Seorang yang bijaksana pasti memiliki alasan dan tujuan di balik setiap pekerjaannya. Begitu pula Allah swt, Ia memiliki alasan di balik semua kebijakan-Nya dalam penciptaan.
Alasan Tuhan menciptakan kenikmatan duniawi untuk manusia, bukanlah “kenikmatan” itu sendiri; namun sesuatu yang “hakiki” di balik kenikmatan-kenikmatan itu. Namun sayang kebanyakan dari kita hanya terpaku pada kenikmatan, bukan yang ada di baliknya dan tujuannya.
Jika kita telusuri, ternyata kenikmatan-kenikmatan duniawi semua bersifat sensasi dan indrawi. Karena semua kenikmatan yang selama ini kita rasakan hanyalah reaksi kimiawi hormon dan respon otak kita terhadap stimulus saja.
Di dalam tubuh kita terdapat beberapa hormon yang dikenal dengan “hormon kegembiraan” atau “happiness hormones”, yang di antaranya adalah Serotonin, Endorphin, Dopamine, Phenylethamine dan Grelin. Kerja hormon-hormon itu dapat dimanipulasi; kita dapat mengkonsumsi asupan tertentu, baik makanan maupun obat-obatan, untuk memicu rasukan hormon-hormon tersebut, sehingga kita bisa merasa bahagia dan nikmat.
Obat-obatan terlarang jelas merusak fungsi kerja hormon-hormon di atas sehingga terlewat aktif dalam mempengaruhi otak dan membuat penggunanya merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan bahkan baginya lebih hebat dari seks! Padahal, nyatanya, tak ada suatu yang riil; yang ada hanyalah aksi dan reaksi kimiawi hormonal dalam tubuhnya yang abnormal dikarenakan efek obat-obatan.
Anestesi lokal atau pembiusan, terutama pembiusan lokal, bekerja memblokir ion sodium yang dibutuhkan sel-sel syaraf untuk mengantarkan pesan syaraf-syaraf, misalnya, syaraf perasa (indera peraba), menuju otak. Dengan adanya pembiusan ini, sel-sel syaraf kita tidak mampu menyampaikan pesan indera peraba, hasilnya, misalnya jika kita melakukan pembiusan lokal pada jari-jari tangan kita, apa yang kita sentuh tak dapat kita rasakan (jari-jari kita terasa bebal dan mati rasa). Dengan demikian kita tak bisa membedakan apakah benda yang kita sentuh itu panas, dingin, basah, kering, kasar, halus, apakah menyakitkan, ataukah nikmat? dan seterusnya.
Lalu bagaimana jika seluruh kanal syaraf kita terputus dan tak dapat menyampaikan pesan-pesan indera perasa kepada otak? Maka kita tidak bisa merasakan kenikmatan apapun di dunia ini; tak hanya kenikmatan, kita tak dapat merasakan apa-apa sama sekali.
Alhasil, kenikmatan duniawi hanya ada dalam otak kita yang terhubung dengan realitas dan kenyataan di alam ini melalu sel-sel syaraf.
Betapa banyak rasa nikmat yang dapat kita rasakan dalam hidup ini. Kita sangat menikmati makanan lezat, minuman segar, seks, dan seterusnya. Namun perlu kita sadari bahwa kita tidak boleh menitik beratkan segalanya pada “kenikmatan” itu saja. Karena Tuhan tidak menciptakan kenikmatan untuk kenikmatan itu sendiri, namun menciptakannya agar kita terdorong mencapai apa yang ada di baliknya.
Tuhan menciptakan rasa nikmat saat kita makan agar kita terdorong untuk makan; karena tubuh kita memerlukan energi yang hanya dapat diperoleh dari makan dan minum. Ia menciptakan kenikmatan seks agar kita terdorong padanya supaya kita berkembang biak. Begitu pula seterusnya.
Semua itu diciptakan untuk keseimbangan dalam hidup kita, agar kita hidup di dunia ini dengan baik sehingga dapat menempuh jalan menuju-Nya dengan beribadah; bukan berhenti begitu saja di titik kenikmatan.
Jika kenikmatan adalah segalanya, untuk apa Tuhan bersusah payah menciptakan segala apa yang ada di alam ini? Cukup baginya menciptakan seonggok tubuh manusia dengan otak dan hormon-hormon kegembiraan yang terus menerus menciptakan sensasi nikmat baginya tanpa memerlukuan stimulus dan rangsangan nyata, sebagaimana saat kita bermimpi menikmati sesutu.
Pantas Imam Ali as mengibaratkan segala kenikmatan dunia yang dikejar-kejar oleh penyembah nafsu sebagai ingus anak kambing yang tak ada harganya. Karena bagi para pecinta dunia, kenikmatan adalah segalanya; tanpa tahu menahu mengapa sesuatu yang mereka rasakan itu nikmat, tanpa memahami mengapa kenikmatan itu diciptakan.
Jika kita renungkan, jika kita hanya meniti kehidupan ini dengan menghabiskan waktu untuk beribadah demi meraih surga di akhirat karena kenikmatan-kenikmatannya yang mengiming-imingi kita, sayang, kita masih belum terlalu dewasa. Padahal di balik surga dan kenikmatannya ada yang lebih hakiki lagi, yaitu keridhaan-Nya.
(Hauzah-Maya/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email