Pesan Rahbar

Home » » Kiblat Net Ngaco, Siyono Terbunuh saat Pemeriksaan, Ustadz Arifin Ilham: Ini Teror terhadap Umat Islam

Kiblat Net Ngaco, Siyono Terbunuh saat Pemeriksaan, Ustadz Arifin Ilham: Ini Teror terhadap Umat Islam

Written By Unknown on Friday 29 July 2016 | 18:58:00


Berikut Beritanya:

KIBLAT.NET, Jakarta – Siyono (34 tahun) yang terbunuh saat proses pemeriksaan oleh Densus 88 telah memancing reaksi dari sejumlah tokoh di Indonesia, salah satunya ustadz Arifin Ilham. Melalui akun facebooknya, pemimpin Majelis Az-Zikra itu menyebutkan bahwa Densus 88 telah melakukan kezaliman kepada umat Islam. Menurutnya, terbunuhnya Siyono warga dukuh Brengkungan di tangan aparat merupakan teror terhadap umat Islam.

“Astagfirulllah, kembali tindakan zalim dilakukan Densus 88 terhadap umat mulia ini, berulang dan terus berulang dengan dalih teroris langsung tangkap, tembak, siksa, bunuh tanpa hak bela, tanpa bukti, tanpa pengadilan, beginikah aparat yg baik itu, INI NEGARA HUKUM, ini teror untuk umat Islam,” tulis KH. Arifin Ilham pada Ahad (13/03).

Ia melanjutkan, “Jangan terus biarkan ketidakadilan ini, INI NEGARA HUKUM, mereka juga anak bangsa ini yg berhak mendapat perlindungan hukum, hak yg sama. Ingat! Tidak ada yang tidak dibalas pada Hari Pembalasan.”

Ustadz Arifin Ilham juga menyebutkan bahwa tindakan aparat densus 88 merupakan dosa besar. Dia pun menukil firman Allah dalam surat An-Nisa : 93. Lalu dilanjutkan dengan sabda Nabi SAW, yang berbunyi, “Segala dosa Allah dapat mengampuninya kecuali yang mati dalam keadaan kafir dan orang yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja.” (HR Imam Ahmad).

Terbunuhnya Siyono warga Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, telah menambah draf kematian tanpa proses hukum ditangan detasemen Khusus 88 Mabes Polri. Sementara itu, Republika menukil laporan dari Komnas HAM yang menyebutkan bahwa masih ada 118 terduga teroris lainnya yang ditembak mati tanpa proses pemeriksaan.

Suyono ditangkap pada Selasa 8 Maret di rumahnya di Dukuh Brengkungan, Klaten yang juga digunakan untuk TK Amanah Ummah, dimana istrinya juga menjadi salah satu pengajar di sana. Penggerebekan aparat di lokasi membuat puluhan anak-anak TK yang ada di sana menangis ketakutan.

 __________________________________________

Berikut Jawaban:

Propam Hadirkan 10 Saksi Tewasnya Siyono di Sidang Etik Densus

Dari tuntutan yang dibacakan pimpinan, ada sejumlah hal yang dilanggar dua anggota Densus tersebut.

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menggelar sidang kode etik untuk 2 anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror terkait penyebab tewasnya terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, Sriyono. Sebanyak 10 saksi dihadirkan dalam sidang perdana kali ini.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Agus Rianto mengungkapkan 10 saksi yang dihadirkan antara lain orangtua Siyono. Ada juga sejumlah anggota Densus 88 yang bertugas saat penangkapan Siyono, dokter dari Polda Jateng, dan Kapolres Klaten.

"Pemeriksaan pendahuluan kepada pihak yang diperlukan dan teman penyidik Propam," kata Agus di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Menurut dia, kesepuluh saksi tersebut telah menjalani pemeriksaan di Divisi Propam Polri beberapa waktu lalu. Selain kesepuluh saksi tersebut, pada sidang selanjutnya akan ada saksi lain yang turut diperiksa.

"Sidang ini mungkin akan berlangsung beberapa kali karena tentunya ada banyak pihak yang akan dimintai keterangan supaya betul-betul bisa objektif," ungkap Agus.

Ilustrasi Tangkap Teroris (Liputan6.com/M.Iqbal)

Alasan Sidang Tertutup

Sebenarnya sidang kode etik profesi, terang Agus, berlangsung terbuka untuk umum. Hal ini tertuang dalam Pasal 51 ayat 1 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 19 tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Profesi Polri. "Dalam pasal tersebut memang diamanatkan sidang terbuka. Pada setiap sidang sebelumnya kami terbuka bisa dihadiri berbagai pihak yang diperlukan untuk menyaksikan sidang," terang dia. Hanya saja, lanjut dia, dengan pertimbangan adanya anggota Densus 88 yang turut menjadi saksi, maka sidang digelar secara tertutup. Menurut dia, dalam menjalankan tugasnya, seluruh anggota Densus 88 selalu merahasiakan identitasnya. "Bukan berarti kita tidak transparan karena ini teman densus yang dihadapi kelompok radikal, kelompok teroris, kita tidak tahu di mana adanya orang-orang yang terkait kelompok tersebut. Densus 88 merupakan kesatuan yang kami miliki yang sifatnya tidak untuk kami publish," Agus menjelaskan.

*****

Sidang Etik Anggota Densus, Propam Polri Hadirkan Orangtua Siyono

Ilustrasi Tangkap Teroris (Liputan6.com/M.Iqbal)

Orangtua terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, Siyono dihadirkan sebagai saksi dalam sidang etik yang digelar Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.

Sidang etik ini digelar untuk mencari tahu penyebab tewasnya Siyono ketika dijemput dua anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri beberapa waktu lalu.

"Saat ini kami mendengarkan apa yang dilakukan petugas waktu bawa Siyono sehingga terjadi perkelahian dan meninggal. Hadir juga dari Pak Lurah Cawas, Klaten, kakak Siyono, dan orangtua Siyono untuk didengar keterangan sebagai saksi," kata Juru Bicara Humas Polri, Kombes Rikwanto, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Tak hanya itu, lanjut dia, Propam Polri menghadirkan tiga saksi lain dari anggota Densus 88. Mereka diperiksa terkait perannya ketika menjemput Siyono.

"Ada tiga orang anggota Densus. Di sana (sidang) akan disampaikan apa yang dilihat, dia alami, dia dengar itu saksi," ucap Rikwanto.

*****

Soal Hasil Visum Terduga Teroris Siyono, Ini Pernyataan Kapolri

Komjen Pol Badrodin Haiti menjawab pertanyaan wartawan usai ditetapkan DPR RI melalui Sidang Paripurna sebagai Kapolri, Jakarta, Kamis (16/4/2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, saat ini kasus terduga teroris Siyono, sedang ditangani dan sudah ada sidang kode etik. Sedangkan terkait hasil visum, yang disebut-sebut berbeda antara Densus 88 dengan PP Muhammadiyah, dia membantah.

"Kan ada saksinya yang kita periksa, ada saksinya. Siapa yang bilang berbeda?" tanya Badrodin, jelang rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Badrodin menjelaskan sidang etik yang dilakukan Densus 88 tertutup, karena memang tidak bisa diketahui publik. Badrodin pun membantah apa yang dilakukan Densus adalah tindak kejahatan.

"Saya nggak mengatakan itu (kasus Siyono) kejahatan. Yang mengatakan kejahatan itu kan kamu (orang-orang), bahwa itu pelanggaran prosedur," pungkas Badrodin.

Dari pantauan Liputan6.com, hingga saat ini, Kapolri masih rapat kerja dengan Komisi III DPR, untuk memaparkan hasil kerjanya.

Komisi III DPR sebelumnya telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komnas HAM, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras).

Mereka membahas dugaan adanya pelanggaran HAM saat penangkapan terduga teroris Siyono beberapa pekan lalu. Dugaan tersebut disampaikan Komnas HAM.

Karena itu, Komnas HAM, PP Muhammadiyah, dan Kontras meminta Polri, agar menuntaskan kasus kematian Siyono.
*****

Keluarga Minta Kasus Tewasnya Siyono Dibawa ke Ranah Pidana

Suasana Komisi III DPR RI RDPU dengan PP Muhammadiyah, Komnas HAM dan Kontras di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4). Rapat membahas meninggalnya Siyono karena diduga ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh BIN. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menggelar sidang kode etik untuk 2 anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror terkait penyebab tewasnya terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, Siyono.

Pihak keluarga Siyono meminta agar kasus tersebut tak berhenti di ranah etik saja, melainkan juga dibawa ke ranah pidana.

"Karena berdasarkan bukti forensik, Siyono meninggal di dalam kekuasaan atau kendali pihak kepolisian," ujar pengacara Siyono, Trisno Raharjo saat dihubungi di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Trisno menambahkan, pihaknya juga sudah mengirimkan surat permohonan ke Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti agar kasus tersebut dibawa ke ranah pidana, meskipun hasil sidang etik nantinya tidak ditemukan adanya pelanggaran profesi terhadap 2 anggota Densus tersebut.

"Kami sudah kirim surat ke Kapolri, tembusan ke Presiden, Menko Polhukam, Komisi III DPR, Komnas HAM, dan Kompolnas. Isi surat itu, kami minta ada atau tidaknya putusan etik untuk segera ditindaklanjuti sebagai suatu perkara tindak pidana," ucap Trisno.

Ia pun memastikan surat permohonan kepada Kapolri sudah dikirim pada Senin 18 April 2016 kemarin. "Sudah masuk ke Kapolri kemarin Senin pagi. Kami antarkan langsung ke Mabes Polri," terang dia.


Hadirkan 10 Saksi

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menggelar sidang kode etik untuk 2 anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror terkait penyebab tewasnya terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, Sriyono. Sebanyak 10 saksi dihadirkan dalam sidang perdana kali ini.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Agus Rianto mengungkapkan, 10 saksi yang dihadirkan antara lain orangtua Siyono. Ada juga sejumlah anggota Densus 88 yang bertugas saat penangkapan Siyono, dokter dari Polda Jateng, dan Kapolres Klaten.

"Pemeriksaan pendahuluan kepada pihak yang diperlukan dan teman penyidik Propam," kata Agus.

Menurut dia, kesepuluh saksi tersebut telah menjalani pemeriksaan di Divisi Propam Polri beberapa waktu lalu. Selain kesepuluh saksi tersebut, pada sidang selanjutnya akan ada saksi lain yang turut diperiksa.

"Sidang ini mungkin akan berlangsung beberapa kali, karena tentunya ada banyak pihak yang akan dimintai keterangan supaya betul-betul bisa objektif," ucap Agus.
*****

Sidang Etik Anggota Densus 88 atas Kasus Siyono Digelar Tertutup

Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas memaparkan hasil autopsi jenazah terduga teroris asal Klaten, Siyono di Jakarta, Senin (11/4). Ditemukan fakta, kematian Siyono disebabkan adanya benturan benda tumpul di bagian dadanya. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menggelar sidang etik terhadap dua anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror atas kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah.

"Iya benar. Hari ini sedang dilaksanakan sidang etik untuk dua anggota Densus," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Anton menjelaskan ketua majelis hakim pengadilan etik ini memutuskan untuk menggelar sidang secara tertutup. Alasannya adalah untuk keselamatan dua anggota Densus yang tengah menjalani sidang. Selain itu, Anton juga enggan menyebutkan nama dua anggota Densus yang disidang hari ini.

"Pertimbangan majelis hakim tertutup karena untuk keselamatan anggota Densus yang sehari-hari menghadapi musuh militan dan radikal keberadaannya, sampai saat ini pun dirahasiakan identitasnya," kata Anton.

PP Muhammadiyah bersama tim forensik dan Komnas HAM mengumumkan hasil autopsi jenazah terduga teroris Siyono di Kantor Komnas HAM, Senin, 11 April 2016.

Komisioner Komnas HAM Siane Indriani menyebutkan sejumlah fakta hasil autopsi yang telah dilakukan. Pertama, autopsi ini menekankan temuan sementara bahwa jenazah Siyono belum pernah diautopsi sebelumnya. Adapun fakta berikutnya adalah kematian Siyono yang diakibatkan benda tumpul yang dibenturkan ke bagian rongga dada.

"Ada patah tulang iga bagian kiri, ada lima ke bagian dalam. Luka patah sebelah kanan ada satu, ke luar," ujar Siane.

Siane menambahkan, tulang dada Siyono juga dalam kondisi patah dan ke arah jantung. Luka itu yang menyebabkan kematian fatal. "Titik kematian ada di situ," ucap dia.

Adapun luka di bagian kepala memang ada dan disebabkan oleh benturan. Namun, hal tersebut tak menyebabkan kematian serta tak menimbulkan pendarahan yang terlalu hebat.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengaku tak mempermasalahkan adanya hasil autopsi tersebut. Bahkan, ia menghargai usaha Komnas HAM dan PP Muhammadiyah untuk mengungkap penyebab kematian Siyono.

Dia menganggap hasil autopsi tersebut bisa menjadi bahan evaluasi bagi pihaknya, terutama jajaran Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dalam menangani terduga terorisme. Namun, menurut dia, pemberantasan aksi terorisme tetap terus dilakukan meskipun muncul kasus misteri kematian Siyono.
_____________________________________

Kesimpulannya:

Ini bukanlah teror bagi umat islam seperti yang di katakan Ustadz Arifin Ilham.

(Liputan Islam Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: