Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Idul Fitri. Show all posts
Showing posts with label Idul Fitri. Show all posts

Takfiri ISIS Memaklumatkan Pelarangan Salat Idul Fitri dengan Dalih Bid’ah


Anasir Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memaklumatkan pelarangan pelaksanaan salat Idul Fitri di kawasan-kawasan kekuasaannya di Irak dan Suriah, dengan dalih bahwa salat ini adalah sebuah bid’ah dalam Islam.

Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari situs al-Wafd, ISIS dengan agenda klaim ini bahwa Rasulullah (Saw) tidak meninggalkan salat Idul Fitri dan masalah ini adalah sebuah bid’ah dalam Islam, memaklumatkan pelarangan pelaksanaan salat Idul Fitri di kawasan-kawasan kekuasaannya.

Ismat Rajab, Pejabat Partai Demokrat Kurdistan Irak di Propinsi Niniwe mengingatkan bahwa anasir teroris ISIS mengabarkan pelarangan pelaksanaan salat Idul Fitri kepada para penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan kekuasaannya di Irak dan Suriah.

“Para pejabat anasir teroris takfiri ISIS meminta para penduduk kawasan di bawah kekuasaannya  dengan dalih apapun pada hari perayaan supaya tidak datang ke masjid guna menyelenggarakan salat Idul Fitri; karena salat ini adalah sebuah bid’ah dalam Islam dan tidak semestinya diselenggarakan,” tambahnya.
Ismat Rajab menegaskan, anasir teroris ini dengan dalih bahwa Rasulullah (Saw) tidak menyelenggarakan salat Idul Fitri, maka pelaksanaannya diklaimkan sebagai bid’ah dalam Islam.

Demikian juga, ISIS memperingatkan bahwa pasukan-pasukan bersenjata gerakan ini akan mengambil tindakan dan akan memberikan balasan berat, seperti eksekusi bagi para pelaku kesalahan jika masyarakat membangkang dari perintah yang sudah dimaklumatkan.

Laporan-laporan yang didapat dari Mosul menunjukkan bahwa aksi anasir teroris dan takfiri ISIS telah menyebabkan kemurkaan warga kota Mosul, namun ketatnya keamanan di kota ini tidak memungkinkan untuk mengungkapkan kemurkaan tersebut.

(IQNA/ABNS)

Banyak Negara Islam Berlebaran Pada Hari Jumat


Proyek Islam Rukyatul Hilal di Emirat mengumumkan bahwa berdasarkan perhitungan astronomi, hari raya Idul Fitri tahun 1436 H di kebanyakan negara-negara Islam jatuh pada hari Jumat (17/7).

Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari UAE24/7, Muhammad Syaukat ‘Audah, Ketua Proyek Islam Rukyatul Hilal di Emirat mengatakan, di kebanyakan negara-negara Islam, hilal bulan Syawal akan dapat dilihat pada hari Kamis (16/7).

Lembaga Sky View Sharjah juga memprediksikan hari raya di Emirat dan negara-negara Teluk Persia jatuh pada hari Jumat.

Ibrahim Jarwan, Peneliti lembaga ini mengatakan, menurut perhitungan astronomi, hari raya di Emirat kemungkinan besar jatuh pada hari Jumat dan hilal bulan Syawal akan terlihat pukul 17:25 setelah dhuhur, waktu setempat.

Meski demikian, di sebagian negara-negara Islam kemungkinan melihat bulan Syawal pada hari Kamis sangatlah sedikit.

(IQNA/ABNS)

Takfiri ISIS Melarang Penyelenggaraan Pesta Perayaan dan Kegembiraan Hari Raya Idul Fitri di Mosul


Kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dengan menyampaikan instruksi baru, melarang penyelenggaraan segala bentuk pesta perayaan dan kegembiraan, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri di Mosul.

Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari situs Voic of Irak, takfiri ISIS dengan mengeluarkan isntruksi baru mengumumkan bahwa masyarakat Mosul tidak berhak untuk bergembira pada liburan Idul Fitri dan merayakan perayaan dan menindak siapa saja yang menziarahi kubur.

Ismat Rajab, Penaggung Jawab cabang 14 Partai Demokrat Kurdistan-Irak di propinsi Niniwe, Irak dalam hal ini mengatakan, ISIS melarang penyelenggaraan pesta perayaan bertepatan dengan hari raya Idul Fitri dan mengumumkan akan menangkap setiap orang yang pergi ziarah kubur dan akan menghukumnya.

Demikian juga, anasir takfiri ISIS meminta para pemilik toko dan tempat-tempat kota Utara Irak, yang berada dalam kontrolnya supaya tidak memberikan nama-nama asing tempat-tempat ini, dimana menurut pendapat anasir ini karena terkait dengan ideologi kafir seperti venus atau gitar dan hanya menggunakan nama-nama Arab fusha (fasih).

Mosul merupakan kota terbesar yang berada di bawah kontrol ISIS, dan sebelum berada dalam jajahan ISIS, memiliki populasi kurang lebih 2 juta orang.

Pelaksanaan hukum takfiri di kota ini menciptakan banyak kegelisahan dan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat, seperti wajib menumbuhkan jenggot untuk laki-laki.

(IQNA/ABNS)

PBB Mengecam Pembunuhan Warga Sipil di Diyala, Irak Oleh ISIS


Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Irak, Jan Kubis, mengecam serangan teroris di kota Khan Bani Saad, di propinsi Diyala.

Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari situs Almaalomah, serangan ini terjadi pada Jumat sore (17/7), di kota Khan Bani Saad, propinsi Diyala dan mengakibatkan 120 orang meninggal dunia dan 130 lainnya luka-luka. Sementara 20 orang lainnya belum diketahui.

Jan Kubis, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Irak mengatakan, aksi ini tidak akan mengendurkan keyakinan koeksistensi masyarakat Diyala dan Irak.

Tanggung jawab serangan yang dilakukan dengan mobil berisikan bom ini, diemban oleh kelompok takfiri Zionis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Pejabat PBB ini sangat menyayangkan masalah ini, yaitu serangan masyarakat ini dilakukan saat masyarakat sedang merayakan hari raya Idul Fitri.

Dewan setempat Diyala hari ini menyelenggarakan pertemuan darurat. Dewan ini mendeskripsikan serangan ini sebagai tragedi kemanusiaan.

Haider al-Abadi, Perdana Menteri Irak mengatakan, serangan ini adalah tindakan teroris terhadap warga sipil Irak dan menjanjikan para pelakunya akan dituntut.

Para pejabat setempat di propinsi Diyala dengan menghapus acara Idul Fitri, mengumumkan tiga hari berkabung umum.

(IQNA/ABNS)

Galeri Pesta Perayaan Hari Raya Idul Fitri di Pelbagai Negara Dunia

Negara Iran dan sejumlah negara-negara Islam lainnya marayakan pesta hari raya Idul Fitri pada hari Sabtu, sedangkan sebagian lainnya merayakan hari rayanya pada hari Jumat.

Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari Washington Post, dalam edisinya kemarin telah memublikasikan galeri-galeri acara hari Jumat di pelbagai negara, dengan topik “10 Galeri Indah dari Pesta Perayaan Hari Raya Idul Fitri di Dunia”, diantaranya adalah:

Masyarakat Palestina merayakan lebaran di Quds mulia.

Beberapa remaja Afganistan pergi ke tempat permainan Kabul pada saat hari raya.

Keceriaan anak-anak terlunta-lunta Suriah di kamp-kamp Zaatari, Yordania.

Anak-anak kecil Palestina Jalur Gaza di hari raya Idul Fitri.

Seorang anak kecil memegang balon sebelum salat Idul Fitri di Bucharest, Rumania.

Salat Idul Fitri di Brooklyn, New York.

Para wanita berpartisipasi dalam sholat id di Nairobi, Kenya.

Tiga anak kecil muslim dalam salat Idul Fitri di Kosovo.

Keluarga muslim Nigeria saat hari raya Idul Fitri.

Para wanita muslim di Saluzzo, sebuah kota dekat Turin di Italia saling mengucapkan selamat hari raya.

(IQNA/ABNS)

Khutbah Idulfitri 1436H : Cinta Nabi, Cinta Ahlul bait As-nya


إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

Pada hari ini, Allah yang Mahakasih mengantarkan kita kembali pada Lebaran lagi, pada hari Raya Idul Fitri lagi. Lebaran ini adalah Lebaran yang kedua puluh kali, ketiga puluh kali, keempat puluh kali, kelima puluh kali, keenam puluh kali, atau ketujuh puluh kali dalam perjalanan hidup kita.

Tengoklah ke kanan dan kiri kita.
Kenangkan orang-orang yang tahun atau beberapa tahun yang lalu berlebaran bersama kita, menghamparkan sajadahnya di samping kita, atau mengumandangkan takbirnya bersama kita. Tapi Lebaran ini mereka tidak lagi bersama kita.

Tahun yang lalu atau beberapa tahun yang lalu adalah Lebaran terakhir bagi mereka. Mereka tidak lagi hadir di tempat ini. Tidak kita lihat lagi senyum bahagia mereka. Tidak kita dengar lagi tawa dan canda mereka. Tidak kita cium lagi wewangian mereka. Tidak kita rasakan lagi sentuhan tangan mereka. Mereka telah kembali ke pangkuan kasih Yang Mahasuci.

Pada pagi yang penuh berkah ini, marilah kita hantarkan kepada mereka doa kita yang tulus, lembutkan hatimu dan biarkan air matamu mengalir, karena pada kelembutan hatimu, Allah swt membuka pintu ijabah-Nya. Gumamkan dari kedalaman hatimu: Allahumma adkhil ‘ala ahlil quburis surur! Ya Allah, antarkan kebahagiaan kepada para penghuni kubur.

As-Salamu ‘alaikum ya Ahlal Qubur. Antum lanaa salaf wa inna insya Allah bikum laahiquun. Salam sejahtera bagi kalian wahai para penghuni kubur. Kalian telah mendahului kami dan insya Allah kami akan menyusul kalian.

Hari ini kita menangisi mereka. Pada tahun atau tahun-tahun mendatang kita yang akan ditangisi. Hari ini kita kehilangan mereka. Pada tahun atau tahun-tahun mendatang sanak saudara dan handai taulan akan kehilangan kita. Lebaran yang akan datang boleh jadi kita tidak lagi berlebaran bersama mereka.

نفس المرء خطاه الي اجله- نهج البلاغة الحكمة 74

“Setiap tarikan nafasmu adalah ayunan langkah kakimu ke kuburanmu,” kata Imam Ali as.

Hadirin dan hadirat, ‘Aidin dan ‘Aidat
Ujung hidup kita adalam kematian. Kita adalah buah-buah yang siap dipetik Malakal Maut. Giliran berikutnya bukanlah mereka yang sudah mendahului kita. Giliran berikutnya adalah kita semua. Dan maut tidak membeda-bedakan usia. Tua muda, laki perempuan, dewasa atau anak kecil.

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ
عَلَىٰ أَن نُّبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ

Kami telah menentukan kematian untuk kalian dan Kami tidak bisa dilawan,
Untuk menggantikan orang-orang seperti kalian (di dunia) dan menciptakan kalian (kelak di hari akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

Hadirin dan hadirat:
Setiap kali kita disentakkan oleh berita orang yang meninggal dunia, kita ucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”, kita semua kepunyaan Allah dan kita semua akan kembali kepada-Nya. Kita semua dikirim ke dunia dengan membawa tugas yang mulia; menanggung missi yang suci. Kita tidak dihadirkan ke bumi untuk sesuatu yang sia-sia; bukan sekedar bermain-main tanpa tujuan. Kita semua hadir di sini dengan membawa amanah yang agung.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. Dialah yang Mahasantun dan Maha Pengampun.

Nanti kita kembali lagi kepada-Nya. Seperti anak-anak yang kembali kepada ibu-Nya, insya Allah kita kembali ke dalam pelukan kasih-sayang-Nya.

Kita boleh jadi meninggal dalam berbagai tempat dan berbeda waktu. Setelah kita meninggal, kita akan dibangkitkan pada tempat yang sama dan waktu yang sama.

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ الْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنسِلُونَ

Dan ditiuplah sangkakala. Lalu mereka berhamburan dari kuburannya menuju Tuhannya.
Hanya satu teriakan dahsyat, maka mereka semua secara serentak akan dihadapkan kepada Kami.

إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ

Hadirin dan hadirat:
Bayangkan kalian baru dibangkitkan dari kuburan kalian. Kalian menjerit ketakutan: Siapa yang membangunkan kami dari tidur panjang kami? Inilah yang telah dijanjikan Tuhan yang Mahakasih dan benarlah para utusan.

Kalian berada di padang mahsyar yang tidak terhingga. Kalian dihempaskan dalam pengadilan Yang Mahakuasa. Hamparan bumi diterangi cahaya Tuhan dan malaikat dengan muka-muka yang garang berdiri dalam barisan-barisan. Tiba-tiba seperti gelegar halilintar, disampaikan firman Tuhan yang Mahaakbar:

فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ
فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِم بِعِلْمٍ ۖ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ

Kami sungguh akan memeriksa orang-orang yang didatangi para utusan, dan sungguh akan Kami tanya juga para utusan. Akan Kami ungkapkan di hadapan mereka apa yang mereka lakukan dengan pengetahuan, dan Kami tidak pernah kehilangan perhatian.

Hatta para Rasul pun ketika ditanya Tuhan, karena dahsyatnya pertanyaan Tuhan, hati mereka berguncang dan seluruh ilmu mereka hilang. Mereka hanya berkata pelan. Mereka hanya berkata: “Kami tidak memiliki pengetahuan apa pun. Engkau sajalah yang Maha Mengetahui yang Gaib. “

قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

Jika para Rasul, kekasih Tuhan saja, tidak sanggup menjawab pertanyaan Tuhan, bagaimana jawaban kalian yang setiap jam menambah dosa dan kemaksiatan.

Apa yang akan ditanyakan Allah swt pada kalian?

وروى باسناده عن أبي برزة قال: «قال رسول الله صلّى الله عليه وآله وسلّم ونحن جلوس ذات يوم: والذي نفسي بيده لا تزول قدم عبد يوم القيامة حتى يسأله الله تبارك وتعالى عن أربع: عن عمره فيما أفناه، وعن جسده فميا أبلاه، وعن ماله فيما اكتسبه وفيما أنفقه، وعن حبنا أهل البيت

Menurut sahabat Abu Barzah, “Rasulullah saw bersabda ketika kami duduk pada suatu hari di hadapannya: Demi yang jiwaku ada di Tangannya, tidak akan bergeser telapak kaki seorang manusia pada hari kiamat sampai ia ditanya Allah tabaraka wa ta’ala tentang empat hal: Dari umurnya, untuk apa ia habiskan; dari tubuhnya untuk apa ia gunakan; dari hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan; dan terakhir, dari kecintaannya kepada kami, keluarga Nabi saw?“

Mungkin kalian bisa menjawab tiga pertanyaan pertama: kalian telah menghabiskan umur kalian untuk mensyukuri anugrah Tuhan dan bersabar atas ujian-Nya; kalian telah gunakan tubuh kalian untuk mengabdi kepada Tuhan dan melayani sesama; kalian tlah berusaha mencari nafkah yang halal dan membiayai keluarga atau menginfakkannya di jalan Allah.

Tetapi apa yang akan kalian jawab terhadap pertanyaan: Apakah kalian telah mencintai keluarga Nabi saw? Apakah kalian telah menegakkan agama kalian di atas kecintaan kepada Ahlul Bait?
Tapi sebelum itu semua. Jawablah pertanyaaan yang paling penting: Apakah kalian kenal Ahlul Bait? Siapa keluarga Nabi saw yang harus diikuti itu?

فقال له عمر بن الخطاب: فما آية حبّكم من بعدكم؟ قال: فوضع يده على رأس علي وهو الى جانبه. وقال: ان حبّي من بعدي حب هذا، وطاعته طاعتي ومخالفته مخالفتي . . »

Sesudah Nabi saw menyampaikan kewajiban untuk mencintai Nabi saw, kewajiban yang akan diminta pertanggunganjawabnya pada hari kiamat, Umar bin Khatab bertanya: Apa tanda kecintaan kepadamu sepeninggalmu? Rasulullah saw meletakkan tangannya yang mulia di atas kepala Ali bin Abi Thalib, yang berada di sampingnya: “Mencintai aku ialah mencintai orang ini. Mentaatinya sama dengan mentaatiku dan menentangnya sama dengan menentang aku.”

Hadirin dan hadirat:
Kita tidak bisa menghapalkan jawaban soal itu sekarang. Pada hari akhirat nanti semua mulut terkunci.

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Kita harus membuktikan kecintaan kita kepada Nabi saw dan keluarganya tidak dengan mulut-mulut kita, tetapi dengan tangan dan kaki kita. Kita harus menutup rapat mulut-mulut kita ketika “mereka bermaksud untuk memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, karena Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.”

Karena itu, mulai hari ini julurkan tangan kita untuk menarik tangan-tangan kaum muslimin agar berpegang teguh pada tangan Amirul Mukminin, kepada tangan yang diangkat Nabi saw pada hari al-Ghadir: Man kuntu mawlaah fahaza ‘Aliyyun mawlah!

Mari kita gunakan tangan kita untuk mengayuh Perahu Keselamatan, Safinatun Najah, perahu keluarga Nabi saw, menuju tepian samudra kasih sayang Tuhan. Mari kita siapkan tangan kita untuk membantu dan melindungi para pecinta Ahlul Bait as.

Mari kita salami orang-orang yang menyebarkan senyuman Sang Nabi saw. Sehingga tangan kita menjadi saksi di hadapan Nabi saw bahwa kita mencintainya dan mencintai keluarganya.

Mulai hari ini mari kita ayunkan langkah kita, bersama para imam, di jalan Cinta Nabi saw. Ayunan langkah kaki kita bukan saja menuju ajal kita, tetapi nun jauh di ufuk kerinduan, kita menuju senyuman al-Mushtafa.
Pada hembusan nafas kita yang terakhir, kita berdoa mudah-mudahan Nabi saw yang mulia memberikan kita cawan minuman dari telaga al-Kautsar, sehingga kita tidak lagi kehausan selama-lamanya.

Jalaluddin Rakhmat.

(Mahdi News/ABNS)

Di Hari Idul Fitri, Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei Ampuni 930 Narapidana

Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei.

Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei telah mengampuni atau meringankan hukuman untuk sejumlah tahanan Iran.

Pemimpin Kamis (16/7/15) sepakat untuk mengampuni atau mengurangi hukuman sebanyak 930 narapidana yang memenuhi syarat dihukum oleh pengadilan.

Keputusan Pemimpin datang dalam menanggapi surat dari kepala kehakiman Iran Ayatollah Sadeq Kehakiman Amoli Larijani yang meminta grasi untuk narapidana yang memenuhi syarat pada kesempatan Idul Fitri, yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan.

(Mahdi News/ABNS)

Mengapa Para Marjaʻ Berbeda dalam Menentukan Idul Fitri?


Mengapa para marjaʻ taklid kadang-kadang berbeda pandangan dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri? Apakah hal ini tidak akan menimbulkan masalah di kalangan masyarakat?
 
Satu hal yang harus kita tekankan pertama kali adalah menentukan Hari Raya Idul Fitri bukanlah tugas seorang mujtahid dan marjaʻ taklid. Tugas mukallaflah untuk menentukan hilal sesuai dengan cara dan jalan-jalan yang telah dipaparkan dalam kitab-kitan Tawdhīh Al-Masā’il. Ia tidak wajib menunggu pengumuman mujtahid dan marjaʻ taklid.

Poin kedua, dalam sebagian masalah, syariat Islam telah menentukan cara-cara yang bisa digunakan untuk memahami obyek-obyek sebuah hukum. Seperti dalam masalah kita ini, syariat telah menentukan bahwa bulan Ramadhan dimulai dengan melihat hilal dan ditutup juga dengan melihat hilal. Semua masalah bergantung pada melihat hilal: shum li ru’yah wa afthir lir ru’yah.

Termasuk dalam kategori melihat hilal apabila dua orang adil menyatakan telah menyaksikan hilal.

Dengan demikian, jika setiap orang, baik mujtahid maupun mukallaf, telah menentukan hilal melalui jalan-jalan yang telah ditentukan, maka ia wajib berpuasa dan juga wajib berbuka puasa. Jika tidak terbukti, maka ia tidak memiliki kewajiban apapun.

Lalu, mengapa terjadi perbedaan pandangan dalam menentukan Idul Fitri?

a. Sebagian marjaʻ taklid meyakini kesaksian dua orang adil atau wakil-wakil mereka di berbagai daerah bahwa hilal telah tampak.

b. Perbedaan prinsip para marjaʻ dalam menentukan melihat hilal. Sebagian marjaʻ meyakini bahwa hilal yang sudah terlihat di setengah belahan bumi adalah hujjah untuk seluruh penduduk di bagian bumi ini. Sementara itu, sebagian marjaʻ yang lain berkeyakinan hilal hanya menjadi hujjah untuk daerah hilal terlihat dan juga daerah-daerah yang seufuk dengan daerah ini.

c. Apakah melihat hilal harus dengan mata telanjang ataukah juga bisa dengan menggunakan alat seperti teleskop? Sebagian marjaʻ akhir-akhir ini menyatakan fasilitas seperti ini adalah muktabar.

Untuk itu, dengan kesadaran ilmiah seperti ini, perbedaan pandangan dalam menentukan Idul Fitri tidak akan menimbulkan problem di tengah masyarakat.

(Shabestan/ABNS)

Idul Fitri; Antara Hari Raya dan Pesta Pora


Oleh: Azhari Akmal Tarigan

Dalam perspektif sosial, ‘Idul Fitri merupakan puncak keberagamaan umat Islam Indonesia. Dikatakan secara spesifik Indonesia, karena memang apa yang terjadi di negeri ini tidak terlihat di negara Islam lainnya. Bahkan beberapa referensi yang pernah penulis baca menunjukkan, ‘idul fitri bagi orang Arab adalah momentum untuk berlibur. Mereka umumnya pergi keberbagai tempat rekreasi, bahkan sampai ke luar negeri. Sedangkan silaturrahim yang lazim kita isi dengan saling berkunjung, telah mereka tuntaskan sewaktu bulan Ramadhan. Artinya pada bulan Ramadhanlah mereka merajut tali silaturrahim antar keluarga dan tetangga. Pendek kata bagi masyarakat Arab, Syawal bukan bulan untuk saling berkunjung dan bersilaturrahim. Syawal bagi mereka adalah waktu untuk berlibur.


Dengan demikian tidak berlebihan jika disebut ‘idul fitri di Indonesia sangat unik. Bagaimana tidak, hampir tidak ada peristiwa keagamaan yang menimbulkan hiruk pikuk luar biasa kecuali pada saat ‘idul fitri. Di banding pelaksanaan ibadah haji sekalipun, ‘idul fitri jauh lebih heboh dan merepotkan. Hal ini tampak dengan keterlibatan pemerintah dalam berbagai bidang untuk mensukseskan ‘idul fitri yang sebenarnya hanya setengah hari itu. Pemerintah harus menjamin ketersediaan makanan pokok, keamanan pada malam takbiran dan sewaktu shalat ‘id, sampai pada kesiapan angkutan (darat, laut dan udara) untuk mudik. Demikian pula dengan umat Islam yang bergelut dengan berbagai macam kesibukan menjelang fajar 1 Syawal. Mulai dari mempersiapkan makanan di hari ‘Idul Fitri, mempersiapkan pakaian yang akan dikenakan, sampai masalah mengecat rumah dan persiapan mudik.

Kesibukan akan semakin terasa ketika kita berkunjung ke Mall, Plaza dan pusat-pusat perbelanjaan tradisional. Tanpa disadari fokus kegiatan bergeser menjelang ‘idul fitri dari masjid bergerak ke Mall. Hal ini berbalik dengan tradisi profetik yang dilakukan Nabi. Bukankah Nabi Muhammad menjelang akhir Ramadhan meningkatkan intensitas kegiatannya di masjid terutama i’tikaf. Sampai disini hemat saya kita punya persoalan serius dalam memahami puasa dan ‘idul fitri. Dengan kata lain, sikap kita atau lebih tepatnya budaya ‘idul fitri kita belum sepenuhnya sesuai dengan tuntutan sunnah Rasul. Dimensi budaya dan tradisi dalam puasa lebih dominan daripada dimensi ibadahnya. Tidaklah mengherankan jika pada bulan Syawal paling tidak ada tiga tipe manusia dalam mengisi hari-hari di bulan syawal.

Pertama adalah orang yang ber’idul fitri. ‘idul fitri secara bahasa bermakna kembali kepada fitrah (suci, bersih dan cenderung kepada kebenaran). Bagi orang yang ber’idul fitri, Ramadhan adalah momentum untuk membakar seluruh dosa-dosa yang telah dilakukan pada masa lalu. Wajarlah jika menjelang fajar syawal ia merasa dirinya telah suci kembali. Orang yang ber’idul fitri lebih fokus untuk menjaga kesucian jiwa. Mereka yang ber-’idul fitri bisa jadi tidak tampak dari pakaian yang mereka kenakan. Juga tidak terlihat dari makanan yang terhidang di rumahnya. Kalaupun ada semuanya dilakukan dengan penuh kesederhanaan dan terhindar dari kesan israf (berlebih-lebihan). Di atas segala-galanya, idul fitri hanya milik orang yang berpuasa. Bukan milik semua orang Islam. Orang yang tidak berpuasa, tidak akan pernah merasakan nikmatnya idul fitri.

Kedua, orang yang berhari raya. Tidak ada yang salah jika idul fitri dipahami sebagai hari raya. Hampir semua agama memiliki hari raya. Biasanya hari raya identik dengan pesta, kemeriahan dan kegembiraan. Hari raya milik semua pemeluk agama. Dalam konteks 1 Syawal, hari raya merupakan milik semua orang Islam tanpa memandang strata. Tua-muda, miskin–kaya, yang puasa atau yang tidak, beriman atau ingkar, semuanya berhari raya. Ekspresi hari raya tanpak pada kegembiraan umat Islam yang luar biasa. Lihatlah acara-acara Televisi semuanya menunjukkan kegembiraan bahkan cenderung berlebih-lebihan. Berbagai mata acara ditayangkan, seperi lawak, musik, sampai dengan sinetron. semuanya membawa pesan yang satu, mari bergembira.

Ironisnya, dimensi keagamaannya tenggelam dalam derai tawa yang sangat-sangat tidak Islami. Kesan hari raya juga tampak pada sikap pemerintah daerah dan institusi lainnya yang menyelenggarakan event-event yang bernuansa menjadikan idul fitri sebagai hari raya. Lihatlah fenomena baru di kota Medan yang disebut dengan Lebaran Fair. Sederatan artis berjejer di baliho yang dipasang di sudut-sudut kota. Pesannya tetap saja, mari bergembira, bersenang-senang, bukankah sebulan lamanya kita telah “susah” di buat puasa. Pada sisi lain, hari raya juga terlihat pada penampilan-penampilan simbolik (fisik), seperti baju yang serba baru, makanan yang bervariasi dengan segala cita rasanya serta aksesoris lainnya yang semuanya baru. Pokoknya wah. Tanpa disadari terjadilah pameran kemewahan dan kemegahan. Jurang pemisah yang seharusnya tidak tampak pada hari raya idul fitri, ternyata semakin menganga. Orang kayalah yang paling mampu merayakan hari rayanya. Yang jelas tidak ada pesan relegius pada hari raya. Pesannya hanya satu mari kita bergembira dan bersenang-senang.

Ketiga, orang yang berlebaran. Sejak kapan istilah lebaran digunakan untuk menyebut peristiwa idul fitri, adalah sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Namun yang jelas kata ini agaknya sangat akrab terdengar di telinga kita. Apa sesungguhnya makna lebaran. Jika dilihat dari asal kata, lebaran berasal dari kata lebar, dengan pengucapan huruf “e” yang keras. Pengucapan kata “lebaran” sama dengan menyebut “Tebet” sebuah daerah di Jakarta. Sedangkan kata “lebar” pengucapannya sama dengan “Menteng” yang orang Medan sulit membedakan keduanya; Tebet dan Menteng. Almarhum Cak Nur memang terkesan positif memahami kata lebaran. Menurutnya, setelah berpuasa, mudahmu-dahan Tuhan mengampuni seluruh dosa kita, sehingga semuanya habis tandas (lebar) dan kitapun berlebaran. Namun bagi saya kata lebaran seperti yang ekspresinya ditampakkan para artis dan selebriti di Televisi, lebaran cenderung bermakna keluar dari kungkungan. Tegasnya puasa adalah penjara dan lebaran merupakan momentum untuk membebaskan diri dari kungkungan puasa.

Tidak sedikit orang orang yang merasakan puasa di bulan Ramadhan adalah sebuah siksaan. Ruang geraknya merasa terbatas dan begitu sangat sempit. Semuanya menjadi tidak boleh. Ramadhan baginya adalah lembaga penyiksaan dan hukuman. Oleh sebab itu, begitu fajar 1 Syawal terbit, ia merasa terbebaskan. Dunia ini menjadi lebar kembali. Semuanya menjadi bebas kembali. Demikianlah, lebaran identik dengan pembebasan dari kungkungan Ramadhan. Ekspresi yang ditampakkan pada orang yang berlebaran, semuanya mengacu pada kebebasan. Seolah apa yang dilarang pada bulan Ramadhan menjadi boleh kembali. Semunya bebas. Tidak ada ada lagi batasan antara yang halal dengan yang haram. Demikian pula dengan yang syubhat, semuanya menjadi boleh.

Penutup:
Demikian 1 Syawal tidak semua orang beridul fitri. Idul fitri hanya bisa dirasakan dan dinikmati oleh orang-orang yang berpuasa dengan iman dan ihtisab (ketulusan dan perhitungan-komitmen). Orang-orang seperti inilah yang layak beridul fitri, kembali kepada fitrah. Orang beridul fitri, adalah orang yang memiliki komitmen untuk berubah menjadi lebih baik. Sedangkan hari raya dan lebaran, menjadi milik semua orang, tidak perduli apakah ia puasa atau tidak. Yang penting bergembira dan bersenang-senang. Merekalah orang-orang yang minus komitmen berubah untuk menjadi lebih baik pada masa mendatang.  

Wallahu a’lam.

Asal-usul Lebaran (Perayaan Hari Besar)


Dalam bahasa Indonesia yang baku (EYD), huruf L dalam kata “Lebaran” harus menggunakan huruf kapital (huruf besar). Secara baku, kata “Lebaran” memang harus diawali dengan huruf kapital, seperti pada kata “Natal” atau “Paskah”.

Mengapa kita memakai kata “Lebaran? Dari mana asal-usul kata ini pertama kali digunakan di Indonesia? Ini menyangkut etimologi. Kata “kantor” berasal dari bahasa Belanda, “kantoor”. Kata “kelar” berasal dari bahasa Belanda pula, yaitu “klaar”. Hal ini wajar saja, karena kita dulu pernah dijajah Belanda. Lalu bagaimana dengan kata “Lebaran”?


Yang jelas, “Lebaran” tidak berasal dari bahasa asing. Ada yang bilang bahwa “Lebaran” berasal dari “lebar + an” bahasa Jawa. Ada yang bilang pula kata “Lebaran” berasal dari bahasa Sunda. Ada yang bilang juga bahwa kata “Lebaran” pertama kali dituturkan dalam bentuk bahasa Indonesia, bukan dalam bentuk bahasa daerah Jawa ataupun Sunda. Lalu mana yang benar? Memang belum ada ahli linguistik yang memastikan asal-asul kata ini melalui penelitian. Lebih baik kita serahkan saja urusan ini kepada kantor Pusat Bahasa Indonesia, karena merekalah yang memegang kendali atas semua ini. Barangkali di masa mendatang mereka bisa menemukan data yang akurat mengenai asal-usul kata “Lebaran”.

Saat ini, Pusat Bahasa hanya bisa memastikan bahwa kata “Lebaran” merupakan sebuah kata dasar yang terdiri dari tiga suku kata, yaitu Le + ba + ran. Dengan kata lain, kata “Lebaran” bukanlah kata jadian dari Le + bar + an. Kiranya, mungkin saja kata ini memang berasal dari kata jadian, lalu diserap oleh bahasa Indonesia menjadi kata dasar.

ANTARA HISAB DAN RUKYAT


Oleh : Syaikh Muhammad Jawad Mughniyah
Jika kita gabungkan hadits, “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal”, yang muttafaq alaih di kalangan kaum Muslim; dan juga jika kita gabung kesepakatan mereka bahwa yang wajib itu adalah puasa ramadhan di mana jumlah harinya berbeda dengan dua bulan yang mengapitnya, yaitu syakban dan syawal antara 29 dan 30 hari; jika kita gabung kedua dasar ini dengan ikhtilaf kaum Muslim dan perbedaan mereka di dalam meyakini ucapan (atau kejujuran) orang yang mengaku telah melihat hilal, maka sebagian meyakini kesaksiannya itu dan sebagian lain tidak; jika kita gabungkan semua itu maka akan muncullah kesimpulan yang pasti dan tidak bisa tidak, bahwa akan terjadi sekelompok orang berpuasa sementara sekelopok lain tidak. 

Bisa jadi orang yang berpuasa itu dari satu golongan (mazhab) dan yang tidak berpuasa dari golongan (mazhab) lain. Akan tetapi bisa juga terjadi bahwa keduanya dari satu golongan (satu mazhab), sesuai dengan adanya kepercayaan atau tidak. Yang demikian ini sebagaimana terjadi pada tahun 1964, di mana seorang marja’ di Najaf dengan para pengikutnya berhari raya pada hari Jum’at, sedangkan marja’ lain yang juga di Najaf dengan para pengikutnya pula berhari raya pada hari sabtu—(Pada tahun ini 2013 M/ 1434 H juga terjadi perbedaan para marja’ tentang waktu idul fitri. Sebagian marja’, seperti Sayid al-Haidari menyatakan jatuh pada hari kamis, 8 Agustus 2013; dan sebagian lainnya, seperti Sayid Sistani dan Sayid Khamenei menyebutkan Jum’at, 9 Agustus 2013. Di Indonesia sendiri terdapat juga sebagian yang berlebaran di hari kamis dan sebagian lagi di hari jum’at–peny)

Demikian pula pernah terjadi pada tahun 1939 di mana Idul Adha di Mesir jatuh pada hari senin; di Saudi Arabia hari selasa; dan di Bombai hari rabu. Padahal mereka semua bermazhab ahlussunnah. Dengan demikian masalahnya bukan masalah ikhtilaf antara golongan dan mazhab, tetapi masalahnya adalah adanya kepercayaan atau tidak pada orang yang mengaku melihat hilal.
        
Kelalaian akan hakikat ini telah meluas dan seringkali orang bertanya-tanya: Mengapa kaum Muslimin tidak berusaha menghapus kekacauan dan ikhtilaf ini dengan merujuk ke ilmu pengetahuan dan ucapan ahli perbintangan yang dapat menghitung kapan munculnya hilal. Dan yang dipahami oleh orang dari kata-kata ru’yah (melihat), khususnya pada masa risalah, ialah melihat dengan mata, bukan melihat dengan ilmu. Akibatnya, kita pun tidak pernah memperhatikan selain ru’yah dengan mata ini, apa pun yang telah dan akan terjadi.
      
Sedangkan menurutku ialah bahwa pertanyaan tersebut tidak terarah sejak dari awalnya. Demikian pula jawaban yang dibangun di atasnya. Karena sesuatu yang dibangun di atas sesuatu yang tidak benar tentu juga tidak benar. Keterangannya adalah sebagai berikut :
    
Seluruh kaum Muslimin sepakat bahwa hukum-hukum Allah swt harus dilaksanakan dan ditaati berdasarkan ilmu. Seseorang tidak boleh bersandar pada zhan (dugaan) selama masih ada jalan kea rah ilmu (keyakinan). Sebab, zhan tidak mendatangkan kebenaran sama sekali. Memang benar bahwa kita boleh berpegang pada zhan yang demikian ini jika tidak ada jalan kea rah ilmu sama sekali. Jika kita boleh bersandar kepada bayyinah yang mendatangkan zhan, maka lebih utama jika kita beramal dengan keyakinan, bahkan demikian itulah seharusnya jika memungkinkan.
       
Dengan demikian, jika ucapan para ahli perbintangan bisa mendatangkan ilmu (pengetahuan yang meyakinkan) maka wajib atas mereka yang mengetahui kebenaran pada hal tersebut untuk beramal sesuai dengan ucapan mereka; dan tidak boleh sama sekali bagi mereka berpegang pada kesaksian para saksi, atau keputusan seorang hakim atau apa pun juga yang bertentangan dengan pengetahuannya itu.
         
Mungkin Anda akan berkata, “Ucapan Rasul saw, ‘berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya’, menunjukkan bahwa ilmu yang harus diikuti dalam masalah kepastian hilal ini adalah khusus ilmu yang muncul dari penglihatan mata, bukan sembarang ilmu.”
         
Kami menjawab, bahwa ilmu adalah hujjah, dari jalan mana pun datangnya. Sedangkan pembawa syariat tidak membeda-bedakan jalan-jalan datangnya ilmu itu. Sebab hujjiyah (sifat sebagai hujjah) ilmu itu adalah zatiyah, bukan didapat dengan suatu cara tertentu; dan tak seorangpun yang berhak mengurangi atau memalingkan (kandungan)nya. Memang, pembawa syariat boleh menganggap ilmu itu sebagai bagian objek hukum-hukumnya, sebagaimana telah ditetapkan dalam ilmu ushul fikih. Akan tetapi, yang sedang kita bicarakan di sini adalah di luar masalah tersebut. Sebab pembawa syariat menganggap bahwa ru’yah hanyalah sebagai perantara untuk mengetahui hilal, bukan tujuan itu sendiri; sebagaimana halnya pada setiap jalan untuk mengetahui hukum-hukum yang belum diketahui. Dengan kata lain ialah bahwa nama jalan akan menunjukkan kepadanya.
     
Tinggal satu hal lagi, yaitu : “Dapatkah ucapan para ahli perbintangan itu menghasilkan pengetahuan yang pasti sehingga dapat menyingkirkan segala syubhah (ketidakjelasan), sama seperti ru’yah dengan mata, ataukah tidak?
        
Sesungguhnya jawaban untuk pertanyaan di atas sudah dapat diketahui dari apa yang telah kami sebutkan di muka, bahwa dalam masalah ini bias terjadi perbedaan sesuai dengan perbedaan manusianya, sama seperti masalah kepercayaan kepada orang yang mengaku melihat hilal (ada yang percaya dan ada yang tidak percaya), juga kepada ucapan dokter jika dia mengatakan adanya penyakit (bias dipercaya dan bisa juga tidak). Maka barangsiapa memperoleh pengetahuan (keyakinan) dari ucapan para ahli falak, maka dia harus mengikuti mereka dan tidak boleh berpegang pada bayyinah atau keputusan hakim dan sebagainya jika bertentangan dengan pengetahuan dan keyakinannya. Jika tidak, maka tidak ada jalan lain kecuali jalan-jalan syariat lain yang telah disebutkan, seperti bayyinah dan lain-lain.

Bagaimanapun, kami dan selain kami boleh mengatakan bahwa ucapan para ahli falak, sampai sekarang masih berdasarkan pada perkiraan yang mendekati kebenaran, bukan seratus persen benar. Buktinya ialah adanya ikhtilaf di kalangan mereka adanya kesimpangsiuran hasil perhitungan mereka di dalam menentukan malam munculnya hilal, dan saat munculnya itu, serta seberapa lama hilal itu terlihat…

Apabila datang suatu saat di mana ilmu pengetahuan (khususnya tentang falak) telah menghasilkan tingkat pengetahuan yang tepat dan memadai sehingga setiap kali sepakat dalam menentukan saat hilal, dan telah berulang-ulang ketepatan perhitungan mereka, sehingga ucapan mereka telah mencapai derajat kepastian, seperti perhitungan mereka tentang hari-hari dalam seminggu, maka bias jadi dengan demikian, kita akan berpegang dan merujuk mereka dalam perkara hilal dan ketentuannya. Dengan demikian, maka setiap orang akan mengetahui dengan yakin dari ucapan mereka, bukan beberapa orang saja atau beberapa golongan saja.

(Sumber: Kitab Fiqh Imam Ja’far Shadiq juz 1 karya Syaikh Muhammad Jawad Mughniyah hal. 393-396)

Khotbat Shalat Idul Fitri



Khotbah Pertama:

بسم‏اللَّه‏الرّحمن‏الرّحيم‏
الحمد للَّه ربّ العالمين. الحمد للَّه الّذى خلق السّماوات و الارض و جعل الظّلمات و النّور ثمّ الّذين كفروا بربّهم يعدلون. نحمده و نستعينه و نستغفره و نؤمن به و نتوكّل عليه‏ و نصلّى و نسلّم على حبيبه و نجيبه و خيرته فى خلقه و حافظ سرّه و مبلّغ رسالاته بشير رحمته و نذير نقمته سيّدنا و نبيّنا ابى‏القاسم المصطفى محمّد و على ءاله الأطيبين الأطهرين المنتجبين‏ الهداة المهديّين سيّما بقيّةاللَّه فى الأرضين‏ و صلّ على ائمّة المسلمين و حماة المستضعفين و هداة المؤمنين.

Saya mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri kepada saudara-saudari dan seluruh masyarakat Iran, juga umat Islam di dunia. Umat Islam keluar dari bulan Ramadhan dengan penuh cahaya. Bulan Ramadhan, dengan puasa, munajat, doa, pujian kepada Allah, tilawah Al-Quran, dan berbagai amal ibadah lain yang dilakukan oleh insan-insan mukmin, akan menerangi hati serta membersihkan karat dari hati dan jiwa manusia. Pada hakikatnya, manusia memulai tahun baru sejak malam lailatul qadr. Pada Lailatul Qadr, malam ditentukannya takdir manusia selama setahun yang dicatat oleh para penulis ilahi, manusia memasuki tahun dan fase baru, dan -lebih tepatnya- memasuki sebuah kehidupan serta kelahiran baru. Bergerak di sebuah jalan yang ditempuh dengan bekal ketakwaan, dan di tengah-tengah perjalanan itu terdapat berbagai macam fase baginya untuk menyegarkan kenangan dan Idul Fitri merupakan salah satu dari fase tersebut. Hari ini harus dimuliakan.

Shalat Idul fitri ini merupakan sebuah makna syukur atas nikmat Allah di bulan Ramadhan. Syukur atas kelahiran baru tersebut. Dalam shalat Idul Fitri ini berulangkali kita membaca doa ini:


«ادخلنى فى كلّ خير ادخلت فيه محمّدا و آل محمّد»
Masukkan kami ke dalam sorga kesucian iman, akhlak, dan amal, yang Kau tempatkan insan-insan pilihan di dalamnya.

«و اخرجنى من كلّ سوء اخرجت منه محمّدا و آل محمّد صلواتك عليه و عليهم»
Keluarkan kami dari neraka amal, akhlak, dan keyakinan buruk itu yang Kau jaga insan-insan mulia di dunia dari neraka itu.

Di hari Idul Fitri ini, hendaknya kita menggambarkan tujuan besar ini bagi diri kita dan berusaha untuk tetap berada di jalan yang lurus ini. Inilah ketakwaan.

Salah satu capaian besar bulan Ramadhan adalah taubat yaitu kembali ke pangkuan Allah Swt. Dalam dua Abu Hamzah al-Tsumali kita membaca:

«و اجمع بينى و بين المصطفى و انقلنى الى درجة التّوبة اليك»
"Kumpulkanlah kami bersama al-Mustafa dan bawalah kami ke derajat taubah kepadaMu"

Sampaikan kami ke derajat taubat agar kami kembali dari jalan yang menyimpang, dan dari amal, pemikiran buruk, serta akhlak yang buruk. Dalam doa perpisahan bulan Ramadhan, Imam Sajjad as berdoa kepada Allah:

«انت الّذى فتحت لعبادك بابا الى عفوك و سمّيته التّوبة»

"Engkau telah membukakan pintu bagi hamba-hambaMu untuk mendapat ampunanMu yang engkau beri nama taubah." (Sahifah Sajjadiyah doa no: 45)

Telah Kau buka pintu di hadapan kami agar kami berlari menuju pengampunan-Mu, agar kami memanfaatkan nikmat ampunan dan rahmat-Mu. Pintu ini, adalah pintu taubat, jendela pembuka hati menuju angkasa suci ampunan Allah. Jika Allah Swt tidak membuka pintu taubat bagi hamba-hamba-Nya, kondisi kita para hamba pendosa, akan buruk sekali. Manusia berbuat kekhilafan, mengalami goncangan, dan melakukan dosa karena pengaruh kecenderungan manusiawi dan hawa nafsu. Setiap dosa itu akan menorehkan luka di hati dan jiwa kita. Apa yang akan kita lakukan jika tidak ada jalan untuk bertaubat?

Dalam doa Kumail, Amirul Mukminin as mengatakan:

«لا اجد مفرّا ممّا كان منّى و لا مفزعا اتوجّه اليه فى امرى غير قبولك عذرى»

"Aku tak menemukan pelarian dari apa yang aku lakukan dan tak ada pula tempat berlindung bagiku kecuali kesedianMu untuk menerima permohonan maafku."

Jika tidak ada permohonan ampunan dan pengabulan ampunan dari Allah yang Maha Mulia dan Penyayang, bagaimana kita dapat melepaskan diri dari apa yang kita buat yaitu dosa, penyimpangan, goncangan, ketundukan kepada hawa nafsu, dan dari semua beban berat dosa ini? Kita tidak memiliki tempat berlindung dan bernaung. Allah Swt telah membuka tempat berlindung ini di hadapan kita, yaitu taubat. Hendaknya kalian menghargai taubat.

Seorang anak muda yang karena kebodohannya mungkin lari dari rumah ayah dan ibunya. Kemudian ia kembali ke pangkuan orang tuanya. Di sana ia mendapatkan cinta, kasih sayang, dan belaian mereka. Inilah taubat. Ketika kita kembali ke rumah rahmat ilahi, Allah Swt akan menerima dan menyambut kita dengan tangan terbuka. Kesempatan untuk kembali yang didapatkan secara alami oleh manusia di bulan Ramadhan ini harus kita hargai. Saya menyaksikan gambaran kiprah para pemuda, remaja, laki-laki dan perempuan, pada bulan Ramadhan di majlis-majlis doa, tilawah Al-Quran, dan acara-acara munajat. Air mata menetes dalam munajat dengan Allah yang membasahi wajah-wajah ini sangat berharga dan bernilai tinggi. Inilah taubat. Hendaknya kita mempertahankan taubat ini. Pemujaan terhadap hawa nafsu akan membuat hati kita tergelincir ke dalam kesalahan dan. Bulan Ramadhan memberi kesempatan kepada kita untuk membersihkan diri. Pembersihan diri ini sangat berarti. Air mata ini akan membersihkan hati, namun harus dijaga dan dipertahankan. Semua penyakit besar, mematikan, dan berbahaya ini yaitu, egoisme, kesombongan, kedengkian, pelanggaran, pengkhianatan, ketidakpedulian -yang merupakan penyakit terbesar kita- dapat disembuhkan pada bulan Ramadhan.

Allah Swt menyaksikan hal ini dan pasti demikian. Bulan Ramadhan kita tahun ini adalah bulan Ramadhan yang sangat baik. Berbagai majlis -majlis Al-Quran, munajat, doa, dan khutbah- dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat, berbagai kelompok sosial, serta beragam wajah dan rupa. Betapa banyak infak yang dilakukan pada bulan ini. Betapa banyak kaum papa yang telah terbantu selama bulan penuh berkah ini. Ini semua sangat bernilai. Masing-masing memberikan aroma wangi pada ruh manusia. Membuka cakrawala baru di hadapan. Hendaknya kita mempertahankan semua ini. Saya mengimbau para pemuda dan hati-hati lembut ini untuk menghargai nilai hati-hati yang bercahaya ini. Hal ini jarang didapatkan pada usia tua, dan lebih banyak didapatkan para pemuda. Jagalah ini dengan hati-hati. Shalat tepat waktu, hadir di masjid-masjid, membaca Al-Quran, akrab dengan doa-doa yang diajarkan oleh Ahlul Bait -yang merupakan khazanah maarif Islam- harus dihargai.

Kita juga harus memperhatikan akhlak kita. Nilai penting akhlak bahkan lebih besar dari amal. Kita harus membuat suasana dalam masyarakat penuh dengan persahabatan, kasih sayang, dan baik sangka. Saya sama sekali tidak setuju dengan kondisi saling curiga dalam masyarakat. Kita harus menjauhkan kebiasaan-kebiasaan ini dari diri kita. Disayangkan sekali, koran-koran, media, dan berbagai sarana informasi -yang dewasa ini semakin hari jumlahnya semakin banyak, luas, dan rumit- cenderung kepada cara-cara yang menuduh orang lain. Ini tentu bukan cara-cara yang baik. Bukan cara yang baik. Karena hal itu, akan membutakan hati kita dan mencemari suasana kehidupan kita. Sama sekali tidak ada kontradiksi antara menghukum para pendosa diganjar atas perbuatannya dan tetap menjaga agar suasana yang muncul bukan propaganda dosa, tuduhan, dan tudingan terhadap pihak lain dengan berbagai isu dan asumsi.

Di sini juga saya katakan bahwa jika dikutip pernyataan seorang terdakwa yang menyebut orang lain di pengadilan -yang juga ditayangkan di televisi- sekali lagi saya tegaskan bahwa secara syariat pengakuan tentang orang lain tidak memiliki kekuatan argumentasi. Benar, jika seorang terdakwa berbicara tentang dirinya di pengadilan, ini baru bisa diterima. Sungguh pernyataan yang salah jika beranggapan bahwa pengakuan seseorang di pengadilan tentang dirinya tidak sah. Tidak demikian. Berdasarkan syariat, logika dan kebiasaan umum, setiap ungkapan dan pengakuan seorang terdakwa di hadapan orang-orang bijak dalam sebuah pengadilan, di hadapan kamera, dan di hadapan jutaan pemirsa, pengakuan tersebut didengar, diterima, dan valid. Namun jika ia memberikan pengakuan terkait orang lain, pengakuannya tidak dapat diterima. Suasana negeri ini jangan dipenuhi dengan aksi saling hujat dan prasangka buruk.

Al-Quran menyebutkan:

«لو لا اذ سمعتموه ظنّ المؤمنون و المؤمنات بانفسهم خيرا»
"Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mukminah tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri..." (Q.S Nur:12)

Mengapa kalian tidak berprasangka baik ketika mendengar seseorang menuduh orang lain? Tugas badan eksekutif dan hukum tetap pada tempatnya. Instansi eksekutif harus mengejar penjahat, adapun instansi-instansi hukum harus menindak dan menghukum penjahat, dengan cara yang telah ditetapkan dan terdapat dalam hukum Islam serta undang-undang negara kita. Dalam hal ini tidak boleh ada basa basi. Namun hukuman terhadap penjahat yang tindak kejahatannya telah dibuktikan melalui jalan hukum, berbeda dengan ketika kita menuding orang lain berdasarkan prasangka, dugaan, dan tuduhan, serta menyebarkan isu buruk ke tengah masyarakat. Ini jelas tidak benar. Kondisi ini tidak baik. Atau ketika pihak lain -pihak asing dan televisi-televisi musuh- menyampaikan sesuatu yang menyudutkan seseorang atau sebuah kelompok, dan diklaim bahwa mereka melakukan pengkhianatan dan kesalahan di satu titik, mengapa lantas kita menayangkan persis klaim-klaim tersebut. Ini adalah kezaliman dan tidak dapat diterima. Media-media massa asing mana yang peduli dan bersimpati terhadap kita? Kapan mereka pernah menginginkan terungkapnya hakikat tentang diri kita sehingga dalam hal ini mereka mengatakan yang sebenarnya? Kerja mereka adalah berbicara, merangkai kata-kata, dan mengklaim. Hal ini tidak boleh disebut sebagai transparansi. Ini bukan transparansi melainkan pengeruhan suasana.

Makna transparansi adalah pejabat Republik Islam memberikan laporan hasil kerjanya dengan jelas kepada masyarakat, ini makna transparansi, dan ini harus dilaksanakan. Jika kita mendesak dan menuduh pihak ini dan itu tanpa bukti, dan menisbatkan berbagai macam hal kepada mereka yang mungkin saja benar selama sebelum terbukti, kita tidak berhak mengungkapnya. Berbagai aksi seperti pihak ini menuding pihak itu, begitu pula sebaliknya, mendatangkan saksi media asing -media Inggris yang tendensius- kemudian di seberang sana muncul seseorang yang menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada Republik Islam padahal nilai Republik Islam lebih tinggi dari itu, semua ini kembali kepada diri mereka sendiri. Menuduh orang lain adalah dosa, menuduh pemerintahan Islam dan sebuah kelompok, adalah dosa yang jauh lebih besar.

Ya Allah, jauhkanlah kami dari dosa-dosa ini dengan ketakwaan.

بسم‏اللَّه‏ الرّحمن‏الرّحيم‏

والعصر. انّ الانسان لفى خسر. الّا الّذين امنوا و عملوا الصّالحات‏ و تواصوا بالحقّ و تواصوا بالصّبر
.

Khotbah Kedua:

بسم‏اللَّه‏ الرّحمن‏الرّحيم‏
الحمد للَّه ربّ العالمين و الصّلاة و السّلام على سيّدنا و نبيّنا ابى‏القاسم المصطفى محمّد و على اله الأطيبين الأطهرين المنتجبين لا سيّما علىّ اميرالمؤمنين و الصّدّيقة الطّاهرة و الحسن و الحسين سيّدى شباب اهل الجنّة و علىّ ‏بن ‏الحسين و محمّد بن ‏علىّ و جعفر بن‏ محمّد و موسى‏ بن ‏جعفر و علىّ ‏بن ‏موسى و محمّد بن‏ علىّ و علىّ ‏بن ‏محمّد و الحسن ‏بن ‏علىّ و الخلف الهادى المهدىّ حججك على عبادك و امنائك فى بلادك و صلّ على ائمّة المسلمين و حماة المستضعفين و هداة المؤمنين‏. اوصيكم عباد اللَّه بتقوى اللَّه.
Dalam khotbah kedua, poin pertama yang wajib saya kemukakan adalah ungkapan terima kasih dan apresiasi kepada bangsa Iran atas pementasan besar di hari Al-Quds di depan masyarakat dunia. Betapa musuh berupaya selama bertahun-tahun untuk melemahkan hari Al-Quds yang merupakan simbol barisan kebenaran melawan kebatilan. Hari Al-Quds merupakan pentas susunan barisan haq dan keadilan di hadapan front kebatilan dan kezaliman. Hari Al-Quds bukan hanya hari penting bagi Palestina saja melainkan juga untuk umat Islam. Hari pekikan lantang umat Islam melawan kanker mematikan Zionisme yang mengancam nyawa umat Islam; kanker yang diciptakan oleh tangan-tangan penjajah, para pencampur tangan, dan kekuatan adidaya. Hari Al-Quds bukan hal yang sepele. Hari Al-Quds adalah hari mendunia yang memiliki pesan global. Yaitu bukti bahwa umat Islam, pertama tidak akan menerima kezaliman meski kezaliman tersebut didukung oleh negara-negara besar dan kuat dunia. Betapa mereka berupaya melemahkan Hari Al-Quds dan tahun ini mereka berupaya lebih keras. Namun pawai hari Al-Quds yang gegap gempita di Iran yang islami dan di Tehran, menunjukkan kepada dunia ke mana arah jarum jam Revolusi dan bangsa Iran, menunjukkan apa sebenarnya tekad bangsa Iran, serta membuktikan betapa trik, tipu daya, penghambur-hamburan uang, kebengisan politik musuh, tidak mampu mempengaruhi semangat bangsa Iran.

Para penguasa dan politisi Barat dalam beberapa bulan terakhir tertipu oleh media massa dan para analis profesional media cetak dan audio-visualnya sendiri. Mereka mengira mampu memengaruhi bangsa Iran. Pada Hari Al-Quds, kalian telah membuktikan bahwa mereka hanya mengejar fatamorgana. Inilah kenyataannya. Hakikat bangsa Iran adalah yang telah ditunjukkan di hari Jum'at terakhir bulan Ramadhan -Hari Al-Quds- dan ditunjukkan pula bahwa kelanjutan dari kebesaran ini adalah bahwa gerakan ini juga meluas di dunia Islam, tidak hanya di Iran saja, melainkan juga di seluruh belahan dunia Islam, dan di setiap tempat yang memungkinkan, Hari Al-Quds dibarengi dengan pekikan anti-kezaliman. Hari Al-Quds adalah hari yang sangat besar. Ini telah kalian laksanakan dengan sebaik-baiknya. Bangsa Iran kembali membuktikan bahwa di saat-saat genting, mereka melontarkan pekikan dengan sangat lantang ke telinga masyarakat dunia.

Pekan Pertahanan Suci akan segera dimulai. Perang Pertahanan Suci merupakan jihad besar religius dan nasional bangsa Iran. Bangsa Iran mampu memperkokoh mental percaya diri pada kebangsaannya, mengembangkan seluruh potensinya, dan mampu mengenal kapasitasnya yang belum terungkap, dalam delapan tahun perang pertahanan suci. Dalam perang pertahanan suci, para pemuda kita, baik di Angkatan Bersenjata -tentara dan pasukan garda- maupun di pasukan relawan Basij, mampu menunjukkan wajah Iran yang sesungguhnya yang tidak tampak sebelumnya selama puluhan tahun, bahkan dapat dikatakan dalam kurun 200 tahun. Jika kalian saksikan, dewasa ini bangsa dan para pemuda kita dengan kapasitas besar potensinya, terjun ke medan-medan ilmu pengetahun dan teknologi, sebagian besarnya adalah berkat semangat pertahanan suci. Di sanalah bangsa Iran sadar betapa besar potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Mereka yang menyerang Republik Islam, mereka sesumbar pada diri mereka bahwa mereka dapat menaklukkan Tehran dalam tiga hari, satu minggu, atau satu bulan lagi. Hari ini tiga puluh tahun berlalu sejak hari itu dan bangsa Iran semakin hari semakin kuat. Pohon ini semakin hari semakin kokoh dan mengakar. Di lain pihak, mereka yang bermimpi muluk tentang agresi ke Iran semuanya tercampakkan ke keranjang sampah dan telah binasa. Setelah ini pun juga akan dengan demikian.

Imbauan saya kepada masyarakat tercinta dan para pejabat terhormat, khususnya, -alhamdulillah baik lembaga eksekutif dan yudikatif telah memulai periode dan semangat baru- adalah agar mempersiapkan diri untuk dekade kemajuan dan keadilan. Kita memerlukan sebuah lompatan besar di jalan ini. Kita punya banyak ketertinggalan. Hanya dengan langkah yang konvensional dan biasa-biasa saja, titik ideal tidak akan tercapai. Lompatan tersebut menuntut keimanan, keikhlasan, kekompakan, dan saling kerjasama. Ketiga lembaga harus saling bekerjasama, solidaritas, dan saling membantu. Masyarakat harus membantu, bekerjasama, dan mengiringi para pejabat khususnya lembaga eksekutif yang berada di tengah medan, sehingga kita dapat menelusuri jalan yang belum ditempuh. Banyak tugas besar yang menanti kita dan harus kita laksanakan.

Saya juga menekankan satu titik khusus di antara berbagai tugas yang harus kita lakukan, dan titik itu adalah ilmu pengetahuan. Gerakan ilmiah di dalam negeri telah dimulai sejak beberapa tahun lalu. Para cendekiawan tidak boleh membiarkan gerakan ini menjadi lambat atau bahkan berhenti, tetaplah maju! Dalam hal ini hauzah dan universitas memikul tanggung jawab berat. Dosen dan mahasiswa semuanya bertanggung jawab. Jalan keilmuan harus terus dititi. Jika sebuah bangsa tidak mampu mencapai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan terobosan ilmiah, maka bangsa itu akan sangat tertinggal.

Jika kalian melihat ada pihak-pihak tertentu dengan kesadaran, tak segan-segan berbuat kezaliman secara terang-terangan di dunia, itu karena mereka merasa memiliki ilmu pengetahuannya. Ilmu pengetahuanlah yang mendatangkan kekayaan, kekuatan politik, serta pengaruh di dunia. Kunci keberhasilan adalah ilmu pengetahuan. Jangan sampai gerakan ini terhenti.

Ada satu poin lagi yang ingin saya katakan. Kita mengumumkan tahun ini sebagai tahun ‘Perbaikan Pola Konsumsi', semua pihak menyambutnya, para pejabat negara dan masyarakat -laporan masing-masingnya sampai ke tangan saya- para ahli, tokoh, dan orang-orang yang pakar di bidang sosiali dan ekonomi juga menyambut baik. Mereka mengatakan, "Benar-benar slogan yang tepat dan bagus", lantas bagaimana? Dalam tiga atau empat bulan, sayang sekali negara kita masih mengacu pada slogan-slogan semu semata dan menyia-nyiakan waktu dalam hal ini. Saat ini kita berada di akhir paruh pertama tahun ini. Tentunya, perbaikan pola konsumsi bukan khusus untuk satu tahun saja, melainkan berlaku selama bertahun-tahun. Pada hari raya Nouruz saya telah menjelaskan bahwa mungkin kita membutuhkan waktu selama sepuluh tahun untuk melaksanakannya, tepai gerakan ini harus dimulai. Para pejabat negara harus berupaya, beraktivitas, dan bekerjasama dalam hal ini. Kampus-kampus, para pakar, dan hauzah ilmiah, masing-masing memiliki peran. Insya Allah partisipasi tersebut dilaksanakan dan dengan pertolongan Allah. Pemerintah yang terhormat harus menjadi yang terdepan dalam gerakan ini, sehingga kita program ini terlaksana dengan baik dengan bantuan masyarakat.

بسم‏اللَّه‏الرّحمن‏الرّحيم‏
انّا اعطيناك الكوثر. فصلّ لربّك و انحر. انّ شانئك هو الابتر.

Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

SELAMAT IDUL FITRI 1435 H


AHLUL BAIT NABI SAW
SELAMAT IDUL FITRI 1435 H
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Terkait Berita: