Arab Saudi bersama Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab memasukkan ulama pendukung Ikhwanul Muslimin, Yusuf Qardhawi, dalam daftar teroris bersama 58 orang dan 12 organisasi yang berbasis di Qatar.
Seperti dilansir Al Jazeera, Jumat 9 Juni 2017, pengumuman ini dilakukan oleh keempat negara secara bersama, menyusul tudingan bahwa Qatar mendukung kelompok teror baik Sunni dan Syiah yang beroperasi di Timur Tengah.
Selain Qardhawi, ulama asal Mesir yang kini menjadi warga Qatar, sebanyak 18 warga Qatar lain juga masuk dalam daftar tersebut. Mereka terdiri atas para pengusaha, politikus hingga anggota keluarga kerajaan Al Thani yang berkuasa di Qatar.
Masuk daftar teror bukanlah yang pertama bagi Qardhawi, pria berusia 90 tahun itu. Pada 2014, Mesir dan Uni Emirat Arab memasukkan namanya dan 40 petinggi Ikhwanul Muslimin ke dalam daftar teroris dan mengirimkannya ke Interpol.
“Pemerintah Mesir berhasil membujuk Interpol bahwa mereka ini adalah buronan dan teroris yang menghasut kekerasan dan kejahatan,” kata pejabat militer tingkat tinggi Mesir kepada harian Arab Saudi, Asharq Al-Awsat, saat itu.
Situs resmi Interpol pada 2014 menyatakan bahwa Qardhawi dituduh terlibat dalam “kesepakatan, hasutan dan bantuan untuk melakukan pembunuhan yang disengaja, membantu tahanan untuk melarikan diri, pembakaran, pengrusakan dan pencurian.”
Ini terkait dengan penggulingan Presiden Mesir terpilih Muhammad Mursi yang didukung Ikhwanul Muslimin, kelompok yang menjadikan ulama kharismatik ini sebagai pemimpin spiritualnya.
Qardhawi meninggalkan Mesir dan menjadi warga Qatar sejak 1961 karena berulang kali dibui oleh rezim pemerintah. Pada 2011, ia sempat kembali ke Mesir menyusul revolusi yang menggulingkan diktator Husni Mubarak.
Pengumuman ini menyusul aksi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Bahrain dan sekutu lainnya yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pada pekan ini.
Negara-negara itu menggunakan dalih adanya pendanaan Doha terhadap kelompok ekstremis dan hubungan dengan Iran, sebagai negara saingan utama Arab Saudi, untuk memutus hubungan diplomatik.
Ketegangan yang berlangsung lama akhirnya menjadi konflik terbuka bulan lalu, setelah Qatar mengklaim situs berita negaranya diretas oleh pihak yang tidak dikenal.
(Al-Jazeera/Tempo/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email