Telaah seorang akademikus Amerika dalam bidang sejarah Islam telah menyingkap masalah-maalah yang tidak diketahui, yang menjelaskan peran ajaran-ajaran Qurani dan Islam dalam penyusunan teks undang-undang, sementara para pendiri Amerika termasuk Thomas Jefferson telah mentauladaninya.
Menurut laporan IQNA, Ms Denise Spellberg adalah akademikus Amerika sejarah Islam dan professor di markas riset Timur Tengah di universitas Texas di Austin. Ia mendapatkan gelar sarjananya di Smith College pada tahun 1980 M, dan gelar doktornya di universitas Colombia pada tahun 1989 M.
Karyanya yaitu Thomas Jefferson's Qur'an: Islam and the Founders, yang baru-baru ini diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Fuad Abdul Malik, penerjemah Lebanon dan dipublikasikan oleh penerbit Jadawel, Beirut.
Penerjemah Lebanon ini dalam mukadimah buku 424 halaman ini mengintroduksikan, kajian konten buku penulis Amerika ini menunjukkan adanya masalah di tengah-tengah para intelektual dan politisi dunia Islam yang tidak diketahui dan terkait dengan teks gamblang al-Quran dan ajaran-ajaran Islam, yang menyingkap sebagian isu-isu kontroversial di tengah-tengah para pendiri USA (sekelompok politisi Amerika). Ia menambahkan, isu-isu ini biasanya terkait udang-udang dasar, penentuan dasar dan pokok-pokok dasar hak seorang warga Amerika dan minoritas religi dan etnis lainnya, alam termasuk salah satu tantangan-tantangan utama para pejabat Amerika dan para pendiri Amerika, dimana buku tersebut menunjukkan al-Quran sedari awal telah memberikan peran terkemuka dalam bidang legislasi untuk para pemimpin Amerika, apalagi berdasarkan dokumen-dokumen sejarah, Jefferson (Presiden Amerika ketiga) telah menyimpan manuskrip terjemahan al-Quran di perpustakaan pribadinya dan berulang kali menelaahnya.
Fuad Abdul Malik, penerjemah Jefferson dan Qur'an
Ms Denise Spellberg, penulis karya sejarah ini mengatakan, al-Quran pada masa itu memiliki kedudukan khusus di tengah-tengah para pendukung inspirasi hukum-hukum kitab samawi tersebut dan para penentang makalah, yang mayoritas mereka adalah penganut Protestan dan merupakan dokumen penting, khususnya dalam kurun waktu dikobarkannya perang-perang agama di negara-negara Eropa. Pada waktu itu ratusan orang dibasmi karena tendensi agama khusus, pembid’ahan agama dan atau pengkafiran dari agama dan etnis lainnya.
Seberapakah Para Pendiri Amerika Mengenal Islam
Penulis ini mengingatkan, Jefferson sebagai salah satu pendiri USA dan presiden negara ini memiliki manuskrip al-Quran berbahasa Inggris, yang menunjukkan kadar kepedulian dan atensinya terhadap agama selain Kristen. Sejatinya, insiden-insiden sejarah dan arsip Amerika tentang masa itu menunjukkan konflik-konflik penting terkait jaminan kebebasan beragama sebagai pondasi undang-undang Amerika dan hak seorang warga Amerika.
Jefferson dan para pendiri USA lainnya juga mengenal Islam, meski informasi-informasi mereka tidaklah memadai dan komprehensif, dan opini-opini umum yang mendominasi menunjukkan permusuhan mereka dengan kaum muslim dan sesungguhnya pada dasarnya mereka menanggap kaum muslim sebagai ancaman untuk masyarakat Amerika. Meski demikian, mereka mengklaimkan untuk pelaksanaan syiar-syiar agama kaum muslim dan hak-haknya serta mengikutsertakan mereka juga secara lahiriah sebagai warga dalam politik.
Ms Denise Spellberg demikian juga dalam bukunya menulis, berdasarkan telaah universitasku dalam bidang sejarah Islam, adanya manuskrip al-Quran pada Jefferson tidak bisa diklaimkan ia mengetahui Islam secara utuh, namun hal ini menunjukkan bahwa kelompok para pemimpin pertama Amerika ini berhasrat untuk mengenal agama Islam.
Demikian juga Ms Denise Spellberg dengan mengisyaratkan undang-undang Amerika menulis, saat undang-undang Amerika dibuat, kaum muslim termasuk bagian pembahasan-pembahasan konflik Amerika terkait agama dan batasan-batasan kewarganegaraan. Para pendiri Amerika adalah para penganut ajaran Protestan dan salah satu pembahasan yang dipermasalahkan mereka adalah apakah agama pemerintah baru secara resmi adalah Protestan dan atau masalah ini adalah kesepakatan. Selain itu, undang-undang Amerika yang secara gamblang mengakui hak-hak persamaan antar warga, yang menerima hak ini, yaitu setiap orang dari agama manapun dapat mengelola pemerintah dan ini berarti bahkan seorang muslimpun juga dapat memegang kepemimpinan; termasuk satu masalah yang telah menjadi persengketaan dan pembahasan mendalam pada masa itu.
Dari sisi lain, pembahasan hak-hak warga muslim pasca konflik panjang antara muslim dan Kristen di Eropa, sekarang ini di Amerika memiliki banyak pendukung dan Jefferson termasuk salah saorang yang bangkit berdiri di bawah permasalahan ini.
Menurut laporan IQNA, Ms Denise Spellberg adalah akademikus Amerika sejarah Islam dan professor di markas riset Timur Tengah di universitas Texas di Austin. Ia meraih S1nya di Smith College pada tahun 1980 M, dan Doktornya di universitas Colombia pada tahun 1989 M.
Opini Tendensius George Washington terhadap Islam dan Kaum Muslim
Peneliti Amerika dalam buku tersebut menjelaskan bahwa George Washington, salah seorang pendiri USA, yang menganut Kristen Protestan mengetengahkan gambaran kontras tentang Islam. Ia menulis, ia menyebut Islam sebagai sumber utama pemerintahan tirani dunia dan pendapatnya tersebut tidak jauh dari opini mayoritas masyarakat Eropa dan Amerika waktu itu, karena mereka menganggap Islam sebagai penyesat, yang mengherankan dan sebuah ancaman. Namun pendapat mereka ini tidak terbatas pada Islam semata, bahkan penganut Katolik juga mengklaimkan para penganut Protestan serupa dengan para penganut Islam; karena mereka juga terlalu dogmatis, berbeda halnya dengan Protestan dimana mereka menganggap dirinya sebagai penyeru kebebasan.
Sandaran Jefferson terhadap Al-Quran dalam Hak-hak Kesetaraan untuk Semua Individu Manusia
Ia menambahkan, di hadapan gerakan ideologi dan politik semacam ini, ada seorang penguasa yang mengkategorikan Jefferson sebagai salah satu pendiri terkemuka USA, dan meski tidak memiliki popularitas maksimum, namun menjadi penyeru toleransi dan koeksistensi antar kaum muslim, penganut Yahudi, Katolik dan masyarakat Eropa lainnya, yang berhijrah ke Amerika. Pemaksaan Jefferson terhadap hak-hak kesetaraan semua para penganut agama meski memiliki pendukung di dalam, namun menghadapi penentangan para politisi dan kritikus pemerintah, yang memaksakan hak-hak penuh hanya dijalankan terkait hak kewarganegaraan Protestan.
Ms Denise Spellberg melanjutkan, Jefferson berupaya menggali informasi-informasi lebih tentang Islam dari sumber-sumber barat. Dengan demikian, ia mulai menelaah pendahuluan terjemahan al-Quran George Griswold Sill, yang memuat informasi-informasi inkonsisten tentang Islam. Lantas ia menelaah lakon (sandiwara) Voltaire tentang Rasulullah (Saw), yang dipenuhi kebencian dan permusuhan terhadap Islam; hal ini membuat Jefferson gelisah dan bimbang tentang Islam.
Kegagalan Jefferson dalam Menjalankan Dasar-dasar Islam untuk Masyarakat Amerika
Ms Denise Spellberg melanjutkan, kaum muslim Amerika adalah masyarakat kebanggaan negara tersebut serta para pendukung kuat komunitas mereka dan berdiri tegap di samping masyarakat yang mencari kehidupan bahagia dan bebas. Kaum muslim sejak 300 tahun lalu sampai sekarang termasuk anggota komunitas Amerika.
Berdasarkan sebagian estimasi, lebih dari 25% budak Afrika yang dibawa ke Amerika adalah muslim dan dengan paksaan para majikan Kristen, mereka dipaksa untuk mengganti nama dan menyembunyikan keimanan mereka. Demikian juga saat USA dijajah Inggris, mereka tinggal di negara tersebut. Berdasarkan dokumen sejarah, kaum muslim pada masa itu yang bebas dari perbudakan, di Amerika Utara, mereka sibuk berniaga, bepergian dan bahkan melaut.
Menurut Jefferson, undang-undangnya tentang kebebasan beragama memiliki tujuan universal, yang mengayomi semua individu mukmin, termasuk kaum muslim. Namun sejatinya apa yang dihasilkannya memberikan hak-hak kepada muslim imigran yang datang dari Eropa ke Amerika, namun sebaliknya untuk kaum muslim yang sejak semula adalah budak-budak keturunan Afrika, yang bermigrasi ke Amerika tidak sesuai dengan hasrat mereka sendiri tidak ada prioritas sedemikian rupa. Sejatinya Jefferson mengklaim kepemilikan khusus untuk mereka, namun bukan dalam posisi warga. Dengan demikian kelompok budak muslim ini sama sekali tidak memiliki kebebasan dan menjalankan slogan-slogan agamanya secara sembunyi-sembunyi, dan ini berarti kegagalan Jefferson dalam mentauladani ajaran-ajaran Islam.
Sikap Jefferson dengan Para Tawanan dan Budak
Demikian juga penulis dalam salah satu bab buku tersebut mengetengahkan pertanyaan, apa yang akan terjadi jika seorang muslim menjadi presiden Amerika? Pertanyaan ini bukanlah asumsi, namun salah satu poros pembahasan dan konflik di forum-forum resmi para pejabat Amerika, yang mengetengahkannnya di bawah undang-undang kesetaraan semua warga Amerika satu sama lain. Demikian juga, hal ini berlaku terkait presiden Amerika seorang Yahudi atau selain Protestan.
Menurut Ms Denise Spellberg, Jefferson mengklaim pendapat "Semua orang merdeka sampai mengutarakan ideologi-ideologinya dan membelanya dengan pembahasan dan hal ini sama sekali tidak akan memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kelayakan-kelayakan sipil seseorang”. Ideologi Jefferson ini sejatinya pembuka pintu, meski sebuah opini yang memprospekkan kesetaraan politik, dimana banyak sekali dari mereka yang menganggapnya mustahil.
Komitmen dengan Pokok Perbudakan di Amerika Terkini
Peneliti Amerika ini mengingatkan, sekarang ini dengan berlalunya ratusan tahun dalam sepanjang 19 abad, masalah kebebasan agama dan kesetaraan untuk semua warga juga menjadi tantangan utama masyarakat Amerika; mungkin salah satu problem pokok Leland John Haworth dalam ranah membela hak-hak muslim adalah masalah tersebut. Ia berpendapat ideologi resmi di Massachusetts, tanahnya, sebagai jenis terburuk kejahatan; karena di situ sama sekali tidak ada kesetaraan agama dan politik. Pendapat Leland John Haworth terkait hak-hak muslim telah diulang berkali-kali dalam ceramah dan nasehat-nasehatnya di gereja dan juga dicetak di makalah-makalah sampai akhir hayatnya. Ia berpendapat semua masyarakat harus bebas dengan bentuk kesetaraan dan jauh dari penilaian agama.
Urgensi Kembali Lagi pada Ajaran-ajaran al-Quran untuk Mengkahiri Rasisme
Fuad Abdul Malik, penerjemah Lebanon tersebut di penghujung pendahuluannya menegaskan, yang menarik perhatian adalah masalah kesetaraan dalam hak-hak agama dan juga kebebasan mazhab juga menjadi pembahasan dan perdebatan di Amerika sampai sekarang ini dan sekarang ini dalam bentuk yang lebih buruk dan lebih akut, yang diungkapkan dengan memerangi terorisme. Mungkin buku Jefferson dan al-Quran memaparkan ide-ide untuk mengakhiri masalah signifikan tersebut, yang telah dipaparkan sedari dulu sampai sekarang ini dan menyebabkan terbukanya ufuk baru untuk menyelesaikan rasisme sebagai dilema terkini masyarakat Barat.
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email