dipenjara. Ia mengaku juga menghadapi berbagai bentuk pelecehan. Menurut Gulen, Turki yang sudah berada di jalur demokrasi tak bisa lagi diubah. Meski merindukan tanah airnya, ia mengaku bahagia dengan kebebasannya di AS dan jauh dari masalah politik.
Terkait permintaan ekstradisi dari Erdogan, Gulen mengaku tidak terlalu khawatir. “Saya tidak terlalu khawatir dengan permintaan ekstradisi,” katanya menegaskan.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry menanggapi seruan ekstradisi Gulen oleh pemerintah Turki. Kerry mengatakan pihaknya telah sepenuhnya mengantisipasi hal itu namun belum ada permintaan ekstradisi resmi yang dibuat.
“Dan jelas kami akan mengundang Pemerintah Turki, seperti yang selalu kami lakukan, agar mereka dapat menunjukkan bukti-bukti yang sah terkait klaim itu. Amerika Serikat akan menerimanya, mencermatinya, dan membuat penilaian tepat mengenainya,” tutur Kerry.
Gulen, 75 tahun, sudah meninggalkan Tanah Airnya pada 1999. Meski lama tinggal di Amerika, Gulen punya pengikut setia di Turki. Pengikutnya kebanyakan masyarakat Turki yang berpendidikan dan profesional. Mereka menganut gerakan Hizmet yang mendukung aliran Sunni.
Gerakan Hizmet dan banyak mendanai organisasi non-pemerintah di Turki. Dana dialirkan ke ratusan sekolah sekuler, pusat pelatihan gratis, serta rumah sakit untuk mengentaskan masalah sosial di sana. Beberapa sukarelawan gerakan tersebut juga memiliki stasiun televisi, koran dengan sirkulasi terbesar, tambang emas, dan paling sedikit satu bank.
Gulen dan pengikutnya juga membangun jaringan sekolah dan universitas yang beroperasi di lebih dari seratus negara termasuk Amerika. Di Amerika, salah satu kerajaan akademik Gulen adalah Harmony Public School, sekolah dengan kategori charter school terbesar di Texas. Charter school merupakan sekolah dengan biaya terjangkau tapi bukan milik pemerintah.
Pendukung Gulen dari Alliance for Shared Values on Development in Turkey juga membantah keterlibatan Gulen melalui keterangan tertulis. Mereka menuturkan Gulen dan partisipan Hizmet mendedikasikan komitmen mereka untuk kedamaian dan demokrasi selama lebih dari 40 tahun. Mereka juga mengutuk intervensi militer dalam politik Turki. “Komentar pro-Erdogan tentang gerakan kami sangat tidak bertanggung jawab,” ucap mereka.
Hubungan Erdogan dengan Gulen sebelumnya terjalin dengan baik. Gerakan Gulen merupakan pendukung kuat Erdogan selama satu dekade terakhir. Media pro-Gulen menginvestigasi rencana kudeta para komandan militer Turki. Gerakan Gulen juga berbahaya untuk dikritik pada masa itu.
Pemerintah Turki menangkap sedikitnya 6.000 orang terduga komplotan kudeta yang berlangsung Jumat lalu. Hal tersebut disampaikan Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag pada Ahad 17 Juli 2016.
Sebelumnya, pemerintah Turki telah mengungkap penangkapan sekira 3.000 personel militer. Seorang jaksa senior juga memerintahkan penangkapan 2.750 hakim yang dituduh memiliki hubungan dengan Organisasi Teroris Fetullah yang diduga berada di balik kudeta.
“Proses hukum akan terus berlanjut. Ini akan menjadi kasus paling besar dalam sejarah Turki,” kata Bozdag kepada stasiun televisi TRT yang dikelola negara.
Kudeta gagal tersebut telah menyebabkan sedikitnya 181 orang tewas di seluruh negeri. Bozdag menegaskan, seluruh pihak yang terlibat di dalamnya akan mendapat ganjaran setimpal.
(Reuters/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email