Pesan Rahbar

Home » » Waktu dan Cahaya, Sains dan Spiritualitas

Waktu dan Cahaya, Sains dan Spiritualitas

Written By Unknown on Saturday, 16 April 2016 | 20:13:00


Oleh: Kevin Williams

Penemuan ilmiah terhadap sifat cahaya merupakan landasan utama dalam fisika modern dan hukum alam. Ini juga merupakan landasan dari studi pengalaman mendekati kematian dan juga penelitian kesadaran modern. Selama berabad-abad, ilmu pengetahuan telah menemukan satu hal yang sangat-sangat tidak biasa, hampir “seperti Tuhan,” yaitu sifat cahaya. Baru-baru ini juga telah ditemukan apa yang disebut “partikel Tuhan”- partikel yang sulit dipahami yang memberikan massa untuk setiap partikel lainnya – yang merupakan salah satu penemuan terbesar dalam ilmu pengetahuan saat ini.

Cahaya meresap pada saat Big Bang. Cahaya adalah sesuatu yang tercepat di alam semesta ini dan berkecepatan 300 ribu kilo-meter per-detik. Dibutuhkan jumlah tak terbatas energi untuk memindahkan objek ke dalam kecepatan cahaya. Pada kecepatan cahaya, masa lalu, masa kini, dan masa depan semua bisa ada secara bersamaan. Jika seseorang bisa melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya, mereka akan menjadi abadi. Ada juga teori kuantum superposisi di mana materi bisa eksis di lebih dari satu dimensi pada waktu yang bersamaan – hal ini membuat fenomena anomali seperti NDE dan OBEs menjadi sangat mungkin.

Para fisikawan, berdasarkan kerja eksperimental, telah menunjukkan bahwa jika dua partikel yang berpasangan dipisahkan, dan tidak peduli dengan seberapa jauh mereka (bahkan bermilyar mil terpisah), perubahan dalam satu partikel langsung menciptakan perubahan simultan pada partikel lain seolah-olah mereka terhubung. Fenomena ini disebut “belitan kuantum” yang disebut Einstein sebagai ”sebuah kejutan menakutkan dari kejauhan” dan menjadi sebuah realitas dasar yang para fisikawan belum mampu menjelaskan meskipun ada banyak teori yang mereka telah ciptakan.

Cahaya juga memiliki “kepribadian ganda” baik sebagai partikel maupun gelombang. Kita bisa melihat dan merasakan segala sesuatu hanyalah karena kita mampu mengkonversi gelombang cahaya ini menjadi partikel cahaya, dengan demikian kesadaran manusia menjadi faktor utama ketika merujuk pada realitas yang kita lihat.

Carl Gustav Jung (1875-1961) yang adalah psikolog asal Swiss dan seseorang yang pernah mengalami NDE yang mendirikan psikologi analitis, yang juga terkenal karena konsep-konsep psikologisnya termasuk arketipe, ketidaksadaran kolektif, analisis mimpi, dan sinkronisitas. Minatnya dalam filsafat dan metafisika yang menyebabkan banyak orang menganggapnya sebagai seorang mistikus. Merujuk pada diskusi antara Albert Einstein dan Wolfgang Pauli (dua pendiri fisika kuantum) Jung percaya ada kesejajaran antara sinkronisitas dengan relativitas waktu dan hubungannya dengan kesadaran.

Para ilmuwan menemukan bagaimana realitas obyektif sesungguhnya tidak lebih merupakan ilusi daripada kenyataan. Pada tingkat yang lebih dalam, segalanya – atom, sel, molekul, tanaman, hewan, dan orang-orang menyatu dalam aliran informasi yang saling terhubung. Pada tingkat kuantum, pengamat menjadi bagian dari yang diamati dan perbedaan antara pengamat dan objek menjadi menghilang. Ruang dan waktu adalah konsep yang kita bawa ke tingkat kuantum tetapi pada tingkat ini ruang waktu tampaknya tidak ada di sana.

Waktu mengalir baik maju dan mundur secara simetris dan relatif – sebuah konsep yang membuat perjalanan waktu menjadi mungkin. Dan karena semua hal, termasuk otak dan tubuh kita, yang sebagian besar terdiri dari ruang kosong karena struktur atom yang disatukan oleh energi atom, kasus-kasus dalam tingkat metafisik dapat dijelaskan karena kita sebagian besar terdiri dari non-fisik/”roh”.

Pada tingkat kuantum, lokasi menjadi non-lokal dan semuanya dapat dianggap sebagai tidak berada di tempat tertentu atau pun di waktu tertentu. Apa yang kita “lihat” di luar sana lebih berkaitan dengan kesadaran kita sendiri dan pengalaman subyektif dari apa yang mungkin ada “di luar sana”. Mengingat temuan ini, kita harus menyimpulkan bahwa pengertian kita saat ini terhadap realitas obyektif adalah sebuah kesalahan. Para fisikawan yang menemukan hukum-hukum fisika sesungguhnya adalah hukum-hukum pikiran kita sendiri.

Salah satu teori yang paling menarik adalah prinsip holografik yang mendefinisikan alam semesta sebagai sebuah hologram raksasa di mana semuanya terhubung dengan segala sesuatu yang lain termasuk pikiran kita. Berbicara secara metafisik, otak memproses informasi kosmik dalam bentuk hologram – “melalui kesadaran.”

Prinsip holografis berasal dari salah satu fisikawan teoritis yang paling penting di abad ke-20, yaitu David Bohm. Ahli neuro-fisiologi Karl Pribram ternyata juga secara bersamaan membuat model holografik dari pikiran dan otak pada saat yang sama dengan David Bohm mengembangkan model alam semesta holografik nya. Anehnya, model holografik ini ternyata dapat menjadi dasar bagi semua pengalaman mistis termasuk NDE. Model-model hologram merupakan bagian dari paradigma yang baru muncul yang disebut ”holisme“ yang merupakan kebalikan dari reduksionisme. Ini adalah paradigma di mana semua sistem alami – fisika, biologi, kimia, sosial, ekonomi, dan lain-lain – dan sifat mereka, harus dilihat secara keseluruhan dan bukan penjumlahan dari bagian-bagiannya.

Itu adalah sebuah teori yang sesuai dengan kesadaran kuantum yang dikembangkan oleh karya bersama fisikawan teoritis, Sir Roger Penrose, dan anestesi Stuart Hameroff. Seperti karya David Bohm dan Kral Pribram sebelum mereka, Penrose dan Hameroff mengembangkan teori mereka secara bersamaan. Penrose mendekati masalah kesadaran dari sudut pandang matematika, sedangkan Hameroff mendekatinya berdasarkan keahliannya dalam anestesi yang memberinya minat dalam meneliti struktur otak. Kesadaran kuantum adalah teori kesadaran yang mendasari keterhubungan semua orang dan segala sesuatu dan didasarkan pada fakta bahwa medan kuantum dapat menjangkau segala sesuatu bahkan yang jauh di ruang angkasa.

Carl Gustav Jung menyebut hubungan antara semua kehidupan sebagai ”ketidaksadaran kolektif” juga dikenal sebagai ”bawah sadar kolektif”. Jung berteori bagaimana sinkronisitas melayani peran yang mirip dengan mimpi, dengan tujuan pergeseran pemikiran egosentris sadar seseorang untuk keutuhan yang lebih besar. Jung terpaku oleh gagasan bahwa kehidupan bukan serangkaian peristiwa acak melainkan ekspresi dari suatu tatanan yang lebih dalam, yang ia dan Wolfgang Pauli menyebutnya sebagai “satu dunia“- istilah yang mengacu pada konsep realitas terpadu yang mendasari semesta dari mana segala sesuatu muncul dan kembali.

Jung percaya prinsip “satu dunia” yang dapat mengekspresikan dirinya melalui sinkronisitas dan merupakan dasar untuk mistisisme kuantum. Teori kuantum seperti interpretasi banyak semesta dari kuantum mekanik dan teori yang berhubungan, yakni many minds theory mendukung paradigma baru ini. Teori-teori kuantum juga mendukung teori keabadian kuantum yang secara teoritis membuat keabadian “jiwa” non-fisik menjadi mungkin. Jika salah satu pandangan kesadaran sebagai bagian fundamental, non-fisik, alam semesta, maka ada kemungkinan bagi kesadaran untuk terus eksis setelah kematian dalam alam semesta parallel. Paradigma holografik dan kuantum ini menjadikian fenomena anomali seperti NDE menjadi realitas yang memungkinkan.

(Syiatulislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: