Pesan Rahbar

Home » » Pesan Sang Imam; Bab: Tauhid dan Kenabian

Pesan Sang Imam; Bab: Tauhid dan Kenabian

Written By Unknown on Monday 10 October 2016 | 20:34:00


Pertolongan Ilahi

Di antara pertolongan Allah Swt. terhadap hamba-hambanya adalah dengan dikaruniai akal dan pikiran kepada mereka. Di sam ping itu mereka dikaruniai pula dengan upaya untuk membersihkan dan memperbaiki diri mereka sendiri. Bersamaan itu Allah telah mengutus para anbiya’ as. dan pemberi peringatan untuk membawa hidayah kepada mereka guna memperbaiki dan membebaskan mereka dari azab neraka jahanam.

Manakala semua jalan untuk memberi mendatangkan kesan, lalu Allah mengaruniakan kepada mereka jalan-jalan yang lain pula, yaitu berupa cobaan-cobaan. Antara lain ialah dengan bencana kemiskinan, kepapaan dan penyakit. Kesemuanya, seperti dokter yang berusaha mengobati penyakit, juga seperti seorang perawat penyakit yang berkemampuan menyembuhkan penyakit dengan pengobatan yang tepat.

Apabila seorang hamba Allah mengehal tentang pertolongan Allah, hal ini disebabkan ia diuji dengan berbagai macam dugaan sehingga ia mengenal Penciptanya. Keadaan ini dapat mendidik dirinya, dan inilah satu-satunya jalan tarbiyah dan tak ada jalan lain lagi. Apabila seseorang tidak memperbaiki dirinya dengan jalan ini dan menghasilkan kesimpulan yang dikehendakinya, berarti tidak layak untuk menikmati kelezatan surga. Sesungguhnya Allah mengujinya dengan berbagai kesulitan supaya ia selalu mengingat dan menyebut nama-Nya.

Kalau semua ini tidak mendatangkan sedikit pun manfaat kepada dirinya dan terhadap perubahan dirinya. kemudian datangalah kepadanya azab kubur dan alam barzakh setelah ia mati. Semua ini merupakan peringatan dan nasehat kepada manusia supaya ia terhindar dari terjatuh ke dalam naraka jahanam.

Kalau seseorang tidak berubah dan mendapat kesan baik dari peringatan dan ancaman, maka apakah akibat buruk yang akan menimpanya? Di sini tidak ada pilihan lagi bagi insan tersebut melainkan memberi peringatan kepadanya dengan azab neraka. Sesungguhnya seseorang yang tidak dapat menerima pengaruh dan faedah dari semua jalan ini, maka harus diluruskan dengan api neraka seperti juga logam yang hanya dapat ditukar dan dibentuk dengan menggunakan api. Dalam pembahasan ayat AI-Quran berikut dapat dilihat dalam tafsir Tabrisi. Ayat tersebut adalah:

“mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya”. (QS. an-Naba’, 78: 23)

AI-lsyasyi meriwayatkan dengan sanad dari Hamran berkata, “Aku telah bertanya kepada Abu Ja’far as. tentang ayat ini. Lalu katanya ayat ini adalah berkenaan dengan mereka yang keluar dari nereka.” Sesungguhnya keadaan ini bisa menimpa saya dan saudara betapa lamanya setiap abad itu? Allah Maha Mengetahui beribu-ribu tahun berkenaan dengan hal itu. Yang penting adalah wajib atas kita untuk beramal sedemikian rupa sehingga kita tidak sampai kepada suatu tahap, tidak kembali abad-abad yang cukup untuk membebaskan kita dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Inilah peringatan yang harus kita perhatikan supaya kita tidak ditimpa sebagaimana golongan yang tidak layak masuk surga, yakni golongan yang masuk neraka selama-selamanya.

Ya, sesungguhnya ayat ini menerangkan tentang mereka yang tidak banyak bermaksiat dan tidak sampai ke tahap yang menghalangi dirinya dari mendapat rahmat Allah dan melindunginya dari mendapat ampunan dan rahmat-Nya. Ayat ini juga menerangkan tentang orang-orang yang berhak masuk surga, walau bagaimana pun keadaannya. Marilah kita berdoa kepada Allah agar kita tidak termasuk dalam golongan untuk tidak layak mendapat rahmat Allah, kita berlindung untuk mendapat keampunan-Nya dan lebih jauh dari itu kita berlindung kepada-Nya agar tidak menjadi golongan yang hanya layak masuk neraka jahanam.

Ingatlah akan diri saudara agar jangan sampai kepada amal-amal yang menuju ke suatu tahap yang sedemikian rupa. Kalau saudara menuju ke tahap ini, niscaya akan mendapat kemurkaan Allah yang tidak lagi ada upaya untuk membebaskan diri. Takutilah azab neraka. Oleh karenanya. jauhkanlah segala usaha untuk menjadikan pusat-pusat pengkajian Islam kita sebagai tempat bertengkar dan berselisih faham yang merugikan Islam. Bersihkanlah diri dari perasaan munafik dengan memperbaiki jalan hidup melalui beribadah kepada Allah Swt. dan lihatlah kepada sahabat seperjuangan serta pandangan kasih sarang dan lemah lembut.

Hendaklah saudara mengambil sikap yang baik terhadap mereka dengan menyuruh dalam perkara yang baik serta melarang mereka dalam perkara yang munkar. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, akan menghormati orang-orang yang melalui jalan petunjuk serta beramal saleh dengan menjadikan mereka orang yang paling dikasihi (dicintai), dan pergaulilah mereka sebagai sahabat di dunia dan akhirat.

Didiklah diri sendiri sekiranya saudara ingin membawa hidayah kepada ummah dan membimbing mereka. Pribadi yang tidak mampu mendidik dirinya sendiri kepada orang lain dan tidak akan mampu memperbaiki kemauan mereka.

Kita yang sedang melalui bulan Sya’ban. hendaklah saudara bersungguh-sungguh berjihad untuk mendapat kemampuan dari Allah melalui taubat. sehingga saudara mempunyai persiapan untuk menyambut bulan Ramadhan yang berkat itu dengan jiwa yang bersih dan hati yang sejahtera.


Menjadi Tamu Allah di Bulan-Nya

Bertepatan dengan riwayat-riwayat dari Rasulullah Saww. yang agung bahwa seluruh hamba-hamba Allah Swt. akan menjadi tamu Allah pada bulan Ramadhan yang berkah itu.

Rasulullah Saww. bersabda:

“Wahai manusia sesungguhnya akan datang kepada kamu bulan Allah dan sesungguhnya kamu diseru kepadanya menjadi tamu Allah”. (Wasail Jilid 2, hIm. 227)

Apakah yang saudara lakukan dalam hari-hari pada bulan ini seperti yang telah diterangkan, berfikir dan memperbaiki diri dengan menghadap sepenuhnya kepada Allah yang menjadi Penciptamu. Hendaklah saudara meminta ampunan dari Allah dari kesalahan yang saudara lakukan dan sekiranya saudara dapati bahwa diri saudara telah melakukan dosa besar, maka tidak ada pilihan lain melainkan bertaubat kepada Allah, niscaya Allah akan melapangkan kepada saudara. Terpulanglah kepada saudara kalau ingin melahirkan sifat dendam, mengumpat, menuduh. Mengadu domba atau perbuatan dosa apapun pada bulan yang mulia ini. Tetapi seandainya saudara berbuat demikian berarti saudara telah melakukan kejahatan dan kesalahan sebagai tamu. Dan sekiranya saudara mencemaskan diri dengan maksiat yang keji berarti telah mencemarkan kedudukan sebagai tamu Allah Swt.

Oleh sebab itu, sekiranya saudara diseru untuk menjadi tamu Allah, maka hendaklah saudara mempersiapkan diri menghadapi undangan yang agung ini. Mestilah saudara menghiasai diri dengan adab kesopanan, sekurang-kurangnya dari segi gambaran lahiriah. Tetapi adab kesopanan yang hakiki adalah dengan sungguh-sungguh melalui kelelahan dan kesulitan.

Berpuasa bukanlah berarti menahan diri dari makan dan minum semata-mata. Apa yang menjadi kewajiban juga dalam berpuasa ini adalah menjauhi segal a maksiat. Ini merupakan adab sopan yang utama dalam melaksanakan perintah berpuasa yang dikatakan pada perintah awal tadi, yaitu melakukan pendidikan ruhani. Adapun sudah tentu mereka harus memiliki peradaban yang lebih tinggi lagi.

Karena sekurang-kurangnya saudara berpegang dan beramal dengan adab yang utama ini, yaitu menahan diri dari melakukan maksiat dengan menjaga lidah dari mengumpat, kekejian, menuduh, dusta dan berkata-kata tentang perkara-perkara yang buruk serta sekaligus mengeluarkan dari hati sifat dengki dan dendam serta sifat keji yang lain.

Di samping itu hendaklah saudara tidak mengambil keputusan yang benar-benar selain daripada Allah, yaitu dengan membersihkan amal dari sifat riya’ atau menampakkan kelebihan. Hendaklah saudara musnahkan sama sekali sifat-sifat untuk mencari keuntungan dan bermuka kepada yang lain selain dari Allah, seperti syaitan, jin dan manusia.

Tetapi kita nampaknya terlalu jauh untuk menjadi golongan yang sampai ke tahap keimanan yang tertinggi, mencapai tahap berpuasanya seorang yang menjauhkan diri dari dosa. Sekiranya keadaan seperti ini tidak bisa, niscaya puasanya tidak diterima oleh Allah dan tidak terangkat ke hadirat-Nya. Sebab amal yang diterima oleh Allah adalah bukan sekedar sahnya saja dari segi syariat, tetapi lebih jauh dari itu.

Jika saudara telah melalul bulan Ramadhan tetapi tingkah laku dan perjalanan hidup tidak jauh berubah seperti sebelum kedatangan bulan Ramadhan, maka ketahuilah bahwa saudara belum menerima seruan dakwah seperti yang dikehendaki dan belum memenuhi tuntutan menjadi tamu Allah Yang Maha Agung. Ketahuilah bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Allah, yaitu ketika pintu-pintu rahmat Allah terbuka lebar dan manakala syaitan yang terkutuk itu dipasung dan diikat terbelenggu.

Seandainya saudara tidak berusaha mendidik diri dan ruhani pada bulan ini dan jika tidak menolak tuntutan-tuntutan hawa nafsu yang menyeleweng itu. Maka betapa sulitnya membiarkan kesempatan yang terbuka itu niscaya tidak akan mengambil faedah-faedah yang tertinggi dari wadah keimanan yang agung dan melimpah ruah itu.

Oleh karena itu, persiapkanlah diri dengan melawan desakan syaitan sebelum kedatangan bulan Ramadhan, karena apabila berada pada bulan tersebut dalam keadaan syaitan terikat dan terbelenggu, sedangkan saudara masih melakukan perangai dan tindakan buruk, niaka tidak akan ada peluang sebaik itu lagi bagi saudara.

Sesungguhnya manusia telah sampai ke suatu tahap memiliki dosa dan maksiat yang banyak adalah akibat dari kebiasaan yang senantiasa mengikuti bisikan dan keraguan yang dibawa oleh syaitan. Selanjutnya, mereka yang bersikap demikian adalah karena terlalu dikuasai oleh kesesatan dan kejahilan yang meliputi hatinya. Boleh dikatakan bahwa celupan (sibghah) syaitan telah menyerap segenap jalan hidup dan tindak-tanduknya.

Sesungguhnya sibghah syaitan itu bertentangan dengan sibghah Allah. Akibat tiadanya celupan Allah membawa mereka mengikuti hawa nafsu yang serakah, oleh sebab itu sekurang-kurangnya menjadi kewajiban terhadap diri sendiri untuk memperhatikan diri sendiri dengan sungguh-sungguh pada bulan ini. Dalam waktu yang sama menjadi kewajiban atas saudara untuk menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak diridhai Allah Swt.

Pada hari ini, dalam majelis ini hendaknya kita berikrar kepada Allah dan mengambil keputusan dari janji untuk tidak mengumpat, tidak menggunjing dan tidak memburuk-burukkan atau menyinggung perasaan salah seorang dari kita. Pada bulan ini hendaklah saudara menguasai lidah, mata, tangan dan telinga saudara serta membimbingnya. Perhatikanlah amalan dan perkataan saudara. Mudah-mudahan dengan kesungguhan perhatian ini menjadi faktor terpenting untuk mendapatkan pertolongan rahmat dan kasih sarang Allah.

Semoga hasil dari pelaksanaan amalan suci sepanjang bulan Ramadhan dan sepanjang terbelenggunya syaitan, dapat membentuk diri menjadi orang yang saleh dan syaitan tidak dapat lupa memperdaya dan menimbulkan keraguan sedikit pun terhadap saudara. Sungguh saya menekankan titik persoalan yang penting ini. Bersungguh-sungguh beramal dengan tujuan hendak melaksanakannya, serta memperhatikan perkataan yang memang ingin saudara katakan atau sesuatu yang ingin saudara dengar berdasarkan hukum Islam.

Semua ini merupakan adab sopan berpuasa yang utama dan hendaklah menghiasi diri dengannya. Jika saudara melihat seseorang yang mencoba membuat fitnah di antara satu dengan yang lain, maka damaikanlah di antara keduanya dan katakanlah kepadanya, “Kita diperintahkan agar menjauhkan diri dari perkara-perkara yang haram pada bulan ini”, sekiranya saudara tidak mampu mencegahnya, maka tinggalkan mereka. Sebab umat Islam harus meluruskan apa yang terjadi di sekeliling mereka.

Barangsiapa yang tidak memperbaiki umat Islam dengan tangan, lidah dan matanya, hal ini menunjukkan ia bukan lagi seorang muslim yang sebenarnya, tidak lebih hanyalah dari segi lahirnya saja tetapi tidak secara keseluruhannya. Dia hanya berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah....” tanpa berpegang teguh memenuhi tuntutan LA ILAHA ILLALLAH. Imam Ja’far ash-Shadiq as. Berkata, “Rasullah Saww. bersabda yang artinya: Ketahuilah, akan aku kabarkan kepadamu bagaimana seorang mukmin itu dapat disebut mukmin yaitu dengan memperbaiki keadaan masyarakat dengan diri dan harta mereka.

Ketahuilah, akan aku kabarkan kepadamu tentang seorang muslim? Adalah siapa saja yang membawa keselamatan kepada manusia dengan tangan dan lidahnya.” (Sanatul Bihar)

Oleh karenanya, jika saudara mencoba untuk menjatuhkan harga diri atau memburuk-burukkan seseorang di antara kaum muslimin, niscaya Allah tidak akan memberi kelowongan dan kemudahan kepada saudara. Adalah sangat tidak baik apabila mengumpat atau menodai kehormatannya, karena semestinya saudara mengetahui bahwa saudara sedang berada di perantauan menuju Allah Swt. dan sedang berhadapan dengan hidangannya yang suci, Sadarlah bahwa saudara sedang menjadi tamu Allah dan dalam waktu yang sama saudara tidak sopan kepada hamba-hamba-Nya di hadapan Allah. Karena dengan menghina hamba-hamba Allah itu sebenarnya sama dengan menghina Allah (Yang Menciptakannya),

Sebenarnya orang-orang tersebut adalah hamba-hamba Allah, terutama apabila mereka berada di atas jalan keimanan, ilmu pengetahuan dan takwa. Janganlah saudara membiarkan dosa itu bertambah. Karena akibatnya terlalu berbahaya. Sebab manusia sering membiarkan dirinya melakukan dosa-dosa akan ditimpa akibat buruk, kelak ketika menghadapi kematian, ia akan mendustakan Allah dan mengingkari ayat-ayat-Nya.

Allah berfirman:

“Kemudian, kejahatan akibat yang menimpa orang-orang yang mengerjakan kejahatan. lantaran mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka memperolok-olokkanya”. (QS. ar-Ruum. 30: 10)

Inilah natijah (kesimpulan) buruk dan membiasakannya tidak saja menimbulkan kerusakan, tetapi membawa kehancuran seluruhnya. Prasangka buruk, mengumpat, mencela, dan menghina seorang muslim adalah bertolak belakang dengan garis ini. Inilah maksiat yang meliputi hati seseorang sehingga ia berkembang, menguasainya dan akhirnya menjadikan kepekatan hati hingga kejam. Keadaan ini akan menghalangi untuk mengenal Allah dengan penuh keimanan. Sehingga akhirnya dia akan mengingkari Allah, kebenaran, iman serta mendustakan ayat-ayat Allah Swt.

Dipetik dari sebagian riwayat yang mengatakan bahwa amalan-amalan kita kelak akan dibeberkan dihadapan Rasulullah Saww.

Maka ketika beliau melihat amalan-amalan saudara, beliau mendapati bahwa kesalahan-kesalahan dan dosa lebih menonjol. Alangkah keadaan ini sangat membingungkan beliau. Sesungguhnya ketika Rasulullah melihat daftar kegiatan amalan-amalan yang dipenuhi dengan umpatan, tuduhan, memburuk-burukkan umat Islam serta melihat bagaimana beratnya kecenderungan terhadap dunia juga kebendaan.

Kemudian beliau juga melihat bagaimana keadaan hati saudara yang melukiskan permusuhan, hasut, dengki, khianat dan prasangka buruk. Betapa malunya beliau, karena umatnya tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah.

Sesungguhnya seorang yang mempunyai ikatan dengan saudara walaupun mungkin hanya khadam atau orang suruhan (pelayan) saudara sekalipun, bila dia melakukan dosa atau amalan yang tercela, niscaya akan membawa aib kepada saudara.

Begitu juga dengan saudara, yang mempunyai hubungan dengan Rasulullah. Seandainya saudara memasuki pusar pengkajian Islam, sudah tentu saudara mempunyai hubungan erat dengan pengetahuan Islam, AI-Quran al-Karim dan Rasulullah Saww. Oleh karenanya, seandainya saudara melakukan amalan buruk dan dosa, sudah barang tentu akan menyangkut hubungan dengan Rasulullah, dan tentunya saudara akan dilaknat Allah. Ingatlah, agar sekali-kali janganlah saudara menjadi sebab yang menjatuhkan dan menjerumuskan Rasulullah dan keluarganya yang suci itu.

Sesungguhnya hati manusia itu ibarat cermin yang bersih dan berkilau, karena ia menerima bias dari keadaan dunia serta dosa yang banyak. Oleh karena itu, apabila seseorang mampu melakukan ibadah puasa sekurang-kurangnya dengan niat yang ikhlas dan bersih dari riya’ atau pamer (saya tidak mengatakan tentang semua ibadah yang mensyaratkan keikhlasan dalam melaksanakannya), maka ia telah berhasil mengambil faedah dari bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.

Dia telah melakukan ibadah puasa dengan menjauhi keinginan nafsu syahwat dan menjauhkan diri dari kepentingan lain selain dari Allah. Dengan demikian, ia telah melakukan ibadah puasa sebagaimana yang dituntut oleh Islam. Seseorang yang telah berbuat demikian, akan mendapat pertolongan dari Allah, karena ia telah berhasil menolak segala kecemaran dunia dan kegelapan dosa. Mudah-mudahan dengan ini menjadi sebab seseorang terhindar dari dunia dan kelezatannya yang melalaikan, lebih-lebih lagi dengan datangnya malam Lailatul Qadar, menyebabkan ia akan menjadi hamba pilihan Allah yang terpancar dalam dirinya cahaya hidayah yang hanya dapat dicapai oleh para wali dan orang-orang berimap serta suci.

Sesungguhnya ganjaran hakiki dari ibadah puasa adalah sebagaimana firman Allah (dalam hadis Qudsi) yang artinya:

Berpuasa itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi ganjarannya.

Adapun apabila seseorang ingin menjadikan nilai puasanya hanyalah sekedar mulutnya tidak kemasukan makanan, padahal mulut masih terbuka dalam mempuat fitnah dan mengumpat. Sementara malam-malam Ramadhan hanya untuk memenuhi perut dengan makanan dan melakukan perbuatan hina dengan mengumpat dan memfitnah sepanjang waktu serta melakukan penghinaan terhadap orang-orang beriman, niscaya sia-sialah puasanya dan tak mendapat faedah sama sekali. Malahan dia telah tercemar sebagai tamu Allah dan hilanglah haknya untuk menikmati rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia.

Allah telah memberikan karunia-Nya kepada umat manusia sebelumnya dengan berbagai jalan dan hal-hal yang memberi faedah kepada manusia. Allah telah menyediakan jalan untuk mencapai kesempuranaan dengan mengutus para anbiya’ as. serta menurunkan kitab-kitab suci (samawi) yang bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada martabat yang agung dan cahaya yang bersinar. Allah juga telah mengaruniakan upaya kemanusiaan, akal, pencapaian dan berbagai kemuliaan kepada Bani Adam.

Baiklah, bila Allah Maha Agung yang telah mengaruniakan kepada kita nikmat-nikmat dan menyerukan kita menjadi tamu-Nya pada bulan penuh berkah ini, sementara kita menerima amalan-amalan yang buruk? Adakah benar sementara kita menghadapi dan menikmati hidangan Allah yang disediakan itu kemudian kita ingkar dan berlaku curang.

Logiskah jika kita bersikap demikian sementara berbagai persiapan disediakan kepada kita untuk menerima hidayah Allah?

Amalan-amalan anda akan dibentangkan. Ketika ia melihat sesuatu perbuatan maksiat, itulah hal yang menjelek-jelekkannya. Maka, janganlah menjelek-jelekkan Rasulullah Saww. dengan berbuat buruk, maksiat kepada-Nya!

Tidak bolehkah seseorang disebut kafrun ni’mah apabila seseorang melakukan perbuatan kriminal, perbuatan jahat dan kekejian, sementara ia berada dalam majelis dan hidangan Allah? Semestinya seorang tamu mengetahui benar-benar, sekurang-kurangnya kedudukan tuan rumah atau yang mengundangnya, dengan sopan santun sebagai para undangan kehormatan. Amat wajar baginya untuk berhati-hati agar tidak menimbulkan tindakan yang bertentangan dengan akhlak dan aturan-aturan. Karenanya tamu Allah wajib mengetahui maqam atau kedudukan Allah Yang Maha Besar, yang memiliki Kemuliaan dan Kebesaran. Kedudukan inilah yang menyebabkan para Nabi as. dan pengikutnya berusaha meningkatkan ma’rifat atau pengenalannya kepada Allah dengan pemahaman yang sempurna. Senantiasa mereka berharap agar sampai kepada perbendaharaan yang agung, seperti permohonan berikut ini:

“Dan sinarilah penglihatan hati kami dengan cahaya yang menuju kepada-Mu, sehingga penglihatan hati kami membakar penutup cahaya ini dan menyampaikan (kami) kepada perbendaharaan yang agung”.

Sesunguhnya tamu-tamu Allah akan memasuki perbendaharaan yang agung dan memanggil hamba-hamba serta para undangan-Nya untuk berusaha mencapai tahap pencapaian yang tinggi, dengan menyertai seruan ini dan menghadiri undangan-Nya sebagai hamba-hamba dan tamu-Nya yang baik. Allah senantiasa menyeru hamba-hamba-Nya untuk memperbanyak amalan kebaikan dan kelezatan ruhani, untuk itu jika hamba-hamba-Nya tidak mempunyai kepribadian dan sikap yang sedemikian, walau ia turut serta dalam kancah kebenaran. Bagaimana mungkin dia dapat menghadiri undangan di hadapan Allah yang merupakan perbendaharaan yang agung.

Hamba-hamba Allah hendaklah berpartisipasi dalam undangan ini dengan segala upaya ruhaniah yang ada padanya. Mereka tidak boleh menghadiri undangan ini dengan berakhlak buruk dan hina serta melakukan maksiat, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Maka perintah Allah memerlukan kepada usaha untuk mempersiapkan rencana yang mantap. Tidak mungkin seseorang dapat mencapai pengertian ini jika masih diselimuti oleh dosa-dosa dan dengan hati yang masih dikuasai oleh maksiat serta kekejian. Karena seseorang yang bersikap demikian itu, kezaliman akan menutup di antara dia dan kebenaran itu sendiri.


Bi’tsah Rasul Saww

Sesungguhnya tujuan Bi’tsah Rasul adalah sebagaimana yang telah disebutkan Allah dalam surat ke 62: 2

“Dialah yang mengutus kepada ummiyin (orang-orang yang buta huruf) seorang Rasul dari mereka agar membacakan ayat-ayat-Nya dan membersihkan diri-diri mereka serta mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah”.


Maka tujuan Bi’tsah adalah penyucian dan pembekalan al-Kitab dan Hikmah sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.

Risalah Nabi mengandung beberapa tujuan, diantaranya adalah :

1) Membacakan ayat-ayat-Nya kepada seluruh manusia. Yang dimaksud dengan ayat-ayat Allah adalah AI-Quran. Maka tujuan Bi'tsah Rasul ialah menyampai- kan kitab ini dan membacakannya kepada sekalianumat man usia.

Walaupun seluruh .alam semesta serta isinya merupakan ayat-ayat (tanda-tanda) Allah Swt. dan mencakup seluruh tujuan Bi'tsah para Rasul dan Nabi. Juga AI-Quran adalah suatu hidangan yang disajikan untuk umat manusia melalui Rasulul'ah Saww. agar mereka dapat memanfaatkannya.

Kitab dan hidangan ini, yang telahmenyebar di Timur dan Barat sejak masa turunnya wahyu hingga hari akhir, merupakan sebuah kitab dimana seluruh manusia dapat mengambil manfaat darinya, baik ulama, filosof, arif, fakih maupun awam. Sebagaimana kitab ini turun dari alam gaib ke alam nyata (dunia), juga turun dari tempat yang tinggi (firman Allah) ke suatu tempat dimana seluruh manusia dapat mengamalkannya. Terdapat di dalamnya topik-topik yang sangat menarikuntuk dikaji. Tema-tema khusus yang menjadi bahan garapan ulama filosof, arif dan berbagai spesialis disiplin lain.

Sekalipun banyak dari tema-tema itu tidak dapat diinterpretasikan oleh selain para Nabi dan wali. Sebagian lagi hanya para arif, filosof dan para fakih, yang mampu memahami dan mencemanya (tentu dengan memahami ucapah para maksum dalam menjelaskan AI-Quran). Inilah hidangan yang tersedia untuk seluruh umat manusia.

Sebagaimana AI-Quran mengandung masalah-masalah keagamaan, juga terdapat masalah-masalah politik, sosial, kebudayaan. militer dan lain-lain. Maka tujuan dari penurunan kitab suci ini dan pengutusan Rasulullah Saww. ialah menjelaskannya dan menyempurnakan hujjahnya sesuai dengan apa yang yang telah diberikan kepada seluruh umat manusia dari kesucian fitrahnya.

Tetapi hal yang sangat disarangkan. Banyak orang, bahkan ulama belum dapat menjalankannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah Swt. Maka seluruh manusia memiliki tugas terpenting yaitu keharusan berusaha dengan akal fikiran dan kemampuan mereka untuk memahami dan mengamalkan kitab ini. Dari sini tampak AI-Quran diturunkan untuk seluruh tingkatan tanpa memandang aliran apapun. Sekali lagi bahwa AI-Quran tidak dapat dipahami kecuali para maksum dan brang-orang yang belajar dari mereka. Bertaadabbur 5 sangat membantu mengenal dan memahami AI-Quran. karena itu sebagian besar dari ayat-ayatnya dapat dipahami oleh seluruh manusia.

Jadi salah satu tujuan Bi’tsah Rasul ialah, penyampaian AI-Quran yang sebelumnya berbentuk gaib. ada dalam ilmu Allah Swt lewat perantara seorang mulia yang mempunyai hubungan dengan alam gaib karena usahanya yang sangat agung. Fitrah Tauhid yang hakiki dan kemampuan akal pikirannya luar biasa yang dimiliki Rasulullah dengan seluruh cara yang menghubungkan beliau dengan alam gaib, maka turunlah kitab suci ini kepada beliau Saww. Sekalipun tidak turun secara langsung.

2) Sisi lain dari tujuan Bi’tsah ialah menghamparkan hidangan ini sebagai lambang penyempurnaan aka! manusia dan penyadaran latar belakang mereka sejak masa turunnya hingga berakhirnya alam semesta. Dan ini termasuk tujuan agung dan pemenuhan fitrah seluruh insan. Mungkin salah satu tafsir kalimat “At-Tiwalah” ialah, beliau Saww. membacakan kepada mereka untuk membersihkan diri mereka dan mengajarkan mereka suatu pendidikan yang universal (kebahagian manusia).

Maka tujuan lain dari Bi'tsah ialah penurunan wahyu dan AI-Quran. Ada pun tujuan dari pembacaan AI-Quran atas manusia ialah “Tazkiyah an-Nafs” (penyucian diri), dan mengeluarkan jiwa manusia dari alam kegelapan yang menyelimutinya. Karena jika jiwa sudah bersih maka ia mempunyai potensi untuk mempelajari kitab dan hikmah, serta memiliki kesiapan untuk mendatangi AI-Quran dengan pasrah.

Tazkiyah an-Nafs satu-satunya cara memahami kitab dan hikmah. Karena tidak seluruh manusia dapat memahami cahaya AI-Quran yang turun dari alam gaib ke alam nyata. Seandainya tanpa Tazkiyah an-Nafs (penyucian atau pembersihan diri), maka ia tidak mendapatkan kemudahan untuk memahami kitab serta hikmah ini bahkan menjadi suatu bencana baginya. Yang paling penting adalah menjauhkan diri dari hawa nafsu.

Selama manusia tetap dalam hijabnya (dosa). Maka ia tidak akan memahami AI-Quran yang merupakan sebuah cahaya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam AI-Quran. Maka hijab (dosa) menghalangi manusia dari pemahaman AI-Quran. Walaupun sekelompok manusia menganggap dirinya mampu memahaminya, namun sesungguhnya dirinya tidak memahaminya jika dia belum keluar dari hijab yang gelap gulita dan masih berada dalam penjara hawa nafsunya (ujub) dan seluruh penyakit-penyakit jiwa....maka dia tidak akan mendapat pantulan cahaya ini (AI-Quran) dalam hatinya.


Cita-Cita Para Nabi Mencapai Makrifatullah

Ada dua hari besar yang kita rayakan hari ini yang pertama hari Raya Maulid Nabi Saww dan yang kedua hari Raya Milad Imam Ja’far ash-Shadiq as. Semoga Allah memberkahi kehidupan seluruh muslimin, khususnya muslimin Iran.

Seperti yang dikisahkan oleh riwayat-riwayat saudara kita Ahlu Sunnah, bahwa telah terjadi berbagai peristiwa menarik pada saat kelahiran Rasulullah Saww. yang diantaranya adalah: runtuhnya gerbang dan empat belas pilar istana kekaisaran Persia, padamnya api sesembahan di Fars (Iran) dan tumbangnya patung-patung ke tanah.

Runtuhnya istana kekaisaran Persia barangkali sebuah isyarat bahwa istana kezaliman yang berpusat di kekaisaran Persia bakal runtuh pada masa Rasulullah Saww.

Karena itu bertentangan dengan apa yang biasa didengungkan oleh para penyair dan orang-orang istana serta ruhaniawannya, bahwa Anusyirwan (raja Persia) adalah seorang kaisar yang adil, bahkan mereka membuat riwayat palsu tentang keadilannya dengan mengarang cerita bahwa Rasulullah pernah berkata: “Sesungguhnya aku dilahirkan pada masa kekaisaran Anusyirwan yang adil”, sesungguhnya Anusyirwan adalah seorang raja Sasanid yang zalim.

Riwayat Anusyirwan di atas jelas palsu. Selain tidak mempunyai sanad sama sekali dan termasuk hadis mursal, para uIama hadis sepakat menyatakan kepalsuannya. Ya, sebuah hadis yang sangat jelas kepalsuannya.

Seorang Anusyirwan tidak dapat dikatakan adil dan dia adalah penguasa yang zalim karena pada masanya terdapat empat-lima kelas masyarakat atau kasta istimewa. Kaisar sendiri, putra-putra kaisar, para bangsawan, orang-orang ini tidak sama dengan rakyat biasa. Mereka lebih tinggi dan lebih mulia, sementara rakyat jelata adalah kelas yang paling rendah, maka mereka harus bekerja. Sedangkan para kasta tinggi, karena mereka adalah kelas istimewa yang menyebabkan mereka yang berhak menikmati hasilnya. Rakyat wajib membayar pajak sedangkan kasta tinggi tidak perlu. Mengabdi negara, menjadi tentara, dan berperang, semua itu adalah tugas kasta rendah bukan kewajiban kasta tinggi. Justru rakyat harus mengabdi kepada mereka.

Para kasta tinggi ini tidak akan membiarkan rakyat menuntut ilmu sehingga belajar tertutup bagi mereka. Seperti yang dikisahkan dalam “Kisah Raja-Raja”, bahwa suatu saat tentara Anusyirwan kekurangan biaya. Mereka menutut rakyat ikut menyumbang. Ketika mereka mendatangi seorang “tukang sepatu”, ia bersedia memberi bantuan tetapi dengan syarat diizikan belajar. Anusyirwan menolak dan mengatakan bahwa jika kasta rendah diberi kesempatan belajar dan menjadi orang pintar maka mereka akan turut campur dalam urusan negara. Hal ini tidak mungkin, katanya.

Inilah contoh keadilan Anusyirwan! Sejarah merekam bahwa para raja ini melakukan berbagai tindakan kezaliman. Saya tidak yakin bahwa ada di antara mereka orang-orang baik tapi propaganda begitu besar. Misalnya terhadap Shah Abbas. Padahal dalam jajaran Shafaiyah rasanya tidak ada orang yang sejahat Shah Abbas. Demikian pula terhadap Nasirudin Syah, adalah seorang diktator yang tiada bandingannya.

Propaganda-propaganda seperti itu selamanya ada. “Keadilan” si Anusyirwan tak ubahnya seperti “cinta damainya” Presiden Amerika atau seperti Komunis Soviet. Dan sampai sekarang propaganda-propaganda seperti itu terus dilakukan. Tapi orang-orang yang tidak tahu apa-apa mengira bahwa Anusyirwan, seperti yang digambarkan oleh propagandis-propagandisnya, entah para penulis sejarah, penyair, atau orang-orang istana, memang seorang yang adil! Presiden Amerika seorang yang cinta damai! Seorang yang demokrat! dan sebagainya. Padahal kalian tahu persis bahwa tidak demikian adanya.

Sedemikian rupa mereka gembar-gemborkan bahwa mereka anti terorisme, padahal justru merekalah yang teroris dan pusat terorisme dunia.

Mereka menuduh Iran mendukung terorisme sebab Iran tidak mempedulikan mereka, dan inilah ukuran terorisme buat mereka. Menentang berarti terorisme, tapi pembantaian demi pembantaian yang mereka lakukaan, pembunuhan demi pembunuhan yang mereka kerjakan bukan terorisme.

Boleh jadi runtuhnya empat belas pilar dalam istana Persia itu sebagai isyarat bakal runtuhnya kezaliman pada abad ke empat belas atau setelah empat belas abad. Dan memang terbukti, Alhamdulillah. Kekejaman monarkis telah berakhir setelah empat belas abad dari peristiwa itu.

Tumbangnya patung-patung itu ke bumi juga sebagai isyarat bahwa patung-patung yang ada ini bakal tumbang semuanya. Apakah patung-patung itu terbuat dari tembaga atau patung-patung manusia. Semua ini bersifat hancur, hanya nyali kita saja yang kecil. Di mata Allah dari dulu sampai sekarang dunia ini sama saja, tidak ada sana dan tidak ada sini sehingga membuatnya berjauhan. Semuanya dekat dan gampang, namun kita sendiri yang menilainya jauh dengan memerlukan waktu sampai seribu tahun atau dua ribu tahun, padahal tidak demikian. Semuaitu sangat dekat dan segera terjadi. Tumbangnya sesembahan-sesembahan api dan penyembah-penyembah berhala sesuatu yang tidak dapat dielakkan, Insya Allah.

Saya berharap mudah-mudahan Allah Swt memberikan keselamatan kepada muslimin Iran dan menjadikan Pekan Persatuan ini betul-betul dapat mewujudkan persatuan. Kita tidak melakukan Pekan Persatuan ini sekedar bersifat srimonial saja, tapi betul-betul membutuhkan persatuan untuk sepanjang masa dan untuk selamanya. AI-Quran yang memerintahkan kita bersatu, memerintahkan seluruh Kaum muslimin bersatu. Bukan hanya untuk satu tahun, sepuluh tahun, atau untuk seratus tahun tapi untuk selamanya dan untuk semua dunia. Kita perlu memujudkan persatuan ini dan perlu selalu memeliharanya. Persatuan sesama bangsa Iran dan sesama muslimin lainnya, sehingga kaum muslimin mampu menghadapi musuh-musuhnya dengan satu tangan. lnsya Allah, Allah akan memberikan dukungan-Nya kepada Kita sekalian.

Kita tidak boleh gentar menghadapi propaganda-propaganda negatif ini. Jangan biarkan perasaan gentar itu memasuki diri kita, semuanya kita. serahkan pada Allah karena Kita memiliki Allah. Dialah Yang Mahakuasa, Dialah Yang Mahamampu, tidak ada kekuatan apa pun di dunia ini selain kekuatan-Nya. Jadi serahkan persoalannya Kepada Allah. Kita harus jalan terus dan sedikitpun tidak boleh gentar. Tuhan selalu bersama kita dan Dia akan memelihara kita dari segala mara bahaya, Dia yang akan menjaga negara ini dan menyelamatkannya. Tapi kita harus ikhlas kepada-Nya.

Sampai saat ini cita-cita para Nabi baru sedikit yang terpenuhi. Ya, sangat sedikit. Tapi saya khawatir, jangan-jangan besok pagi para ruhaniawan penjilat istana sudah memutarbalikkan pernyataan-pernyataan saya ini dan mengatakan bahwa si Fulan mengatakan Nabi tidak dapat melakukan apa-apa. Jika cita-cita para Nabi sudah terpenuhi semuanya, maka apa arti semua kebejatan yang ada di dunia ini? Jika seperti yang mereka katakan, berarti semua kebejatan ini adalah cita-cita para Nabi? Tidak demikian adanya. Tidak semua cita-cita para Nabi telah terpenuhi.

Cita-cita para Nabi lebih besar dari apa yang mereka bayangkan. Pemerintahan bukan tujuan para Nabi. Pemerintahan hanya sebagai sarana mencapai tujuan yang lain, bukan tujuan itu sendiri. Semua tujuan para Nabi kembali kepada satu tujuan yakni ma’rifatullah, mengenal Allah. Apa saja yang terjadi di dunia ini; Apa saja yang dilakukan para Nabi itu, semuanya dilakukan dalam rangka mencapai ma’rifatullah ini. Jika ma’rifatullah ini berhasil dicapai, maka yang lain dengan sendirinya mengikuti. Kebejatan-kebejatan yang terjadi di dunia ini karena mereka tidak mengenal Allah, karena mereka tidak memiliki iman. Tapi jika ada iman kepadaAllah, maka dengan sendirinya keutamaan-keutamaan akan menggiringnya.

Inilah yang dikejar para Nabi Allah. Secara bertahap mereka mengarahkan umat manusia supaya mengenal Allah, sedang yang lainnya hanya sebagai pengantar untuk mengenal Allah. Para Nabi adalah wujud rahmat Allah di muka bumi. Karena itu, mereka sangat prihatin melihat umat manusia menggiring diri mereka sendiri menuju neraka. Mereka ingin sekali supaya seluruh manusia-manusia menjadi baik, ingin sekalisupaya seluruh manusia mengenal Allah supaya seluruh manusia bahagia. Hati mereka tidak kuat melihat umat manusia menggiring diri mereka sendiri ke neraka, hat ini diisyaratkan oleh AI-Quran melalui firman-Nya,

Boleh jadi engkau akan mencelakakan dirimu sendiri karena mereka belum beriman. (QS. asy-Syu’araa’, 26: 3)

Karena itu tujuan utama para Nabi adalah bagaimana supaya manusia mengenal Allah.

Demikian juga yang dapat kita lihat dalam do’a-do’a para Imam. Do’a Kumail misalnya, Imam ‘Ali as. mengungkapkan: Tuhanku! mungkin aku dapat menahan panasnya api neraka. Tapi jelas aku tidak dapat berpisah dengan-Mu”. Lihat pula dalam Munajat Sya’baniyah. Do’a-do’a para Imam mengandung penjelasan tentang cita-cita para Nabi itu yaitu cita-cita yang dengan jelas dapat kita lihat dalam ayat-ayat AI-Quran, karena AI-Quran adalah sumber segala ma’rifat, tolok ukur mengenal Allah.

Memang tidak gampang memahami kedalaman AI-Quran. Yang memahaminya adalah orang-orang yang man khutiba bih, yaitu orang-orang yang diajak berbicara oleh AI-Quran dan yang mempunyai hubungan dengan Rasulullah Saww. Mereka yang tahu betul apa tujuan Nabi itu. Kita-kita ini jauh dari mereka dan ketinggalan. Betapapun demikian, karena rahmat-Nya yang amat luas. Dia akan menerima dari kita yang tidak berarti ini, dengan syarat kita harus terus melakukannya yaitu dalam tindakan, ilmu, akhlak kita, dan sebagainya. Bila kita melakukannya kita akan mendapatkan sorga, namun tujuan para Nabi jauh di atas itu. Bukan pula terlepas dari api neraka, tapi lebih berada dibalik semua itu. Kita tidak dapat menjangkaunya, walaupun demikian kita harus terus bergiat menjalankan tuntunan-tuntunan para nabi, menjalankan syariah Islam yang penjelasan-penjelasannya dapat kita lihat dalam al-Kitab dan al-Sunnah.

Kita mohon Kepada Allah semoga kita diberikan taufik dan hidayah-Nya supaya kita dapat berbakti Kepada Allah, berbakti Kepada Islam, dan berbakti Kepada hamba-hamba Allah, kita meminta kepada-Nya. Demikian pula supaya Rasullullah Saww. dan Imam ash-Shadiq as. yang hari ini adalah hari Kelahiran mereka berdua ridha Kepada kita. Semoga Anda semua sukses.


Referensi:
5. Perenungan terhadap ayat-ayat Al-Quran

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: