Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengaku akan mengeluarkan maklumat untuk melarang aksi unjuk rasa yang akan dilakukan di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin yang berpusat di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Rencana aksi unjuk rasa tersebut masih terkait dengan kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pasalnya, para peserta aksi tersebut akan menutup jalan utama Ibu Kota, tempat ribuan kendaraan melintas di sana setiap harinya.
"Kapolri akan mengeluarkan maklumat untuk itu, termasuk polda-polda," ujar Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Tito mengaku tidak melarang unjuk rasa, tetapi hanya menetapkan larangan bagi pengunjuk rasa untuk menggunakan lokasi yang dianggap mengganggu aktivitas warga.
Tito menegaskan, jika aksi tetap dilakukan di sekitar Bundaran HI, maka polisi akan membubarkannya. Kalau tidak mau maka akan ditindak.
"Kalau melawan petugas, akan kami tindak. Ada ancaman Pasal 108 KUHP, ancamannya berat kalau sampai ada petugas yang terluka" kata Tito.
Menurut Pasal 108 ayat 1, barang siapa bersalah karena pemberontakan diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Sementara itu, untuk pimpinan pemberontakan itu akan dikenakan pidana penjara paling lama 20 tahun. Bahkan, maklumat juga akan dikeluarkan polda di luar Polda Metro Jaya terkait pengerahan massa ke aksi Bundaran HI.
"Kapolda-kapolda yang kantong massanya dikerahkan akan keluarkan maklumat itu. Maklumat untuk melarang bergabung dengan kegiatan yang melanggar undang-undang, dan akan dilakukan tindakan seandainya tetap memaksa," kata Tito.
"Kami mencium ada kelompok - kelompok yang akan menunggangi aksi tersebut dan akan menduduki gedung DPR. Ini jelas melawan hukum. Bisa dijerat pasal 212 KUHP," tegas Tito Karnavian.
Berikut isi pasal 212:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Aksi 2 Desember itu akan diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).
Panglima Lapangan GNPF MUI, yang juga Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman, memastikan aksi berjalan damai karena hanya menggelar shalat Jumat di kawasan tersebut.
Sebelum shalat Jumat, mereka akan melakukan doa bersama sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin.
Namun, menurut Tito, masih banyak tempat lain yang bisa dijadikan tempat shalat selain jalan protokol Jakarta.
"Kalau mau shalat Jumat bisa di Istiqlal, Lapangan Banteng, Monas, ya monggo. Namun, kalau di jalan protokol, memacetkan Jakarta, tidak bisa. Itu jelas undang-undangnya," kata Tito.
(Kompas/Berita-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email