Logo MATAN (Foto: Sindonews)
Negara-negara Islam di Timur Tengah terus dilanda kekacauan dan konflik berkepanjangan. Seakan tak tampak lagi wajah Islam yang santun dan berkeadaban. Hari-hari selalu dihiasi dengan perang, pembunuhan, dan tragedi. Ini menunjukkan model keberagamaan Islam dan sistem yang dibangun di sana tak mampu menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi.
Hal itu disampaikan KH Wahfiuddin saat memberi tausyiah pada pelantikan pengurus Mahasiswa Ahli al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyah (MATAN) Cabang Ciputat dan Komisariat UI, IPB, UNU Indonesia, UNJ, dan STIKIP Kusuma Negara, di Ciputat Pada Senin, 11 April 2016 malam lalu.
“Lain halnya dengan Indonesia. Negeri yang berpenghuni muslim terbesar di dunia ini, jauh lebih mampu mengamalkan ajaran Islam dengan baik, dengan memasukkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata KH Wahfi.
Kiai Wahfi menjelaskan, hal ini terjadi lantaran umat Islam Indonesia mampu menerapkan tiga pilar dalam taerakat, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Ia mengibaratkan tiga pilar tarekat itu ibarat tripod yang mampu menyanggah dan tegak dengan gagah. Bila salah satu pilarnya tak lurus, maka tripod tersebut akan roboh dan tak mampu menyanggah beban.
Menurut dia, agar tiga pilar tadi dapat berdiri dengan kokoh, ajaran tarekat tidak hanya dilakukan oleh generasi tua, tapi juga harus diamalkan oleh generasi muda, yaitu para mahasiswa.
“Untuk itu, organisasi MATAN hadir di tengah-tengah kampus untuk menanamkan amalan tarekat, agar generasi muda Indoesia tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter Iman, Islam, dan Ihsan,” jelas dia.
Ketiga pilar itu sebenarnya telah diterapkan ulama besar di Eropa dan Timur Tengah pada masa lalu. Namun munculnya ajaran Islam puritan mengubur kelembutan Islam dan persatuan muslim yang kokoh pada masa itu.
“Ketika saya melakukan ekspedisi napak tilas kejayaan Islam di Eropa dan Timur Tengah, saya datang ke makam-makan ulama besar dan pemikir di sana, ternyata mereka semua adalah orang sufi mengamal tarekat,” terang Kiai Wafi yang juga Mudir Jamiyah Ahli al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyah DKI Jakarta.
Menurutnya, kehadiran tarekat memiliki potensi besar untuk semakin memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Amalan-amalan tarekat terbukti mampu memadukan ajaran Islam dalam konteks berbangsa dan bernegara.
“Islam di Indonesia tidak hanya menggunakan pendekatan fikih-formalistik yang cederung hitam-putih, tapi juga memperkuat ajaran Islam yang santun, ramah, dan toleran terhadap perbedaan,” ujarnya.
Kebesaran Islam di Indonesia tak lepas dari guru-guru mursyid tarekat seperti Syeikh Nawawi al-Bantani, Syekh Yasin al-Padani, Syaikh Khotib Sambas,Syeikh Nuruddin ar-Raniri, Syeikh Abdussamad al-Palimbangi, dan para wali penyebar Islam di Jawa.
(Satu-Islam/berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email