Komentar pedas itu datang bagai petir di siang bolong ketika Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad, baru beberapa hari terpilih, menyerukan agar negara Israel dihapus dari peta dunia. Selang beberapa hari, dia kembali menyatakan Israel sebagai tumor dan harus dipindahkan dari kawasan Timur Tengah. Boleh jadi mantan wali kota Iran ini baru saja bermimpi pada malam harinya. Mungkin dalam tidurnya, dia membayangkan Israel, menyatakan kemerdekaan pada 1948 itu, bubar. Entah dengan sebab apa.
Mimpi seperti ini sangatlah wajar dan biasa dialami banyak orang. Ketika sebuah masalah sangat mengganggu pikiran seseorang dan hingga merasuk ke alam bawah sadar, hal itu bisa muncul dalam mimpi. Apalagi Ahmadinejad sudah bertahun-tahun anti Israel. Tentu saja pengagum pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Khomeini ini selalu memikirkan bagaimana melenyapkan negara Yahudi itu.
Tapi entah kenapa Iran tidak pernah memiliki keberanian berkonfrontasi langsung dengan Israel. Selama ini yang terjadi hanya perang urat syaraf. Bersama Suriah, Teheran lebih memilih menyokong perjuangan Hamas di Palestina dan Hizbullah di Libanon untuk menghancurkan musuhnya itu. Kedua negara ini memberi bantuan pelatihan militer dan persenjataan.
Dukungan inilah kini digunakan pejuang Hizbullah sejak Israel melakukan agresi pada 12 Juli lalu. Kelompok Syiah dipimpin Hasan Nasrallah ini memiliki kurang lebih 1.200 tentara dan enam ribu personel cadangan untuk menghadapi 576.300 pasukan Israel.
Mereka dipersenjatai kurang lebih sepuluh ribu roket jarak dekat Katyusha-122, 500 roket jarak menengah Fajar-3, Fajar-5, dan Khaibar-1, seribu roket jarak jauh Raad 1,2,3, 120 rudal darat ke darat Zelzal-2, rudal antikapal perang berpanduan radar C-802, dan pesawat pengintai tak berawak Muhajir-4. Sedangkan Israel sebagai kekuatan militer terbesar di Timur Tengah memiliki 15 kapal perang, tiga kapal selam, 402 pesawat tempur, 95 helikopter, 1.300 pertahanan udara, dan 1.542 kekuatan artileri.
Tentu saja mengenyahkan negara Israel tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi negara-negara Arab dan Islam tidak bisa bersatu lantaran kepentingan nasional masing-masing berada di bawah pengaruh Amerika Serikat, sekutu abadi Israel.
Semua pihak harus mengakui, adalah sebuah angan-angan membayangkan Israel hilang dari muka bumi. Mereka dikenal sangat ulet sekaligus licik. Melalui gerakan Zionisme bertujuan mendirikan negara Israel Raya, bangsa Yahudi mampu mendirikan sebuah negara, bahkan diakui sejumlah negara Arab, termasuk Mesir dan Yordania. Lewat Deklarasi Balfour pada 1917, kibutz-kibutz – komunitas pertanian warga Yahudi – dapat berkembang pesat dan sedikit demi sedikit mencaplok tanah bangsa Palestina.
Untuk itu Israel tidak segan membunuh warga sipil tak berdosa. Mereka tidak takut berperang lantaran meyakini tanah diduduki sekarang adalah tanah dijanjikan Tuhan sesuai dalam kitab Perjanjian Lama.
Bagi sebagian besar orang Islam, konflik dengan Israel bersifat abadi. Mereka percaya jika Israel berhasil dikalahkan kiamat akan segera datang. Mungkin saja keyakinan ini berlandaskan pada salah satu ayat Al-Quran dalam surat Al-Baqarah yang artinya: “Dan tidak akan pernah rida kaum Yahudi dan Nasrani sampai kalian mengikuti ajaran mereka.”
Faktanya, Israel sangat menguasai panggung politik internasional dan telah berhasil menguasai orang Islam. Mereka menciptakan sebuah sistem memperdayai negara-negara muslim melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selama ini organisasi internasional terbesar di dunia itu tidak pernah mampu menghentikan Israel melanjutkan kejahatan perangnya terhadap bangsa Palestina.
Persoalannya terletak pada anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Amerika sebagai salah satu anggotanya selalu menggunakan hak veto terhadap setiap rancangan resolusi merugikan Israel. Jangankan soal mengambil tindakan tegas, Washington pasti menolak setiap resolusi mengutuk atau mengecam serangan militer Israel terhadap bangsa Palestina. Negara adidaya ini akan berjuang keras agar setiap resolusi selalu menguntungkan Israel.
Selain itu, komposisi lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB sangat tidak adil bagi negara-negara muslim. Kenyataan ini sangat ironis. Islam sebagai salah satu agama terbesar di dunia tidak memiliki perwakilan di anggota tetap Dewan Keamanan.
Bersama Inggris, Prancis, dan Rusia, selain mewakili komunitas Nasrani, Amerika juga merepresentasikan kepentingan Yahudi. Sedang Cina mewakili agama Budha. Di samping itu, kelima negara nuklir ini juga memiliki hak veto, sebuah hak istimewa memungkinkan mereka menolak resolusi tidak sesuai kepentingan nasional negaranya.
Kelima negara itu dipastikan menentang rencana penghapusan hak veto. Karena itu reformasi dilontarkan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan hanya sebatas menambah anggota tetap tanpa menghapus hak veto itu. Bila ini disepakati maka Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia harus masuk dalam keanggotaan tetap sebagai wakil golongan Islam dan India sebagai perwakilan umat Hindu.
Kekuasaan Israel juga merambah bidang ekonomi. Mereka mengontrol lalu-lintas transaksi perdagangan dunia melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF). Dengan kampanye globalisasi dan perdagangan bebas, hampir semua negara muslim notabene negara berkembang dan bahkan negara miskin menjadi semakin tergantung terhadap negara-negara Barat pro-Israel.
Berbagai bantuan ekonomi lewat pinjaman luar negeri bukannya membantu malah kian mencekik. Rasa ketergantungan ini membuat mereka leluasa mempengaruhi kebijakan dalam dan luar negeri negara-negara muslim, termasuk Indonesia.
Jadi membayangkan hancurnya negara Israel sama saja dengan memimpikan terciptanya perdamaian dunia. Bagi Gedung Putih, Israel berperan menguji coba berbagai produk persenjataan mutakhir mereka dengan membantai warga Palestina. Ini adalah cara berpromosi sangat andal.
Kondisi ini akan terus memunculkan ketegangan di kawasan Timur Tengah. Alhasil, negara-negara Arab di kawasan ini tetap dicekam kekhawatiran perang sewaktu-waktu bisa meluas. Mau tidak mau, raja-raja kaya Arab akan berlindung kepada negara Abang Sam.
Sebaliknya, penguasaan Israel atas media-media besar dunia membuat mereka bisa mempengaruhi opini masyarakat internasional. Lewat isu Irak sedang mengembangkan program persenjataan nuklir, kaum Yahudi berhasil mendesak Amerika, selalu menganggap dirinya polisi dunia, menyerang negeri 1001 Malam itu sampai kekuasaan Presiden Saddam Husain tumbang pada April 2003.
Padahal tudingan itu tidak pernah terbukti. Malahan penjajahan dilakukan sekitar 150 ribu tentara Amerika bersama pasukan negara lain di Irak telah memecah belah persatuan di negeri itu. Yang ada sekarang konflik antara golongan Sunni dan Syiah.
Kasus robohnya menara kembar World Trade Center adalah bukti lain berhasilnya propaganda Israel. Bagi orang awam berpikiran sehat, itu sebuah hal tidak masuk akal dimana kaum teroris bisa dengan mudah menabrakkan pesawatnya tanpa diketahui radar Amerika.
Peristiwa ini memicu kemarahan besar Presiden George Walker Bush, langsung mengkampanyekan perang global terhadap terorisme. Kenyataannya, orang-orang Islam dan negara-negara muslim menjadi sasaran. Ketakutan terhadap Islam semakin menjadi-jadi di kalangan masyarakat Barat.
Israel sukses menjadikan Islam sebagai musuh nomor satu dunia setelah berakhirnya era komunis. Tentu saja kelompok-kelompok Islam radikal tidak akan pernah rela dan akan terus memberikan perlawanan. Konflik akan terus berlanjut seiring terus menguatnya pengaruh Israel.
Berandai-andai Israel hancur seperti salah satu judul tayangan di sebuah televisi swasta: ‘Mimpi Kali Ye…’
Dimuat di Koran Tempo, 29 Agustus 2006.
(Tempo/Al-Balad/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email