Hubungan kedua negara memang memburuk setelah Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan keprihatinan mendalam atas bersih-bersih ala Erdogan.
Mahkamah Konstitusi Jerman kemarin memutuskan melarang pidato Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan rencananya disiarkan melalui jaringan video kepada para pendukungnya, hari itu berunjuk rasa di Kota Cologne, Jerman.
Jerman adalah rumah bagi diaspora Turki terbesar di dunia. Demonstrasi kemarin diperkirakan dihadiri 40 ribu orang untuk menentang kudeta 15 Juli.
Mahkamah Konstitusi khawatir pidato Erdogan itu bisa memicu emosi para pendukungnya. Ketegangan akibat kudeta gagal itu telah menyebar hingga ke Jerman, negara tempat tinggal sekitar tiga juta orang Turki. Sebanyak 2.700 aparat keamanan telah diturunkan di Cologne untuk menjamin situasi tetap terkendali.
Keputusan Pengadilan Konstitusi jerman itu memancing kemarahan pemerintah Turki. Ibrahim Kalin, juru bicara Presiden Erdogan, menegaskan larangan itu tidak bisa diterima. "Praktek dan upaya hukum untuk mencegah kegiatan menyerukan demokrasi, kebebasan dan aturan hukum, serta menolak upaya kudeta 15 Juli adalah pelanggaran atas kebebasan berkespresi dan berkumpul," kata Kalin lewat keterangan tertulis.
Kalin menambahkan pemerintah Turki amat sangat ingin tahu alasan sebenarnya Mahkamah Konstitusi Jerman melarang pidato Erdigan disiarkan dalam pawai para pendukungnya di Cologne. Ankara berharap berlin bisa memberi penjelasan memuaskan.
Turki telah melakukan pembersihan mengerikan sehabis kudeta. Hampir 19 ribu orang ditahan. Sekitar 66 ribu pegawai negeri, tentara, polisi, hakim, jaksa, dan akademisi diberhentikan.
Hubungan kedua negara memang memburuk setelah Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan keprihatinan mendalam atas bersih-bersih ala Erdogan.
Erdogan menuding Fethullah Gulen, ulama asal Turki tinggal di Amerika serikat sejak 1999, sebagai dalang kudeta. Para pejabat Turki meminta Jerman mengekstradisi orang-orang terkait Gerakan Gulen, meninggalkan Turki pada 1999.
Kantor berita Anadolu kemarin melaporkan Ankara kemarin juga meningkatkan upaya diplomatik untuk mendorong Jerman membatasi kegiatan gerakan Gulen di negara itu.
(Al-Arabiya/The-Guardian/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Sekitar 40 ribu warga Jerman berdarah Turki berunjuk rasa mendukung Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Kota Cologne, Jerman, 31 Agustus 2016. (Foto: Breit Bart)
Mahkamah Konstitusi Jerman kemarin memutuskan melarang pidato Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan rencananya disiarkan melalui jaringan video kepada para pendukungnya, hari itu berunjuk rasa di Kota Cologne, Jerman.
Jerman adalah rumah bagi diaspora Turki terbesar di dunia. Demonstrasi kemarin diperkirakan dihadiri 40 ribu orang untuk menentang kudeta 15 Juli.
Mahkamah Konstitusi khawatir pidato Erdogan itu bisa memicu emosi para pendukungnya. Ketegangan akibat kudeta gagal itu telah menyebar hingga ke Jerman, negara tempat tinggal sekitar tiga juta orang Turki. Sebanyak 2.700 aparat keamanan telah diturunkan di Cologne untuk menjamin situasi tetap terkendali.
Keputusan Pengadilan Konstitusi jerman itu memancing kemarahan pemerintah Turki. Ibrahim Kalin, juru bicara Presiden Erdogan, menegaskan larangan itu tidak bisa diterima. "Praktek dan upaya hukum untuk mencegah kegiatan menyerukan demokrasi, kebebasan dan aturan hukum, serta menolak upaya kudeta 15 Juli adalah pelanggaran atas kebebasan berkespresi dan berkumpul," kata Kalin lewat keterangan tertulis.
Kalin menambahkan pemerintah Turki amat sangat ingin tahu alasan sebenarnya Mahkamah Konstitusi Jerman melarang pidato Erdigan disiarkan dalam pawai para pendukungnya di Cologne. Ankara berharap berlin bisa memberi penjelasan memuaskan.
Turki telah melakukan pembersihan mengerikan sehabis kudeta. Hampir 19 ribu orang ditahan. Sekitar 66 ribu pegawai negeri, tentara, polisi, hakim, jaksa, dan akademisi diberhentikan.
Hubungan kedua negara memang memburuk setelah Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan keprihatinan mendalam atas bersih-bersih ala Erdogan.
Erdogan menuding Fethullah Gulen, ulama asal Turki tinggal di Amerika serikat sejak 1999, sebagai dalang kudeta. Para pejabat Turki meminta Jerman mengekstradisi orang-orang terkait Gerakan Gulen, meninggalkan Turki pada 1999.
Kantor berita Anadolu kemarin melaporkan Ankara kemarin juga meningkatkan upaya diplomatik untuk mendorong Jerman membatasi kegiatan gerakan Gulen di negara itu.
(Al-Arabiya/The-Guardian/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email