Pesan Rahbar

Home » » AR Baswedan, Merajut Nasionalisme Keturunan Arab di Indonesia

AR Baswedan, Merajut Nasionalisme Keturunan Arab di Indonesia

Written By Unknown on Monday, 28 March 2016 | 23:29:00

Foto: Abdul Rahman (AR) Baswedan. (ttp://indonesianhistory.tumblr.com)

“Di mana saya lahir, di situlah tanah airku,” AR Baswedan.

Kendati bukan sosok pahlawan nasional, nama Abdul Rahman (AR) Baswedan cukup tersohor dan dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia. AR Baswedan dikenal sebagai pemersatu keturunan arab di Indonesia untuk menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia. Melalui persatuan yang ia bangun, ia berupaya merubah pola pikir kebangsaan keturunan arab agar menjadikan Indonesia sebagai tanah air bersama, bukan lagi Hadramaut, Yaman.

(AR) Baswedan merupakan keturunan bangsa Arab yang lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 September 1908. Ia seorang nasionalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, juga seorang diplomat. Pada masa pendudukan Jepang, AR Baswedan memutuskan bergerak di bawah tanah. Ia menggabungkan diri dengan kelompok pemuda di sekitar Sutan Sjahrir. Pekerjaan mereka memantau radio siaran luar negeri, tugas yang beresiko tinggi karena semua radio disegel tentara Jepang. Suatu ketika, dia kepergok Kempetai (polisi rahasia Jepang) sedang menyimak radio luar negeri. Mereka menggelandangnya ke markas. Ia pun divonis mati, bahkan eksekusi akan dilakukan esok siangnya. Pagi harinya, ia dijemur di pekarangan bersama sejumlah tawanan lain.

Di saat genting seperti itu datang Mr Singgih dari Jakarta. Dia anggota Pusat Tenaga Rakyat yang dipimpin Soekarno. Melihat Baswedan, Mr Singgih segera menghampiri dan meminta polisi Jepang membebaskannya.

Setelah dibebaskan, ia banyak berperan dalam gerakan kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan, menghimpun persatuan seluruh peranakan Arab untuk mendukung kemerdekaan dan mendirikan, Partai Arab Indonesia. Selain itu ia juga menciptakan hymne partai bersama Umar Baraja, ini salah satu bait nasionalnya:

Indonesia! Semboyan Persatuanku

Indonesia! Tanah Tumpah Darahku

Persatuan! Arab Indonesia

Makin lama makin bercahaya

Kita tetap setia


Tak hanya itu, berkat kegigihannya dalam perjuangan kemerdekaan ia ditunjuk oleh Soekarno menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai Radjiman Wedyodiningrat. Namun sayang, setelah Indonesia merdeka, Soekarno membubarkan partai pimpinanya. Anggota-anggotanya pun menyebar ke berbagai partai. Hamid Algadri, misalnya, masuk Partai Sosialis Indonesia. Abdulah Baraba memilih Partai Komunis Indonesia. Yuslam Badres bergabung ke Partai Nasional Indonesia. Abdurrahman Shihab, ayah Quraish Shihab dan Alwi Shihab menggabungkan diri ke Masyumi. AR Baswedan sendiri memilih jalan independen. Ia pun akhirnya diangkat oleh Sjahrir sebagai Wakil Menteri Muda Penerangan kedua pada 2 Oktober 1946 hingga 3 Juli 1947.

Pada 1947, AR Baswedan ikut rombongan Menteri Luar Negeri, Agus Salim berkunjung ke Kairo, Mesir. Mereka berdiplomasi agar dunia internasional mengakui kemerdekaan Indonesia. Perjuangan AR Baswedan dan para rombongan itu pun melobi para pemimpin negara-negara Arab. Perjuangan ini berhasil meraih pengakuan pertama atas eksistensi Republik Indonesia secara de facto dan de jure oleh Mesir. Lobi panjang melalui Liga Arab dan di Mesir itu menjadi tonggak pertama keberhasilan diplomasi yang diikuti oleh pengakuan negara-negara lain terhadap Indonesia, sebuah republik baru di Asia Tenggara.

AR Baswedan menikah dengan Sjaichun. Pada tahun 1948 Sjaichun meninggal dunia di Kota Surakarta karena serangan malaria. Tahun 1950, ia menikah kembeli dengan Barkah Ganis, seorang tokoh pergerakan perempuan, di rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Muhammad Natsir bertindak sebagai wali dan menikahkan mereka. Dia dikarunia 11 anak dan 45 cucu.

Sebagai pria yang sangat sederhana dan tidak pernah memikirkan harta material, sampai akhir hayatnya AR Baswedan tidak memiliki rumah. Ia dan keluarga menempati rumah pinjaman di dalam kompleks Taman Yuwono di Yogyakarta, sebuah kompleks perumahan yang dipinjamkan oleh Haji Bilal untuk para pejuang revolusi saat ibukota negara berada di di Yogyakarta. Mobil yang dimilikinya adalah hadiah ulang tahun ke 72 dari sahabatnya Adam Malik, saat menjabat Wakil Presiden.

Kakek dari Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Anies Baswedan ini meninggal dunia pada, 16 Maret 1986 pada umur 77 tahun di rumah Sakit Cempaka Putih, Jakarta.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: