Kembali isu komunisme heboh di tanah air menyusul Pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Syihab, menilai ada gambar “palu-arit” di uang pecahan teranyar Rp. 100.000. Pendapat Rizieq kemudian diamini oleh pejabat legislatif sekelas Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fadli Zon.
“Saya punya pendapat yang sama (dengan Rizieq Syihab),” kata Fadli Zon di kantornya, seperti dikutip tempo.co, Rabu, 25/1.
Atas pernyataannya, Rizieq kembali dimejahijaukan saat kasus dugaan pelecahan atas Pancasila belum tuntas di Polda Jawa Barat. Meski pihak Bank Indonesia telah menegaskan itu bukan logo Partai Komunis Indonesia, perdebatan bahkan – seperti biasa di media sosial – saling caci tak terhindarkan.
“Itu logo BI dicetak sebagian dengan maksud agar tidak bisa dipalsukan. Logo itu akan terlihat jika dilihat dengan disinari cahaya,” jelas Divisi Komunikasi Bank Indonesia Titin Suhartini.
Sebagian kalangan berpendapat, ketakutan terhadap PKI dan kebangkitannya tak jarang berlebihan. Bahkan tidak berdasarkan argumen rasional-ilmiah. Sedemikian, isu PKI ini begitu mudah menjadi heboh untuk beberapa waktu sebelum redup perlahan, dan demikian berulang kali.
Cendekiawan Muslim, Prof. Komaruddin Hidayat juga mengaku heran dengan hebohnya isu PKI ini. Guru besar di UIN Syarif Hidayatullah ini mempertanyakan faktor kebangkitan komunisme di Indonesia di zaman seperti sekarang ini.
“Orang kok heboh PKI. Kalau paham ketuhanannya ngga bakalan laku di Indonesia. Paham Ekonominya ikutan kapitalis. Lalu apanya?,” kata pria jebolan Ponpes Pabelan Magelang ini di akun Twitternya.
Bahkan dalam kajian kontemporer, Komaruddin berpendapat, sesungguhnya sekarang tengah berlangsung proses konvergensi antara narasi besar kapitalisme dan sosialisme. Di antaranya, “Negara penganut ideologi sosialisme-komunisme bergerak ke arah kapitalisme,” katanya di koran Sindo lepas mengunjungi Cina.
Justru yang dipertanyakan jebolan Middle East Technical University ini ialah, yang memandang demokrasi itu thaghut, tetapi anehnya, mereka sangat menikmati iklim demokrasi dalam menjual gagasannya.
“Tanpa iklim demokrasi gerakan mereka akan tertindas,” katanya di harian Sindo bulan lalu.
Mereka betah tinggal di negara yang mereka musuhi. Kalau tidak senang mestinya hijrah saja. Begitupun dengan Indonesia. Ada yang agendanya ingin mengagamakan Indonesia menurut versi dan tafsiran mereka sendiri.
“Jadi, agendanya untuk merebut dan menaklukkan lalu diganti dengan ideologi pengganti Pancasila,” tegasnya.
Menurut Komaruddin, kalau agenda ini menemukan momentumnya, pasti Indonesia akan pecah. Akibatnya sangat fatal. Sekali sebuah bangsa pecah, sungguh tak terbayangkan untuk bisa bersatu kembali.
“Lihat saja Korea Utara dan Korea Selatan, meskipun warganya banyak yang masih punya ikatan famili, tetapi dua negara itu tetap berseteru,” katanya.
Ia mengakui, dulu memang pernah muncul makar ideologis oleh DI/TII Kartosuwiryo. Ada lagi gerakan komunisme. Namun setelah itu, tak ada pihak yang diuntungkan.
“Jadi, kalau hari gini mau melakukan makar, rasanya tak cukup syarat untuk berhasil,” katanya.
Sepanjang persediaan makan dan bahan bakar tercukupi serta kondisi damai, rakyat sulit diajak berevolusi.
Gejolak politik itu hal biasa dalam sebuah negara demokrasi, utamanya di jajaran elite. Kecuali ada pelanggaran pidana serius yang dilakukan presiden, seorang presiden bisa diturunkan.
“Tetapi kalau sekadar makar yang bersifat lunak, berupa wacana, maka yang gaduh juga hanya pada level wacana.”
Demikianlah yang terjadi, sekarang sedang terjadi perang dingin berupa wacana untuk memengaruhi publik. Para buzzer sedang melancarkan serangannnya terhadap kubu lawan dengan berbagai cara untuk mengecoh masyarakat.
“Yang kadang membuat kabur adalah ketika motif dan manuver politik diberi bungkus agama.”
Terjadi politisasi agama. Agama memang punya missi amar ma’ruf, nahi munkar. Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Tetapi jangan sampai diboncengi agenda politik, sehingga tanpa disadari akan menistakan agama.
“Yang saya dengar, pemerintah sekarang sedang mempersiapkan penyempurnaan UU Keormasan.”
Ormas apapun yang anti-NKRI dan Pancasila akan dilarang tumbuh dan beredar di Indonesia. Karena mereka secara terang-terangan melakukan makar ideologi negara yaitu Pancasila yang menjadi jatidiri dan perekat bangsa. []
(Tempo/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email