Pesan Rahbar

Home » » Urgensi Nahjul Balaghah

Urgensi Nahjul Balaghah

Written By Unknown on Tuesday, 23 February 2016 | 18:58:00


Salah satu tokoh penting syiah pada abad empat hijriah adalah sayid Radhi. Dia sangat dikenal dengan karya spektakulernya bernama Nahjul balaghah yang dia tulis pada tahun 400 H; enam tahun sebelum meninggal dunia. Dia menyebutkan dalam pengantar Nahjul Balaghah sebagai berikut, “Adapun ucapan Imam Ali as adalah lautan tak terbatas yang tidak satu orangpun mampu menandinginya, ucapan beliau adalah khazanah keutamaan yang tak bertara. Karena itu, perkenankan saya membawakan puisi Farazdaq sebagai bentuk kebanggaan saya terhadap beliau as: (Mereka adalah kakek datukku wahai Jarir ** Kalau memang kamu memiliki hal yang sama dalam khazanah-khazanah, maka datangkanlah).

(Ketika saya mulai menulis) saya melihat untaian kata beliau berkisar pada tiga kutub sebagai berikut: pertama, ceramah dan perintah. Kedua, surat besar dan kecil (panjang atau pendek). Dan ketiga, kata-kata mutiara dan nasehat. Maka berkat taufiq Allah swt saya bertekad memulai tulisan ini dengan menyusun ceramah-ceramah indah, dilanjutkan dengan surat-surat cantik dan diakhiri dengan hikmah (kata mutiara) dan nasehat yang memukau.[1]

Nahjul Balaghah menempati kedudukan sangat tinggi, baik di kalangan ulama Syi’ah maupun ulama Ahlusunah. Kitab ini telah membuat semua orang terheran-heran. Sebagai contoh, Ibn Abil Hadid menuliskan dalam pengantarnya terhadap Syarh Nahjul Balaghah sebagai berikut, "Imam Ali adalah penghulu para orator. Sungguh kalimat beliau sederajat di bawah firman Allah dan setingkat di atas pembicaraan makhluk-Nya. Untuk menilai ucapan beliau, cukup hanya dengan menyebutkan bahwa orator-orator belajar dari metode berpidato beliau dan para penulis belajar dari metode penulisan beliau.”[2]

Syaikh Muhammad Abduh (Mufti Mesir pada masanya) menuliskan dalam syarahnya terhadap Nahjul Balaghah sebagai berikut, "Sudah menjadi takdir yang baik bagiku untuk mengenal kitab Nahjul Balaghah secara kebetulan. Langsung aku mengalami perubahan kondisi diri, mendapatkan hati yang berbunga-bunga, kesibukan yang berganda, dan waktu senggang libur dari pekerjaan, dan aku menjadikannya sebagai momentum untuk menyendiri. Maka kucoba membuka lembar-lembarnya dengan merenungkan potongan-potongan ibaratnya dalam kondisi yang beraneka ragam dan tema yang berbeda-beda. Senantiasa terbayang padaku serunya peperangan dan puncak serangan. Namun retorika tetap berperan dan kefasihan terus bersinambung ... Bahkan setiap kali aku berpindah dari satu tema ke tema lain, aku merasakan berubahnya pemandangan dan bergantinya suasana. Terkadang kudapatkan diriku berada di tengah alam spiritual yang dipenuhi dengan roh-roh tinggi di puncak ibarat yang sepoi bertawaf seputar jiwa-jiwa suci ... Terkadang pula aku menyaksikan akal yang bercahaya dan tidak menyerupai makhluk jismani, berpisah dari caravan Ilahi dan bergabung dengan jiwa insani ... Terkadang juga seakan aku mendengar orator hikmat sedang memanggil dengan kalimat-kalimat yang puncak dan perintah pemimpin ummat, memberitahukan di mana letak kebenaran, memperjelas kepada mereka tempat-tempat keraguan, memperingatkan mereka bahaya kelabilan, menunjukkan mereka pada titik-titik penting politik dan mengarahkan mereka pada jalan-jalan ketelitian ... Sebetulnya, bukan kapasitasku untuk mendiskripsi kitab ini lebih dari apa yang disuratkan nama dari kitab itu sendiri (yaitu Nahjul Balaghah), dan bukan pula dalam kapasitasku untuk menerangkan keistimewaannya melebihi keterangan orang-orang yang layak.”[3]

Terlintas pertanyaan bahwa apa yang membuat Nahjul Balaghah jadi penuh daya tarik dan menjadi perhatian semua orang? Mayoritas, menitik beratkan pada keindahan retorika kitab tersebut sebagaimana penjelasan Ibn abil hadid dan syaikh Abduh tadi. Akan tetapi syahid Mutahhari menyebutkan dua sebab secara eksplisit. Dia berkata, "Sejak dulu, kalimat Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib as dikenal dengan dua keistimewaan sebagai berikut: pertama, kefasihan dan retorika dan kedua, karakternya yang multi dimensi. Masing-masing dari dua keistimewaan ini cukup untuk memberi nilai tinggi pada kalimat-kalimat Ali as. Akan tetapi, gandengan tangan dua keistimewaan ini mengangkatnya sampai batas mukjizat (tak terjangkau oleh kemampuan manusia biasa) yang luar biasa. Artinya, ungkapan yang keluar di perjalanan, medan perang dan bahkan pada kondisi-kondisi yang saling bertentangan, di saat yang sama memiliki tingkat kefasihan dan retorika yang sama. Oleh karena itu, kalimat Ali as berada pada posisi tengah antara ucapan makhluq dan firman Khaliq; sebagaimana dikatakan, “Fawqo kalamil makhluq wa duna kalamil Kholiq.”[4]

Akan tetapi, lebih tepat apabila dikatakan berbagai sebab bergabung jadi satu kesatuan membuat Nahjul Balaghah menjadi kekal, penuh daya tarik dan sejuk di hati.

1. Keperibadian Amirul Mukminin as yang begitu besar dan tinggi merupakan sebab utama hal di atas. Beliau adalah sosok sempurna dan lengkap dalam karakter dan sifat yang juga telah mengejawantah dalam kalimat-kalimatnya, kesempurnaan dan kelengkapan itu memainkan peran penting dalam hal tersebut.

2. Kefasihan dan retorika dari pada kalimat-kalimat Amirul Mukminin Ali as, yang mana diakui oleh kalangan sastrawan dan orator, tentunya seperti yang tercatat juga di atas. Hal itu berada di bawah Al-Qur'an sebagai firman Tuhan.

Abdul Hamid bin Yahya 'Amiri (wafat 132 H.) berkata: "Tujuh puluh pidato dari ceramah-ceramah Ali as telah kuhapal, dan pidato-pidato itu senantiasa silih berganti bergejolak di benakku."[5]

3. Keberagaman konsep dan kelengkapan kata-katanya, sehingga tidak terasa kita sedang berhadapan dengan kategori apa; politik, etika, akidah atau sejarah? Melainkan Amirul Mukminin menggabungkan semua bidang tersebut dalam kalimat-kalimatnya, dan terdapat mutiara-mutiara berharga bagi pembaca dari kedalaman setiap ucapan beliau dalam segala bidang.

4. Nahjul balaghah mengisahkan satu periode singkat pemerintahan manusia suci Ilahi yang dihadapkan pada berbagai krisis internal dan bermacam-macam kelompok sosial, mulai dari Qosithin (golongan orang-orang lalim), Mariqin (golongan orang-orang yang menyimpang) dan Nakitsin (golongan orang-orang yang ingkar janji), dan beliau telah menjalankan risalahnya dengan benar dan berakhir secara terhormat dan tersanjung.

5. Nahjul Balaghah membicarakan sejarah perkembangan politik masyarakat pasca jahiliah dan lebih khusus lagi setelah wafatnya Rasulullah saw.

6. Kitab ini mengajarkan semangat dan kejiwaan yang berbeda-beda dari masyarakat. Artinya, buku ini adalah satu bentuk psikologi sosial.

7. Di bidang apapun kitab ini berkomentar senantiasa tampil istimewa dan menyumbangkan puncak dari bidang tersebut, contohnya:

Pidato Humam dan Qosih'ah; perihal gambaran atau garis kehidupan manusia-manusia yang Ilahi dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Surat perjanjian pada Malik asytar; perihal pemerintahan dan kenegaraan.

Surat kepada Imam Hasan as; perihal wasiat-wasiat hidup dan perilaku sosial dan individual.

Pidato pertama; perihal pengenalan Tuhan dan ciptaannya yang menakjubkan.

Pidato Syiqsyiqiyah; perihal fenomena-fenomena pahit pasca Rasulullah saw dan kepedihan yang menimpa keluarga beliau.

Pidato 176; perihal pengenalan kitab suci Al-Qur'an.

Referensi:
[1] Pengantar Sayid Radhi terhadap Nahjul Balaghah.
[2] Pengantar Syarh Nahjul Balaghah, jilid 1, hal 8.
[3] Pengantar Syaikh Abduh terhadap Nahjul Balaghah, hal 3 dan 4.
[4] Sairi dar Nahjul Balaghah (Perjalanan dalam Nahjul Balaghah), hal 7.
[5] Syarh bin Abil Hadid, jilid1 hal 8.

(Balaghah/Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: