Menurut salah satu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imam Aziz, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak seharusnya dijadikan acuan hukum bagi aparat kepolisian. Namun kenyataannya, lanjut Imam, fatwa MUI justru dijadikan acuan oleh polisi dalam menentukan kasus dugaan penistaan agama dengan Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama sebagai tersangkanya.
“Fatwa itu sebenarnya produk hukum dari lembaga agama yang sifatnya tidak mengikat,” kata Imam usai menghadiri sebuah diskusi di Restoran Tjikini Lima, Jakarta Pusat, seperti dikutip tribunnews.com, Senin (21/11)
Imam pun menyayangkan itu terjadi dan menegaskan kembali, “Harusnya tidak jadi (acuan), harusnya (acuannya) murni dari hukum.”
Seperti diketahui, fatwa yang dimaksud Imam ialah pandangan keagamaan MUI soal Ahok yang dinilai menistakan agama. Meski demikian, Imam tetap mempertanyakan, dengan fatwa atau pandangan tersebut, siapa sebetulnya yang diwakili oleh MUI, dan bagaimana mekanisme MUI mengelola lembaganya, sehingga segala keputusan MUI dapat dikatakan sebagai perwakilan Umat Islam di Indonesia?
Senada dengan itu, KH. Mustafa ‘Gus Mus’ Bisri juga telah lama mempertanyakan status keberadaan MUI yang sejak dulu dianggap tidak jelas. Padahal MUI mengatasnamakan diri sebagai ulama.
“MUI itu sebenarnya makhluk apa? Enggak pernah dijelaskan. Ujuk-ujuk (tiba-tiba) dijadikan lembaga fatwa, aneh sekali,” kata Gus Mus di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, sebagaimana dilaporkan Tempo.co beberapa waktu lalu.
Ketika itu, tokoh senior NU ini sempat mempertanyakan sebenarnya apa status MUI. “Itu MUI makhluk apa? Instansi pemerintah? Ormas? Orsospol? Lembaga pemerintahankah? Tidak jelas, kan? Tapi ada anggaran APBN. Ini jadi bingungi (membingungkan).”
Meski Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka, Imam tetap berharap agar proses hukum dapat berjalan baik sesuai aturan. Sehingga, hasilnya adalah yang terbaik untuk semua pihak.[]
(Tempo/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email