Pesan Rahbar

Home » » SHALAT, PUASA, HAJI ... - AYATULLAH IBRAHIM AMINI

SHALAT, PUASA, HAJI ... - AYATULLAH IBRAHIM AMINI

Written By Unknown on Tuesday 15 July 2014 | 14:39:00


BAB V

SHALAT, PUASA, HAJI...

 

SHALAT

Shalat adalah tiang agama dan ibadah yang terbaik. Dalam sehari semalam, seorang Muslim beberapa kali meninggalkan kesibukan duniawinya dan menghadap Tuhannya. Ia berwudhu dan dengan penuh kekhusukan berdiri di hadapan Sang Pencipta untuk melakukan shalat. Ia menyendiri dengan Tuhannya dan berbicara dengan-Nya. Ia mengarahkan hatinya menuju Allah dan menyinarinya dengan berzikir.
Ibadah ini memiliki kedudukan sangat penting dan banyak ayat serta riwayat yang menekankan pentingnya shalat.

Al-Quran mengatakan, Tegakkan shalat, berilah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. [258]
Wahai orang-orang beriman! Mintalah bantuan dengan shalat dan kesabaran. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. [259]

Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang beriman untuk menegakkan shalat dan menginfakkan apa yang Kami karuniakan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sebelum datang hari yang tiada transaksi di dalamnya dan tiada pula manfaat (hubungan) teman. [260]

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkan shalat. Sesungguhnya shalat mencegah manusia dari perbuatan keji dan jahat. Zikir kepada Allah lebih besar dan Ia mengetahui apa yang kalian lakukan. [261]

Zaid meriwayatkan, “Aku mendengar Imam Shadiq as berkata, ‘Shalat adalah amalan terbaik dan merupakan wasiat terakhir para nabi as. Alangkah indahnya ketika seseorang mandi atau berwudhu, lalu ia rukuk dan sujud di tempat yang tidak terlihat orang lain. Ketika seorang hamba memanjangkan sujudnya, setan akan berteriak, ‘Celakalah aku! Orang ini menaati Allah, sedangkan aku menentang-Nya. Ia bersujud, sementara aku menolak perintah-Nya untuk bersujud.’” [262]

Rasulullah saw bersabda, “Saat seorang hamba berdiri melakukan shalat, Allah memandang ke arahnya sampai ia selesai shalat. Rahmat Allah menaunginya dari atas kepalanya hingga langit dan para malaikat mengelilinginya sampai ujung langit. Malaikat yang diutus Allah kepadanya akan berkata, ‘Wahai orang yang shalat! Andai kau tahu siapa yang sedang memandangmu dan dengan siapa kau sedang berbicara, niscaya engkau tidak akan meninggalkan shalat dan tidak bergeming dari tempatmu.’” [263]

Beliau juga bersabda, “Pada hari kiamat, seorang hamba dipanggil untuk dihisab. Hal pertama yang ditanyakan adalah shalat. Bila ia melakukan shalat dengan baik dan benar, ia akan selamat. Bila tidak, ia akan digiring ke neraka.” [264]

Dalam sabda beliau yang lain disebutkan, “Orang yang meremehkan shalat bukan pengikutku dan demi Allah, ia tidak akan mencicipi air telaga Kautsar. Orang yang minum minuman memabukkan juga tidak termasuk pengikutku dan demi Allah, iapun tidak akan menemuiku di telaga Kautsar.” [265]

Islam tidak hanya menyeru pengikutnya untuk melakukan shalat saja, namun juga meminta mereka untuk memandangnya sebagai tugas penting dan bersungguh-sungguh dalam menegakkannya. Islam menyuruh mereka untuk memperhatikan waktu shalat, melakukannya di awal waktu, shalat di mesjid secara berjamaah dan mengutamakannya di atas hal lain di semua tempat dan waktu. Shalat dalam Islam sangat penting sehingga bila seseorang sengaja meninggalkannya tanpa ada uzur, ia dianggap telah melakukan dosa besar dan berada di ambang kekufuran.

Imam Shadiq as meriwayatkan bahwa ada seseorang yang datang menemui Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah! Nasihatilah aku!” Beliau bersabda, “Jangan tinggalkan shalat dengan sengaja. Barang siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia tidak termasuk umat Islam.” [266]
Jabir meriwayatkan sabda Rasul saw yang berbunyi, “Tidak ada garis pemisah antara iman dan kekufuran kecuali dengan meninggalkan shalat.” [267]

Kekhusukan dan kehadiran hati dalam shalat juga sangat penting. Bacaan zikir, surat, rukuk, sujud, tasyahud dan salam ibarat tubuh shalat, sedangkan kehadiran hati adalah ruhnya. Dengan kehadiran hati, jiwa manusia terbang menuju Allah dan mencapai maqam qurb (kedekatan) dengan-Nya. Meski kehadiran hati bukan syarat sahnya shalat, namun ia adalah tolok ukur bobot dan diterimanya shalat. Oleh karena itu, kehadiran hati dan kekhusukan dalam shalat sangat ditekankan:
Nabi saw bersabda, “Kadar diterimanya shalat tidak sama; sebagian setengah, sepertiga, seperempat, seperlima atau sepersepuluhnya. Sebagian shalat digulung seperti baju usang dan dipukulkan ke wajah orang yang melakukannya. Manfaat yang engkau peroleh dari shalatmu setara dengan kekhusukan dan kehadiran hatimu.” [268]

Beliau juga bersabda, “Orang yang perhatiannya tertuju kepada selain Allah ketika shalat, Allah akan berfirman kepada-Nya, ‘Wahai hamba-Ku! Siapakah yang kau tuju dan kau pinta? Apakah engkau mencari tuhan selain diri-Ku? Ataukah kau mencari pengawas selain diri-Ku? Atau kau menginginkan pemaaf selain-Ku? Padahal Aku lebih dermawan, lebih pemaaf dan memberi pahala lebih banyak dibanding selain-Ku. Saat shalat, Aku memberikan pahala tak terhingga kepadamu. Tujukan hatimu kepada-Ku, karena Aku dan malaikat-Ku memperhatikanmu.’ Bila hati orang yang shalat tertuju kepada Allah, maka dosa kelalaiannya yang terdahulu akan dihapuskan. Bila ia kembali tertuju kepada selain Allah, Dia akan mengulang firman-Nya dan akan menghapus dosa hamba itu bila ia menujukan hatinya kepada Allah. Demikian pula untuk kali ketiga. Namun, bila dalam kali keempat, hatinya masih tertuju kepada selain Allah, maka Dia dan para malaikat akan berpaling darinya, kemudian Allah berfirman, ‘Wahai hambaku! Aku menyerahkanmu kepada sesuatu yang kau inginkan dan kau cari.’” [269]

Macam-macam Shalat.
Shalat ada dua bagian: wajib dan mustahab. Shalat wajib ada lima macam:
1. Shalat wajib harian, yaitu Shubuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya.
2. Shalat ayat: Shalat ini berjumlah dua rakaat dan dilakukan dengan cara khusus dan pada waktu tertentu. Shalat ayat wajib dilakukan saat terjadinya gerhana matahari dan bulan atau gempa bumi, atau fenomena langit yang membuat kebanyakan orang merasa takut.
3. Shalat jenazah: Dilakukan dengan cara khusus atas jenazah Muslim.
4. Shalat thawaf haji wajib: Berjumlah dua rakaat dan dilakukan setelah thawaf haji dan umrah.
5. Shalat qadha ayah yang wajib dilakukan anak lelakinya yang tertua.

Shalat-shalat mustahab sangat banyak dan kebanyakan terdiri dari dua rakaat. Misalnya, shalat nafilah harian yang dilakukan bersama shalat wajib harian. Nafilah Dzuhur delapan rakaat sebelumnya, nafilah Ashar delapan rakaat sebelumnya, nafilah Maghrib empat rakaat setelahnya, nafilah Isya dua rakaat yang dilakukan sambil duduk setelahnya dan nafilah Shubuh dua rakaat sebelumnya.

Shalat malam adalah salah satu shalat mustahab yang sangat ditekankan dan (utamanya) dilakukan menjelang subuh. Delapan rakaat dengan niat shalat malam, dua rakaat dengan niat shalat syafa` dan satu rakaat dengan niat shalat witir.
Masih ada shalat-shalat mustahab lain yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Mereka yang berminat bisa merujuk kitab-kitab doa.

258. QS. al-Baqarah:43.
259. Ibid., 153.
260. QS. Ibrahim:31.
261. QS. al-Ankabut:45.
262. Al-Kâfî, 3/264.
263. Ibid., 265.
264. Wasâil asy-Syî’ah, 4/30.
265. Ibid., 25.
266. Ibid., 42.
267. Ibid., 43.
268. Bihâr al-Anwâr, 84/260.
269. Ibid., 244.

PUASA
Salah satu ibadah agung dalam Islam adalah puasa. Seseorang yang berniat melakukan puasa menjauhi semua yang membatalkan puasa semenjak terbit fajar hingga Maghrib. Puasa termasuk ibadah dan harus dilakukan dengan niat qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah. Puasa akan batal bila disertai niat riya` atau pamer.

Banyak hadis yang diriwayatkan seputar keutamaan puasa:
Rasul saw bersabda, “Puasa adalah tameng manusia dari api neraka.” [270]

Imam Shadiq as berkata, “Allah berfirman, ‘Puasa adalah milik-Ku dan Aku adalah pahalanya.’” [271]
Beliau juga mengatakan, “Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya diterima dan doanya akan dikabulkan.” [272]

Sabda Rasul saw, “Allah berfirman, ‘Semua pahala amal baik manusia dilipatgandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali kesabaran yang khusus bagi-Ku dan Aku adalah pahalanya.’ Hanya Allah yang tahu pahala kesabaran. Maksud kesabaran adalah puasa.” [273]

Imam Baqir as berkata, “Islam dibangun di atas lima fondasi: shalat, zakat, haji, puasa dan wilayah (Ahlulbait as).” [274]

Setiap Muslim yang telah balig dan tidak memiliki uzur syar`i wajib berpuasa. Bila ia membatalkan puasa tanpa ada uzur, maka ia telah melakukan dosa besar. Selain wajib mengqadhanya, ia pun harus membayar kafarah, yaitu puasa enam puluh hari, atau memberi makan enam puluh orang miskin atau membebaskan seorang budak di jalan Allah.

Puasa tidak diwajibkan atas beberapa kelompok:
1. Orang sakit yang bila terus berpuasa akan membahayakan dirinya.
2. Musafir yang jarak tempuh pulang perginya minimal delapan farsakh.
3. Wanita haid atau nifas.
4. Wanita hamil yang akan melahirkan dan puasa akan membahayakan kandungannya.
5. Wanita menyusui yang bila berpuasa, maka air susunya akan berkurang hingga membahayakan anaknya.

Orang-orang di atas boleh tidak berpuasa, namun mereka harus mengqadhanya setelah bulan Ramadhan tanpa harus membayar kafarah atau dianggap berdosa.
Tentu, pria dan wanita tua yang tidak bisa berpuasa atau kesulitan melakukannya, tidak wajib berpuasa dan tidak wajib mengqadhanya. [275]

Semua hal seputar puasa yang disebut di atas sesuai dengan fatwa fukaha, namun ulama akhlak memandang kewajiban imsâk (menahan diri dari hal yang membatalkan puasa) lebih luas dari yang tersebut di atas. Menurut mereka, puasa dalam istilah fikih, meski sah dan menggugurkan taklif, namun harus dibarengi dengan meninggalkan semua dosa supaya puasa itu diterima. Mereka mengatakan, puasa seseorang baru sempurna dan diterima Allah bila semua anggota tubuhnya juga ‘berpuasa’, yaitu mata, telinga, tangan dan kakinya tidak digunakan melakukan dosa. Puasa ini disebut dengan puasa khawash (orang-orang khusus).
Lebih tinggi dari puasa ini, adalah yang disebut dengan puasa khawash al-khawash. Maksudnya, selain meninggalkan dosa dan hal yang membatalkan puasa secara fikih, ia juga hanya menujukan hatinya kepada Allah dan tidak berpaling kepada selain-Nya, melihat-Nya hadir dan mengawasinya.

Muhammad bin Ajlan meriwayatkan, “Aku mendengar Imam Shadiq as berkata, ‘Puasa tidak hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum. Bila engkau berpuasa, maka telinga, mata, lidah, perut dan auratmu juga harus ‘berpuasa’. Jagalah tangan dan auratmu, jangan (banyak) berbicara kecuali untuk hal terpuji dan berbaik hatilah kepada pembantumu.” [276]

Imam Shadiq as juga berkata, “Saat berpuasa, jagalah telinga dan matamu dari perbuatan haram dan jangan bersitegang dengan pembantumu. Engkau harus menampakkan keagungan dan kewibawaan puasa dalam dirimu dan jangan sampai hari puasamu sama seperti hari kau tidak berpuasa.” [277]

Rasul saw bersabda, “Orang yang berpuasa Ramadhan dalam keadaan diam dan menjaga telinga, mata, aurat dan anggota tubuhnya dari hal haram dengan niat taqarrub, maka Allah akan mendekatkannya kepada diri-Nya sedemikian rupa sehingga kakinya akan menyentuh kaki Ibrahim al-Khalil.” [278]

Orang yang berpuasa diundang ke perjamuan Allah dan harus menjaga etika bertamu. Ia harus berusaha menjadi tamu yang baik sehingga mendapat penghargaan dan hadiah dari tuan rumahnya, hadiah yang jauh lebih bernilai dari hadiah duniawi.
Imam Shadiq as berkata, “Orang yang berpuasa berkeliling di taman-taman surga dan menikmati semua yang tersedia di sana. Para malaikat selalu berdoa untuknya sampai saat berbuka tiba.” [279]

Amirul Mukminin as meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa pada malam mi`raj, beliau bertanya kepada Allah, ‘Wahai Tuhanku, apa ibadah yang pertama?’ Allah menjawab, ‘Puasa.’ Rasul saw bertanya kembali, ‘Apa manfaat puasa?’ Ia berfirman, ‘Puasa menghasilkan hikmah dan hikmah memberi pengetahuan yang akan membuat seseorang yakin. Bila ia mencapai derajat yakin, ia tidak akan merasa takut, baik dalam kemudahan atau kesulitan.’” [280]

Hasan bin Shidqah meriwayatkan ucapan Imam Musa as, ‘Tidurlah barang sebentar di tengah hari (bulan Ramadhan), karena Allah akan mengenyangkan dan memberi minum orang yang berpuasa dalam tidurnya.” [281]

Amirul Mukminin as berkata, “Suatu hari, Rasulullah saw berpidato di depan kami dan bersabda, ‘Wahai orang-orang! Bulan Allah (Ramadhan) telah datang menjelang dengan membawa berkah dan ampunan dari Tuhan kalian. Ia adalah bulan terbaik di sisi Allah. Siang harinya adalah siang terbaik, malam-malamnya adalah malam terbaik dan waktu-waktunya adalah yang terbaik. Pada bulan ini, kalian diundang ke perjamuan Allah dan mendapat kemuliaan dari-Nya. Nafas-nafas kalian adalah tasbih, tidur kalian adalah ibadah, amal kalian diterima dan doa kalian akan dikabulkan.’” [282]

Hikmah Puasa.
Puasa adalah salah satu cara terbaik menyucikan jiwa dan perjalanan ruhani (sair sulûk) menuju Allah. Bila puasa dilakukan sesuai ketentuan Allah, ia dapat menghilangkan karat dosa dari hati dan menyinarinya, mengusir setan dari hati dan mempersiapkannya untuk kedatangan malaikat dan cahaya hikmah. Orang yang puasanya seperti ini, berarti ia telah menerima undangan Allah dan layak menerima hadiah Ilahi.

Hikmah kedua puasa adalah orang-orang kaya yang berpuasa dapat merasakan lapar hingga mereka memikirkan keadaan orang-orang miskin yang kelaparan dan membantu mereka.
Hisyam bin Hakam pernah bertanya tentang hikmah puasa dari Imam Ja`far as. Beliau menjawab, “Allah mewajibkan puasa supaya orang-orang kaya setara dengan orang-orang miskin, karena pada selain bulan Ramadhan, orang-orang kaya tidak pernah merasa lapar, hingga ia bersimpati kepada orang-orang miskin. Sebab itu, Allah menghendaki supaya mereka merasakan pahitnya rasa lapar pada bulan puasa sehingga mereka mengasihi orang-orang lapar.” [283]

Dalam jawabannya kepada Muhammad bin Sanan, Imam Ridha as menulis, “Sebab diwajibkannya puasa adalah supaya orang yang berpuasa merasa lapar dan haus, merasakan kehinaan, kemiskinan, mendapat pahala dan bersabar. Puasa juga sebagai dalil atas kesusahan-kesusahan di akhirat, perantara untuk mengontrol hawa nafsu dan semacam nasihat baginya hingga ia merasakan makna kefakiran di dunia dan akhirat.” [284]

Dengan menjaga hikmah puasa tersebut di atas, sedikit banyak bisa membantu problema kelaparan di dunia. Caranya, orang-orang kaya yang berpuasa menyisihkan biaya makan perhari mereka selama bulan puasa, kemudian pada akhir bulan mereka memberikannya kepada orang-orang miskin di daerah mereka atau di negara-negara lain. Bila kita menambahnya dengan sedekah dan infak yang dimustahabkan di bulan Ramadhan, maka akan terkumpul sejumlah besar uang yang bisa digunakan membantu fakir miskin dan orang-orang kelaparan. Tentu, dengan syarat uang ini dikumpulkan dan dibagikan dengan baik dan benar.

Hikmah puasa yang ketiga dan terpenting adalah mendidik ruhani dan berlatih meninggalkan dosa serta meningkatkan ketakwaan. Seorang yang benar-benar berpuasa di bulan Ramadhan menjauh dari perbuatan dosa, bahkan ia pun menahan diri dari kenikmatan yang dihalalkan seperti makan, minum dan selainnya. Ia melakukan olah jasmani dan ruhani ini selama sebulan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.  Orang semacam ini memiliki tekad dan kekuatan kukuh sehingga ia bisa menjaga ketakwaannya usai bulan Ramadhan. Al-Quran juga menyinggung hal dalam salah satu ayatnya, Wahai orang-orang yang beriman! Puasa diwajibkan atas kalian sebagaimana halnya ia diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian supaya kalian menjadi orang-orang bertakwa. [285]

269. Ibid., 244.
270. Al-Kâfî, 4/62.
271. Ibid., 63.
272. Wasâil asy-Syî’ah, 10/401.
273. Ibid., 404.
274. Al-Kâfî, 4/62.
275. Selain puasa Ramadhan, kita juga memiliki puasa-puasa wajib lain dan puasa mustahab. Ada pula puasa haram dan makruh yang semuanya disebutkan dalam kitab-kitab fikih dan risalah amaliah.
276. Wasâil asy-Syî’ah, 10/165.
277. Ibid., 163.
278. Ibid., 164.
279. Ibid., 406.
280. Bihâr al-Anwâr, 77/27.
281. Al-Kâfî, 4/65.
282. Wasâil asy-Syî’ah, 10/313.
283. Al-Wâfî, 11/33.
284. Ibid., 34.
285. QS. al-Baqarah:183.

HAJI
Dalam Islam, haji adalah salah satu ibadah besar dan merupakan bagian dari rukun Islam. Imam Baqir as berkata, “Islam dibangun di atas lima hal, yaitu shalat, zakat, haji, puasa dan wilayah.”
Haji harus dilakukan dengan niat qurbah dan niat riya atau pamer akan membatalkannya. Ritual haji dilaksanakan pada hari-hari tertentu bulan Dzulhijjah dan diwajibkan sekali atas Muslim yang sudah memenuhi syarat istitha`ah (mampu secara fisik dan materi).

Haji adalah sebuah ibadah agung dan komprehensif yang disyariatkan dengan beberapa tujuan. Bila haji dilakukan dengan benar, maka si pelaku haji dan umat Islam akan memperoleh manfaat besar. Sebab itu, Nabi Ibrahim as diperintahkan Allah untuk menyeru orang-orang melakukan haji.

AlQuran mengatakan, Serulah manusia untuk melakukan haji supaya mereka datang kepadamu dari segala penjuru dengan berjalan kaki atau naik unta, sehingga mereka menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka dan menyebut nama Allah di hari-hari tertentu dan saat menyembelih ternak yang dikaruniakan Allah kepada mereka. Makanlah (binatang qurban) itu dan berikan pula kepada orang-orang papa dan fakir. [286]

Mendekatkan Diri kepada Allah dan Menyucikan Jiwa.
Salah satu tujuan penting haji adalah menyucikan dan membersihkan jiwa serta mendekatkan diri kepada Allah. Haji adalah sebuah perjalanan spiritual dimana seseorang harus menyiapkan dirinya untuk mengunjungi rumah Allah dan menghadap Tuhannya sebelum ia berangkat. Ia harus bertobat dari dosa-dosa lalunya yang menjauhkannya dari Allah, melunasi hutangnya, menyucikan hartanya dari hal haram dan hal wajib (seperti tanggungan khumus atau zakat) dan harus meminta maaf bila ia pernah menyakiti orang lain.

Setelah itu, baru ia menuju rumah Allah dan hendaknya selama perjalanan, ia harus melihat dirinya sebagai tamu Allah dan berada di hadapan-Nya. Ia melaksanakan ritual ini dengan memperhatikan hikmah-hikmahnya. Saat ia berihram di Miqat dengan mengenakan dua kain putih polos, ia membersihkan hatinya dari dosa-dosa dan keterikatan kepada duniawi. Ia mengucapkan talbiyah [287] sebagai tanda ia menerima panggilan Allah dan tidak melakukan pelanggaran selama berihram.

Dengan kondisi ini, ia menuju Baitullah al-Haram, semakin dekat sampai di sana, hatinya juga semakin dekat kepada Allah. Saat berthawaf, melakukan shalat thawaf dan berlari-lari kecil (sa`i) antara Shafa dan Marwah, ia senantiasa mengingat Allah.

Ketika wukuf di Arafah, ia mengingat saat ia akan berkumpul di padang Mahsyar untuk dihisab. Di Mina dan saat berhenti di Masy`ar, ia menyaksikan dirinya sedang bergerak menuju Allah. Saat melempar jumrah, ia juga menghujani hawa nafsunya dan setan dengan batu. Waktu menyembelih hewan kurban, ia mengingat ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail as dan demikian seterusnya hingga ritual haji berakhir. Usai haji, ia bertekad untuk tidak melakukan dosa dan menjaga kesucian seorang Haji selamanya. Pada saat itu, ia kembali ke rumahnya dengan hati tenteram, tekad kuat dan haji mabrur.

Manfaat di atas adalah salah satu perolehan haji yang terpenting dan juga disebut dalam hadis-hadis maksumin as:
Imam Shadiq as berkata, “Haji dan umrah adalah dua perniagaan akhirat. Orang yang melakukan haji dan umrah berada dekat dengan Allah. Bila ia berhasil menuntaskan ritual hajinya, dosanya akan diampuni dan bila ia mati sebelum usai, maka pahalanya ada di sisi Allah.” [288]

Beliau juga berkata, “Ketika orang-orang menempati kemah-kemah mereka di Mina, seseorang berseru, ‘Andai kalian tahu dengan siapa kalian berada, niscaya kalian yakin bahwa Allah menjaga keluarga dan harta kalian dan akan mengampuni dosa kalian.’” [289]

Dalam hadis lain dari beliau disebutkan, “Bila kau berniat melakukan haji, bersihkan hatimu dari segala hijab dan pikiran, serahkan semua urusanmu kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya di setiap diam dan gerakmu serta pasrahlah di hadapan qadha dan qadar Ilahi. Tinggalkan dunia dan isinya untuk orang-orang, lepaskan dirimu dari tanggungan hak orang lain, jangan berharap pada bekal, kendaraan, pengikut, masa muda dan hartamu, karena bisa jadi mereka akan menjadi bencana bagimu, sebab orang yang menginginkan ridha Allah, namun masih tetap berharap dari selain-Nya, maka Ia akan menjadikannya malapetaka bagi dirinya.  Siapkan dirimu untuk haji seakan-akan engkau tidak akan kembali lagi. Bersikap baiklah kepada orang-orang yang bersamamu dan perhatikan saat-saat menjalankan kewajiban Ilahi dan Sunnah Nabi. Jagalah etika Islami, menanggung kesulitan, kesabaran, bersyukur, saling mengasihi, kedemerwanan dan mendahulukan orang lain. Saat engkau sudah membersihkan dosamu dengan air tobat yang suci, kenakan pakaian kekhusukan (ihram) dan jauhkan dirimu dari segala hal yang menghalangimu mengingat Allah dan ketaatan kepada-Nya. Kemudian, jawablah panggilan Tuhanmu dengan ucapan labbaik yang tulus dan berpeganglah dengan tali Allah. Saat engkau berthawaf mengelilingi Baitullah bersama orang-orang Muslim lain, berthawaflah di sekeliling `arsy bersama malaikat dengan hatimu. Saat melakukan sa`i, larilah dari cengkeraman hawa nafsumu.

Ketika engkau berangkat dari Arafah menuju Mina, lepaskan dirimu dari kekuatanmu dan keluarlah dari kungkungan kelalaian serta jangan harapkan sesuatu yang tidak dihalalkan bagimu atau bukan hakmu.
Di Arafah, akuilah semua dosamu dan perbarui baiatmu dengan Allah dalam mengesakan-Nya. Dekatkan dirimu kepada Allah di Muzdalifah dan bertakwalah kepada-Nya. Waktu engkau mendaki gunung, bawalah ruhmu ke alam yang tinggi.

Saat menyembelih hewan kurban, potonglah tenggorokan hawa nafsu dan ketamakanmu. Saat melempar jumrah, hujanilah syahwat, kehinaan dan akhlak tercela dengan batu. Dengan mencukur rambutmu, hilangkan semua aib lahir dan batinmu.

Saat engkau memasuki Haram, anggap dirimu dilindungi Allah dalam mencapai tujuanmu dan siapkan dirimu untuk menghormati tuan rumahmu. Saat thawaf, bersalamanlah dengan Hajar Aswad dengan penuh ketulusan. Saat thawaf perpisahan (wada`), bebaskan dirimu dari selain Allah. Waktu engkau berdiri di gunung Shafa, bersihkan hatimu untuk bertemu dengan Tuhanmu. Saat mendaki gunung, anggap dirimu di hadapan Allah dan tetaplah setia atas janji yang telah engkau buat dengan-Nya sampai hari kiamat. Ketahuilah bahwa Allah tidak mewajibkan haji dan tidak menisbahkan ibadah lain selain haji kepada dirinya serta tidak membuat syariat bagi Nabi saw di tengah manasik haji kecuali untuk menunjukkan kepada orang-orang berakal perihal kematian, kubur, kebangkitan, kiamat, terpisahnya orang-orang yang beramal baik dari orang-orang yang beramal buruk dan masuknya penghuni surga ke surga dan penghuni neraka ke neraka. [290]

Rasululah saw bersabda, “Di antara tanda diterimanya haji adalah bahwa pelakunya tidak lagi berbuat maksiat kala ia kembali ke negerinya. Bila setelah haji, ia masih melakukan dosa-dosa seperti zina, berkhianat atau lainnya, berarti hajinya tidak diterima Allah.” [291]

Dalam khotbah Ghadir, beliau bersabda, “Wahai manusia sekalian! Pergilah berhaji dengan penuh iman dan pengetahuan akan hukumnya dan jangan kembali kecuali setelah kalian bertobat dan mencabut semua dosa.” [292]

Haji: Perkumpulan Umat Islam Sedunia.
Faidah kedua haji adalah hadir dalam muktamar umat Islam seluruh dunia. Ibadah haji bak sebuah kongres internasional yang diadakan tiap tahun di Haram Allah. Sekelompok Muslim dari setiap negara saling bertemu dan mengetahui kondisi politik, sosial, budaya dan ekonomi masing-masing. Mereka akan saling bertukar pendapat dalam menangani masalah mereka dan saling mengenal satu sama lain.

Sebelum ini, kami sudah menyebutkan bahwa Islam menganggap semua Muslimin sebagai satu umat yang memiliki kepentingan dan tanggung jawab bersama seperti:
1. Menyebarkan budaya orisinil Islam di antara Muslimin dan golongan lain.
2. Memerangi syirik dan berhala-berhala modern yang menganggap diri mereka berhak mengatur negara-negara Muslim.
3. Memperkuat tali persatuan mazhab-mazhab Islam.
4. Menjaga kemandirian umat Islam.
5. Memerangi arogansi musuh-musuh Islam.
6. Melindungi negara-negara Islam.
7. Membela hak-hak Muslimin.
8. Membela Islam dan melawan konspirasi anti-Islam.
9. Memerangi penyebaran budaya Barat dan dekadensi moral musuh-musuh Islam.
10. Membimbing generasi muda.
11. Membela hak-hak wanita.
12. Membela hak-hak anak-anak.
13. Membela hak-hak kaum mustadhafin dan papa.
14. Membela orang-orang tertindas.
Dan hal-hal lain yang berhubungan dengan dunia Islam.

Umat Islam dapat menjadi umat yang independen dan kuat serta mampu meperjuangkan hak-haknya bila mereka bersatu dan bersungguh-sungguh menjaga persatuan serta melaksanakan tanggung jawab mereka masing-masing. Tentu, hal yang sangat urgen dan vital ini tidak akan terwujud tanpa sebuah gerakan serasi yang universal.

Karena itu, membentuk sebuah organisasi internasional adalah sebuah keharusan bagi umat Islam; suatu organisasi yang masing-masing negara dan mazhab Islam aktif di dalamnya dan bertukar pandangan tentang masalah-masalah yang dihadapi Muslimin. Para wakil negara-negara Islam berkumpul bersama setiap tahunnya dan mengawasi segala peristiwa dunia Islam. Hal semacam ini akan lebih menonjol saat pelaksaan ibadah haji.

Bila keberadaan organisasi semacam ini menjadi suatu harga yang tak bisa ditawar bagi umat Islam, apakah ada tempat yang lebih baik dan sesuai selain Baitullah?
Al-Quran mengatakan, Rumah yang pertama dibangun untuk manusia adalah rumah yang terletak di Mekkah; rumah yang memberi berkah dan hidayah bagi alam semesta. Di sana ada tanda-tanda (kekuasaan) Allah yang jelas dan maqam Ibrahim. Orang yang memasukinya berada dalam perlindungan. Mendatangi rumah itu demi Allah (haji) diwajibkan atas mereka yang mampu. Barang siapa yang kafir, hendaknya ia tahu bahwa Allah tidak membutuhkan penghuni alam semesta. [293]

Kami menjadikan Ka’bah sebagai tempat berlindung dan berkumpul bagi manusia. Jadikanlah maqam Ibrahim sebagai mushalla kalian. Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail untuk menyucikan rumah-Ku bagi orang-orang yang berthawaf, beri`tikaf, rukuk dan sujud. [294]

Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (ibadah dan urusan) bagi manusia dan demikian pula hady dan qalaid (ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.) supaya kalian tahu bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan bumi dan Maha Mengetahui segalanya. [295]

Dalam ayat-ayat di atas, Ka’bah disebut sebagai tempat penuh berkah, hidayah bagi semesta, tempat berlindung manusia dan pusat (urusan) manusia. Berarti, Kabah adalah tempat yang paling sesuai untuk menyelenggarakan organisasi internasional umat Islam yang merupakan tempat bergantung kemandirian dan keagungan umat Islam. Sebab itu, organisasi ini harus menjadi sumber berkah, hidayah dan keamanan bagi dunia Islam.

Mendirikan organisasi semacam ini adalah salah satu manfaat haji yang terbesar. Bila para pemikir dan cendekiawan Muslim membentuk organisasi penting seperti ini, niscaya kondisi umat Islam akan jauh lebih baik dari kondisi sekarang. Sayang, organisasi semacam ini belum terbentuk dan mendirikannya dalam situasi sekarang juga sangat sulit. Alakullihal, ide ini bisa ditawarkan kepada semua pihak yang menginginkan kemaslahatan Islam dan dijadikan sebuah wacana keislaman hingga tercipta sebuah lahan bagi pembentukan organisasi dunia Islam ini.

Markas permanen Konferensi Negara-negara Islam (OKI) juga bisa dipindahkan ke Mekkah dan diupayakan supaya para anggota lebih aktif menangani masalah-masalah dunia Islam.
Dalam situasi sekarang, kita bisa memanfaatkan kesempatan ibadah haji dan menyelenggarakan berbagai pertemuan di Haramain. Bila pertemuan-pertemuan ini dilangsungkan dengan manajemen yang rapi dan koordinasi dengan pihak tuan rumah, maka kesepahaman antar-umat Islam akan terwujud.

Pertunjukan Persatuan.
Faedah ketiga haji adalah keikutsertaan Muslimin dalam ritual haji dan pembaharuan baiat persatuan serta unjuk kekuatan di hadapan kekufuran dan arogansi dunia. Islam adalah agama moneteis dan tujuan terpentingnya adalah membasmi kemusyrikan. Rasul saw mendapat titah dari Allah untuk mengibarkan panji tauhid di seluruh penjuru dunia dan terus berjuang sampai penyembahan berhala dan taghut lenyap dari muka bumi. Beliau menerima risalah tanpa rasa takut dan berlepas diri dari syirik dan orang-orang musyrik secara terang-terangan. Beliau juga memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk membacakan surat at-Taubah di hadapan Muslimin yang mengunjungi Baitullah.

Al-Quran mengatakan, Pada hari Haji Akbar, Allah dan rasul-Nya mengumumkan bahwa mereka berlepas diri dari orang-orang musyrik. Bila kalian bertobat, maka itu lebih baik bagi kalian. Bila kalian tetap menentang, ketahuilah bahwa kalian tidak akan mampu mengalahkan Allah. Beritahukan kepada orang-orang kafir bahwa mereka akan mendapat siksa pedih. [296]

Dengan membaca surat at-Taubah di hadapan umat, Rasul saw menyatakan bahwa dia tidak memiliki kaitan sama sekali dengan syirik dan orang-orang musyrik maupun kaum taghut. Beliau mengumumkan perang atas mereka dan menjadikannya sebagai salah satu program resmi Muslimin.

Setelah beliau wafat, tugas ini diletakkan di pundak Muslimin. Mereka bertanggung jawab untuk membela panji tauhid dan memerangi kekufuran dan arogansi musuh sampai tujuan Rasul saw tercapai.
Apakah tujuan dan nilai-nilai Rasul saw telah terwujud sehingga Muslimin merasa berhak untuk berdiam diri dan berpangku tangan? Bukankah kebanyakan penghuni bumi masih menyembah berhala? Bukankah kaum arogan dan taghut masih berkuasa dan menindas umat manusia? Apakah kaum mustadh`afin sudah memperoleh hak-hak mereka? Apakah Islam sudah sukses mengalahkan kekufuran dan arogansi musuhnya? Apakah Palestina sudah terbebas dari belenggu Israel? Apakah semua konspirasi arogansi dunia atas Islam telah berakhir? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain!

Karena itu, Muslimin harus tetap meneriakkan baraah (lepas diri) mereka dari orang-orang musyrik dan membela tauhid dengan cara apapun. Tidak ada tempat yang lebih sesuai untuk melaksanakan kewajiban ini selain Haram Allah dan markas utama tauhid yang dihadiri oleh jutaan Muslim sedunia. [297]

286. QS. al-Hajj:27-28.
287. Ucapan Labbaik allahumma labbaik—pent.
288. Al-Kâfî, 14/240.
289. Ibid., 263.
290. Mustadrak al-Wasâil, 10/172.
291. Ibid., 165.
292. Ibid., 174.
293. QS. Ali  Imran:96-97.
294. QS. al-Baqarah:13.
295. QS. al-Maidah:97.
296. QS. at-Taubah:3.
297. Haji adalah sebuah ritual ibadah yang dilakukan dengan cara khusus pada waktu tertentu. Tata cara ibadah ini berikut syarat, kewajiban dan hal-hal terkait disebutkan dalam kitab-kitab fikih, risalah amaliah atau manasik haji. Mereka yang berminat dipersilahkan merujuk ke sumber-sumber tersebut.

JIHAD
Dalam bahasa, makna jihad adalah mengerahkan upaya dan menanggung kesusahan dalam menggapai tujuan. Sedangkan makna jihad dalam istilah adalah: Upaya maksimal dalam semua aktivitas (salah satunya perang, peny.) yang bertujuan menyebarkan Islam dan mengangkat konsep tauhid serta membela Islam dan Muslimin.

Jihad adalah salah satu taklîf penting dalam Islam yang memiliki kedudukan khas, karena keagungan, kemandirian dan penyebaran Islam bergantung padanya. Sebab itu, banyak ayat dan hadis yang menekankan pentingnya jihad.

Al-Quran mengatakan, Apakah kalian menyangka akan masuk surga, padahal Allah masih belum mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian. [298]
Wahai Nabi! Perangilah orang-ornag kafir dan munafik dan bersikap keraslah kepada mereka. Tempat mereka adalah jahanam yang merupakan tempat terburuk. [299]

Jihad diwajibkan atas kalian meski kalian tidak menyukainya. Betapa banyak hal yang tidak kalian sukai, padahal itu baik bagi kalian dan banyak hal yang kalian sukai, padahal itu buruk bagi kalian. Allahlah yang tahu dan kalian tidak mengetahui. [300]

Tidaklah sama orang-orang beriman yang menolak berperang tanpa mengalami kerugian dengan mereka yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka di atas orang-orang yang tidak berperang. Allah memberi janji yang baik kepada masing-masing, namun Dia mengistimewakan mujahidin atas mereka yang menolak berperang dengan pahala besar. [301]

Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya di barisan yang teratur seakan-akan mereka adalah tembok yang kukuh. [302]
Amirul Mukminin as berkata, “Ketahuilah bahwa jihad adalah salah satu pintu surga yang dibukakan Allah kepada manusia-manusia pilihan-Nya dan mempersiapkan mereka masuk surga, sebagai tanda pemuliaan Allah bagi mereka dan nikmat yang disimpan oleh-Nya untuk mereka. Jihad adalah pakaian ketakwaan, baju besi Allah yang kukuh dan perisai dari serang musuh. Barang siapa yang berpaling dari jihad, maka Allah akan menghinakannya, ia akan ditimpa bencana, jauh dari ridha Allah, jatuh dalam kehinaan dan hatinya akan tertutupi. Bila ia meninggalkan jihad, maka ia tidak akan berada dalam kebenaran, terperosok dalam kehinaan dan tercegah dari keadilan.” [303]

Rasul saw bersabda, “Surga memiliki sebuah pintu bernama “Pintu Mujahidin”. Saat orang-orang sedang berdiri menunggu di hari kiamat, para malaikat mengucapkan selamat datang kepada mujahidin yang menyandang pedang di pinggang dan menuju surga yang dibukakan untuk mereka. Barang siapa yang meninggalkan jihad, maka Allah akan memakaikan baju kehinaan dan kefakiran kepadanya dan agamanya akan berkurang, karena Allah telah menjadikan umatku tak membutuhkan apapun dengan adanya sepatu kuda dan tombak mereka (kiasan untuk jihad).” [304]

Amirul Mukminin as berkata, “Allah mewajibkan jihad, mengagungkannya dan menjadikannya sebagai kemenangan dan penolong-Nya. Demi Allah! Agama dan dunia manusia tidak akan menjadi baik kecuali dengan jihad.” [305]

Jihad dibagi menjadi dua: ibtidâi dan difâ`i.

Jihad ibtidâi
Rasul saw diutus Allah untuk memerangi kemusyrikan dan kezalima serta menyeru manusia kepada agama Islam dan membebaskan orang-orang tertindas dari cengkeraman kaum thaghut. Mula-mula, beliau mengajak manusia menerima Islam dan meninggalkan berhala dengan bahasa halus dan argumentatif. Andai tidak ada kendala, beliau akan tetap melanjutkan metode ini hingga tujuan tercapai. Namun, orang-orang kafir merasa terancam dan berinisiatif menghalangi niat beliau. Maka itu, mereka menggunakan berbagai cara untuk mencegah penyebaran Islam.

Dalam kondisi semacam ini, Rasul saw dan Muslimin tidak memiliki pilihan kecuali perang dan jihad. Mereka terus berjuang untuk menundukkan musuh-musuh Islam dan mencegah mereka menghalangi tabligh dan penyebaran Islam.

Dengan gambaran ini, kita bisa mengatakan bahwa jihad ibtidâi adalah semacam pembelaan diri.
Al-Quran berkata, Bila mereka melanggar janji dan mencerca agama kalian, maka perangilah para pemimpin kafir itu yang tidak menepati janji mereka barangkali mereka menghentikan perbuatan mereka. Apakah kalian tidak memerangi orang-orang yang melanggar janji, berniat mengusir Nabi dan memusuhi kalian? Apakah kalian takut dari mereka, padahal bila kalian orang beriman, kalian lebih patut takut dari Allah. [306]
Perangilah mereka hingga tidak terjadi fitnah dan agama hanya diperuntukkan bagi Allah. Bila mereka menghentikan perbuatan mereka, maka tidak ada permusuhan lagi kecuali terhadap orang-orang zalim. [307]

Jihad Difâ`i
Jihad difâ`i juga dilakukan dengan maksud membela Islam dan negara-negara Muslim. Jihad ini diwajibkan dalam beberapa situasi:
1. Bila musuh-musuh Islam menyerbu sebuah negara untuk menggulingkan pemerintahan Islam atau melakukan konspirasi berbahaya.
Al-Quran mengatakan, Perangilah mereka yang berperang dengan kalian, namun jangan melampaui batas, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [308]

2. Ketika musuh melakukan agresi ke salah satu negara Muslim untuk menguasai dan mendudukinya.
 Al-Quran mengatakan, Telah diijinkan bagi orang-orang yang dipaksa beperang dan dizalimi untuk membela diri mereka dan Allah mampu menolong mereka. Mereka adalah orang-orang yang diusir dari rumah-rumah mereka tanpa alasan dan hanya karena mereka mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kami. [309]

3. Bila salah satu negara Muslim diserang negara Muslim lain. Maka, di samping negara yang diserbu berhak membela diri, Muslimin yang lain bertugas menolong negara tersebut dan mendamaikan keduanya. Bila negara agresor tidak mau tunduk, maka mereka harus diperangi.
Al-Quran berkata, Bila dua kelompok mukminin saling berperang, damaikanlah mereka. Bila salah satu dari keduanya menzalimi yang lain, perangilah pihak yang zalim supaya mereka kembali ke jalan Allah. Bila mereka tunduk, damaikan mereka dengan menjaga keadilan. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. [310]

4. Ketika harta dan hak milik negara Muslim hendak dirampas musuh.
5. Ketika jiwa dan kehormatan Muslimin berada dalam bahaya.
6. Ketika penyembahan kepada Allah, mesjid dan tempat ibadah diusik musuh.
Al-Quran mengatakan, Bila Allah tidak mencegah kezaliman sebagian manusia melalui manusia lain, niscaya kuil-kuil, gereja-gereja, mushala dan mesjid-mesjid yang di dalamnya nama Allah disebut akan hancur. Allah akan menolong orang-orang yang membantu (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuat dan Agung. [311]
7. Membela hak-hak kaum tertindas yang tidak mampu melawan kaum arogan.
Al-Quran berkata, Kenapa kalian tidak berperang di jalan Allah dan demi kaum pria, wanita dan anak-anak tertindas yang berkata, ‘Ya Tuhan kami! Keluarkan kami dari negeri orang-orang zalim dan kirimlah seorang penolong dari sisi-Mu.’ [312]
8. Melindungi moral dan budaya Islam dan mencegah masuknya budaya anti-Islam.

Dalam kondisi-kondisi di atas, Muslimin berhak membela agama, kemuliaan, kemerdekaan, negara, jiwa dan harta mereka. Tidak hanya berhak, bahkan Islam meletakkan tanggung jawab di pundak mereka untuk melaksanakannya. Bila mereka mengabaikannya, mereka akan jatuh dalam kehinaan di dunia dan mendapat hukuman di akhirat.

Al-Quran berkata, Katakanlah, “Bila kalian lebih mencintai ayah, anak, saudara, istri, kerabat, harta yang kalian simpan, perniagaan yang kalian khawatirkan akan sepi dan rumah kalian ketimbang Allah, rasul dan jihad di jalan Allah, tunggulah azab dari Allah. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang fasik. [313]

Jihad dan berjuang di jalan Allah adalah salah satu taklîf penting dalam Islam yang menjamin kemuliaan dan kebesaran Muslimin. Selama mereka melaksanakan tugas ini, mereka akan tetap berada dalam kemuliaan. Namun, bila logika jihad dan perjuangan di jalan Allah hilang dari kamus Muslimin, sedikit demi sedikit kewibawaan dan kebesaran mereka akan terkikis dan musuh akan menguasai mereka. Kondisi terkini umat Islam adalah akibat dari meninggalkan taklîf Ilahi ini. Satu-satunya cara mengatasi problem ini adalah menghidupkan kembali doktrin jihad dan syahadah di tengah Muslimin.

298. QS. Ali Imran:142.
299. QS. at-Taubah:73.
300. QS. al-Baqarah:216.
301. QS. an-Nisa:95.
302. QS. ash-Shaff:4.
303. Al-Kâfî, 5/4.
304. Ibid., 5/2.
305. Ibid., 5/8.
306. QS. at-Taubah:12-13.
307. QS. al-Baqarah:193.
308. Ibid., 190.
309. QS. al-Hajj:39.
310. QS. al-Hujurat:9.
311. QS. al-Hajj:40.
312. QS. an-Nisa:75.
313. QS. at-Taubah:24.

AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNGKAR.
Amar makruf adalah memerintahkan kebaikan dan nahi mungkar adalah melarang perbuatan buruk. Amar makruf dan nahi mungkar adalah salah satu kewajiban penting dalam Islam. Terwujudnya sebagian hal yang di wajibkan dan ditinggalkannya banyak hal yang diharamkan bergantung pada pelaksanaan kewajiban ini. Oleh karena itu, banyak ayat dan riwayat yang menekankan amar makruf dan nahi mungkar.
Al-Quran mengatakan, Di antara kalian harus ada umat yang menyeru manusia kepada perbuatan baik dan melakukan amar makruf serta nahi mungkar. Mereka adalah orang-orang yang beruntung. [314]

(Luqman berkata kepada anaknya,”) Wahai anakku! Tegakkan shalat dan lakukanlah amar makruf dan nahi mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu di jalan ini. Sesungguhnya amalan ini adalah perkara yang penting. [315]
Kalian adalah umat terbaik yang muncul dari kalangan manusia, kalian melakukan amar makruf dan nahi mungkar serta beriman kepada Allah. [316]

Muhammad bin Umar berkata, “Aku mendengar Imam Ridha as mengatakan, ‘Kalian harus melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Bila tidak, orang-orang jahat akan menguasai kalian. Pada saat itu, orang-orang yang baik di antara kalian akan memanjatkan doa, namun doa mereka tidak dikabulkan.’” [317]

Muhammad bin Arafah meriwayatkan, “Aku mendengar Imam Ridha as menukil sabda Rasul saw, ‘Bila umatku saling melempar tanggung jawab amar makruf dan nahi mungkar ke pundak lainnya dan meninggalkannya, mereka harus bersiap ditimpa peristiwa-peristiwa yang menyakitkan.’” [318]

Hudzaifah meriwayatkan sabda Rasul saw, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya! Kalian harus melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Bila tidak, Allah akan menurunkan azab atas kalian sehingga bila kalian berdoa kepada-Nya, Dia tidak akan mengabulkan doa kalian.” [319]

Abu Said al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda, “Jihad terbesar adalah mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa zalim.” [320]

Jabir menukil ucapan Imam Baqir as yang berbunyi, “Pada akhir zaman, akan muncul sekelompok orang riya yang gemar membaca al-Quran, zuhud dan beribadah, namun mereka bodoh dan pandir. Mereka tidak menganggap amar makruf dan nahi mungkar sebagai suatu kewajiban kecuali bila mereka aman dari bahaya dan kerugian. Mereka mencari-cari alasan untuk meninggalkan kewajiban itu dan mengikuti kesalahan para ulama serta perbuatan buruk mereka. Mereka hanya memerhatikan shalat, puasa dan ibadah-ibadah yang tidak akan membahayakan jiwa dan harta mereka. Andai shalat merugikan harta dan jiwa mereka, niscaya mereka akan meninggalkannya sebagaimana mereka meninggalkan kewajiban terbesar dan termulia (amar makruf dan nahi mungkar).

Amar makruf dan nahi mungkar adalah kewajiban besar yang kewajiban lainnya terlaksana dengannya. Bila orang-orang meninggalkannya, mereka akan ditimpa murka Allah dan azab akan diturunkan kepada mereka. Maka, orang-orang baik akan hancur di rumah orang-orang jahat dan anak-anak akan binasa di rumah orang-orang tua. Amar makruf dan nahi mungkar adalah jalan para nabi as dan orang-orang saleh. Ia adalah kewajiban agung yang kewajiban lainnya terlaksana dengannya. Berkat amar makruf dan nahi mungkar, jalan-jalan menjadi aman, mata pencaharian menjadi halal, hak yang dirampas kembali kepada yang berhak, bumi menjadi makmur, musuh dihancurkan dan semua pekerjaan dilakukan dengan baik.

Maka, bencilah kemungkaran dengan hati kalian dan lakukan amar makruf dan nahi mungkar dengan lisan kalian. Sungkurkan hidung para pelaku kemungkaran ke tanah dan jangan takut celaan orang lain saat berjuang di jalan Allah. Bila mereka sadar dan kembali kepada kebenaran, jangan usik mereka lagi, karena amar makruf dan nahi mungkar hanya diberlakukan bagi orang-orang yang bertindak zalim dan berbuat kerusakan di muka bumi serta akan ditimpa azab pedih. Lawanlah mereka dan bencilah mereka dengan hati kalian. Tujuan kalian dari hal ini adalah ridha Allah, bukan mencari kekuasaan, harta atau menzalimi orang lain. Teruslah berjuang sampai mereka menerima kebenaran dan menaati Allah.” [321]

Dari sini, bisa diketahui bahwa amar makruf dan nahi mungkar adalah bagian dari hukum dan taklîf penting yang sangat ditekankan Islam. Hal ini adalah salah satu keistimewaan umat Islam, karena selain menjaga diri mereka dari dosa, mereka juga melindungi orang lain dari kesalahan.

`Alakulli hal, Muslimin bertugas untuk saling mengawasi satu sama lain, menyeru satu sama lain kepada perbuatan baik dan mencegah mereka dari perbuatan buruk. Bila kontrol bersama ini dilakukan dengan baik, komunitas Islam akan terlindung dari noda kezaliman dan degradasi moral serta menuju kesempurnaan dan akhlak mulia.
Al-Quran mengatakan, Sebagian pria dan wanita mukmin memegang kendali urusan sebagian yang lain dan melakukan amar makruf dan nahi mungkar. [322]

Karena itulah, semua Muslim harus berusaha memperkuat iman, mengenal tugas masing-masing, menyebarkan norma-norma Islam, melaksanakan tugas individu dan sosial, mencegah kerusakan moral dan sosial dan tidak melangkahi hak orang lain, sehingga dapat mewujudkan umat terbaik di dunia yang menjadi suri tauladan umat lain.

Selain itu, Islam juga menugaskan para pengikutnya untuk menjadi umat wasath (tengah/netral) dan menyeru umat manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan. Islam mewajibkan mereka memerangi kemusyrikan, kekufuran dan materialisme dan mengajak umat manusia menuju tauhid dan keadilan sosial.

Al-Quran mengatakan, Allah mengutus rasul-Nya dengan membawa hidayah dan agama yang lurus untuk memenangkan Islam di atas semua agama, walau orang-orang musyrik tidak menyukainya. [323]
Orang-orang yang bila Kami berikan mereka kekuasaan di muka bumi, mereka akan menegakkan shalat, memberi zakat dan melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Sesungguhnya akhir semua pekerjaan ada di tangan Allah. [324]

Begitulah Kami menjadikan kalian sebagai umat wasath supaya kalian menjadi saksi atas manusia dan rasul menjadi saksi atas kalian. [325]

Oleh karena itu, membimbing umat manusia adalah suatu tanggung jawab besar yang pelaksanaannya memerlukan persiapan maksimal dan mukadimah tertentu. Berikut adalah sebagian mukadimah pelaksanaan tugas penting ini:
1. Mengenal kebaikan dan kemungkaran dengan baik.
2. Mengetahui kondisi politik, ekonomi, sosial, agama dan moral umat manusia.
3. Mengetahui agama, mazhab, adat dan keyakinan umat manusia.
4. Mempersiapkan satelit-satelit komunikasi dalam rangka membimbing umat manusia dengan menggunakan berbagai bahasa.
5. Mempublikasikan koran dan majalah ilmiah-keagamaan dengan berbagai bahasa.
6. Menulis dan menerjemahkan buku-buku yang diperlukan berikut mendistribusikannya ke seantero dunia.
7. Mendidik para mubaligh yang menguasai masalah-masalah keislaman dan bahasa-bahasa asing dan mengirim mereka ke seluruh penjuru dunia.
8. Mendirikan suatu pusat dan organisasi penyebaran budaya Islam di dunia yang dilengkapi anggaran dan fasilitas memadai.

Tingkatan-tingkatan Amar Makruf dan Nahi Mungkar.
Amar makruf dan nahi mungkar dilakukan dalam beberapa tahap dan bentuk:
Tahap pertama: Menentang perbuatan mungkar dengan hati. Bila seorang Muslim melihat seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia harus membenci perbuatan ini dengan hati dan menunjukkan kebenciannya, karena ada kemungkinan orang tersebut akan sadar sehingga tahap-tahap selanjutnya tidak diperlukan.
Tahap kedua: Memerintah dan melarang dengan lisan. Dalam tahap ini, si Muslim memerintahkan si pelaku untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Terlebih dahulu dengan cara halus dan bila tidak berpengaruh, dengan suara lebih keras dan serius. Bila masih belum berhasil, maka ia harus mengecam dan mencelanya. Bila tidak ada pengaruhnya, harus disertai ancaman.

Tahap ketiga: Menggunakan kekuatan dan kekerasan. Tahap akhir amar makruf dan nahi mungkar dilakukan secara fisik yang akhirnya berujung pada kekerasan. Itupun memiliki tingkatan lemah, sedang dan keras. Tentu, ini dengan syarat tidak ada hak yang ditindas.

Tujuan amar makruf dan nahi mungkar adalah menyelamatkan dan mensterilkan masyarakat dari kemaksiatan dengan segala cara yang mungkin dilakukan.
Tentu, hukuman yang lebih keras bisa digunakan dalam rangka amar makruf dan nahi mungkar, seperti pemberlakuan hudud (hukuman) syar`i, qishash dan ta`zir, tapi tahap-tahap ini adalah tanggung jawab pihak berwenang dan kepolisian pemerintahan Islam. [326]

Kondisi Muslimin dan Tanggung Jawab Kita.
Walau jumlah Muslimin sedunia mencapai lebih dari satu milyar dan mereka hidup di salah satu titik geografis yang penting dari sisi kekayaan alam dan sumber daya manusia, memiliki peradaban dan kebudayaan dan selama berabad-abad berkuasa di dunia, namun sayang mereka kehilangan kekuasaan dan posisi secara bertahap hingga sampai pada kondisi menyedihkan terkini. Berikut ini sebagian dari kondisi memilukan umat Islam di dunia:
Meski Islam menyebut Muslimin sebagai satu umat, namun sayangnya, disebabkan kebodohan, fanatisme kesukuan dan ras, egoisme dan konspirasi musuh, mereka terpecah menjadi negara-negara besar dan kecil yang tidak memiliki persatuan.

Di negara-negara yang terpecah belah ini, Islam tidak memiliki otoritas, bahkan penguasa setiap negara menyerahkan manajemen negaranya kepada pemerintahan sekular dan musuh-musuh Islam.
Kekuatan-kekuatan arogan dan kafir menguasai negara-negara Muslim dan memegang kendali semua urusan mereka. Mereka mengintervensi masalah-masalah internal seperti politik, ekonomi, sains, industri, perundang-undangan, pertanian, peternakan, budaya dan seni, kemiliteran, bahkan masalah keagamaan dan kemazhaban serta membuat Muslimin bergantung sepenuhnya kepada mereka.

Mereka mengeksploitasi sumber-sumber daya alam negara-negara Muslim sesuka hati dan menjejali mereka dengan barang-barang mewah yang tak diperlukan hingga menjadikan Muslimin sebagai konsumen tetap produk-produk mereka.

Mereka membuat negara-negara Muslim saling mencurigai satu sama lain dan memecah belah mereka. Dalam jangka waktu tertentu, mereka mengadu domba negara-negara Muslim hingga mereka terpaksa mengkonsumsi senjata-senjata buatan orang-orang kafir dan menerima mereka sebagai pengayom. Berikutnya, mereka mendirikan markas militer di negara-negara Muslim, mengadakan kesepakatan pertahanan bersama, kemudian melakukan manuver militer bersama.

Yang patut disesalkan, sebagian besar negara-negara Muslim ditimpa penyakit ini. Secara langsung atau tidak, mereka berada di bawah naungan salah satu negara-negara arogan dan kafir. Bahkan, kadang mereka membanggakan hal ini.

Di pihak lain, negara-negara Muslim bersikap acuh satu sama lain. Tidak ada hubungan persahabatan dan kerjasama antara mereka. Alih-alih saling mempercayai, mereka malah menaruh kepercayaan kepada musuh-musuh Islam dan bekerjasama dengan mereka.

Sebagian besar penguasa negara-negara Muslim adalah orang-orang yang telah menjual diri mereka kepada pihak asing. Mereka tidak hanya tak membela Islam dan norma-normanya, tapi menghalangi segala gerakan Islami (atau yang lazim disebut fundamentalisme Islam) dengan kekuatan sepenuhnya; seakan-akan yang berkuasa adalah orang-orang kafir dan kaum arogan yang kejam.

Konspirasi musuh dan ketidakpedulian negara-negara Muslimlah yang akhirnya menyebabkan tanah Palestina dan Mesjid al-Aqsha direbut kaum Zionis dan diduduki hingga sekarang. Para pemimpin negara-negara kafir melengkapi mereka dengan senjata-senjata pemusnah yang mematikan dan menjadi ancaman serius bagi dunia Islam. Eksistensi mereka juga didukung sepenuhnya oleh arogansi dunia.
Salah satu bukti terkuat permusuhan arogansi dunia terhadap Islam adalah invasi Amerika ke negara-negara Muslim dan pembantaian rakyat tak berdosa serta menelantarkan mereka. Di saat yang sama, mereka mengklaim sebagai pemimpin perang anti-terorisme.

Inikah arti peradaban dan pembelaan HAM?!
Contoh lain adalah agresi kaum arogan ke negara Afghanistan dan Irak yang hingga sekarang masih berlanjut dan telah menewaskan ratusan ribu korban jiwa.

Kengototan Barat untuk mengekspor budaya amoralnya ke negara-negara Muslim dan menghabiskan anggaran besar di jalan ini serta memotivasi para penulis bayaran untuk menyebarkan buku-buku anti-Islam dan membela mereka atas nama kebebasan berpendapat, adalah bukti lain atas substansi anti-Islam dan konspirasi mereka untuk melenyapkan Islam.

`Alakulli hal, musuh-musuh agama telah menunjukkan kebencian mereka kepada Islam dan Muslimin semenjak zaman Rasul saw sampai sekarang, hingga di masa kini mereka lebih padu dan serius memerangi Islam. Demi mencapai tujuan, mereka tak segan menggunakan jalan politik, ekonomi, budaya, seni, sains, militer, kriminal dan pembantaian, karena mereka menghadapi kebangkitan umat Islam dan merasakan bahaya.

Kondisi memilukan dunia Islam akan menyedihkan hati orang merdeka dan mengusik setiap nurani.
Sekarang, pertanyaan-pertanyaan yang terlontar adalah:
Apakah Rasul saw rela dengan kondisi semacam ini?
Kenapa kita bisa seperti ini?
Apakah solusi masalah ini?
Tanggung jawab siapakah ini?
Jawaban lengkap terhadap pertanyaan-pertanyaaan di atas memerlukan penjelasan panjang lebar, namun kami di sini akan memberi jawaban secara ringkas:

Apakah Rasul saw Rela dengan Kondisi Semacam Ini?
Tidak ada seorang Muslim pemikir manapun yang meragukan bahwa Rasul saw tidak rela melihat kondisi umatnya sekarang. Bagaimana mungkin beliau rela umatnya berada di bawah kekuasaan orang-orang kafir dan arogan? Atau negara-negara Islam dirampas musuh dan para penghuninya terlantar begitu saja? Bagaimana mungkin beliau senang melihat umatnya menyerahkan kekayaan alamnya kepada musuh dengan harga murah, kemudian mereka terpaksa mengemis untuk bantuan dan hutang yang tak seberapa? Apakah beliau menyetujui sikap sebagian negara Muslim yang membiarkan rakyatnya kelaparan dan malah berlomba-lomba mengoleksi senjata pemusnah dan kadang menggunakannya menginvasi negara Muslim tetangganya?
Tidak! Rasul saw jelas tidak rela melihat kondisi umat yang hina dina ini dan tidak suka melihat mereka menanggung situasi ini.

Kenapa Kita Bisa Seperti Ini?
Kita terpuruk dalam kondisi ini karena tidak mengamalkan perintah Islam dan al-Quran, padahal al-Quran telah menyebut Muslimin sebagai satu umat dan berkata, Berpeganglah kalian dengan tali Allah (Islam dan al-Quran) dan jangan bercerai berai. [327]

Taatilah Allah dan rasul-Nya dan jangan bertikai satu sama lain hingga kalian menjadi lemah dan wibawa kalian hilang. Bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang penyabar. [328]

Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk merugikan orang-orang beriman. [329]
Orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir, bukan mukminin, sebagai teman, apakah mereka menginginkan kemuliaan di sisi mereka, padahal seluruh kemuliaan ada di sisi Allah. [330]

Yang disayangkan, Muslimin malah menjalin persahabatan dengan orang-orang kafir dan membuka jalan bagi mereka untuk berkuasa.
Al-Quran juga berkata, Wahai orang-orang yang beriman! Jangan berteman dengan orang-orang kafir sebagai ganti mukminin, apakah kalian ingin menciptakan kekuasaan yang akan membahayakan kalian? [331]

Wahai orang-orang yang beriman! Jangan jalin persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah teman satu sama lain dan bila di antara kalian ada yang berteman dengan mereka, ia akan dianggap bagian dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang zalim. [332]

Namun, Muslimin mengabaikan perintah al-Quran yang sangat gamblang ini dan menjalin persahabatan dengan musuh bebuyutan Islam serta bekerjasama dengan mereka di bidang militer ekonomi, budaya dan politik.
Al-Quran mengatakan, Bila orang-orang musyrik serentak menyerang kalian, balas serangan mereka dengan serentak. Ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang bertakwa. [333]

Perangilah para pemimpin kaum kafir yang melanggar janji supaya mereka menghentikan perbuatan mereka. [334]

Namun, Muslimin malah meninggalkan kewajiban jihad dan memproritaskan kehidupan hina ketimbang jihad dan syahadah di jalan Allah. Alih-alih berjihad, mereka malah menjalin persahabatan dengan musuh.
Al-Quran juga mengatakan, Hendaknya ada sekelompok dari kalian yang menyeru manusia kepada kebaikan dan melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Mereka adalah orang-orang yang beruntung. [335]

Tapi, Muslimin mengacuhkan perintah amar makruf dan nahi mungkar. Akibatnya, para pemimpin zalim berkuasa atas mereka sehingga berdampak pada kemunculan dekadensi moral dan sosial.
Selain itu, kita meninggalkan banyak kewajiban agama dan insani hingga kita tertimpa musibah ini. Maka itu, kondisi sekarang adalah buah ketidakpedulian kita sendiri.

Abu Hurairah meriwayatkan, “Aku mendengar Rasul saw bersabda kepada Tsauban, ‘Wahai Tsauban! Apa yang akan kau lakukan saat bangsa-bangsa lain saling bekerjasama untuk berkuasa atas kalian?’ Tsauban bertanya, ‘Apakah ini disebabkan sedikitnya jumlah kami?’ Rasul saw menjawab, ‘Tidak, jumlah kalian sangat banyak di masa itu, namun itu disebabkan kelemahan dan kelembekan yang memenuhi hati kalian.’ Tsauban bertanya kembali, ‘Wahai Rasulullah! Apa yang Anda maksudkan dengan kelemahan kami?’ Beliau menjawab, ‘Cinta dunia dan benci berperang (di jalan Allah).’” [336]

Rasul saw bersabda, “Selama dua kelalaian tidak muncul di tengah kalian, Allah tetap memberi petunjuk kepada kalian. Keduanya adalah mabuk kebodohan dan mabuk cinta dunia. Selama kalian tidak ditimpa dua penyakit ini dan masih melakukan amar makruf dan nahi mungkar serta berjihad di jalan Allah, kalian masih mendapat bimbingan-Nya. Namun, bila kalian sudah cinta dunia, meninggalkan jihad dan amar makruf dan nahi mungkar, akan muncul golongan yang berpegang dengan al-Quran dan Sunnahku serta menyeru manusia kepada keduanya. Kedudukan mereka seperti orang-orang yang pertama beriman dari kalangan Muhajirin dan Anshar.” [337]

Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasul saw, “Lakukanlah amar makruf dan nahi mungkar. Bila tidak, Allah akan menjadikan orang-orang jahat berkuasa atas kalian. Bila itu terjadi, orang-orang baik akan berdoa, tapi doa mereka tidak akan terkabul.” [338]

Apa Solusi Masalah Ini?
Satu-satunya solusi masalah ini adalah kita harus kembali kepada Islam yang hakiki., menyemarakkan norma-norma orisinil pembangkit semangat di tengah-tengah kita, menyeru Muslimin yang tercerai berai kepada persatuan, menghidupkan logika jihad, syahadah, amar makruf dan nahi mungkar, memerangi kaum thaghut, menutup jalan kekuasaana pihak asing di negara-negara Muslim dan bersungguh-sungguh mencapai kemerdekaan dan swasembada di segala bidang.

Tentu, sangat sulit mencapai tujuan final ini dalam kondisi terkini. Perlu ada pengorbanan, syahadah, menahan siksaan dan pemboikotan dari pihak musuh, namun ini adalah satu-satunya solusi. Kita harus melangkah dengan niat ikhlas dan yakin bahwa Allah akan membantu kita, Bila kalian menolong (agama) Allah, maka Dia akan menolong kalian dan meneguhkan langkah kalian.

Amirul Mukminin as berkata, “Bila kalian ditimpa musibah besar, gunakan harta kalian untuk menjaga nyawa kalian dan bila ada bencana menimpa agama kalian, berikan jiwa kalian untuk membelanya. Ketahuilah bahwa orang binasa adalah yang kehilangan agamanya, orang kecurian adalah yang keyakinan dan agamanya dirampas. Ketahuilah bahwa dengan surga, kefakiran tidak ada artinya dan dengan neraka, kekayaan apapun tidak akan berarti; itu (neraka) adalah tempat yang tawanannya tidak akan bisa lolos dan yang sakit di sana tidak akan terobati.” [339]

Tanggung Jawab Siapa?
Semua Muslim bertanggung jawab, karena membela agama adalah kewajiban yang bersifat kolektif. Siapapun dan dalam kondisi apapun harus membantu terwujudnya tujuan ini. Namun, para pemikir, reformis, fukaha, dan ulama memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Mereka harus mengajak umat menuju persatuan, menghidupakn norma-norma Islam yang dilupakan, membongkar konspirasi musuh, memegang kendali kepemimpinan umat dan memobilisasi Muslimin untuk membela Islam dan menegakkan hukum-hukum Allah. Mereka sendiri harus memulai pergerakan dan membawa umat beserta mereka.
Amirul Mukminin as berkata, “Demi Allah yang membelah biji-bijian dan menciptakan manusia! Andai bukan karena rombongan yang datang berbaiat sehingga hujjah telah disempurnakan bagiku, dan andai bukan karena janji ulama kepada Allah untuk tidak rela membiarkan orang zalim kekenyangan dan orang papa kelaparan, niscaya aku telah melepaskan kendali unta kekhilafahan dan meletakkannya di punuknya serta membiarkannya bebas pergi.” [340]

Imam Husain as juga berkata, “Kendali segala urusan dan hukum harus ada di tangan para ulama Ilahi, karena mereka adalah orang yang dipercaya mengemban amanah halal dan haram dari Allah. Kalian sendiri yang kehilangan maqam kalian. Maqam ini tidak akan diambil dari kalian kecuali setelah kalian bercerai dari kebenaran dan berselisih dalam Sunnah Nabi setelah hujjah sempurna atas kalian. Andai kalian bersabar terhadap semua gangguan dan menahan segala kesulitan di jalan Allah, niscaya perkara-perkara yang berkaitan dengan agama Allah akan masuk kepada kalian, keluar dari kalian dan akan dikembalikan kepada kalian.

Namun, (dikarenakan kelembekan kalian dalam tugas) kalian menempatkan orang-orang zalim di posisi kalian dan menyerahkan kendali perkara Allah kepada mereka sehingga dengan mereka bebas melakukan syubuhat dan mengejar hawa nafsu. Ya, larinya kalian dari kematian dan cinta kalian terhadap dunialah yang menyebabkan orang zalim berkuasa atas kalian. Kalian pula yang menyerahkan orang-orang lemah ke tangan mereka sehingga sebagian diperbudak dan yang lain dipaksa mengemis demi sesuap makanan. Orang-orang ini mengatur negara sesuka hati mereka dan bersikap kurang ajar di hadapan Yang Mahakuasa.” [341]

Ya, para ulama harus memegang kepemimpinan umat dan mengibarkan bendera pembelaan terhadap Islam dan nilai-nilainya di dunia. Bila jihad kolektif ini telah dimulai, kita bisa berharap bahwa dengan rahmat Allah, umat Islam kembali mendapatkan kewibawaan dan posisi yang patut baginya di dunia.
Alhamdulillah, tanda-tanda kebangkitan Islam mulai disaksikan di berbagai penjuru dunia dan ini adalah berkah yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

314. QS. Ali Imran:104.
315. QS. Luqman:17.
316. QS. Ali Imran:110.
317. Al-Kâfî, 5/56.
318. Ibid.,
319. Al-Jâmi` ash-Shahîh, 4/468.
320. Ibid., 481.
321. Al-Kâfî, 5/55.
322. QS. at-Taubah:71.
323. Ibid., 33.
324. QS. al-Hajj:41.
325. QS. al-Baqarah:143.
326. Untuk lebih mengetahui perincian masalah-masalah amar makruf dan nahi mungkar, syarat dan tahap-tahapnya, silahkan merujuk buku-buku fikih dan hadis.
327. QS. Ali Imran:102.
328. QS. al-Anfal:46.
329. QS. an-Nisa:41.
330. Ibid., 139.
331. Ibid., 144.
332. QS. al-Maidah:51.
333. QS. at-Taubah:26.
334. Ibid., 12.
335. QS. Ali Imran:104.
336. Majma` az-Zawâid, 7/287.
337. Ibid., 270.
338. Ibid., 266.
339. Wasâil asy-Syî’ah,16/192.
340. Nahj al-Balâhah, khotbah 3.
341. Tuhaf al-`Uqûl, 242.

ZAKAT

Untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir, Allah memberi hak bagi mereka yang terdapat dalam harta kaum hartawan yang dalam istilah disebut dengan zakat. Zakat adalah salah satu kewajiban yang ditekankan dalam ayat dan riwayat, sampai-sampai dalam banyak ayat ia disebut berbarengan dengan shalat:
Tegakkanlah shalat, tunaikan zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. [342]

Tegakkanlah shalat dan tunaikan zakat. Semua kebaikan yang kalian kirimkan akan kalian dapatkan di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan. [343]

Beritahukan kepada orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah bahwa mereka akan ditimpa azab yang pedih. [344]

Kita juga memiliki banyak hadis tentang zakat dan berikut adalah sebagian di antaranya:
Imam Baqir as berkata, “Allah menyebut zakat bersama shalat dalam al-Quran dan berfirman, Tegakkanlah shalat dan tunaikan zakat. Maka, barang siapa yang melakukan shalat, namun tidak memberi zakat, ia seperti orang yang tidak melakukan shalat.” [345]

Imam Shadiq as mengatakan, “Allah tidak mewajibkan sesuatu atas umat Islam yang lebih berat dari zakat. Banyak orang yang binasa karena tidak menunaikan zakat.” [346]

Beliau juga berkata, “Barang siapa yang tidak memberi zakat, walau satu sen dari hartanya, maka ia bukan Muslim dan akan mati di atas agama Yahudi atau Nasrani.” [347]

Dalam riwayat lain, Imam Baqir as berkata, “Barang siapa yang tidak memberi zakat dari hartanya, Allah akan mengalungkan harta itu berupa ular besar dari api di lehernya yang akan terus menggigitnya sampai ia selesai dihisab. Sekaitan dengan inilah Allah berfirman, Mereka akan diseterika dengan harta yang tidak mereka berikan, yaitu zakat yang tidak mereka tunaikan.” [348]

Imam Shadiq as berkata, “Zakat diwajibkan supaya orang-orang kaya mendapat ujian dan orang-orang miskin memperoleh bekal hidup mereka. Bila orang-orang memberikan zakat harta mereka, niscaya tidak akan ada Muslim yang fakir, bahkan kebutuhan mereka semua akan terpenuhi dengan zakat. Maka itu, keberadaan orang-orang miskin dan kekurangan pangan dan sandang adalah akibat kesalahan kaum hartawan. Maka, pantas bagi Allah untuk menahan rahmat-Nya dari orang-orang yang tidak memberikan hak Allah dalam harta mereka.” [349]

Amirul Mukminin as berkata, “Zakat disebut bersama shalat untuk menjadi sarana taqarrub hamba kepada Allah. Orang yang menunaikan zakat dengan hati bersih, maka zakatnya akan menghapus dosanya dan melindunginya dari api neraka. Sebab itu, orang yang memberi zakat jangan memikirkannya kembali dan jangan menyesalinya, karena orang yang memberi zakat tanpa hati bersih dan berharap mendapatkan sesuatu yang lebih baik darinya, adalah orang yang tidak tahu Sunnah Nabi, ia tidak akan mendapat pahala, amalnya sia-sia dan senantiasa dalam penyesalan.” [350]

Imam Musa as berkata, “Jagalah harta kalian dengan menunaikan zakat.” [351]
Poin-poin yang disimpulkan dari riwayat-riwayat di atas:
1. Setelah shalat, zakat adalah hukum Islam terpenting. Sebab itu, dalam al-Quran ia disebut setelah shalat. Orang yang tidak memberikan zakat hartanya, maka shalatnya tidak akan diterima dan meninggal bukan sebagai Muslim, tapi sebagai orang Yahudi atau Nasrani.
2. Zakat disyariatkan untuk menguji kaum hartawan, karena memberikan harta, itupun dengan rela dan hati bersih, adalah perbuatan yang sulit.
3. Zakat diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan kaum fakir miskin.
4. Bila zakat diberikan dan dibagikan dengan baik dan benar, tidak akan ada orang yang kekurangan sandang dan pangan.
5. Dengan memberikan zakat, berkah akan menyelimuti harta si pemberi zakat dan menjaganya dari bahaya.
6. Menunaikan zakat adalah salah satu ibadah terbaik yang bila dilakukan dengan ikhlas dan hati bersih, bisa menghilangkan dosa dan  mendekatkan si pemberi kepada Allah.

Harta-harta yang Wajib Dizakati.
Zakat adalah suatu pajak Islami yang diwajibkan atas harta orang-orang kaya. Seorang pemimpin Islam mendapat wewenang dari Allah untuk mengambilnya dari orang-orang kaya dan menggunakannya untuk menutupi kebutuhan orang-orang miskin. Al-Quran berkata, Ambillah sedekah dari harta mereka yang dengannya engkau menyucikan mereka dan doakan mereka, karena doamu menenangkan mereka dan Allah Maha Mendengar dan Mengetahui. [352]

Rasulullah saw menggunakan hukum general ini dan menentukan pajak atas harta orang-orang kaya sesuai kondisi Muslimin. Zakat diambil dari sembilan hal, yaitu: Unta, sapi, kambing (yang merumput di padang, bukan di kandang), emas dan perak berstempel (dinar dan dirham yang merupakan alat transaksi zaman itu) dengan syarat disimpan selama setahun tanpa digunakan dalam transaksi, gandum, sya`ir (sejenis gandum, namun dengan mutu lebih rendah), kurma dan kismis.

Imam Shadiq as berkata, “Ketika ayat, Ambillah sedekah dari harta mereka yang dengannya engkau menyucikan mereka, turun di bulan Ramadhan, Rasul saw memerintahkan muazinnya mengumumkan kepada Muslimin bahwa Allah mewajibkan zakat atas kalian sebagaimana halnya shalat. Maka, berikanlah zakat emas, perak, unta, sapi, kambing, gandum, sya`ir, kurma dan kismis. Namun, beliau tidak mewajibkan selain hal-hal tersebut.” [353]

Diriwayatkan bahwa Imam Baqir as dan Imam Shadiq as berkata, “Allah mewajibkan zakat beserta shalat. Rasul saw lalu mewajibkan zakat dalam sembilan hal dan mengesampingkan yang lain. Sembilan hal itu adalah emas, perak, unta, sapi, kambing, gandum, sya`ir, kurma dan kismis.” [354]

Pada zaman itu, hal-hal di atas adalah sumber pemasukan utama Muslimin dan Rasul saw menetapkan zakat sebagai pajak barang-barang itu sehingga dapat digunakan memenuhi kebutuhan kaum fakir miskin.
Namun di zaman ini, pesawat terbang, kapal dan mobil telah menggantikan unta sebagai alat transportasi. Sapi dan kambing merumput di padang dan yang memenuhi syarat-syarat zakat sangat sedikit dan digantikan oleh sapi dan kambing di peternakan. Uang emas dan perak berstempel juga telah digantikan dengan uang-uang kertas dan semacamnya. Pada zaman ini, beras menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat dan diproduksi dalam jumlah berlimpah.

Pada akhirnya, di era yang kadar zakat gandum, kurma dan kismis tidak bisa ditetapkan, bagaimana nasib zakat dalam situasi semacam ini? Bagaimana biaya hidup orang-orang miskin, lanjut usia dan kanak-kanak tak terurus bisa diperoleh? Tentu Islam telah memikirkan hal ini jauh-jauh hari dan pasti ada solusi untuk masalah ini. Maka itu, para ulama dan fukaha Islam harus mencari dan mengambil sumber pendapatan sosial ini dari referensi-referensi hukum Islam dan memberitahukannya kepada para pengurus pemerintahan Islam.

Penggunaan Zakat.
Wali amr al-Muslimin mengambil zakat dari orang-orang kaya dan menggunakannya dalam hal-hal berikut:
1. Orang fakir, yaitu orang tidak mampu memenuhi biaya hidup dirinya dan keluarga selama setahun. Berarti, orang yang bisa bekerja, tidak berhak mendapat zakat.
2. Orang miskin, yaitu orang yang penghasilannya tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan berada dalam kesempitan.
3. Orang berhutang yang tak mampu melunasi hutangnya.
4. Ibnu sabil yang kehabisan bekal dan tidak bisa kembali ke daerahnya.
5. Kemaslahatan umum Muslimin, seperti pembuatan jalan, jembatan, air minum, pembangunan sekolah, mesjid, universitas, tablig, percetakan dan penerbitan buku dan media cetak yang bermanfaat, jihad dalam rangka membela Islam dan lain sebagainya.
6. Orang-orang yang bertugas mengumpulkan zakat.
7. Untuk menarik orang-orang kafir yang berada dalam tanggungan Muslimin supaya memeluk Islam dan memperkuat iman Muslim yang lemah imannya dengan cara memberi bantuan materi.
8. Membeli dan memerdekakan budak.
Al-Quran berkata, Sedekah diperuntukkan bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pembagi zakat, menarik simpati (orang kafir), pembebasan budak, fi sabilillah dan ibnu sabil. Itu adalah kewajiban dari sisi Allah. Dia Maha Mengetahui dan Bijaksana. [355]
Dengan memerhatikan riwayat-riwayat sebelum ini, zakat disyariatkan sedemikian rupa untuk memenuhi biaya hal-hal di atas. [356]

342. QS. al-Baqarah:42.
343. Ibid., 110.
344. QS. at-Taubah:35.
345. Wasâil asy-Syî’ah, 9/22.
346. Ibid., 28.
347. Ibid., 32.
348. Ibid., 22.
349. Ibid., 12.
350. Nahj al-Balâhah,  khotbah 199.
351. Wasâil asy-Syî’ah, 9/11.
352. QS. at-Taubah:103.
353. Wasâil asy-Syî’ah, 9/53.
354. Ibid., 55.
355. QS. at-Taubah:60.
356. Untuk lebih mengetahui nishab zakat dan perincian masalahnya, silahkan merujuk ke buku-buku fikih dan risalah amaliah.

Khums
Khums adalah salah satu ‘pajak’ wajib dalam Islam yang diambil dari harta orang-orang kaya. Kadarnya adalah seperlima dari keuntungan yang diperoleh setelah menyisihkan biaya-biaya yang digunakan. Khums diambil dari tujuh hal:
1. Rampasan perang.
2. Barang-barang tambang (setelah menyisihkan biaya penambangan).
3. Harta karun.
4. Berbagai jenis permata dan barang berharga yang diambil dari dalam lautan.
5. Keuntungan perniagaan (setelah menyisihkan biaya dan anggaran hidup diri dan keluarga).
6. Tanah yang dibeli ahludzimmah dari Muslim.
7. Harta halal yang bercampur dengan harta haram yang kadar dan pemiliknya tidak diketahui.

Orang-orang yang memperoleh uang dan penghasilan dari hal-hal di atas, wajib memberikan khumsnya kepada hakim syar`i untuk digunakan sesuai pada tempatnya.

Al-Quran mengatakan, Ketahuilah bahwa keuntungan (ghanimah) yang kalian peroleh, maka seperlimanya adalah milik Allah, Rasulullah, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, bila memang kalian beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada hamba-Nya di hari Furqan (perang Badar) dimana dua kelompok saling bertemu. Allah Mahakuasa atas segalanya. [357]

Dalam bahasa, ghanimah berarti harta yang diperoleh manusia tanpa bersusah payah. Dalam al-Qamus disebutkan, “Ghanm, mughnam, ghanimah: Harta yang didapat manusia tanpa susah payah.”
Raghib berkata, “Ghanimah adalah sesuatu yang diambil dengan paksa dari musuh dalam perang dan kadang diartikan secara mutlak sebagai semua keuntungan dan pemasukan.”
Allamah Thaba`thabai menulis, “Makna ghanm dan ghanimah adalah memperoleh keuntungan, baik dari jalan perdagangan, bekerja atau perang. Namun, sekaitan dengan ayat ini, maknanya adalah rampasan perang.” [358]

Oleh karena itu, meski ayat di atas turun berkaitan dengan rampasan perang Badar, namun itu hanya salah satu misdaqnya, bukan satu-satunya makna ghanimah. Maka itu, ghanimah mencakup semua penghasilan. Khususnya dengan melihat kalimat ‘min syai`’ yang menunjukkan makna umum. Makna ini juga disinggung dalam beberapa hadis.

Imam Shadiq as menukil dari ayah-ayahnya bahwa Rasul saw dalam wasiatnya kepada Ali bin Abi Thalib as bersabda, “Wahai Ali! Di zaman jahiliyah, Abdul Muthalib membuat lima sunnah yang semuanya disetujui Allah dalam Islam (sampai sabda beliau)...Abdul Muthalib menemukan harta karun dan ia menyisihkan seperlimanya, lalu menyedekahkannya. Allah lalu menurunkan ayat ini, Ketahuilah bahwa keuntungan (ghanimah) yang kalian peroleh, .” [359]

Imam Baqir as menulis kepada Ali bin Mahziyar, “Mereka harus mengeluarkan seperlima ghanimah dan keuntungan tiap tahun, karena Allah berfirman, Ketahuilah bahwa keuntungan (ghanimah) yang kalian peroleh, maka seperlimanya adalah milik Allah, Rasulullah, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, bila memang kalian beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada hamba-Nya di hari Furqan (perang Badar) dimana dua kelompok saling bertemu. Allah Mahakuasa atas segalanya. Berarti, ghanimah adalah keuntungan yang diperoleh seseorang, warisan tak terduga yang didapat, harta musuh yang menyerahkan diri dan harta yang pemiliknya tidak diketahui.” [360]

Sama`ah berkata, “Aku bertanya kepada Imam Musa as tentang khums. Beliau menjawab,’Khums diwajibkan dalam setiap keuntungan yang diperoleh orang-orang, banyak atau sedikit.’” [361]
Oleh karena itulah, khums tidak hanya diwajibkan dalam rampasan perang, namun juga mencakup keuntungan lain, termasuk mata pencaharian dan perniagaan.

Penggunaan Khums
Enam hal yang disebut dalam ayat di atas adalah mereka yang berhak mendapat khums, yaitu Allah, Rasulullah, kerabat beliau, anak-anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil.

Rasul saw mengambil tiga dari enam saham di atas, yaitu saham Allah, dirinya dan kerabat (dalam hadis, kerabat ditafsirkan sebagai para Imam maksum as). Beliau menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarga dan kerabatnya, sedangkan yang tersisa digunakan untuk kepentingan Muslimin. Tiga saham lain (anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil) diberikan oleh Rasul saw kepada mereka, karena beliau adalah pemimpin dan pemegang urusan Muslimin.

Hadis-hadis menyebutkan bahwa sepeninggal Rasul saw, keenam saham itu diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib as dan sebelas penggantinya yang merupakan khalifah-khalifah Rasul saw untuk digunakan sama seperti di zaman Rasul saw.

Ahmad bin Muhammad menukil dari Imam Ridha as yang ditanya seputar ayat khums,” Saham Allah yang disebut dalam ayat diberikan kepada siapa?” Beliau menjawab, “Diberikan kepada Rasul saw dan setelah beliau, diserahkan kepada imam.”

“Bila salah satu saham lebih banyak dari yang lain, apa yang harus dilakukan?”
Imam as menjawab, “Keputusannya ada di tangan imam yang akan bertindak sesuai maslahat. Ia memiliki kuasa dalam penggunaan khums seperti halnya Rasul saw.” [362]

Oleh karena itu, keseluruhan khums adalah hak Allah yang terdapat dalam harta orang-orang kaya dan para Imam maksum as menggunakannya pada enam saham di atas.
Muhammad bin Muslim meriwayatkan ucapan Imam Baqir as tentang ayat khums, “Dzil qurba adalah kerabat dekat Rasul saw dan khums adalah milik Allah, Rasul dan kami.” [363]

Imran bin Musa meriwayatkan bahwa Imam Musa as berbicara seputar ayat khums, “Saham Allah diberikan kepada Rasul saw dan milik beliau adalah milik kami.” [364]

Karena itulah, sesuai keyakinan Syi’ah Imamiyah, di zaman ini khums harus diberikan kepada Imam Zaman as, namun sayang kita tidak bisa berhubungan langsung dengan beliau.
Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana nasib khums di zaman kegaiban Imam Mahdi as?

Masalah ini telah dibahas secara terperinci dalam buku-buku fikih dan membuahkan beberapa pendapat. Pada akhirnya, disimpulkan bahwa khums di zaman ini harus diserahkan kepada fakih yang memegang kendali umat, urusan keagamaan dan hauzah ilmiah. Pada gilirannya, dia akan menggunakan khums untuk menegakkan tauhid, menyebarkan ilmu-ilmu Islam, membela Islam dan al-Quran, mengatur hauzah ilmiah dan menanggung hidup para keturunan Rasul saw yang kurang mampu, karena Imam Mahdi as pasti meridhai penggunaan khums untuk hal-hal semacam di atas.

357. QS. al-Anfal:41.
358. Al-Mîzân, 9/89.
359. Wasâil asy-Syî’ah, 9/496.
360. Ibid., 501.
361. Ibid., 503.
362. Al-Kâfî, 1/544.
363. Ibid., 1/539.
364. Wasâil asy-Syî’ah, 9/516.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: