Pesan Rahbar

Home » » Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab VII: Tahap-tahap Pendidikan

Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab VII: Tahap-tahap Pendidikan

Written By Unknown on Saturday 8 October 2016 | 22:27:00


Pada bagian ini, kami hendak membahas topik yang ber- kenaan dengan tugas ibu dalam mendidik anak dalam berbagai tahap kehidupan mereka. Kita semua mengetahui bahwa seorang wanita yang mengalami kematian atau kesyahidan suaminya, akan menjalankan tugas sebagai ibu sekaligus tugas sebagai ayah.

Benar, dalam hal ini seorang ibu memiliki tugas dan tanggung jawab yang amat berat. Namun, dengan menimba ilmu pengetahuan, mengerahkan berbagai kekuatan, dan memohon pertolongan Allah, ia akan mampu maju dan ber-kembang.

Tahap pertama kehidupan seorang anak adalah masa kelahiran dan mendapatkan air susu ibu (ASI). Dalam usaha menjaga keselamatan dan kesehatan diri serta anaknya, seorang ibu mesti memperhatikan segenap hal yang berkaitan dengan masalah kehamilan dan kelahiran anak. ASI adalah sebaik-baik makanan anak. Dan seorang ibu harus menyusui anaknya, kecuali itu dapat membahayakan kondisi tubuh sang ibu serta anaknya.

Pada masa kanak-kanak dan remaja, seorang ibu mesti memiliki hubungan yang dekat dengan anaknya serta memberinya berbagai pelajaran yang dapat membangun dan membina kehidupan serta pemikirannya. Ibu adalah panutan dan figur. Ia harus senantiasa berusaha agar anak-anaknya meniru dan meneladaninya.

Sewaktu sang anak mencapai usia dewasa, seyogianya sang ibu menjadikan anaknya itu sebagai mitranya, serta senantiasa mengawasi dan memperhatikan tingkah-lakunya. Hubungan seorang ibu dengan puterinya mesti lebih dekat dan akrab. Namun, perhatian yang diberikan mesti sama rata terhadap semua anak. Jika semua itu dilakukan dengan baik, niscaya anak-anak akan tumbuh sempurna. Terlebih bila mereka bernaung di bawah asuhan seorang ibu yang kuat dan tegar.


Peran Ganda Isteri Syuhada

Nilai seorang suami akan nampak jelas tatkala dirinya tidak lagi menduduki posisi apapun dalam kehidupan rumah tangga. Terlebih bila dalam rumah tangga tersebut terdapat anak-anak, kecil maupun besar. Sekalipun memiliki perasaan yang lebih halus dan lebih peka, para wanita nampaknya lebih mampu bertahan dalam menghadapi permasalahan yang menghadang- nya serta sanggup menjadikan kehidupannya nampak biasa dan alamiah. Sedangkan laki-laki, jika ditinggal mati isterinya sehingga harus merawat sejumlah anak yang masih kecil, niscaya akan merasa pusing, bingung dan gelisah.

Sosok isteri merupakan sebuah kenikmatan manusiawi dan menjadi faktor pendorong timbulnya ketenangan dan ketenteraman. Sekalipun sang isteri tersebut termasuk sosok wanita emosional dan berkarakter buruk. Sebab, selang be- berapa lama kemudian, sang suami akan mulai terbiasa dengan sikap serta perilaku isterinya dan mulai menyesuaikan diri dengan situasi serta kondisi kehidupannya.


Pasca Kematian Suami

Setelah kematian atau kesyahidan sang suami, seorang wanita akan menduduki dua jabatan sekaligus; sebagai ibu―yang merupakan jabatan alamiah―dan sebagai ayah. Dalam pada itu, ia akan memiliki dua bentuk sikap; sebagai wanita dan ibu yang harus bersikap lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tatatertib, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga. Tolok-ukur ke- berhasilan seorang wanita dalam rnendidik anaknya terletak pada kemampuannya dalam menggabungkan kedua peran dan tanggungjawab tersebut, tanpa rnenjadikan sang anak bingung dan resah.

a. Peran sebagai ibu; menjadi sumber rasa kasih dan sayang. Sosok ibu adalah pusat hidup rurnah tangga, pemimpin dan pencipta kebahagiaan anggota keluarga. Rasul saww bersabda, “Dan wanita adalah pemimpin rumahnya serta bertanggung jawab pada rakyatnya.” Sosok ibu bertanggungjawab rnenjaga dan memperhatikan kebutuhan anak, mengelola kehidupan rumah tangga, memikirkan keadaan ekonomi dan makanan anak-anaknya, memberi teladan akhlaki, serta mencurahkan kasih sayang bagi kebahagiaan sang anak.

Sosok ibu adalah teman bermain anak yang pertama, sekaligus sebagai orang yang pertama kali bergaul dengannya. Pada dasarnya, menimang-nimang anak, serta menirukan kata- kata dan pembicaraannya, rnerupakan bagian terpenting dari kehidupan seorang ibu. Ia melatih anak agar dapat berbicara, mengajarkannya tentang berbagai bentuk hubungan kemanusiaan, mengajarkannya adat istiadat dan tradisi, mempertebal ketabahan dan ketegarannya dalam menjalani kehidupan; suatu saat bersikap lernbut dan penuh kasih sayang, dan di saat lain bersikap keras dan tegas.

Bagi anak-anak, sosok ibu merupakan pusat harapan. Sebabnya, sosok ibu selalu hadir di sampingnya dan menjadi tempatnya berlindung. Ibu mengajarkan sang anak berbagai istilah dan kosa kata, mencurahkan kepadanya berbagai bentuk emosi yang agung, membebaskannya dari berbagai kesedihan dan kedukaan, serta menciptakan ketenangan dan kebahagiaan di hatinya. Sosok ibulah yang menyiapkan makanan bagi sang anak, memenuhi berbagai kebutuhannya, serta memberinya semangat dan harapan tatkala berada dalam kesulitan. Secara umum, sosok ibu merniliki peran yang sangat penting bagi pembentukan landasan kebahagian hidup anaknya.

b. Peran sebagai ayah; sejak kematian suarni, seorang ibu―sekalipun dirinya adalah wanita―harus pula menduduki posisi sang ayah dan bertanggungjawab dalam menjaga perilaku serta kedisiplinan anaknya. Kini, dengan tugas baru yang harus diembannya itu, ia memiliki tanggung jawab yang jauh lebih sulit dan berat ketimbang sebelumnya.

Tak ada salahnya kalau di sini kita membuang gambaran buruk yang melekat di benak masyarakat. Mereka mengatakan bahwa kaum ibu tak akan mampu memainkan peran ayah. Di sini perlu saya tegaskan bahwa tatkala Anda merniliki kemauan keras, niscaya Anda akan sanggup memainkan kedua peran tersebut dengan baik dan sempurna. Berdasarkan pengalaman, ternyata kaum wanita mampu memainkan kedua peran tersebut.

Betapa banyak contoh dan bukti bahwa anak-anak yatim yang ibunya arif dan bijak, mampu tumbuh lebih maju dan berkembang dibandingkan anak-anak yang lain. Bahkan dalam kehidupannya, mereka mampu meraih posisi tinggi di bidang ilmu pengetahuan, politik, sosial dan bahkan ekonorni. Ini sudah menjadi rahasia umum.


Menunaikan Tugas Ayah

Setelah kematian atau kesyahidan suami, seorang ibu akan menjalankan tugas sebagai berikut:
1. Kepala rumah tangga serta menuntun anak-anaknya mengenal berbagai aturan sosial dan ekonomi rumah tangga. Dalam hal ini, ia harus memaparkan berbagai cara bersikap (yang baik dan terpuji) kepada anak-anaknya serta memaksa mereka mengikutinya. Peran ibu sebagai kepala rumah tangga amatlah penting. Sebabnya, peran tersebut akan menentukan nasib kehidupan anak-anaknya di masa mendatang.
2. Guru bagi anak-anak dalam kehidupan rumah tangga. Dalam hal ini, seorang ibu bertugas mengajarkan pe- ngetahuan kepada anak-anaknya agar kelak mereka tumbuh dengan sempurna. Ia harus menjelaskan kepada mereka tentang hakikat dunia serta nilai dan kenisbiannya. Ia juga harus mengenalkan benda-benda yang terdapat di dalamnya, serta menghantarkan anak-anaknya itu pada pertumbuhan dan perkembangan yang selayaknya.
Tentunya semua itu harus dilakukan dengan penuh ke- sabaran, ketelatenan, serta kasih sayang yang bercampur dengan ketegasan. Ia harus membina kepribadian, sifat, perilaku serta kebiasaan yang khas pada diri anak-anaknya; menyiapkan lingkungan yang pas bagi mereka sebagai bekal menuju kehidupan berrnasyarakat yang sehat; serta menjelaskan arti kehidupan yang sebenarnya.
Alhasil, bagi anak-anak yang nantinya akan memasuki gerbang kehidupan dunia dan sedang menyaksikan berbagai benda yang terdapat di dalamnya, diperlukan seseorang yang mampu menjelaskan serta menyingkapkan hakikat kehidupan dunia ini.
3. Suri teladan. Seorang ibu merupakan figur bagi anak. Dengannya, sang anak akan meniru seluruh perbuatan dan tingkah laku ibunya. Ya, sosok ibu merupakan figur akhlak, kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, ketabahan, per- juangan, dan persahabatan. Anak-anak akan menimba pelajaran kemanusiaan dari sang ibu, serta meniru kebaikan dan keburukan yang dilakukannya. Selain itu, anak-anak juga akan mengambil pelajaran darinya tentang bagaimana menjaga kehormatan dan kesucian diri.
4. Tempat berlindung yang aman bagi sang anak. Tatkala dirinya merasa tidak aman, seorang anak akan segera ber- lindung di balik sosok ibunya. Dalam keadaan takut, ia niscaya akan berlari kepangkuan ibunya. Bahkan, sewaktu hendak tidur, ia mesti ditemani ibunya. Seorang anak merasa bahwa jika tanpa ibu, dirinya tak akan mampu me- ngerjakan pekerjaan apapun. Baginya, tak ada lagi tempat untuk berbagi rasa dan pengalaman. Perasaan semacam itu kian menjadi-jadi setelah dirinya mengalami kematian sang ayah. Ya, anak-anak yang kehilangan ayahnya akan berlari ke pangkuan sang ibu. Dan keterikatannya terhadap sang ibu melebihi keterikatannya terhadap apapun.
5. Agen kebudayaan. Seorang ibu merupakan guru bagi sang anak dalam mengenalkan alam. Ya, sosok ibu adalah pem bentuk peradaban serta rasa kemanusiaan sang anak. Ibu merupakan pembimbing dalam segala situasi, damai maupun perang. Ia juga berperan dalam memindahkan patriotisme, atau bahkan pesimisme; membentuk pola ber- pikir; mengarahkan alur pemikiran; serta mewujudkan keinginan dan kecenderungan konstruktif.
6. Kaum ibu juga merniliki peran politik, pengawasan dengan mengeluarkan perintah dan larangan, pengaturan bentuk hubungan, dan pengelolaan ekonomi. Dalam hal yang terakhir, ia harus berusaha memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya, serta mengajarkan sang anak tentang masalah boros dan berhemat. Kaum ibu juga harus me- mainkan peran emosional tertentu, tidak ubahnya besi magnet yang menarik hati sang anak. Dengannya, ia dapat menanamkan benih cinta dan kasih sayang dalam lubuk hati anak-anaknya.
7. Peran agama. Kaum ibu harus memberikan pelajaran agama kepada anak-anaknya; menjelaskan makna dan nilai keimanan serta ketakwaan; memperhatikan sisi spiritual sang anak dan menyediakan lahan bagi tumbuh suburnya kecintaan kepada Tuhan. Kelak, pelajaran-pelajaran yang diberikan kaum ibu ini mempengaruhi jiwa sang anak sepanjang hayatnya.


Pentingnya Tanggung Jawab

Tanggung jawab Anda amatlah penting. Dalam hal ini, nilai penting tanggung jawab dapat diketahui jelas dengan me- mandangnya pada berbagai sisi; Anda adalah pemegang amanat Allah, syuhada, dan masyarakat, dan Anda juga menduduki posisi sebagai ayah. Berkenaan dengannya, Anda mesti menjaga kehormatan dan kesucian diri Anda. Sebab, Semua itu merupakan faktor utama dalam membina dan mendidik anak.

Sewaktu Anda berperan sebagai ibu, dan anak-anak me- miliki hubungan yang amat dekat dengan Anda melebihi yang lain, tentunya tugas dan tanggung jawab Anda akan semakin bertambah banyak dan berat. Anda mesti membina, mem- bimbing, mengarahkan perbuatan, dan memberi semangat anak-anak Anda itu, serta mencegah dan menjaga mereka agar tidak sampai mengalami tekanan dan memiliki kesenderungan untuk mengurung diri. Dalam hal ini, Anda memiliki wewenang seorang ayah dan juga wewenang seorang ibu. Jelas, itu merupakan sebuah keistimewaan.

Imam al-Sajjad mengatakan, “Dan sesungguhnya kamu bertanggung jawab untuk memperbaiki sopan santun orang yang kamu asuh (maksudnya, anak-anak, ―peny.), menunjuk- kannya kepada Tuhannya, membantunya untuk taat kepada- Nya, dan....”


Pentingnya Ketabahan

Ketabahan Anda dalam menanggung beban dan tanggung jawab merupakan perkara yang amat penting dan bersifat membangun. Ketabahan ini dapat dengan mudah Anda peroleh jika Anda memiliki anggapan semacam ini; anak bukan hanya bagian dari jiwa ibu, melainkan juga hakikat jiwa ibu itu sendiri. Seorang anak terlahir dari rahim dan perut ibunya, menghisap air susu dari tubuh dan jiwanya (ibu), dan tubuh serta jiwanya (sang anak) sejak awal telah menyatu (dengan tubuh dan jiwa ibunya).

Allah menyalakan sinar kasih sayang kepada sang anak yang takkan pernah padam dalam hati seorang ibu. Dikarenakan Anda adalah seorang ibu, maka Anda pun harus tabah menghadapi beribu-ribu beban dan kesulitan yang diakibatkan oleh ulah sang anak. Ketabahan ini akan semakin tebal pabila sang ibu menyadari bahwa anaknya itu menggantungkan harapan hanya kepadanya.

Tentunya cinta dan kasih sayang merupakan perkara yang sangat penting. Namun, itu bukan berarti sang ibu hanya mencemaskan anak-anaknya seraya melupakan keadaan dirinya sendiri. Ya, ia sendiri harus menapaki jalan pertumbuhan dan perkembangan dirinya serta melakukan berbagai usaha guna mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidupnya.

Dalam menerima dan mengemban tanggung jawab pendidikan ini pertama-tama ia mesti bersikap optimistis serta memiliki niat yang tulus, mau menghadapi kehidupan dan berbagai persoalan yang muncul dengan jujur dan bijaksana, tidak melarikan diri dari masalah, serta menahan diri untuk tidak tenggelam dalam lautan khayalan. Dengan itu semua, niscaya dirinya akan mampu meraih cita-citanya.


Pengaruh Pendidikan terhadap Anak Perempuan

Pendidikan dan doktrin yang diajarkan kaum ibu amat berpengaruh terhadap kepribadian anak-anaknya, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Lebih dari itu, menjadi faktor utama yang akan membina serta membangun jati dirinya.

Namun, perlu diketahui bahwa semua itu lebih mempengaruhi anak perempuan ketimbang anak lelaki. Terlebih bila anak perempuan tersebut telah mencapai usia mumayyiz (usia sekitar enam tahun, yakni usia ketika sang anak sudah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk). Pada dasarnya, dengan kematian ayah, seorang anak lelaki akan merasa amat kehilangan pemimpin sekaligus orang yang dicintainya. Lain hal dengan anak perempun. Ia tidak begitu merasa kehilangan, lantaran dirinya lebih cenderung mencintai sang ibu.

Setelah kematian suami, seorang ibu harus lebih mendekatkan dirinya kepada anak perempuannya, seraya menanamkan sikap optimistis terhadap masa depan ke dalam jiwanya. Seorang ibu mesti mengajarkan kepada anak perempuannya tentang segenap hal yang akan dilakukan di masa datang. Seyogianya pula, sang anak dijadikan mitra dirinya dalam rangka membina serta menjaga kelangsungan hidup rumah tangga.

Tanggung jawab kaum ibu, khususnya yang berkenaan dengan masalah kesucian diri serta ketakwaan, amatlah berat. Para pendidik dan guru berkewajiban untuk menjaga nilai dan harkat anak perempuan. Terlebih anak-anak para syahid. Tujuannya demi menjaga dan memelihara kehormatan rumah tangga dan darah sang syahid, serta memenuhi harapan tersebut. Secara umum, para ibu bertugas untuk menyiapkan anak-anak perempuannya untuk menjadi sosok wanita dan ibu yang sempurna.


Memohon Pertolongan Allah

Memang benar bahwa dalam melaksanakan tugas ganda tersebut, Anda akan mengorbankan kebahagiaan dan kepentingan pribadi Anda. Namun, ingat, tanpa pertolongan dan bantuan Allah, niscaya Anda tak akan memperoleh keberhasilan yang berarti. Mohonlah pertolongan Allah dalam usaha meraih apa yang Anda cita-citakan, serta mohonlah pertolongan dari-Nya demi anak-anak Anda.

Seorang ibu dapat memanjatkan doa kepada Allah sebagai-mana yang dipanjatkan Imam Ali al-Sajjad, “Dan jadikanlah mereka orang-orang yang baik dan bertakwa, melihat, mendengar, dan tunduk kepada-Mu, serta mencintai dan patuh kepada orang-orang yang Engkau cintai. Serta memusuhi dan membenci semua musuh-musuh-Mu.” Kemudian beliau juga memohon kepada Allah, “Dan bantulah aku dalam memelihara, mendidik, serta memperbaiki mereka.”


Kelahiran dan Makanan Anak

Bagi seorang ibu yang ditinggal mati suami dalam keadaan mengandung, menanti kelahiran bayi merupakan sesuatu yang amat membahagiakan. Ini mengingat yang terlahir ke dunia nantinya adalah penerus sang syahid. Perasaan suka-cita dan bahagia juga akan menyelimuti seluruh anggota keluarga dan orang-orang yang ditinggal mati.

Ya, Anda tengah menanti kelahiran seorang bayi yang amat Anda dambakan dan muliakan. Betapa banyak anggota keluarga dan sanak kerabat yang mengharapkan anak yang ada dalam kandungan Anda adalah laki-laki. Padahal, dalam pandangan agama kita, sungguh tak ada beda antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Keduanya adalah amanat Ilahi sekaligus warisan pusaka serta kenang-kenangan dari orang yang tercinta.

Persiapkanlah diri Anda demi menyambut kelahiran tersebut. Bersiap-siaplah pula untuk merawat dan mendidiknya. Sejak saat itu, Anda akan memasuki tahap kehidupan baru yang penuh dengan kegembiraan. Panjatkanlah doa agar langkah-langkahnya (anak) mendatangkan kebaikan bagi Anda dan bagi seluruh anggota rumah tangga. Mohonlah pula perkenan Ilahi agar sang anak nantinya mendapatkan pendidikan yang baik dan sempurna.


Persiapan Kelahiran

Mungkin peristiwa melahirkan ini merupakan pengalaman yang pertama bagi Anda. Namun, perlu saya ingatkan bahwa Anda tak perlu merasa takut dan cemas. Sebabnya, itu tak lain dari sebuah perkara biasa dan alamiah belaka. Setiap tahun, berjuta-juta wanita melahirkan anak, dan semua manusia di muka bumi ini berasal dari rahim para ibu; mereka semua segar bugar, begitu pula dengan ibu mereka.

Yang terpenting adalah melakukan persiapan dan penjagaan dalam menanti proses kelahiran. Itu dimaksudkan agar sang anak dapat terlahir dengan sehat dan selamat. Dan perlu diketahui bahwa masalah kelahiran menjadi faktor penentu nasib kehidupan anak Anda di masa datang. Kalau seorang ibu hamil tidak menjaga diri dan tidak memperhatikan proses kelahiran janinnya nanti, atau bahkan meremehkannya, niscaya akan terbuka kemungkinan bagi terjadinya kelainan pada bayi yang akan lahir. Umpama, cacat tubuh atau syaraf, pendarahan otak, demam tinggi, patap tulang dan sejenisnya. Dengan memperhatikan dan menjaga diri menjelang proses kelahiran, segenap bahaya tersebut niscaya tak akan pernah terjadi.

Orang-orang di sekitar Anda akan memperhatikan semua itu. Namun, yang terpenting lagi adalah Anda sendirilah yang memperhatikan diri Anda sendiri. Jagalah ketenangan Anda. Pilihlah tempat melahirkan yang baik dan aman bagi Anda dan bayi Anda. Serta, tentukanlah seorang ahli yang dapat membantu kelahiran Anda.


Kelahiran dan Penerimaan

Seorang ibu tentu merasa dirinya telah berhasil sewaktu bayinya terlahir ke dunia. Dan ia adalah orang pertama yang akan menatap wajah sang anak seraya mengembangkan senyum. Ia melihat dan menyaksikan anaknya, seraya merasa bangga lantaran mampu menjalankan tugas dengan baik dan sempurna di masa kehamilan.

Sosok bayi masih teramat lemah dan tak sanggup berbuat apapun kecuali tertawa, menangis, dan merengek. Ya, bayi tak punya kekuatan dan tulang-belulangnya masihlah rapuh. Namun, biar bagaimanapun, ia merupakan pemberian dan hadiah Ilahi yang amat agung, yang diamanatkan kepada Anda. Benar, dengan kelahiran anak tersebut, Anda akan semakin bersemangat untuk menggapai cita-cita Anda. Namun, perlu diingat bahwa kini Anda memikul beban tugas dan tanggung jawab yang lebih berat dan sebelumnya.

Anda tak perlu mencemaskan; apakah bayi saya laki-laki atau perempuan? Bagaimana cara saya membesarkannya? Mungkinkah saya akan berhasil mendidiknya? Sekali lagi, seluruh problem tersebut tak perlu dirisaukan. Anda hanya berbuat dan berusaha. Dan Allah yang akan menurunkan kebaikan. Bagi Anda, yang terpenting adalah menerima kehadirannya, mengakuinya sebagai bagian dari diri Anda, dan bertanggungjawab atas (baik atau buruknya) masa depan sang anak.

Boleh jadi anak Anda yang sekarang ini berbeda dengan anak-anak Anda sebelumnya, baik dari sisi kecerdasan, keelokan rupa, dan talenta (bakat). Apapun adanya, ia adalah amanat Ilahi dan pusaka warisan suami Anda yang mulia. Terimalah dirinya dengan sepenuh hati. Hormati dan bimbinglah dirinya dengan baik.


Pengawasan Pertama

Kelahiran seorang bayi merupakan momen penting untuk mengawali kehidupan yang indah dan penuh dinamika. Dalam pandangan anak Anda, Anda laksana bidadari yang teramat baik dan mulia. Usahakanlah untuk memberinya makanan yang baik, memeluk dan menimangnya, menempelkannya ke dada Anda, serta menjaga dan melindunginya dari pelbagai marabahaya.

Dengan kelahirannya, Anda tentu memiliki sejumlah tugas baru yang menyita banyak waktu. Terlebih pada dua minggu pertama. Saat itu, perhatian Anda hanya akan disibukkan dan terfokus kepadanya. Namun, kendati demikian, semua itu teramat penting bagi pertumbuhannya. Ingat, nasib baik dan buruk sang anak di masa mendatang berada di tangan Anda. Dalam hal ini, kebahagiaan Anda lantaran telah menjadi ibu mesti diiringi dengan kesiapan untuk bertanggungjawab.

Hubungan antara ibu dan anak harus terjalin dengan amat erat dan didasarkan pada nilai-nilai kasih sayang yang murni. Sebabnya, hubungan tersebut amat berpengaruh terhadap nasib sang anak di masa depan. Untuk itu, sang ibu mesti memperhatikan betul masalah kesehatan, suhu ruangan, penerangan kamar, ventilasi udara, serta kebersihan dan makanan sang anak.


Upacara Keagamaan

Setelah masa kelahiran, perlu diadakan upacara keagamaan. Misalnya, mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri si anak. Selain demi menjaganya dari gangguan setan, upacara tersebut juga dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih atas pertolongan Allah. Selain itu, sang ibu juga harus memberinya nama yang baik. Persoalan ini (memberi nama kepada anak, ―peny.) amatlah penting, mengingat anak tersebut merupakan warisan peninggalan seorang syahid.

Masalah akikah, khitan (sunat), memotong rambut untuk kemudian bersedekah dengan emas atau perak seberat timbangan rambut tersebut, dan sebagainya, merupakan upacara yang dianjurkan dalam agama Islam. Setiap rumah tangga yang islami pasti mengenal dengan baik bentuk serta keharusan upacara tersebut. Betapa banyak doa yang bisa dipanjatkan pada upacara (keagamaan) yang berhubungan dengan kelahiran anak.

Sungguh sangat tidak layak pabila sanak kerabat dan handaitolan yang datang menengok kelahiran sang jabang bayi, membicarakan kembali peristiwa kematian ayah sang bayi. Perbuatan itu sungguh tak bermanfaat. Selain menjadikan seluruh anggota keluarga terhanyut dalam tangis dan kesedihan, ingatan terhadap peristiwa tersebut juga akan mempengaruhi kondisi sang ibu dan anak yang baru dilahirkannya.

Kesedihan dan kedukaan sang ibu akan mempengaruhi air susunya, yang kemudian dirasakan pula oleh sang anak yang meminumnya. Ya, air susu itu pada gilirannya bukan hanya mengalirkan cairan putih semata, namun juga perasaan sedih dan siksaan batin.


Makanan Anak

Kaum ibu memiliki tugas untuk menyusui anak-anaknya yang masih bayi. Dan pemberian ASI tersebut berlangsung selama dua tahun. Ini merupakan tugas ibu dan hak alamiah anak. Sejak masa pra-kelahiran, Allah telah menganugerahkan hak tersebut kepada sang anak dan telah menyiapkan sarananya pada diri Anda (sebagai ibu).

Menurut ungkapan Khawajah Nashirudin al-Thusi, “Ibu adalah penyebab terdekat dalam menyalurkan kekuatan kepada anak, yang merupakan bahan- baku kehidupannya (anak), membina tubuhnya secara langsung, memberinya manfaat, serta melindunginya dari ancaman marabahaya.”

Dalam pandangan Islam, tak satupun air susu yang dapat menyaingi manfaat air susu ibu (ASI) bagi sang anak. Rasul saww bersabda, “Tak ada air susu yang lebih baik bagi anak, melainkan air susu ibu.” Dewasa ini, telah dilakukan berbagai kajian terhadap anggapan tersebut. Ternyata, kebenarannya benar-benar teruji dan terbukti.

ASI merupakan air susu alami dan amat cocok bagi anak; rasa serta suhunya begitu stabil, dan kandungan vitaminnya begitu lengkap dan sempurna. Air susu-wanita 1ain atau air susu binatang sama sekali tak dapat menggantikan posisi ASI. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Afrika Utara, diperoleh hasil bahwa anak-anak Muslim amat sedikit yang menderita penyakit syaraf. Itu lantaran mereka mengkonsumsi ASI secara teratur.


Pentingnya ASI

Sekalipun jumlahnya sedikit, ASI tetap mampu menjaga kesehatan dan keselamatan tubuh anak. Bahkan, jika seorang ibu enggan menyusui anaknya, itu justru akan membahayakan dirinya sendiri. Kalangan medis menyebutkan bahwa di antara penyebab munculnya penyakit kanker payudara adalah lantaran kaum ibu tidak (mau) menyusui anaknya.

Menurut pandangan Islam, munculnya sifat-sifat manusiawi pada diri seorang anak semata-mata berasal dari ibu dan pemberian ASI. Itu lantaran ASI bukan hanya berfungsi sebagai makanan bayi, namun juga memiliki pengaruh kejiwaan dan emosional. Tatkala sedang menyusui, seorang anak akan merasakan sentuhan dan kasih sayang ibunya.

Dalam hal ini, emosi serta kasih sayang ibu ikut mengalir bersama air susu ke dalam tubuh sang anak. Karena itu, Islam menegaskan untuk segera membayar seorang ibu yang meminta upah atas air susu yang diberikannya kepada sang anak.

Jelas, Islam tidak melupakan pahala seorang ibu yang menyusui anaknya. Rasulullah saww bersabda, “Wanita-wanita yang mengandung, kemudian melahirkan anak, menyusui anaknya dengan puting payudaranya hingga anak merasa kenyang, mereka akan masuk ke dalam surga.”(Nahj al-Fashahah).

Bahkan Islam menganjurkan agar kaum ibu menyusui anak-anaknya dari kedua puting payudaranya. Sebaliknya, Islam menganggap seorang ibu yang enggan menyusui anaknya sebagai telah berbuat zalim terhadap anaknya sendiri. Dalam proses menyusui, terjalin hubungan yang dekat, hangat, dan akrab antara ibu dengan anak. Dan itu amat berpengaruh terhadap proses pembentukan kepribadian dan akhlak si anak.


Halangan Memberi ASI

Pada dasarnya, pemberian ASI dimaksudkan untuk menjaga kesehatan anak. Namun, dalam beberapa kasus, seorang ibu tidak dibenarkan untuk menyusui anaknya. Di antaranya, bila ia menderita penyakit menular, kedua puting payudaranya tidak muncul keluar atau mengalami luka, berat badannya menurun, menderita epilepsi (ayan), terjangkit kelainan syaraf, menderita kurang darah, hilang ingatan (gila). mengidap penyakit jantung atau penyakit mata akut (menahun), dan sebagainya.

Berdasarkan sejumlah penelitian, dikatakan bahwa sekalipun tidak mempengaruhi air susunya, namun kesedihan dan kedukaan seorang ibu amat berpengaruh terhadap jaringan syaraf payudaranya sehingga mempersempit saluran keluarnya air susu. Ini mengakibatkan air susu tersebut tetap berada dalam payudara dan tak dapat mengalir keluar dengan lancar. Dalam kasus ini, sang anak tak akan pernah merasa kenyang. Dan pada gilirannya, akan segera timbul berbagai dampak negatif pada jiwa dan tubuhnya. Berkenaan dengan itu, jiwa dan mental kaum ibu harus diperkuat, seraya berusaha menghindarkan dirinya dari sesuatu yang dapat menimbulkan kesedihan dan kedukaannya.

Dengan melakukan berbagai pengawasan yang serius, para ibu niscaya akan mampu menjadikan tubuh dan jiwa anak- anaknya sehat dan kuat, tidak rewel dan cengeng, memiliki syaraf-syaraf yang kuat, tidak merasa lemah, serta tidak memiliki perasaan bahwa hidupnya hanya menyulitkan dirinya sendiri dan orang lain.


Syarat-syarat Ibu Susuan

Dalam suatu keadaan, Anda mungkin terpaksa menyerahkan anak Anda untuk disusui seorang wanita. Oleh sebab itu, Anda harus memperhatikan betul apakah si wanita itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sehat jasmani dan ruhani
b. Masih muda.
c. Tidak mengidap penyakit menular.
d. Akalnya tidak terganggu atau tidak dungu.
e. Matanya sehat.
f. Tidak memusuhi Rasululullah saww dan keluarganya.
g. Bukan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
h. Bukan anak haram dan bukan keturunan anak haram.
i. Tidak amoral atau berperangai buruk.

Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa sedapat mungkin wanita yang akan dipilih untuk menyusui sang anak itu memiliki rupa yang elok dan selalu riang gembira. Sebab, semua itu akan berpengaruh terhadap jiwa, semangat, dan kegembiraan sang anak.

Secara umum, seorang ibu yang hendak menyusukan anaknya kepada wanita lain harus benar-benar berada dalam kondisi sakit yang berat dan sama sekali tak mampu menyusui anaknya. Bila tidak demikian adanya, maka ia sendirilah yang harus menyusuinya.


Hal-hal yang Diperhatikan dalam Menyusui

Ibu adalah sosok pertama yang menjalin hubungan dengan anak. Dan seorang anak amat senang menghisap susu ibunya. Setiap orang yang menyaksikan seorang anak yang sedang menghisap susu ibunya, akan mengetahui dengan pasti bahwa sang anak tersebut sedang merasakan kesenangan dan kebahagiaan. Ya, perasaan senang memiliki pengaruh yang luar biasa dalam usaha membina emosi sang anak.

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa anak-anak yang tidak berada dalam gendongan ibunya sewaktu makan sehingga tidak merasakan kehangatan tubuh ibunya, memiliki sikap acuh tak acuh, kehilangan nafsu makan, serta berkepribadian kurang sempurna. Pada akhirnya, mereka pun tumbuh menjadi individu-individu yang lemah, selalu dilanda kebingungan, dan gampang gelisah.

Seorang anak yang masih menyusui amat membutuhkan perasaan tenang dan tenteram. Karenanya, seorang ibu harus berusaha menjauhkan dirinya dari perasaan sedih, bingung, dan gelisah. Selain itu, ia juga harus berupaya mengendalikan emosinya, mengingat jerit, tangis, dan cucuran air mata, selain tak dapat mengobati kesedihan, juga hanya akan merusak perasaan dan jiwa anak.


Masalah Menyapih Anak

Islam menegaskan bahwa masa menyusui berlangsung selama dua tahun penuh atau kurang tiga bulan darinya. Dalam hal ini, kaum ibu tidak dibenarkan untuk menyusui anaknya lebih dari dua tahun atau kurang dari 21 bulan. Anak-anak yang minum ASI kurang dari 21 bulan, kebanyakannya menderita sensitivitas emosional dan mudah tersinggung. Sedangkan anak-anak yang minum ASI lebih dari dua tahun akan menderita sejenis kekurangan akal.

Pabila dilarang meminum ASI, seorang bayi niscaya akan merasa sedih dan kecewa. Kesedihan dan kekecewaan itu kian menguat tatkala sang anak tak mampu melupakan kegemaran- nya itu. Dari sejumlah penelitian diketahui bahwa seorang anak yang disapih secara sekaligus, akan tumbuh menjadi orang yang lekas marah. Bahkan beberapa di antaranya sampai menderita kelainan syaraf.

Karenanya, hendaklah seorang ibu menyapih anaknya secara berkala, seraya membiasakan anaknya itu mengkonsumsi minuman lain. Ya, sang anak harus diberi kesempatan untuk menyukai sesuatu sebagai pengganti ASI. Dengannya, niscaya ia akan melupakan kegemarannya terhadap ASI secara berangsur-angsur.


Tahap-tahap Pertama Pendidikan

Setelah masa kelahiran, proses pendidikan harus mulai dijalankan secara serius dan secara menerus hingga akhir hayat. Proses pendidika harus dibagi dalam beberapa tahap mengingat sifat dan ciri-ciri-anak yang, misalnya berusia enam tahun dengan yang berusia 14 tahun atau 19 tahun tidaklah sama. Masing-masing dari mereka memiliki sifat dan kriteria kejiwaan tersendiri yang berbeda satu sama lain. Karena itu, para orang tua tak dapat memperlakukan mereka secara sama rata.

Agar berhasil dalam mendidik dan membimbing anak-anak, kita perlu mengenal dengan jelas setiap tahapan pendidikan. Seraya itu, kita mesti mencari tahu tentang sikap yang mesti kita ambil dalam setiap tahapan tersebut.

Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa setiap anak pada setiap tahapan memiliki kebutuhan berbeda-beda yang harus dipenuhi dengan selayaknya. Imam Ja’far al-Shadiq berkata, “Dalarn tujuh tahun pertama, ia (sang anak) dibebaskan dari berbagai tugas dan tanggung jawab. Ia mempelajari ilmu pengetahuan dan buku pada usia tujuh tahun kedua. Sedangkan pada tujuh tahun ketiga, ia mengenal halal dan haram.”


Pentingnya Enam Tahun Pertama

Berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan serta pertimbangan terhadap sarana yang paling efektif bagi pertumbuhan dan pembinaan anak-anak, maka tahap terpenting bagi proses pendidikan anak adalah sewaktu ia masih berusia enam tahun ke bawah. Saking pentingnya, sampai-sampai sebagian pendidik menyatakan bahwa kehidupan sang anak di masa depan amat bergantung pada kondisi yang terjadi pada usia tersebut. Ya, bagi mereka, nasib sang anak akan ditentukan oleh proses pendidikan yang dialaminya pada tahap itu.

Proses pendidikan sudah dimulai sejak bulan-bulan pertama masa kelahiran. Saat itu, seluruh sikap dan perilaku kita terhadap anak akan menjadi kerangka dasar kehidupannya (si anak). Karenanya, bila kita memiliki rencana, tertentu bagi anak-anak kita, maka kita harus mulai menjalankannya pada tahap usia ini. Bentuk pengetahuan dan pengalaman ibu, amat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta ruhani anak. Sehat dan sakitnya sang anak, baik secara jasmaniah maupun ruhaniah, niscaya akan berdampak besar pada kehidupannya di masa mendatang.

Para ahli psikologi anak amat menekankan pendidikan anak pada masa-masa pertama kehidupan mereka dengan beberapa alasan:

1. Pembentukan kepribadian. Masa enam tahun pertama merupakan masa persiapan seorang anak dalam membentuk kepribadiannya. Segala bentuk pemikiran dan sikap kedua orang tua pada tahap ini amat berpengaruh terhadap kepribadian sang anak. Ingatan dan jiwa sang anak akan menampung berbagai pengaruh dari luar. Pada gilirannya, pengaruh tersebut akan melekat kuat pada dirinya sampai bertahun-tahun sehingga sulit dihilangkan.

Dasar-dasar pendidikan yang kita bangun pada usia ini akan membentuk kepribadiannya serta mengakar kuat dalam jiwanya. Ya, seorang anak tak ubahnya sebentuk cermin yang memantulkan segenap bentuk kepribadian orang tua dan para pendidiknya.

2. Pelajaran-pelajaran dasar. Pada masa ini, seorang anak memproleh berbagai bentuk pendidikan yang bersifat informal (tidak resmi). Sungguh, betapa banyak pengetahuan yang diperoleh seorang anak pada masa yang singkat ini. Ia lahir ke dunia ini dalam keadaan kosong dari pengetahuan dan pengalaman. Namun, dengan belajar sedikit demi sedikit, pada akhir masa ini ia akan tumbuh menjadi seorang filosof kecil yang mampu mengeluarkan pendapat dan pandangannya.

Sewaktu terlahir ke dunia ini, ia sama sekali tak mengetahui berbagai permasalahan, rahasia, serta baik buruknya perkara yang terdapat dalam kehidupan di alam yang agung ini. Kaum ibu (melalui hubungan dekatnya, cerita dan kisah yang di sampaikannya, serta jawabannya terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan sang anak), seyogianya mampu menunjukkan kepada sang anak tentang hakikat kehidupan dunia ini, seraya memberikan bentuk pandangan dan pengetahuan yang khas kepadanya.

Pada akhir masa ini sang anak telah mencapai tahap kemampuan untuk membeda-bedakan (tamyiz). Ya, pada masa ini, sang anak sedikit banyak telah mampu berdikari, mengetahui berbagai perkara di sekitarnya, dan mengetahui makna, alasan, serta kondisi seperti apa yang menguntungkan untuk melakukan berbagai aktivitas. Ia juga mulai mengetahui perbedaan antara dunia wanita dan lelaki. Seorang anak perempuan akan mengetahui bahwa di masa datang, dirinya bakal memiliki calon suami dan menjadi seorang ibu. Sedangkan seorang anak lelaki akan mengetahui bahwa peran dan tugasnya di masa datang adalah sebagai ayah. Pada usia ini, anak mulai mengenal dan mampu membeda-bedakan antara kebaikan dan keburukan, serta mulai memiliki dasar-dasar akhlak.

3. Peletakan dasar-dasar akhlak. Pada tahap ini, seorang anak telah memiliki dasar-dasar akhlak dan kepribadian tertentu. Dan secara berangsur-angsur, akhlak serta kepribadian tersebut kian melekat kuat dalam lubuk jiwanya. Segenap apa yang dilihat dan didengarnya dari orang lain, lambat-laun akan tertanam dalam jiwanya. Lalu, jadilah dirinya sebagai orang yang berkepribadian kukuh.

Pada tahap ini, sang anak telah memiliki kebiasaan yang bersumber dari watak serta kepribadian (yang tertanam) tersebut. Karenanya, tentu tidaklah mudah untuk mengubah bentuk kebiasaan tersebut. Bahkan menurut keyakinan sebagian psikiater, pabila seorang anak hendak meninggalkan salah satu kebiasaannya, besar kemungkinan dirinya akan dicekam rasa takut dan jiwanya akan terguncang.


Pentingnya Perhatian dan Pengawasan

Perlu dicamkan oleh para pendidik, khususnya kaum ibu, bahwa pendidikan anak pada tahap awal yang dilakukan secara baik dan benar, jauh lebih baik dan lebih mudah ketimbang melakukan pendidikan ulang. Jangan sampai hubungan dekat antara ibu dan anak menyebabkan sang anak tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya. Sebab, itu hanya akan men- jerumuskannya ke jurang bahaya serta mengancam keselamatan jiwa dan akhlaknya.

Sebagai seorang ibu, tentu Anda memiliki niat dan tujuan yang baik terhadap anak Anda. Namun, seyogianya niat baik itu diiringi dengan pengetahuan dan kesadaran tinggi demi mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya kekeliruan yang Anda lakukan sekaitan dengan masalah pendidikan anak. Pada masa kanak-kanak yang merupakan masa penanaman dan penebaran benih-benih pendidikan, perlu dilakukan perhatian yang serius agar nantinya tidak timbul penyesalan.

Usaha membina dan mendidik anak harus dilakukan sendiri oleh para ibu, dan jangan sampai dilimpahkan kepada orang lain. Perawat dan ibu susuan (wanita lain yang menyusui anak Anda) tak akan sanggup mengemban tugas dan tanggungjawab seorang ibu. Di samping itu, mereka juga tak punya pengetahuan yang memadai tentang segenap hal yang mesti diajarkan kepada anak, serta tak mampu mendidik dan membina anak sesuai dengan selera dan keinginan Anda. Namun patut diperhatikan bahwa tenaga dan kekuatan yang Anda miliki, selain digunakan untuk mendidik dan membina anak, juga harus digunakan untuk menggapai kesempurnaan diri Anda sendiri. Ya, Anda mesti berusaha meraih kesempurnaan kondisi dan jiwa Anda sendiri.


Perasaan Anak

Dalam pembahasan lalu, kami telah memaparkan topik yang berkenaan dengan perasaan anak terhadap ibunya. Seorang anak menganggap ibunya sebagai dunia dan pusat kehidupan, kasih sayang, kebaikan, serta kebahagiannya. Ia beranggapan bahwa ibu adalah segala-galanya. Tanpa ibu, niscaya ia tak akan sanggup bertahan hidup.

Sedangkan berkaitan dengan dirinya sendiri, seorang anak akan menganggap dirinya sebagai raja dan penguasa rumah tangga, sumber kebahagiaan seluruh anggota rumah tangga, belahan jiwa ibu, serta berhak menolak perintah dan larangan ibu dan, sebaliknya, pihak lain tidak berhak menolak perintah dan larangannya (anak). Apapun yang diinginkannya harus segera dipenuhi. Ya, ia merasa bahwa dirinya amat berharga.

Perasaan tersebut pada gilirannya akan menjadikan sang anak merasa bangga dan besar kepala, untuk kemudian hanyut dan tenggelam di dalamnya. Lebih dari itu, ia akan menjadikan perasaannya itu sebagai landasan dan tolok-ukur kesukaan serta kebenciannya.

Dalam hal ini, janganlah kita berusaha meniadakan perasaan tersebut dari dalam jiwa sang anak. Sebab, itu akan berakibat fatal bagi jiwanya. Yang mesti kita lakukan adalah menyeimbangkannya sedemikian rupa. Itu dimaksudkan agar dirinya mampu menghadapi kenyataan serta memiliki ke- pribadian yang merdeka. Dengan begitu, ia akan mampu berdikari, serta mau mengerti dan memahami perasaan orang lain serta kehidupannya berdasarkan pada sikap saling membutuhkan dan saling menguntungkan.


Ibu dan Pertanyaan Anak

Anak-anak yang berusia antara tiga sampai sampai enam tahun memiliki keingintahuan yang sangat tinggi. Mereka amat ingin mengenal dan mengetahui segenap persoalan hidup serta rahasia yang ada di baliknya; mengenal hakikat keberadaan alam, diri sendiri, dan ibunya. Mereka juga suka meneliti berbagai benda yang ada, seraya berusaha mengetahui manfaat masing-masing. Tahap usia ini disebut dengan tahap pengumpulan informasi.

Kalau memang bermaksud menyampaikan pengetahuan dan informasi kepada anak, kaum ibu hendaknya menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan anak sesuai dengan tingkat kemampuan dan pemahamannya. Jangan sampai kaum ibu memberi jawaban yang keliru sehingga nantinya perlu diralat kembali. Dengan cara itu, maka tugas para pendidik yang akan datang hanya menyempurnakan informasi dan pengetahuan yang telah diperoleh sang anak sebelumnya (dari kaum ibu).

Berilah kesempatan dirinya untuk bertanya kepada Anda. Janganlah Anda merasa gusar dalam menghadapi pertanyaan sang anak yang terkesan aneh dan tidak masuk akal. Bahkan, seadainya sang anak bertanya kepada Anda mengenai kematian dan kesyahidan ayahnya, Anda harus bersikap tabah, menahan kesedihan, serta tidak meneteskan air mata. Kalau tidak, Anda akan menjadikan anak Anda takut dan ngeri terhadap kematian.

Kalau Anda mampu menjelaskan makna kematian dengan menggunakan bahasa anak-anak (bahwa kematian itu identik dengan tidak bernafas lagi, tidur panjang, tidak mampu ber- gerak, tidak mampu berbicara dan seterusnya), niscaya Anda dan anak Anda tidak alan menghadapai kesulitan apapun nantinya. Janganlah sesekali Anda memaknai kematian sebagai sesuatu yang menyakitkan dan menakutkan. Jangan pula mengatakan kepadanya bahwa orang yang mati akan meng- hadapi berbagai cobaan dan bencana. Semua itu hanya akan menjadikan jiwa sang anak tersiksa lantaran kematian ayahnya.


Coba Menghadapi Anak

Tidak diragukan lagi bahwa hubungan Anda dengan anak Anda harus dijalin dengan penuh keibuan serta perasaan kasih dan sayang. Semua itu jelas merupakan karakter yang khas dalam diri semua ibu. Namun, dalam pembahasan kali ini, kami akan memaparkan sebuah kasus lain.

Dalam bergaul dengan sang anak, Anda harus selalu memperhatikan kesantunan, nilai-nilai akhlak, rasa kemanusia- an, serta penggunaan kata-kata yang baik, seraya menaruh hormat kepada sang anak. Sekarang ini ia memang masih kanak-kanak. Namun, ingat, di masa mendatang, ia akan tumbuh dewasa dan menjadi anggota masyarakat kita; menjadi ayah yang bijak dan pandai atau ibu yang siap berjuang dan berkorban. Dalam hal ini, Anda mesti memiliki pola pikir dan cara pandang semacam itu.

Cara bergaul Anda dengan anak Anda sejak dirinya masih kanak-kanak harus dilakukan dengan tenang, tegas dan benar. Itu dimaksudkan agar nantinya tidak muncul keadaan yang merugikan. Anda dapat mewujudkan harapan tentang masa depan sang anak dengan mempersiapkannya sejak sekarang, yakni dengan selalu memperhatikan sikap serta cara bergaul yang baik dan benar.

Berkat kasih sayang ibu, jiwa dan mental sang anak niscaya akan terhindar dari guncangan. Selain itu, kepribadiannya pun akan menjadi tenang dan jauh dari keresahan. Namun perlu dicamkan bahwa kasih sayang tersebut harus dibatasi sedemikian rupa agar tidak sampai menjadikan sang anak tak pernah mencicipi pelbagai kesulitan hidup, serta tidak mengenal derita dan bencana yang melanda masyarakat. Dalam hal ini, Anda dituntut untuk mengenalkan kepada anak Anda tentang berbagai sisi kehidupan. Namun tentunya itu harus disesuaikan dengan kapasitas keilmuan dan tingkat pemahamannya.


Nostalgia Masa Kanak-kanak

Anak-anak akan selalu mengenang masa kanak-kanaknya. Apa-apa yang mereka ketahui dan alami pada masa ini, selamanya akan melekat kuat dalam benaknya. Berbagai kenangan seorang anak terhadap masa kanak-kanaknya, seperti kebahagiaan, kesengsaraan, kekerasan, kasih sayang, dan lain- lain, akan memberikan pengaruh yang besar pada kepribadian sang anak.

Upayakanlah agar dalam benak sang anak tertanam berbagai perkara yang sifatnya membangun, menumbuhkan sikap optimistis, serta berbagai pelajaran dan pengalaman yang ber- manfaat bagi kehidupannya di masa datang. Sebaliknya, jauh- kanlah dirinya dari berbagai masalah yang akan membenihkan sikap pesimistis dan acuh tak acuh terhadap masa depannya. Perlu dicatat bahwa rumah merupakan pusat pemerintahan para ibu. Namun, rumah tersebut juga merupakan tempat anak-anak berkuasa secara penuh. Karenanya, kaum ibu harus benar-benar memperhatikan, membimbing dan mengawasi anak-anaknya.


Pendidikan Masa Kanak-kanak dan Remaja

Pada pembahasan kali ini, kami akan memaparkan tahap pendidikan berikutnya, yaitu tahap pendidikan pada masa remaja. Dalam upaya menyempurnakan pembahasan sebelumnya, kami perlu mengingatkan bahwa hubungan anak dengan ibunya sejak masa kelahiran akan melintasi sejumlah fase yang dapat diringkas sebagai berikut:
1. Fase di mana sang anak memiliki keterikatan yang begitu kuat dengan ibunya, yakni sejak kelahiran hingga sang anak berusia lima atau enam bulan.
2. Fase di mana sang anak merasa bahwa ibunya adalah teman dan koleganya, sekaligus merasakan bahwa dirinya merupakan bagian tak terpisahkan dari ibunya. Ya, ia akan senantiasa membutuhkan keberadaan ibu-nya. Keadaan semacam ini akan terus berlangsung hingga sang anak berusia tiga tahun.
3. Fase di mana sang anak mulai mampu menjaga dirinya sendiri tatkala ditinggal pergi ibunya, sekalipun dirinya merasa berat dan tetap menginginkan sang ibu terus berada di sampingnya. Keadaan ini akan terus berlangsung hingga sang anak berusia lima tahun.
4. Fase di mana sang anak sudah mampu ditinggal pergi ibunya dengan menyibukkan diri bermain bersama teman- temannya atau menjalin hubungan dengan pengganti ibunya. Keadaan ini berlangsung hingga sang anak berusia enam tahun. Semakin bertambah usianya, semakin berkurang pula keterikatan dan kebutuhannya terhadap sang ibu. Tatkala telah mencapai usia akil balig (puber), sang anak sudah mampu berpisah dengan ibunya selama enam bulan atau lebih.
5. Fase berpikir rasional dan mulai memahami hubungan sebab-akibat. Keadaan ini berlangsung hingga sang anak berusia sembilan tahun.
6. Fase di mana sang anak mulai menerima serta merasa puas terhadap argumen yang diberikan orang lain. Keadaan ini berlangsung hingga sang anak berusia sebelas tahun.
7. Fase remaja. Fase ini dicapai sewaktu sang anak telah berusia antara 12 hingga 18 tahun. Fase ini dikategorikan sebagai fase ketiga.


Perilaku dan Kondisi Kehidupan

Di awal dan akhir fase ini, kondisi kehidupan dan perilaku sang anak amat jauh berbeda dengan sebelumnya. Pada fase yang dimulai sejak akhir usia enam tahun ini, sang anak mulai memasuki dan menyibukkan diri dengan dunia persahabatan, sekolah, serta gurunya. Ya, saat itu ia mulai memasuki dunia barunya, yakni sekolah, dan mulai memiliki kebutuhan terhadap teman, kenalan, atau orang-orang yang dapat membantunya.

Semakin anak merasa senang dengan sekolah dan gurunya, semakin berkurang pula keterikatannya dengan sang ibu. Namun begitu, ia masih tetap setia kepada ibunya. Ia tetap menganggap ibunya sebagai pembimbing dan pembinanya, serta masih sungkan mengambil sikap yang menentang ibunya. Ya, kalau dirinya tetap berusaha untuk melaksanakan segenap ketentuan ibunya, maka ini merupakan hasil positif dari proses pendidikannya selama ini.

Pada akhir fase ini, anak Anda mulai memasuki usia remaja dan usia balig. Kini ia telah memiliki dunianya sendiri. Pada umumnya, ia mengira telah mengetahui segala sesuatu dan merasa tak memerlukan lagi bimbingan serta arahan Anda sebagai ibunya. Maklum. saat itu ia tengah memasuki fase perubahan jasmani dan ruhaninya serta tak mau lagi di- perlakukan seperti kanak-kanak. Besar kemungkinan, pada fase ini ia akan mulai melawan dan menentang kebijakan-kebijakan Anda. Karenanya, pada fase ini seorang ibu dituntut untuk benar-benar bersikap bijak dan hati-hati.


Hubungan Dekat

Dalam membimbing sang anak agar mencapai tujuan yang telah Anda canangkan sebelumnya, Anda mesti berusaha untuk senantiasa menggandeng tangannya serta menjaga suasana rumah tangga tetap hangat dan harmonis. Dengannya, niscaya sang anak akan merasa senang tinggal dalam lingkungan rumahnya. Dan sewaktu-waktu menghadapi kesulitan, ia akan segera meminta perlidungan Anda. Demi menciptakan suasana keluarga yang hangat dan harmonis, Anda dapat menyusun berbagai program di antaranya, bermain bersama, saling bercerita, dan sejenisnya. Itu dimaksudkan agar sang anak merasakan kehangatan suasana hidup keluarganya.

Anda mesti menjalin hubungan yang dekat dengan anak Anda. Terlebih bila anak Anda itu telah menginjak usia remaja dan berjenis kelamin laki-laki. Bagi anak perempuan, kematian ayah memang akan menjadikannya bersedih hati dan merasa kehilangan. Namun. lantaran masih memiliki figur lain, yaitu seorang ibu, dirinya tidak begitu merasa kehilangan. Lain hal dengan anak laki-laki. Baginya, kematian ayah merupakan perkara yang amat mengharukan. Dirinya pun akan merasa amat kehilangan sosok idolanya. Dengan kejadian itu, ia niscaya akan lebih mendekatkan diri kepada ibunya ketimbang kepada saudara perempuannya.

Wahai para ibu yang bijak! Dekatilah anak laki-laki Anda. Jadikanlah dirinya sebagai rekan sekaligus mitra Anda dalam menggerakkan roda rumah tangga. Luangkanlah sedikit waktu untuk berbincang-bincang dengannya, seraya meyakini bahwa waktu tersebut tidak terbuang sia-sia. Dengan meluangkan waktu seperti itu, Anda dapat membentuk, membina, serta mengarahkannya pada tujuan yang Anda inginkan. Di samping itu, Anda juga mesti menjalinkan hubungan anak lelaki Anda itu dengan saudara laki-laki dari keluarga besar Anda. Itu dimaksudkan agar ia memiliki sifat jantan.


Pendidikan yang Diperlukan

Anda adalah ibu sekaligus guru dan pembimbing anak Anda. Tak diragukan lagi bahwa sebagian besar tugas pendidikan anak (secara teoretis) ditanggung pihak sekolah dan para guru. Karenanya, tugas Anda tak lain hanyalah mengawasi dan memperhatikan anak-anak Anda. Meskipun begitu, Anda juga memiliki tugas yang justru lebih berat, yakni harus mengajarkan mereka praktik kehidupan yang bersifat manusiawi.

Anda juga mesti mengajarkan kepada anak laki-laki Anda tentang kriteria seorang ayah yang ideal. Seraya itu, Anda juga harus menjelaskan kepadanya bahwa dirinya kelak akan menjadi seorang ayah dan harus mulai melatih diri sejak sekarang. Kenalkan pula anak perempuan Anda tentang kriteria seorang ibu yang bijak. Selain itu, jelaskanlah kepadanya bahwa pada masanya nanti, ia akan menjadi seorang ibu dan harus mulai mengumpulkan berbagai informasi serta pengetahuan yang berkenaan dengan tugas serta tanggungjawab seorang ibu sejak sekarang.

Dalam pada itu, seyogianya Anda membebankan tugas dan tanggung jawab kepada anak-anak Anda sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Itu dimaksudkan agar mereka memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupannya. Limpahkanlah pekerjaan rumah kepada anak perempuan Anda, dan limpahkanlah tugas yang sebelum- nya dipikul ayahnya kepada anak lelaki Anda. Umpama, untuk membeli sebagian keperluan rumah tangga. Namun, tentunya semua ini harus berlangsung di bawah pengawasan dan bimbingan Anda. Ya, anak-anak Anda harus ikut andil dalam menjalankan roda kehidupan rumah tangga. Sekalipun mereka sekarang masih kanak-kanak atau remaja. Kalau Anda meremehkan persoalan ini, niscaya anak-anak Anda akan terbentur pelbagai persoalan yang serius dalam kehidupannya di masa depan.


Pengawasan yang Diperlukan

Pada usia ini, anak-anak Anda amat mudah dipengaruhi, diselewengkan, dan dibelokkan dari jalan yang lurus. Karena- nya, Anda harus bertugas laksana seorang penjaga kebun yang mesti memperhatikan betul tunas-tunas pohon yang baru saja tumbuh agar tidak sampai bengkok dan tumbang, atau disalahgunakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Proses pengawasan yang Anda lakukan itu seyogianya dimulai dari dalam rurnah; waktu dan tempat tidur, teman bergaul, jenis permainan, serta pertikaian dan perkelahian mereka. Semenjak mencapai usia mumayyiz dan sang anak-sudah harus tidur sendiri dan terpisah dari anggota keluarganya yang lain. Awasilah cara tidur, teman bergaul, serta keluar-masuknya mereka. Amati pula bentuk dan corak berpikirnya, serta buku-buku, gambar, dan tulisan yang mereka lihat dan baca. Anda juga perlu memperhatikan kesehatan ruhani, kemuliaan dan harga diri, kesucian dan ketakwaan, serta pergaulan dan persahabatan rnereka. Melalaikan semua itu hanya akan mengakibatkan mereka tercemari dan ternodai.

Sewaktu mendekati usia balig, anak Anda akan memiliki tanda-tanda tertentu pada dirinya. Namun, tanda-tanda tersebut lebih cepat muncul pada anak perempuan. Saat itu, Anda mesti menyampaikan segenap informasi yang mereka butuhkan. Perhatikankan segenap kebutuhan mereka. Namun, itu bukan berarti kami hendak memaksa Anda memenuhi semua keinginan mereka. Namun lebih sebagai imbauan agar Anda memperhatikan cara yang tepat dalam memenuhi segenap kebutuhan mereka dan senantiasa menepati janji-janji Anda kepada mereka.


Masalah Perintah dan Larangan

Semasa anak Anda masih kanak-kanak, Anda tidak begitu banyak menghadapi persoalan dan permasalahan, serta dapat mendidiknya dengan mudah. Itupun lantaran sang anak memiliki keterikatan yang kuat dengan Anda. Saat itu, ia masih mudah menerima arahan dan petunjuk, serta amat menyukai Anda. Ya, ia akan selalu berusaha menyesuaikan dirinya dengan pola hidup yang Anda tentukan. Namun, lain hal dengan ketika sang anak mulai memasuki usia remaja. Pada masa ini, besar kemungkinan Anda akan menghadapi sejumlah kesulitan dalam mendidik dan mengarahkannya.

Mungkin Anda akan merasa bahwa anak Anda sekarang ini selalu menuruti keinginan nafsunya, suka membantah, membangkang, dan tak mempedulikan perintah serta larangan Anda. Dengan pengetahuan yang diperolehnya, ia berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Anda. Karenanya, Anda mesti bersikap lebih serius dan hati-hati agar dirinya tetap patuh pada perintah Anda serta tetap melangkah di jalan kemanusiaan, kemuliaan, dan kehormatan.

Segenap perintah dan larangan Anda terhadap anak remaja Anda, terlebih dahulu harus dipikirkan masak-masak. Perhatikanlah kondisinya; apakah ia memiliki kesiapan untuk menerima perintah dan larangan. Kalau tidak memiliki, ciptakanlah kondisi tertentu yang menumbuhkan kemampuan dirinya. Baru setelah itu Anda dapat memberlakukan perintah dan larangan terhadapnya. Bila tidak demikian, besar kemungkinan, ia akan selalu menentang dan mengabaikan segenap ucapan Anda. Namun, saya tidak memaksudkan Anda untuk menyuapnya atau memaksanya agar mematuhi aturan dan ketentuan Anda. Sungguh itu merupakan tindakan yang amat keliru.


Peran sebagai Teladan

Dalam proses mendidik anak, peran Anda sebagai suri teladan amatlah penting. Pertama, Anda harus menjadi suri teladan kesabaran dan kegigihan. Janganlah Anda merasa bingung, kalut, dan resah sewaktu menghadapi musibah. Kedua, Anda juga mesti mengerjakan terlebih dahulu segenap apa yang Anda perintahkan dan anjurkan kepada anak Anda. Semisal, dalam memerintahkan sang anak agar shalat tepat waktu, Anda juga harus terlebih dahulu melaksanakannya secara tepat waktu. Pada dasarnya, Anda tidak berhak melambat-lambatkan shalat hanya lantaran sibuk atau sedang menyelesaikan pekerjaan.

Sebagai ibu, Anda tentu memiliki pengaruh yang besar terhadap anak Anda. Terlebih setelah kesyahidan ayahnya. Sejak itu, seluruh perhatian anak Anda akan tertumpu kepada Anda, dan akan mengambil pelajaran dari kesucian dan ketakwaan Anda, serta perhatian Anda terhadap masalah halal- haram. Jangan sampai anak Anda beranggapan bahwa Anda hanya sekadar memerintah dan melarang, sementara Anda sendiri tak pernah menjalankannya.

Jadilah Anda seorang mubalig baik dari sisi penyampaian maupun pengamalan. Belajarlah dengan tujuan mengamalkan- nya sendiri. Niscaya, anak-anak Anda akan mengamalkannya pula. Secara umum, seyogianya Anda berusaha menjadikan diri Anda sebagai panutan dan suri teladan anak-anak Anda. Dengannya, mereka akan merasa amat membutuhkan petunjuk serta arahan Anda, dan tidak mau mencontoh serta mengikuti orang selain Anda.


Doktrin yang Diperlukan

Di satu sisi, proses pendidikan adalah pengamalan. Sementara di sisi lainnya adalah doktrin dan peringatan. Adakalanya, sebuah ucapan mampu mengubah bentuk ke- hidupan sang anak. Karenanya, Anda mesti rajin-rajin meng- ingatkan dan menasihati anak-anak Anda, serta menjadikan mereka bijak dan pandai. Sampaikanlah kepada mereka tentang nilai-nilai kepribadian yang sesuai dengan kehendak Allah serta tugas-tugas yang harus diemban keluarga para syahid. Ingatkan pula mereka tentang harapan Allah dan masyarakat terhadap keluarga syahid ini.

Tegaskanlah kepada mereka keharusan untuk menjadi orang-orang yang gagah berani, cinta sesama, menjaga kehormatan diri dan masyarakat, serta senantiasa menjaga kemuliaan Islam dan al-Quran. Katakanlah bahwa semua itu merupakan tugas keturunan para syahid yang amat sesuai dengan keinginan Allah, Nabi-Nya, dan masyarakat secara umum. Sampaikanlah kepada mereka untuk selalu menjaga kesucian diri, menghargai diri, tidak berbuat hina dan tercela, tetap teguh dan tegar berjalan di jalan yang benar, membiasakan diri bersikap luhur dan mulia, serta menjadi insan kebanggaan masyarakat.

Merupakan sebuah kekeliruan bila kita berprasangka bahwa seorang anak tak akan mampu hidup sehat dan stabil tanpa sosok seorang ayah. Sebab, sejumlah pengalaman menunjukkan bahwa para ibu yang arif dan bijak mampu mengisi kekosongan sosok ayah serta menjadikan anaknya mampu meraih keberhasilan hidup.
Pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa banyak para tokoh cendekiawan di bidang sosial, politik, dan ekonomi yang pada masa kanak-kanaknya banyak menghadapi kesulitan hidup dan tidak merasakan sentuhan kasih sayang ayah-ibunya. Karena itu, Anda harus optimistis terhadap masa depan anak- anak Anda. Teruslah berjalan dengan penuh ke-tawakalan seraya senantiasa mengharap perlindungan dan pertolongan Ilahi.


Pendidikan pada Masa Balig dan Remaja

Masa balig adalah masa yang amat sensitif dalam kehidupan setiap manusia; suatu masa yang penuh kesulitan, baik bagi sang anak maupun para guru. Perubahan yang terjadi pada tubuhnya (sang anak) secara berangsur-angsur akan mempengaruhi jiwa serta perilakunya. Dan pada akhirnya, jiwanya akan senantiasa bergolak. Keadaan ini ini akan terus berlangsung hingga ia mencapai usia 18-19 tahun, atau bahkan lebih.
Sosok ibu sebagai pengemban tugas pendidikan anak, niscaya akan kebingungan dan menderita sewaktu menghadapi perubahan sikap anaknya itu. Ini lantaran sikap dan perilaku sang anak tidak seperti biasanya. Namun, kendati demikian, sang ibu harus tetap meningkatkan pengawasan serta perhatian- nya terhadap sang anak, serta terus berusaha menciptakan hubungan yang harmonis dengannya.

Sekalipun begitu, dari sisi yang lain, sang ibu juga merasa sedih dikarenakan ia (anak) telah menjadi anak yatim dan sekarang memiliki sikap serta perilaku yang tidak stabil. Lalu, bagaimanakah cara menyembuhkannya?

Sebelum kita memasuki pembahasan yang berkenaan dengan berbagai perubahan kondisi dan sikap anak, Anda perlu mengetahui bahwa Anda tidak diperbolehkan untuk terus- menerus bersedih dan risau terhadap keyatiman anak Anda. Sebab, menurut aturan Islam, tatkala seorang anak telah mencapai usia balig, maka keyatiman yang disandangnya itupun tidak berlaku lagi baginya. Imam Ali berkata, “Aku bertanya kepada Rasul saww tentang anak yatim, kapankah keyatimannya itu berakhir?” Rasul saww menjawab, “Bila ia telah bermimpi serta mengetahui pengambilan dan pemberian.”(Bihar al-Anwar, juz XXIII)


Ciri-ciri Khusus

Awal fase ini dimulai sejak usia balig; bagi perempuan normal kurang lebih pada usia antara 13-14 tahun; dan laki- laki normal pada usia 15-16 tahun. Adapun fase akhir masa remaja, berdasarkan pendapat para psikolog, adalah usia antara 24 hingga 28 tahun. Tugas dan kewajiban kaum ibu dalam mendidik anaknya akan berakhir saat sang anak telah berusia 20-21 tahun. Pada saat itu, sang anak telah mencapai fase di mana dirinya sudah mampu berdiri sendiri.

Fase ini dapat dianggap sebagai fase yang amat meng- guncang para pendidik dan guru. Perubahan sikap dan perilaku anak lantaran memasuki usia balig, menjadikannya cenderung melawan dan melanggar perintah, serta mudah tergelincir dalam berbagai bentuk penyimpangan. Ia akan suka melanggar perintah dan larangan ibunya dan sibuk dengan dunianya sendiri. Selain itu, ia juga tidak mau lagi melangkah di jalan yang biasa dilaluinya semasa kanak-kanak.

Pada usia ini, adakalanya sang anak merasa dirinya berperan sebagai pengganti ayah dan cenderung mengeluarkan perintah serta larangan. Dalam hal ini, Anda mesti berhati-hati agar jangan sampai ia berlebihan dalam berbuat sehingga memberatkan adik-adiknya. Pada fase ini, sang anak mulai menuntut kebebasan dan lebih sering bergaul dengan teman-temannya. Ini merupakan sebuah kesulitan lain yang mesti dihadapi sang ibu. Ya, dalam kondisi semacam ini, sang anak tidak lagi memikirkan keadaan rumahnya dan tidak mau tahu lagi tentang tugas serta tanggungjawabnya.

Secara umum fase usia ini adalah fase yang penuh krisis krisis pemikiran, moral, mental, emosional dan sejenisnya. Krisis tersebut juga berlaku pada anak-anak perempuan. Padahal, kita mengetahui bahwa mereka adalah individu-individu yang umumnya lemah dan memiliki sifat yang lembut sehingga relatif tidak mampu bertahan di jalur yang sebelumnya biasa dilalui.


Bahaya Ketergelinciran dan Penyimpangan

Fase ini dapat juga disebut sebagai fase ketergelinciran dan penyimpangan. Anak lelaki dan perempuan pada fase ini berada di ambang ketergelinciran, penyimpangan, dan bahaya besar. Berbagai bentuk penyimpangan siap menanti mereka, di antaranya, penyimpangan seksual sebagai akibat tekanan nafsu birahi, pencurian dan perampokan sebagai akibat dari salah bergaul, dan penyimpangan ideologi serta pemikiran sebagai akibat banyaknya tantangan dari luar atau munculnya selera serta keinginan baru dalam diri mereka.
Betapa banyak anak-anak yang berasal dari keturunan ini (para syahid) menjadi pecandu obat bius dan narkotik, judi, minuman keras, dan berbagai perbuatan buruk lainnya.

Sementara sebagian lainnya berusaha mati-matian untuk melepaskan diri dari genggaman tangan orang tua dan guru, yang dalam istilah mereka disebut sebagai “proses pembebasan dan pemerdekaan diri”. Acapakali dalam usaha mencari identitas diri tersebut, mereka tersesat dan melupakan orang- orang yang paling mereka muliakan serta kehilangan kehangatan hidup keluarga.

Demi menjauhkan anak dari bahaya penyimpangan, seorang ibu dituntut untuk lebih memperhatikan dan menjalin hubungan yang lebih baik dengannya. Pada fase ini, seorang ibu harus menjadi semacam awan yang senantiasa bergerak demi melindungi dan mengawasi langkah-perbuatan sang anak. Dengan catatan, jangan sampai itu menjadikan sang anak merasa terbelenggu dan terbebani.


Kebutuhan-kebutuhan

Pada fase usia ini, sang anak memiliki banyak kebutuhan. Kalau segenap kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara wajar, niscaya itu akan berakibat fatal. Saat itu mereka amat memerlukan pergaulan dan sahabat yang dapat menenangkan jiwa serta menjawab berbagai pertanyaan yang mereka ajukan. Sahabat merupakan sarana bagi mereka untuk mengecap ketenangan dan keseimbangan, serta untuk menyelesaikan persoalan dan menembus pelbagai rintangan.

Mereka ingin bebas dalam mengeluarkan keputusan atau menjalankan suatu tugas dan pekerjaan tertentu. Dalam hal ini, kebebasan mereka mesti dihormati selama tidak mem- bahayakan diri sendiri dan masyarakat, serta tidak melanggar norma-norma agama. Mereka perlu merasa bangga dan terikat pada sesuatu yang dapat mendatangkan kebahagiaan dirinya. Mereka juga membutuhkan pujian dan dorongan semangat dari seseorang demi menumbuhkan rasa percaya diri. Mereka amat membutuhkan rasa aman dan dukungan keluarga serta kasih sayang orang-orang dewasa―dan ini mesti dipenuhi secara wajar. Itu dimaksudkan agar mereka tidak merasa sebagai anak yatim serta tak punya tempat bergantung dan berlindung. Mereka ingin di dalam rumahnya terdapat seorang panutan yang bersikap terbuka dan siap menampung serta menanggapi segenap keluh kesahnya. Dalam hal ini, sosok ibulah yang harus berusaha mewujudkan segenap keinginan mereka itu.


Pentingnya Pengawasan

Pada masa balig dan rernaja, anak-anak perlu mendapatkan pengawasan dan perhatian yang lebih serius, yang berkenaan dengan bentuk hubungan mereka dengan sesama, waktu tidur serta istirahat, teman bergaul, dan seterusnya.

Program kegiatan dan pendidikannya juga mesti berada di bawah pantauan sang ibu, agar nantinya mereka tumbuh menjadi insan berakhlak dan berperilaku mulia. Pergaulan mereka juga mesti diawasi sehingga dapat diketahui siapa teman bergaulnya serta siapa yang dijadikan tempat curahan segenap rahasia pribadinya. Perlu diketahui pula dengan siapa mereka berjalan dan bepergian sehari-harinya. Bila ada dianggap perlu, undanglah teman-teman sang anak ke rumah sehingga dapat dilihat dari dekat bagaimana kepribadian teman-temannya itu.

Anda harus memisahkan tempat tidur mereka satu sama lain, dan peringatkan agar tidak bergaul dengan anak-anak yang masih kanak-kanak. Usahakan pula agar mereka merasa senang tinggal di rumah serta memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga. Mereka tidak dibenarkan―dengan alasan perasaan sayang―mencium anak-anak yang bukan muhrimnya; anak perempuan yang telah mencapai usia balig tidak dibenarkan mencium anak lelaki yang telah mumayyiz; begitu pula anak lelaki (balig) tidak dibenarkan mencium anak perempuan yang telah mumayyiz.(Wasail al-Syiah, juz V, hal. 28; Makarim al-Akhlaq, hal. 115)

Dalam proses pengawasan, janganlah Anda terlalu menekan dan memaksa sang anak, baik yang masih kanak-kanak maupun sudah berusia balig dan remaja, agar tunduk dan menyerah di hadapan Anda. Sebab, itu hanya akan menjadikan mereka cenderung melakukan perlawanan dan pelanggaran. Selain pula akan merusak hubungan baik Anda dengannya. Begitu pula, janganlah Anda menjadikan mereka diam membisu. Berilah kesempatan kepada mereka untuk berbicara serta mencurahkan isi hatinya kepada Anda. Kemudian, usahakanlah untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi.


Hubungan dengan Anak Perempuan

Hubungan Anda dengan anak perempuan Anda mesti lebih terjalin hangat, akrab, dan penuh perhitungan. Kaum ibu hendaknya lebih mengkonsentrasikan dirinya untuk mewujud- kan nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan dalam jiwa anak perempuannya, serta berusaha menjaga kesucian dirinya. Laksanakanlah sebuah cara yang dapat menjadikan anak perempuan Anda cenderung meniru dan mengikuti perilaku serta kebiasaan Anda. Jadikanlah dirinya seseorang yang mampu menjaga ketakwaan dan kesucian dirinya. Seraya itu, kenatkanlah pula kepadanya tentang konsep kecantikan hakiki kaum wanita.

Sejak usia kanak-kanak, ia sudah harus mengetahui bahwa dirinya adalah seorang perempuan dan akan melanjutkan jejak ibunya. Ya, ia harus diberi pengertian agar benar-benar menjadi sosok perempuan yang terdidik. Usahakan pula agar dirinya menggunakan tolok-ukur (masa depan kehidupannya) yang berlaku dalam keluarganya, bukan sebagaimana yang diajarkan dan diberlakukan teman-temannya. Ia juga mesti memahami bahwa martabat dan kedudukan sebuah keluarga yang telah mengorbankan seseorang di jalan Allah adalah teramat mulia. Sebaliknya, meremehkan kedudukan tersebut sama saja dengan menyulut api keburukan bagi dirinya sendiri, keluarga, ideologi, agama, dan masyarakatnya. Dalam hal ini, Anda dituntut untuk lebih memperhatikan keberadaan para sahabat dekatnya. Selain itu, Anda juga harus berusaha menyeimbangkan kadar emosinya agar dapat menyatu dengan kebijakan akalnya.


Bersikap Bijak dan Memberi Dukungan

Anda seyogianya memberi dukungan kepada anak-anak Anda demi menumbuhkan keberanian mereka. Bila mereka melakukan suatu pekerjaan dengan baik, lontarkanlah pujian dan dukungan Anda. Adapun bila melakukan suatu kesalahan atau kekhilafan, perlakukanlah mereka dengan cara lembut, bijak, seraya memberi maaf.

Cara semacam itu niscaya akan berpengaruh positif terhadap proses pembinaannya, sekaligus menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri sang anak. Bila anak Anda tidak memperoleh ruang yang layak dalam rumahnya serta tidak mendapatkan dukungan Anda, lalu siapa lagi yang dapat diharapkannya?
Dalam lingkungan rumah tangga, banyak kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan keberanian dalam jiwa sang anak. Kenalkanlah mereka pada tugas dan tanggung jawab masing-masing. Setelah itu, bantu dan dampingi mereka dalam menjalankan tugas tersebut.

Namun jangan sampai sikap lembut Anda itu disalah- gunakan dan dimanfaatkan sang anak untuk bermanja-manja. Selain itu, Anda juga harus memperlakukan sang anak dengan bijak dan sesuai dengan aturan-aturan yang semestinya. Alhasil, Anda harus menjelaskan pendapat dan keyakinan Anda, agar anak-anak Anda dapat memahami bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Dan agar mereka berusaha untuk melaksanakan segenap yang Anda inginkan.


Pelbagai Pengharapan

Mengingat sosoknya lebih lembut ketimbang sosok ayah, kaum ibu tentu lebih mampu menarik, menenangkan, dan menguasai hati sang anak.

Kami mengenal banyak orang yang telah kehilangan ayah-nya semasa remaja dan setelah dewasa, dan kemudian terjerumus dalam pelbagai kebiasaan buruk. Namun berkat bantuan dan pertolongan sosok ibu, mereka akhirnya mampu kembali ke jalan yang benar. Itulah bukti dari kesabaran, ketelatenan, ketegaran, dan kebijakan kaum ibu.

Bila Anda menyaksikan anak Anda melakukan suatu kesalahan, janganlah Anda merasa sedih dan sengsara, serta langsung menitikkan air mata. Tenangkanlah hati Anda dan pikirkanlah apa yang mesti Anda lakukan agar anak remaja Anda yang cenderung melawan dan menentang itu, berubah menjadi patuh, bersikap tenang, dan merasa tenteram. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa usaha Anda itu bakal sukses.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: