Pesan Rahbar

Home » » Akhir dari penjajahan adalah awal dari perdamaian. Tidak ada satu pun bangsa di muka bumi ini akan menerima hidup berdampingan dengan penindasan

Akhir dari penjajahan adalah awal dari perdamaian. Tidak ada satu pun bangsa di muka bumi ini akan menerima hidup berdampingan dengan penindasan

Written By Unknown on Monday 21 March 2016 | 17:21:00

Marwan Barghuti (Pemimpin Intifadah)

Meningkatnya kekerasan saat ini bukan dipicu oleh pembunuhan dua pemukim Israel, itu telah berlangsung lama dan berjalan bertahun-tahun. Saban hari orang Palestina dibunuh, dilukai, ditangkap. Tiap hari penjajahan berkembang luas, blokade atas bangsa kami di Gaza berlanjut, penindasan tetap berlaku. Karena banyak pihak mendesak kami buat mencegah gelombang kekerasan menyebar luas, saya akan menuntut seperti saya lakoni di 2002, untuk menyelesaikan akar semua masalah: penolakan atas kemerdekaan Palestina.

Sebagian pihak menduga penyebab perjanjian damai sulit dicapai karena tidak ada keinginan dari Presiden Yasir Arafat atau ketidakmampuan Presiden Mahmud Abbas, tapi mereka berdua sebenarnya sudah siap dan mampu meneken sebuah perjanjian damai. Persoalan sejatinya adalah Israel telah memilih penjajahan ketimbang perdamaian, dan menggunakan perundingan-perundingan sebagai tameng untuk memperluas proyek kolonial mereka.

Tiap pemerintah di seluruh dunia mengetahui fakta sederhana ini tapi masih begitu banyak di antara mereka menganggap kembali ke resep-resep lama telah gagal dapat mencapai kemerdekaan dan perdamaian. Kegilaan bakal melakoni hal serupa lagi dan lagi serta mengharapkan hasil berbeda.

Tidak akan ada negosiasi tanpa komitmen tegas Israel untuk sepenuhnya mundur dari wilayah Palestina telah mereka caplok pada 1967, termasuk Yerusalem Timur; sebuah akhir sepenuhnya terhadap seluruh kebijakan penjajah; sebuah pengakuan atas hak-hak bangsa Palestina tidak dapat dicabut, termasuk hak mereka buat menentukan nasib sendiri dan hak kembali untuk pengungsi; serta pembebasan semua tahanan Palestina. Kami tidak bisa hidup berdampingan dengan penjajahan dan kami tidak akan menyerah.

Kami diminta untuk bersabar dan diberikan kesempatan demi kesempatan untuk meraih kesepakatan damai. Mungkin ini berguna buat mengingatkan kepada dunia soal hak kami telah tercabut, dipaksa mengungsi dan pindah, dan penindasan kini sudah berlangung selama hampir 70 tahun. Kami hanyalah sebuah item sudah masuk dalam agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak organisasi ini dilahirkan.

Kami diberitahu dengan menempuh cara-cara damai dan lewat saluran diplomatik, kami bakal memperoleh dukungan masyarakat internasional untuk mengakhiri penjajahan Israel. Tapi sejak 1999, di akhir periode sementara, masyarakat internasional gagal lagi mengambil langkah-langkah bermakna, yakni membentuk sebuah kerangka kerja internasional untuk melaksanakan hukum internasional dan resolusi-resolusi PBB, atau menggunakan cara-cara untuk memastikan Israel bertanggung jawab, termasuk melancarkan boikot, divestasi, dan sanksi, bisa memainkan sebuah peran amat penting untuk membersihkan dunia dari rezim apartheid.

Jadi, karena ketiadaan tindakan masyarakat internasional untuk mengakhiri penjajahan Israel dan status kebal hukum mereka atau bahkan malah memberikan perlindungan, kami diminta untuk melakukan apa? Diam dan menunggu sampai keluarga Palestina selanjutnya dibakar, anak Palestina terus dibunuh atau ditangkap, atau hingga permukiman berikutnya selesai dibangun?

Seluruh dunia mengetahui Yerusalem adalah kobaran api, bisa menginspirasi perdamaian dan memantik perang. Kenapa dunia masih diam saja saat Israel menyerang orang-orang Palestina di kota itu dan menyerbu tempat-tempat suci bagi kaum muslim dan Nasrani, lebih terutama lagi serangan atas Haram asy-Syarif tidak berkurang? Tindakan dan kejahatan Israel bukan cuma menghancurkan gagasan solusi dua negara berdasarkan perbatasan sebelum 1967 dan melanggar hukum internasional, mereka mengancam untuk mengubah konflik politik bisa diselesaikan ke arah sebuah perang agama tanpa akhir akan merusak stabilitas di kawasan sudah bergolak.

Tidak ada satu pun bangsa di muka bumi ini akan menerima hidup berdampingan dengan penindasan. Sudah menjadi kodratnya, manusia merindukan kebebasan, berjuang untuk kemerdekaan, berkorban demi kebebasan, dan kemerdekaan bangsa Palestina sudah lama diimpikan. Semasa intifadah pertama, pemerintah Israel melaksanakan kebijakan “patahkan tulang mereka untuk mematahkan keinginan mereka”, tapi dari generasi ke generasi rakyat Palestina telah membuktikan kemauan mereka tidak bisa dipatahkan dan tidak perlu diuji.

Generasi baru Palestina tidak menunggu pembicaraan rekonsiliasi untuk membentuk sebuah persatuan nasional gagal dicapai partai-partai politik, tapi telah bangkit di atas keterbelahan politik dan keterpisahan wilayah. generasi baru Palestina tidak menunggu perintah untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban mereka, yakni melawan penjahan. Perjuangan itu dilakukan tanpa senjata dan dibalas oleh salah satu kekuatan militer terbesar di dunia.

Kami masih yakin kemerdekaan dan martabat akan menang dan kami akan meraih itu. Bendera kami kibarkan dengan kebanggaan di PBB suatu hari bakal berkibar di rumah-rumah di Kota Tua di Yerusalem sebagai pertanda kami sudah merdeka.

Saya telah berjuang untuk kemerdekaan Palestina sejak 40 tahun lalu dan pertama kali dipenjara di usia 15 tahun. Ini tidak menghalangi saya menuntut perdamaian sesuai hukum internasional dan resolusi-resolusi PBB. Tapi Israel, sang penjajah, secara metodis menghancurkan pandangan ini tahun demi tahun.

Saya telah menghabiskan 20 tahun umur saya dalam penjara Israel, termasuk 13 tahun terakhir dan tahun-tahun belakangan telah membikin saya kian yakin mengenai kebenaran tidak dapat berubah ini: akhir dari penjajahan merupakan awal dari perdamaian. Orang-orang belaknag merasa perlu untuk bertindak, bertindaklah sekarang, buat menyingkirkan mereka telah gagal sebelumnya.


(Faisal-Assegaff/Al-Balad/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: