Pesan Rahbar

Home » , » Trik Cerdik Gus Dur Saat Mengalahkan Lawan-lawannya

Trik Cerdik Gus Dur Saat Mengalahkan Lawan-lawannya

Written By Unknown on Monday 10 October 2016 | 21:10:00


Oleh: Gus Masyamsul Huda

Gus Dur adalah seniman politik yang memainkan jurus pendekar mabuk.
Pernyataannya terkadang melesat tanpa siapapun tahu. Apa maksud dari ucapan yang disampaikan Gus Dur, ketika itu?

Banyak yang memahami dan menyadari setelah sekian lama waktu berlalu. Ada dua peristiwa besar kisah Gus Dur meraih kemenangannya yang saya ikut hadir di dalamnya. Semuanya adalah memperlihatkan apa yang kemudian disebut ‘Trik Cerdik Gus Dur‘.

Pertama;
Ketika Muktamar NU ke 28 di PP Al Munawir Krapyak Yogjakarta. Dimana saat itu, pemerintah Orde Baru sangat alergi dengan sikap Gus Dur yang sering berseberangan dengan sikap pemerintah Orde Baru. Pemerintah saat itu lebih memilih KH. Yusuf Hasyim yang dinilai lebih bisa kooperatif dengan Pemerintah Orde Baru. Ketika kondisi terjepit seperti itu, Gus Dur tetap melawan dengan strategi yang genius.

Gus Dur tidak perlu berkeringat dan bersitegang dengan pamandanya. Tidak perlu menyiapkan pengacara kalau seandainya di Muktamar itu dia harus kalah. Gus Dur rupanya sudah paham dan menghitung kelemahan KH. Yusuf Hasyim. Bahwa pamannya ini sangat segen sama Ibundanya. Cukup memainkan jurus loby Ibundanya yang merupakan Kakak ipar KH. Yusuf Hasyim. Maka tuntaslah urusan perebutan kursi ketua umum PBNU di Yogyakarta. Tanpa ontran-ontran yang memanaskan arena muktamar kala itu.

Bu Nyai Sholichah. Pagi sebelum pemilihan dilangsungkan mendatangi kamar KH. Yusuf Hasyim dan keluarga. Dikamar hotel Borobudur Jalan Magelangk. Tidak banyak kata yang keluar dari isri KH. Wachid Hasyim ini ketika memasuki kamar KH. Yusuf Hasyim, cukup dengan kata-kata, “lha yo, mosok kowe kok tego temen karo ponakanmu dewe?” Ucap Bu Nyai Sholichah kala itu.

Tak tak ada kata perlawanan atau argumentasi untuk menjelaskan mengapa Pak Ud, panggilan akrab KH. Yusuf Hasyim mau dicalonkan oleh pemerintah Orde Baru? Pak Ud hanya diam tanpa membantah satu kata pun. Yang sejurus kemudian dilanjutkan Pak Ud memerintahkan agar disiapkan mobil guna mengantarnya menuju Hotel Garuda. Di pojok jalan Malioboro tempat para petinggi Orde Baru menginap. Di situ ada; Benny Murdani, Soesilo Sudarman, Rudini, Sudomo, dll.

Ketika di dalam mobil saya tanya alasan Pak Ud tidak melawan Bu Nyai Sholicha? “Wong ambek Mbak Yu dewe, mosok ape tego ngelawan?” Ucap Pak Ud sambil membetulkan letak kaca matanya. Dengan kondisi ini, maka muluslah Gus Dur terpilih menjadi Ketua Tanfidyah PBNU periode 1989-1994.

Kemudian pada saat kelompok Islam dan kelompok politik Poros Tengah tidak merelakan Ibu Megawati menjadi Presiden RI. Amien Rais dan poros tengah ketika itu mencoba iseng menawarkan ke Gus Dur jadi presiden. Dengan harapan Gus Dur diyakini akan menolak dan mendukung balik tokoh reformasi Amien Rais. Dengan alasan kondisi fisik dan kesehatannya, maka harapannya Gus akan menolak. Dan mendukung Amien Rais jadi Presiden RI ke 4.

Ternyata trik Amien Rais keliru, Pak Amien salah hitung terhadap Gus Dur. Jawaban Gus Dur tidak seperti yang diduganya,” kalau saya diijinkan sama Kyai Khos, maka saya siap jadi Presiden. Kalau Kyai Khos melarang, saya akan tunduk,” ucap Gus Dur kala itu.


Trik cerdik Gus Dur menang tanpo ngasorake

Sore itu bersama Nusron Wahid dan Dipo Nusantara, kita disuruh merapat ke PBNU. Sekalian kita diminta mengundang aktifis Mahasiswa 98(FKSMJ, Forkot, Famred, dll) untuk merapat ke PBNU. Guna mendengarkan pernyataan Gus Dur pasca menghadap Kyai Abdullah Abas. Dengan naik helikopter. Dan didampingi Pak Alwi Shihab, Gus Dur dan Amien Rais menghadap Kyai Abdullah Abas Buntet, Cirebon guna meminta pertimbangan. Apakah dia diijinkan untuk menjadi Presiden?

Jawaban Kyai Abas, sungguh di luar dugaan Amien Rais. Kyai yang sangat dihormati Gus Dur, malah mendukung Gus Dur menjadi Presiden RI. Yang mana, tujuan Gus Dur menjadi Presiden saat itu agar tidak terjadi perang saudara. Sangat dikuatirkan seandainya Ibu Megawati tidak terlpilih menjadi Presiden RI.

Dua cerita tentang kemenangan langkah politik Gus Dur patut untuk dijadikan pelajaran. Dengan langkah menang tanpo ngasorake, nglurug tanpo bolo dan sakti tanpo aji-aji. Itulah langkah politik khas jawa.

Maka, ketika orang-orang yang menyebut murid, penyambung lidah Gus Dur, dan lain sebagainya. Tidaklah tepat kalau politik itu identik dengan uang banyak. Harus dikawal dengan kekuatan partai politik mayoritas.

Kehebatan cara maestro politik Gus Dur, sampai saat ini belum ada yang mampu meniru. Dan menerapkan cara berpolitik dengan seni bertutur dan memenangi pertarungan secara elegan.
Tanpa harus menjual Islam, menjual NU, mendompleng nama besar keluarga. Gus Dur mampu menerobos kekuatan lawan yang berlapis-lapis, tanpa membuat yang dikalahkan merasa diserang dan merasa malu.

Gus Dur mampu mengecoh lawan politiknya dengan cara santun, tanpa fitnah dan caci maki. Ending perlawanan Gus Dur selalu menyisakan decak kagum bagi lawan-lawan politiknya dengan sambil berkata, “Abdurrahman iki memang cerdik,”

(Islam-Institute/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: