Pesan Rahbar

Home » » Rahasia Rahasia Ibadah; Bab: Pertemuan 14

Rahasia Rahasia Ibadah; Bab: Pertemuan 14

Written By Unknown on Wednesday 26 October 2016 | 01:06:00


“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada bulan ini pintu-pintu surga terbuka, maka mintalah kepada Tuhan kalian agar pintu itu tidak ditutup untuk kalian. Dan pintu-pintu neraka pada bulan ini ditutup, maka mintalah kepada Tuhan kalian agar pintu itu tidak dibukauntuk kalian.”227

Ketika akan memasuki surga, calon penghuninya akan mengetuk pintunya terlebih dulu. Ini dikarenakan mengetuk pintu merupakan adab memasuki suatu tempat, kedati pintu tersebut telah terbuka. Dan suara ketukan pintu seorang mukmin tatkala memasuki surga akan terdengar: “Wahai Ali.” Nabi saww bersabda: “Sesungguhnya putaran untuk membuka pintu-pintu surga terbuat dari yaqut merah yang dibungkus emas. Jika putaran itu diputar; ia akan berbunyi berkali-kali: ‘Wahai Ali’.”228

Dalam menjelaskan hadis ini, almarhum al-Ustadz Allamah Thabathabai ―semoga Allah meridhainya― berkata: “Mengapa suara pintu itu berbunyi: Wahai Ali? Karena seorang tamu ketika berkunjung ke suatu rumah akan memanggil nama sang pemilik.” Jika pemilik rumah memiliki nama tertentu, maka tamu tersebut akan menyebut namanya. Al-Sayyid Thabathabai mengatakan bahwa pemilik surga sekaligus yang akan menyambut tamu di dalamnya adalah Ali bin Abi Thalib as. Karena itu, tatkala pintu surga diketuk, maka ketukannya akan bersuara: Wahai ali setiap orang yang memasuki surga berada di bawah naungan hidayah dan kepemimpinan Ahlul Bait. Dengan demikian, ia akan menjadi tamu Ahlul Bait as.

Seandainya cahaya-cahaya kebaikan ini tidak ada, maka tak seorang pun yang akan masuk ke surga. Pintu-pintu surga pada bulan (Ramadhan) ini telah terbuka. Karenanya, kita harus berusaha agar pintu-pintu tersebut tidak tertutup bagi kita. Pada saat ini juga, bisa diketahui apakah kita tergolong penghuni surga ataukah tidak, dan apakah pintu-pintu surga telah terbuka bagi kita ataukah tidak.

Rasul saww bersabda kepada Imam Ali as: “Saya adalah kota hikmah, yaitu surga, dan engkau, wahai Ali, adalah pintunya.”229 Pernyataan tersebut bukan diartikan bahwa kota itu dikelilingi dinding dan hanya memiliki satu buah pintu. Tetapi setiap kota merniliki satu buah pintu dan setiap orang, kedati bisa menempuhnya dari arab manapun, tidak mungkin mampu sampai kepadaku kecuali dengan melewatimu. Orang yang berkeinginan untuk sampai kepada diriku, terlebih dahulu harus hadir di sisimu. Allah Swt mengetahui bahwa pada hari kiamat, pintu-pintu di langit akan terbuka lebar.

“Dan dibukakanlah langit, maka terdapatlah beberapa pintu.” (al-Naba: 19) Setiap lapisan langi (memiliki pintu yang harus dilalui manusia agar dapat memasukinya. Dan untuk memasukinya, tidak terdapat keterbatasan dan tidak mesti melalui tempat tertentu saja. Setiap sudut kota merupakan hikmah, sementara ilmu menjadi pintunya. Tanpa bantuan Ahlul Bait as, mustahil manusia dapat memasuki kota itu.

Jika manusia ingin mengetahui apakah dirinya termasuk penghuni surga atau bukan, hendaklah ia bercermin ke dalam hatinya. Adakah hatinya telah dilumuri dosa-dosa ataukah tidak? Imam Shadiq as berkata: “Tenggelamlah ke dalam hati kalian.” Manusia yang mengabaikan hatinya tidak akan mengetahui apa yang terjadi di dalamnya.

Sebaliknya, apabila tidak diabaikan, ia dapat mengetahui apa yang melintas di dalamnya, baik atau buruk ―“Tenggelamlah ke dalam hati kalian. Jika Allah membersihkannya dari kemarahan yang melintas akibat perbuatannya, dan kalian mendapatkannya seperti itu, mintalah kepada Allah apa yang kalian inginkan.”230 Tenggelamlah ke dalam lautan hati kalian dan lihatlah apa yang terlintas di dalamnya; apakah itu lintasan Ilahi ataukah bukan. Bagaimana mungkin manusia dapat mempercayai bahwa dirinya telah mencapai rahasia ibadab, sementara ia sendiri belum melihat apa yang terjadi dalam lubuk hatinya?

Syeikh Mufid meriwayatkan dari Imam Jafar as: “Tenggelamlah ke dalam lautan hati kalian dan lihatlah apakah hati kalian bersih atau tidak.” Apabila di dalamnya kalian tidak menjumpai apapun selain kecintaan kepada Allah Swt, maka segala sesuatu yang kalian inginkan akan segera terwujud. Ini dikarenakan doa seorang muwahhid pasti akan diterima. Al-Muwahhid merupakan orang yang telah mencapai rahasia tauhid kepada Allah Swt, di mana dalam hatinya tidak terdapat apapun kecuali Allah Swt.

Ibnu Kawwa’ berkata kepada Amirul Mukminin as: “Engkau berkata: ‘Bertanyalah kepadaku sebelum engkau kehilanganku.’ Berapakah jarak antara tempatmu dan arsy?” Imam as menjawab: “Anda bertanya tidak untuk mengerti, tetapi Anda bertanya untuk mencoba. Bertanyalah untuk mengetahui, jangan bertanya untuk mencoba. Tetapi selama Anda bertanya maka aku harus menjawabnya. Jarak dari tempatku ke arsy Allah adalah, seseorang yang mengatakan dengan ikhlas la ilaha illallah.”231 Jika manusia mengatakan itu dengan ikhlas, maka tauhid akan mengantarkannya ke arsy Allah.

Seseorang bisa mengetahui apakah pintu-pintu surga terbuka atau malah tertutup untuknya. Jika melakukan dosa, ia akan mengetahui bahwasannya pintu-pintu surga tertutup baginya. Sebabnya, surga bukanlah tempat bagi orang-orang yang melakukan dosa. “Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa.”(al-Waqiah: 25) Jika seseorang mengetahui tak ada sesuatupun di dalam hatinya kecuali ketenangan, maka ketahuilah bahwa pintu-pintu surga telah dibukakan untuknya.

Sesungguhnya kunci-kunci langit dan bumi berada dalam genggaman Allah Swt. “Kepunyaan-Nya-lah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi.”(al-Zumar: 63) Sesungguhnya, rahmat Allah senantiasa mendahului amarah-Nya. Berkenaan dengan keesaan-Nya, Allah akan menyebutkannya dalam bentuk aturan. Kalam Allah dalam al-Quran merupakan salah satu bentuk rahmat dan ini ditampilkan secara jelas dalam seluruh ayat al-Quran. Adapun mengenai putaran dari kunci-kunci tersebut, terdapat dua arah gerak. Jika bergerak ke satu sisi, ia menjadi terkuak, dan jika bergerak ke sisi yang lain, ia akan menjadi gembok (pengunci, ―peny.). Yang pertama membuka khazanah sedang yang ke dua menutup khazanah. Kunci berfungsi sebagai pembuka dan penutup.

Dalam hal ini, Allah Swt tidak berfirman: “Di sisi-Nya ada kunci-kunci untuk menutup alam gaib.” Artinya, Allah tidak menjadikan kunci sebagai alat untuk menutup pintu alam gaib. Namun Allah Swt berfirman: “Dan di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib.”(al-An’am: 59) Allah Swt sendirilah yang membuka alam gaib dengan iradah-Nya. Adapun kalau Allah menutupnya, itu tak lain disebabkan buruknya amal perbuatan si hamba.

Allah Swt tidak menutup pintu-pintu yang gaib bagi siapapun, kedati kunci-kunci untuknya senantiasa berada di tangan-Nya. Sebab itu, berusahalah agar kunci-kunci tersebut tidak berubah fungsi menjadi penutup dan jangan sampai pintu-pintu gaib tersebut menjadi tertutup bagi kalian. Allah Swt berkeinginan agarpintu-pintu itu selalu terbuka, akan tetapi amal perbutan kalianlah yang menyebabkan pintu-pintu gaib itu tertutup. Kunci pembuka pintu (gaib) berada di tangan Allah, walaupun kunci yang dimaksud bisa dipakai, baik untuk membuka maupun mengunci.

Seluruh ibarat tersebut merupakan sebuah aturan, dan keesaan yang diibaratkan dengan kunci-kunci itu merupakan isyarat bahwa Allah Swt menganugerahkan rahmat-Nya. Manusia harus senantiasa menerima rahmat Ilahi, bukan malah memutuskannya. Sebab jika tidak, ia berarti telah menutup pintu rahmat Allah untuk dirinya.

Berkaitan dengan itu, Rasul saww bersabda: “Wahai sekalian manusia, pintu-pintu surga pada bulan ini terbuka.” Dalam hal ini, istilah yang digunakan bukanlah dibuka, melainkan terbuka. Sebabnya, pintu-pintu tersebut terbuka secara keseluruhan. Adapun kalau terbuka seperti biasa, ia baru disebut dengan dibuka.

Sementara itu, pintu-pintu jahanam selalu tertutup setelah penghuninya masuk ke dalamnya. Berbeda dengan pintu-pintu surga yang senantiasa terbuka, baik sebelum maupun sesudah penghuninya masuk.”Yaitu surga ‘Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka.”(Shaad: 50) Pintu-pintu surga senantiasa terbuka dan tidak pernah tertutup, sementara pintu jahanam tertutup dan selamanya tidak akan terbuka.

Terbukanya pintu merupakan simbol yang melukiskan tentang nikmat dari suatu kebebasan. Pintu jahanam selalu tertutup, di mana seorang mukmin tidak akan masuk ke dalamnya, sementara penghuni neraka tidak akan pernah keluar darinya. Sebagaimana tertutupnya pintu merupakan salah satu bentuk azab: “Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.”(al-Humazah: 8-9) Seluruh pintu jahanam tertutup, sebelum maupun setelah (para penghuninya masuk ke dalamnya, ―peny.).

Kunci penutup pintu ini terdiri dari dua jenis; yang satu sebagai kunci gemboknya, yang lainnya sebagai kunci pintu itu sendiri yang memang sudah tertutup sejak kali pertama sampai seterusnya. Ayat ini menjelaskan bahwa pintu-pintu jahanam tertutup dari luar dengan satu kunci yang dapat mengunci seluruh pintu. Dan pintu jahanam pada bulan ini terkunci rapat. Maksudnya, kemarahan serta pembalasan Allah pada bulan ini amat sedikit sekali.

Pada bulan ini, setan-setan terbelenggu dan mengalami kekalahan telak. Setan merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah Swt, dan dengan izin-Nya, ia menggoda manusia. Godaan setan merupakan nikmat dan rahmat-Nya. Pasalnya, manusia mustahil mencapai kedudukan yang tinggi kecuali dengan berperang melawan setan, dengan mengalahkannya di medan jihad paling besar.

Apabila tidak tcrjadi pertempuran melawan godaan setan dan seluruh jalan untuk bermaksiat tertutup, maka dipastikan bahwa semua manusia akan memiliki ketaatan dalam beribadah. Dengan begitu, wahyu, risalah, kenabian, serta taklif tak lagi diperlukan. Keberadaan alam yang di dalamnya tidak terdapat kemungkinan untuk dilakukan perbuatan dosa bukanlah alam agama, alam ibadah, alam taklif, alam perintah, dan alam larangan.

Setan diperintahkan untuk menggoda manusia dalam batas-batas tertentu. Orang yang memiliki pengetahuan tentangnya tentu tidak akan mau mendengarkan bujukan setan. Ia akan tetap berjalan lurus dan sampai ke tujuannya tanpa sedikitpun menoleh ke arah setan. Adapun orang yang tidak mengetahui tipu daya setan, akan mudah terjerumus ke dalam jeratnya. Dalam keadaan itu, setan akan segera mengubah gonggongannya menjadi gigitan yang mematikan.

Setan tunduk di bawah kekuasaan Allah. Tanpa izin Allah Swt, ia tak akan mampu berbuat apa-apa. Pada hari kiamat kelak, setan akan berkata dengan penuh keterusterangan. “Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu punl sekali-sekali tidak dapat menolongku.” (Ibrahim: 22)

Sekarang, aku tidak dapat menyelamatkan kalian dan kalian pun tidak dapat menyelamatkanku dari siksaan (neraka, ―peny.). Saya tidak menguasai kalian, tetapi hanya mengajak kalian, dan kalian menjawab ajakan saya. Saya telah menipu kalian dan kalian telah tertipu: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya.” (Ibrahim: 22)

Apabila seseorang menolak janji Allah dan tidak mengindahkannya, malah menerima janji setan, Allah tetap akan menunda janji tersebut. Manusia yang tidak memanfaatkan penundaan tersebut akan dikuasai setan. Kalau memang demikian, itu akan menjadi malapetaka besar baginya: “Tidakkah kamu lihat, bahwasanya kami telah mengirim setan-setan itu pada orang-orang kafir untuk mengusung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh.”(Maryam: 83) Dan firman Allah Swt yang lain: “Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”(al-A’raf: 27) Setiap orang selain mukmin akan tunduk di bawah kekuasaan setan. Allah telah menjadikan setan seperti anjing-anjing yang terlatih, yang menguasai orang-orang kafir. Pada bulan Ramadhan yang mulia, anjing-anjing terlatih tersebut akan dibelenggu.

Pertanyaannya adalah: Apabila malaikat tidak bermaksiat kepada Allah, maka mengapa setan bisa bermaksiat? Jawabannya dikarenakan setan termasuk golongan jin yang duduk bersama para malaikat, kedati tidak seperti malaikat. Al-Quran berkata: “Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah dari Tuhannya.”(al-Kahfi: 50) Setan termasuk golongan jin, bukan dari malaikat. Setan mengatakan bahwa Allah menciptakan dirinya dari unsur api. Berkenaan dengan itu, tak seorangpun yang mengingkarinya. Bahkan pernyataan tersebut dikukuhkan dalam al-Quran.

Malaikat memang tidak bermaksiat kepada Allah. Sedangkan setan terkadang taat dan terkadang pula melakukan maksiat. Nabi bersabda: “Dan setan-setan diikat maka mintalah pada Tuhan kalian agar ia tidak menguasai kalian.” Allah Swt memberikan sarana kepada setan untuk menguasai manusia berupa khayalan yang membersit dalam benak manusia itu sendiri.

Ketika Rasul saww menyampaikan sabda tersebut, Imam Ali as mengatakan: “Aku berdiri dan berkata: ‘wahai Rasulullah, amal apakah yang paling baik dikerjakan pada bulan ini?’232” Rasul saww menjawab: “Wahai Abul Hasan, paling baiknya di bulan ini adalah wara’ terhadap apa yang diharamkan Allah Swt.” Yang dimaksud dengan wara’ adalah menjauhkan diri dari segenap hal yang diharamkan Allah Swt.

Perbuatan wara’ memiliki banyak tingkatan. Tingkat yang pertama adalah wara’-nya orang-orang yang bertobat, yakni tidak lagi berbuat dosa dan kembali kepada Allah Swt.

Lebih tinggi dari itu adalah wara’-nya orang-orang yang shalih. Mereka menjauhkan diri dari seluruh perkara yang bersifat subhat. Jauhkan diri Anda dari sesuatu yang membuat Anda ragu dan beralihlah kepada hal-hal yang tidak menjadikan keraguan. Subhat merupakan segenap hal yang meragukan atau berbagai urusan yang nilai kehalalannya tidak diketahui. Dengan dernikian, orang-orang yang shalih akan meninggalkannya dengan sengaja. Janganlah Anda semua menyantap makanan yang subhat. Tinggalkanlah segenap hal yang membuat Anda ragu dan tinggalkanlah sesuatu yang kehalalannya masih kalian ragukan. Ini merupakan perbuatan wara’-nya orang-orang yang shalih.

Tingkatan ketiga adalah wara’-nya orang-orang bertakwa, yang tidak hanya meninggalkan segenap hal yang diharamkan dan subhat semata, tetapi juga menjauhkan diri dari segenap hal yang halal, yang bisa membawanya kepada subhat, bahkan keharaman. Kadang-kadang, seseorang membicarakan perihal seseorang lainnya. Ketika mengetahui bahwa pembicaraan seperti ini merusak kehormatan orang yang dibicarakan atau meng-ghibah-nya, ia tentu akan segera meninggalkannya. Atau, apabila melihat tangannya mengambil harta yang subhat, ia akan segera menarik tangannya. Atau bila melihat hal yang halal mengandungi kemungkinan bercampur dengan yang haram, ia tentu akan segera meninggalkannya. Ini merupakan wara’ dari orang-orang yang bertakwa.

Tingkatan ke empat, atau tingkatan paling tinggi, dari wara’ adalah sebagaimana yang dilakukan para shiddiqin (orang-orang yang jujur). Di dalam lubuk hati orang-orang seperti ini, tidak ada lain kecuali Allah Swt. Ia senantiasa menjauhkan diri dari segala sesuatu selain Allah. Kalbu (hati) yang tidak memiliki kecintaan selain kepada Allah adalah kalbu yang jujur. Allah Swt berfirman: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah kalbu dalam rongganya.”(al-Ahzab: 4) Allah Swt menegaskan bahwa pada hakikatnya manusia tidak memiliki dua kalbu. Dan, yang dimaksud dengan kalbu di sini adalah kasih sayang Allah, berupa ruh Ilahi.

Setiap manusia hanya memiliki satu kalbu. Kita telah diajarkan untuk tidak meminta kepada selain Allah dan tidak memasukkan kecintaan apapun ke dalam kalbu kita kecuali kecintaan kepada-Nya.”Kalbuku dengan cintaku kepada-Mu.” Ini merupakan ajaran orang-orang shiddiqin, yang kalbunya tidak mengenal apapun selain Allah. Ia menolak segala sesuatu selain-Nya.

Rasul saww menjawab pertanyaan Imam Ali as: “Paling baiknya amal perbuatan pada bulan ini adalah wara’ terhadap apa yang diharamkan Allah.” Setiap orang, sesuai kemampuannya, akan berbuat wara’ terhadap apa yang diharamkan Allah. Orang-orang yang bertaubat, akan wara’ dalam kadar tertentu. Begitu pula dengan orang-orang shalih, orang-orang bertakwa, dan orang-orang shiddiqin. Mereka akan wara’ sesuai dengan kadarnya masing-masing.

Setelah memberikan menjawab, Rasul saww pun meneteskan air mata. Melihat itu, Imam Ali as bertanya: “Apa yang membuat Anda menangis, wahai Rasulullah?” Rasul saww menjawab: “Aku menangisi kejadian yang menimpamu di bulan ini. Sepertinya aku berada di sisimu dan engkau sedang shalat untuk Tuhanmu. Dan orang yang paling keji dari orang-orang terdahulu dan yang akan datang, diutus menyerupai orang yang menyembelih unta Tsamud. Dia memukulmu dengan satu kali pukulan di kepalamu, yang pukulan itu mewarnai janggutmu.”233

Tak ada orang sekeji Ibnu Muljam dan tak ada orang yang syahid seperti Imam Ali as. Setiap orang yang membunuh ataupun dibunuh Imam akan menjadi penghuni neraka.

Imam Ali as menjelaskan siapa diri beliau sebenarnya seraya berkata: “Ketahuilah, aku adalah hamba Allah dan saudara Rasulullah. Aku orang yang pertama meyakininya, aku meyakininya sedangkan nabi Adam ada di alam ruh dan jasad.”234

Dalam menjelaskan siapa beliau sebenarnya, Imam Ali as pertama kali menyebutkan keesaan Allah Swt.

Imam Ali as merupakan insan yang pertama kali mengimani risalah nabi Muhammad saww sekaligus meyakini kenabian beliau, justru sebelum nabi Adam diciptakan. Figur mulia ini dibunuh seorang manusia yang paling keji. Pembunuhan yang dilakukan sekaligus menunjukkan bahwa diri si pembunuh termasuk salah satu penghuni neraka. Ia lebih keji dari orang yang menyembelih unta kaum Tsamud, yang merupakan mukjizat nabi Shaleh yang memberikan keberkahan melimpah bagi umat nabi Shaleh.

Nabi saww telah menginformasikan kepada Imam Ali as tentang tragedi yang akan menimpanya. Imam Ali as berkata kepada Rasulullah saww: “Wahai Rasulullah, apakah kejadian itu untuk menyelamatkan agamaku?“ Rasul menjawab: “Ya, demi menyelamatkan agamamu.”235 Karenanya, tatkala Imam Ali merasakan pukulan pedang di atas kepalanya, beliau berkata: “Dengan nama Ka’bah, aku telah berhasil.” Kemudian Nabi saww bersabda: “Wahai Ali, siapa saja yang membunuhmu, ia telah membunuhku dan siapa saja membuatmu marah, ia telah membuatku marah.”236 Ucapan ini terlontar dikarenakan Imam Ali as merupakan bagian dari diri Nabi saww, sebagaimana pernah disabdakan beliau saww sendiri: “Ali adalah bagianku dan aku bagian darinya.” Ungkapan mulia ini tidak hanya khusus diperuntukan bagi Imam Husain as.

Kita bisa menjumpai dalam berbagai buku teologi karangan Muhaqqiq al- Thusi dan murid beliau ―semoga Allah meridhai keduanya― perkataan: “Orang yang memerangi Imam Ali adalah kafir dan orang yang menentangnya adalah orang fasik.”237 Di sinilah letak rahasianya. Ulama-ulama besar tersebut mengatakan, orang yang memerangi Imam Ali as adalah orang kafir, lantaran Rasul saww mengatakan: “Memerangimu adalah sama dengan memerangiku.”

Orang yang memerangi Nabi adalah orang kafir, begitu pula dengan orang yang memerangi Imam Ali as. Sedangkan orang yang hanya menentangnya dikategorikan sebagai orang fasik. Di antara berbagai keutamaan sikap serta perilaku para imam adalah kemarahan dan keridhaan yang semata-mata dikarenakan Allah Swt, bukan hawa nafsu.

“Engkau bagianku seperti diriku sendiri, watak pembawaanmu dari watak pembawaanku dan engkau adalah washiku dan khalifahku atas umatku.”238 Catatan: paling baiknya ibadah di malam lailatul qadar adalah mempelajari hukum-hukum, ushul (prinsip-prinsip), serta furu’ (detail atau cabang-cabang persoalan) keagamaan.

Banyak ulama yang, ketika usai mengarang buku, mengatakan: “Allah Swt telah memberikan taufik kepada kami untuk menyelesaikan buku ini di malam al-Qadar.” Tidurnya orang berilmu lebih baik ketimbang ibadah yang dilakukan orang bodoh. Sebabnya, berbeda dengan orang yang bodoh, orang yang alim tidak mudah tertipu.

Jika seseorang memperdalam agamanya, ia tentu tidak akan tergoyahkan oleh berbagai musibah yang besar sekalipun, tidak akan terpengaruh propaganda-propaganda menyesatkan, dan tidak akan keluar dari jalan (kebenaran) yang ditempuhnya.

Persoalannya bukanlah pada konsistensi diri kita, melainkan pada konsistensi keagamaan dan al-Quran. Seluruh yang ada di jagat alam merupakan para penjaga suruhan Allah Swt. Allah Swt berfirman: “Jika kalian meletakkan satu langkah untuk menyelamatkan agama-Ku maka Aku akan tundukkan seluruh alam untuk kalian.” Kalau begitu, mengapa kita harus takut? Orang yang mengikrarkan tauhid di lubuk hatinya merupakan orang yang telah menghidupkan malam lailatul qadar. Dengan menghidupkan malam lailatul qadar dengan beribadah, jiwa seseorang akan hidup.

Allah Swt berfirman tentang malam lailatul qadar: “Pada malam itu, malaikat-malaikat turun dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan; malam itu penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.”(al-Qadar: 4-5) Keberadaan malam tidaklah mati. Seorang muwahhid yang meyakini bahwa tak terdapat sesuatu apapun di jagat alam ini kecuali dengan izin Allah dan segala sesuatu yang diinginkan Allah tak lain demi kebaikan kaum mukminin, tidak saja menghidupkan malam, bulan, ataupun tahun. Lebih dari itu, ia telah menghidupkan satu abad penuh. Sebab, setiap abad dapat hidup dengan adanya insan mukmin yang sempurna.


Referensi:

227. Syaikh al-Baha’i, Arbain: al-Khutbah al-Sya’baniyah, hadis ke-9.
228. Syaikh al-Saduq, al-Amuli, pertemuan ke-86, hadis ke-13; Bihar al-Anwar, juz 3, hal. 326.
229. Safinah al-Bihar, dalam kalimat madana.
230. Syaikh al-Mufid, al-Amali, pertemuan ke-7.
231. Bihar al-Anwar (cet. baru), juz 10, hal. 122.
232. Syaikh al-Baha’i, op. cit.
233. Ibid.
234. Syaikh al-Mufid, al-Amali; ad-Dilmy, Irsyad al-Qulub, hal. 297.
235. Syaikh al-Baha’i, op. cit.
236. Bihar al-Anwar, juz 42, hal. 239; juga Sayyid Abdullah Syubbar, Jala al-Uyun, juz 1, hal. 274.
237. Kasfu al-Murad fi Syarh Tajrid al-I’tiqad, hal. 314, topik ke-9 yang berkenaan dengan orang-orang yang menentang; Syaikh at-Thusi, Talkhis asy-Syafi, juz 4, hal.131.
238. Syaikh al-Baha’i, op. cit.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: