Ben Anderson (Foto: citelighter.com)
Ben Anderson adalah generasi pertama ilmuan tentang Indonesia (Indonesianist) yang menyempal secara paradigmatik dari kerangka para pendahulunya, khususnya angkatan George Mc Turnan Kahin yang menulis tentang “Nasionalism and Revolution in Indonesia” pada tahun 1950-an. Bahkan secara keseluruhan, studi Ben Anderson tentang “The Pemoeda Revolution” dapat dipandang sebagai “pemberontakan” terhadap perpsektif mainstream dalam studi tentang revolusi Indonesia saat itu, yang banyak dipengaruhi oleh paradigma pemikiran Kahin.
Kahin memberikan deskripsi dan interpretasi terhadap sejarah Indonesia dengan simpatinya yang jelas pada tokoh seperti Sutan Syahrir dan tokoh-tokoh lainnya yang berpendidikan Barat maka Ben Anderson justru memberikan interpretasi-radikal dan bersimpati kepada tokoh-tokoh populis seperti Tan Malaka dan golongan Pemuda. Dengan kata lain, jika Kahin lebih menaruh bersimpati kepada mereka yang berpendidikan Barat sebagai “agen modernisasi”, maka Ben Anderson lebih menekankan pemahaman terhadap “para Pemoeda” dan lingkungan sosio-budayanya, yang lebih mengakar pada tradisi pribumi. Menurut Ben Anderson, penelitian lapangannya membuktikan bahwa peranan sentral dalam pecahnya revolusi tidak dimainkan oleh suatu golongan intelegensia yang teraliansi, ataupun oleh kelas-kelas sosial yang tertindas, melainkan oleh golongan Pemuda. Sejarah revolusi Indonesia adalah sejarah pemuda.
Proyek penelitian sejarah itu dilakukan dalam suatu masa yang bukan saja penuh pergolakan politik di Indonesia, tetapi juga suatu masa yang hampir tak kalah bergejolaknya di masyarakat masyarakat Barat pada umumnya. Jika awal tahun 1960-an di Indonesia ditandai oleh politik mobilisasi massa, kebijakan ekonomi inflasi tinggi, memuncaknya akktivitas-aktivitas politik yang populis; maka masyarakat Barat pada waktu yang sama juga sedang dilanda oleh suatu krisis kebudayaan, ditandai oleh mengikatnya antipati golongan muda terhadap tatanan sosial-politik yang mapan, munculnya kesadaran akan de-humanisasi yang disebabkan oleh perkembangan industri yang semakin maju, serta awal dari keterlibatan Amerika Serikat yang semakin intensif di Vietnam. Dengan kata lain, pemikirannya tidak steril dalam spektrum ruang dan waktu yang melingkupinya. Sementara di Tanah Air, titik balik historiografi tentang Indonesia yang selama ini bersifat Netherlandsentris, kemudian selanjutnya digantikan dengan pendekatan Indonesiasentris. Babak baru dimulainya historiografi Indonesia moderen oleh orang Indonesia dan di negerinya sendiri, ditandai secara simbolik dengan berlangsungnya Seminar Sejarah Nasional Indonesia pertama di Yogyakarta tahun 1957. Dengan latar seperti itulah tesis Benedict Anderson tentang lakon dominan Pemoeda Indonesia dilahirkan.
Dalam uraiannya tentang peranan pemuda dalam revolusi Indonesia, Ben Anderson terlebih dahulu memaparkan “habitat sosial-budaya” yang turut menyumbang terciptanya “semangat Pemuda” dan menjadi kekuatan pendorong bagi proses perubahan sosial yang cepat. Jaman pendudukan Jepang, dipandang oleh Ben Anderson sebagai masa krisis dan kegelisahan sosial, ekonomi dan budaya yang hebat. Sementara itu, mobilisasi massa dan latihan militer secara besar-besaran yang diadakan Jepang, semakin menumbuhkan semangat dan militansi di kalangan Pemuda Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, para Pemuda dan kekuatan-kekuatan radikal lainnya, menyerukan suatu “pola perjuangan konfrontasi tanpa kompromi” terhadap kekuatan imperialis-Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali .
Dari gambaran yang diberikan Ben Anderson dalam “The Pemoeda Revolution” itu, kita dapat melihat adanya perspektif baru yang ditawarkannya dalam menelaah sejarah politik di Indonesia, khususnya berkenaan dengan kurun waktu revolusi kemerdekaan. Ben Anderson bukan saja telah menemukan fakta baru bahwa “Pemoeda”-lah sebagai aktor dan motor utama terhadap jalannya revolusi, tetapi juga sanggahan baru terhadap studi-studi pernah ada sebelumnya”. Masih relevankah deskripsi dan interpretasi yang dirumuskannya itu dalam konteks kebutuhan jaman dan perspektif kekinian ?, Pemuda Indonesia hari ini-lah yang memiliki jawaban praksisnya. Selamat Jalan Pak Ben!
(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email