Pesan Rahbar

Home » » Fakta-fakta Kasus Korupsi Sanusi Yang Membuat KPK Geleng-geleng Kepala

Fakta-fakta Kasus Korupsi Sanusi Yang Membuat KPK Geleng-geleng Kepala

Written By Unknown on Friday 8 April 2016 | 02:47:00


Kasus reklamasi Teluk Jakarta semakin ramai saja perkembangannya karena melibatkan "orang-orang kuat" di negeri ini, khususnya di DKI Jakarta.

Belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 3 orang tersangka atas kasus suap terkait pembahasan raperda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) dan raperda tata ruang strategis Jakarta Utara (mengenai reklamasi).

Penangkapan yang dilakukan oleh KPK ini membuat banyak pihak terkejut karena bakal calon gubernur DKI Jakarta, M Sanusi ikut ditangkap dan kini telah ditahan oleh KPK dalam operasi tangkap tangan.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan ada tiga tersangka dalam kasus ini. Selain Sanusi, 2 tersangka lainnya adalah Ariesman Widjaja (Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land) dan Trinanda Prihantoro (karyawan PT Agung Podomoro Land).

Menurut Agus Rahardjo, ketiga orang tersebut dalam kasus ini terlihat berusaha mencoba mempengaruhi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan sehingga tidak menghiraukan kepentingan umum yang lebih besar yakni lingkungan.

Sanusi ditangkap oleh KPK pada Kamis 31 Maret 2016 sekitar pukul 19.30 WIB, di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Selatan. Sanusi yang merupakan politisi Partai Gerindra ini ditangkap setelah menerima uang suap lebih dari Rp 1 milyar. Uang tersebut untuk memuluskan proyek PT Agung Podomoro Land.

PT Agung Podomoro Land, melalui anak perusahaannya, PT Muara Wisesa Samudera, merupakan salah satu perusahaan pengembang dalam proyek reklamasi itu. Perusahaan ini melaksanakan pembangunan untuk Pulau G seluas 161 hektar yang peruntukannya adalah hunian, komersil, dan rekreasi.

Kini, kinerja Sanusi sebagai ketua komisi D DPRD DKI dipertanyakan. Sejumlah pimpinan DPRD DKI juga mulai ketar-ketir. Sebab, ruangan mereka juga digeledah penyidik KPK.


Berikut ini adalah fakta-fakta suap yang melibatkan M. Sanusi menurut KPK:

1. Saat ditangkap KPK, Sanusi menerima uang suap untuk kedua kalinya senilai lebih dari Rp 1 milyar.

Sanusi ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Kamis malam 31 Maret 2016 di sebuah pusat perbelanjaan. Dari penangkapan itu, turut disita barang bukti Rp 1 miliar dan Rp 140 juta. "Ini merupakan pemberian kedua pada Sanusi," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo.

Sebelumnya, pada tanggal 28 Maret 2016 lalu, Sanusi juga telah menerima suap dari Agung Podomoro Land sebesar, Rp 1 miliar dan sudah didugakan. "Jadi ini sisa pemberian," tambah Agus.


2. KPK mengatakan bahwa kasus yang melibatkan Sanusi ini korupsi kelas berat

Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengatakan, kasus Sanusi bisa dikategorikan sebagai kasus korupsi besar dimana sebuah perusahaan mencoba mempengaruhi pembuat kebijakan untuk kepentingan sempit.

"Ini kasus yang bisa dikategorikan grand corruption. Karena dari awal kami berlima ingin menyasar korupsi besar yang melibatkan swasta," kata Laode.

Laode mengatakan, kasus ini semakin mempertegas jika korporasi kerap mempengaruhi pembuat aturan baik di eksekutif maupun legislatif. "Dan yang paling peting lagi, ini contoh paripurna di mana korporasi pengaruhi kebijakan publik. Bisa dibayangkan, kalau semua kebijakan publik dibikin bukan dasar kepentingan rakyat, tapi hanya mengakomodasi kepentingan orang tertentu atau korporasi tertentu," tambahnya.

Laode berharap, kasus ini tidak terjadi lagi baik di tingkat pusat maupun daerah. Apalagi, reklamasi yang terjadi saat ini tengah menjadi polemik di masyarakat baik Jakarta maupun Bali. "Kami berharap hal semacam ini tidak terjadi lagi. Di Indonesia perlu juga kami jelaskan proyek tentang reklamasi, sudah banyak diributkan, sejak dulu diprotes karena dianggap bertentangan dengan UU Lingkungan Hidup, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil," tegas dia.

Menurut dia, akibat suap yang dilakukan korporasi membuat UU menjadi tidak sinkron dari pusat ke daerah. "Kebijakan ini tidak sinkron dengan UU di atasnya. KPK sangat menganggap kasus ini adalah kasus sangat penting, karena ini contoh paripurna bagian korporasi pengaruhi pejabat publik untuk kepentingan yang sempit," jelas dia sembari geleng-geleng. Nah lho.

Sudah barang tentu, kasus ini semakin memperburuk citra legislatif di mata masyarakat.

(Memobee/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: