Pesan Rahbar

Home » » Ini Alasan Presiden Jokowi Terbitkan Aturan Baru Soal Hilirisasi Mineral

Ini Alasan Presiden Jokowi Terbitkan Aturan Baru Soal Hilirisasi Mineral

Written By Unknown on Saturday 14 January 2017 | 20:28:00

Tambang (Foto: Detik)

Namun pemerintah memberikan kelonggaran melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 (PP 1/2014). Para pemegang KK masih bisa melakukan ekspor konsentrat hingga 11 Januari 2017. Diharapkan selama relaksasi 3 tahun itu Freeport dan AMNT mau membangun smelter.

Ada 3 perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) di Indonesia, yaitu PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), dan PT Vale Indonesia. Dari 3 pemegang KK itu, baru Vale saja yang sudah benar-benar melakukan hilirisasi mineral.

Freeport juga sudah melakukan hilirisasi mineral, tapi hanya untuk sebagian hasil tambangnya. Sepertiga produksi konsentrat tembaga Freeport dimurnikan di smelter PT Smelting Gresik. Sisanya sebanyak dua per tiga masih diekspor dalam bentuk konsentrat (mineral olahan yang belum sampai tahap pemurnian). Begitu juga AMNT, masih ekspor konsentrat.

Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) telah mewajibkan seluruh hasil tambang dimurnikan di dalam negeri. Ekspor mineral mentah (ore) dan konsentrat dilarang per 11 Januari 2014.

Namun pemerintah memberikan kelonggaran melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 (PP 1/2014). Para pemegang KK masih bisa melakukan ekspor konsentrat hingga 11 Januari 2017. Diharapkan selama relaksasi 3 tahun itu Freeport dan AMNT mau membangun smelter.

Masa relaksasi 3 tahun telah berlalu, tapi smelter belum juga dibangun Freeport dan AMNT. Namun pemerintah tak bisa memaksa mereka karena dalam KK tak tercantum kewajiban melakukan pemurnian atas seluruh hasil produksi.

Kalau Freeport dan AMNT dilarang ekspor juga bisa berdampak buruk pada perekonomian daerah-daerah yang pendapatannya amat bergantung pada mereka, yaitu Kabupaten Mimika dan Kabupaten Sumbawa.

Sebagai jalan tengah agar pemerintah tidak digugat karena melanggar KK, perekonomian daerah tidak terganggu, tapi hilirisasi mineral tetap dapat berjalan, maka pemerintah membuat kebijakan baru.

Setelah rapat terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden pada 11 Januari 2017, terbitlah 3 peraturan baru pada 12 Januari 2017, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2016 (Permen ESDM 5/2016), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 (Permen ESDM 6/2016).

PP 1/2017 melarang pemegang KK untuk melakukan ekspor konsentrat. Bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat, perusahaan tambang harus mengubah KK mereka menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. Prosedur perubahan KK menjadi IUPK Operasi Produksi diatur dalam Permen ESDM 5/2017).

Dalam UU Minerba tidak ada deadline bagi pemegang IUPK untuk membangun smelter. Sedangkan untuk pemegang KK, UU Minerba menyatakan bahwa mereka harus melakukan pemurnian dalam waktu 5 tahun sejak UU diterbitkan. Itulah sebabnya PP 1/2017 masih mengizinkan pemegang IUPK mengekspor konsentrat.

Kegiatan operasi di Tambang Grasberg milik Freeport dan Tambang Batu Hijau milik AMNT pun bisa berjalan normal karena masih bisa ekspor konsentrat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah tambang tak anjlok, para pekerja tambang tak kehilangan mata pencaharian.

Bila memegang IUPK, Freeport dan AMNT juga dapat memperoleh perpanjangan kontrak sejak 5 tahun sebelum berakhirnya kontrak. Berbeda dengan KK yang baru bisa diperpanjang pada waktu 2 tahun sebelum kontrak habis. Dengan begitu, ada kepastian untuk investasi jangka panjang, Freeport tak perlu khawatir uangnya hilang setelah membangun smelter.

Tapi bukan hanya korporasi tambang saja yang diuntungkan, negara juga mendapat manfaat bila KK berubah menjadi IUPK. Sebab, pemegang IUPK wajib melakukan divestasi saham hingga 51% secara bertahap. Artinya, suatu saat perusahaan tambang asing itu akan menjadi perusahaan Indonesia.

Selain itu, Permen ESDM 5/2017 mewajibkan pemegang IUPK melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri dalam waktu 5 tahun sejak IUPK ditandatangani. Maka hilirisasi mineral dapat tetap berjalan meski ekspor konsentrat masih diperbolehkan.

"Begitu peningkatan nilai tambah dilaksanakan dengan baik, harga produk jual kan meningkat dibanding raw material. Penerimaan negara juga meningkat," ujar Kepala Biro Komunikasi Kementerian ESDM, Sujatmiko, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (13/1/2017).

Hilirisasi mineral akan meningkatkan penerimaan negara, lapangan kerja untuk masyarakat bertambah, dan kesejahteraan masyarakat juga dapat ditingkatkan. Semua pihak diuntungkan oleh peraturan baru ini.

"Begitu kita membangun industri pengolahan dan pemurnian juga menambah investasi maupun tenaga kerja yang terserap," tutup Sujatmiko.

(Detik-News/Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: