Ekspedisi VOC dipimpin Cornelis Speelman ke Makassar, 1669-1675. (Foto: www.geheugenvannederland.nl)
PADA 20 Maret 1602, enam perusahaan dagang Belanda menggabungkan diri membentuk Verenigde Oostindie Compagnie (VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur). Penggabungan ini mengakhiri persaingan di antara perusahaan-perusahaan dagang Belanda. Juga membuat Belanda lebih siap menghadapi pesaingnya, Inggris, Portugis, dan Spanyol.
VOC dipimpin suatu dewan pengelola atau majelis para pengurus yang terdiri dari 17 utusan dari enam kamar dagang yang sudah dilebur dalam VOC. Ketujuhbelas pemimpin itu dikenal dengan sebutan Heeren Zeventien atau 17 tuan. Sementara itu untuk level manajerial ada 60 direktur yang terdiri dari 20 orang wakil dari Amsterdam, 12 wakil Zeeland dan tujuh wakil untuk empat kamar dagang kecil lainnya.
Pemerintah Kerajaan Belanda memberikan hak-hak istimewa (octrooi): monopoli perdagangan, memiliki mata uang, mewakili pemerintah Belanda di Asia, mengadakan pemerintahan sendiri, mengadakan perjanjian dengan penguasa-penguasa lokal, menjalankan kekuasaan kehakiman, memungut pajak, memiliki angkatan perang, dan menyatakan perang. Oleh karena itu, VOC sering disebut “negara dalam negara.”
Dari semua wilayah operasi VOC, wilayah Hindia Timur (sekarang Indonesia) yang terluas dan menjadi wilayah terpenting di Asia. Oleh karena itu, seluruh kantor VOC di Asia (dan Tanjung Harapan) tunduk pada gubernur jenderal VOC di Batavia.
Menurut sejarawan Arsip Nasional Republik Indonesia, Mona Lohanda, VOC dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia. Dari Batavia yang secara resmi dirayakan pembentukannya pada 30 Mei 1619, Kompeni dagang itu melebarkan sayap ke berbagai penjuru dengan berbagai intrik politik dan tarik ulur dalam menghadapi penguasa-penguasa lokal di wilayah Nusantara.
Menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sri Margana, campur tangan VOC dalam urusan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara hampir semua kasus karena undangan mereka yang sedang mengalami masalah pemberontakan atau suksesi. Setiap kali campur tangan, kontrak atau perjanjian politik ditandatangani. Selama duaratus tahun VOC di Nusantara telah ditandatangani tidak kurang seribu perjanjian.
“Dari fakta ini,” kata Margana, “tidak mengejutkan jika ada pendapat bahwa yang terjadi dengan penjajahan oleh Belanda di Indonesia adalah invited colonialism (kolonialisme yang diundang).”
Setelah beroperasi hampir dua abad, VOC dibubarkan. Korupsi dianggap sebagai penyebabnya sehingga VOC diplesetkan menjadi Vergaan Onder Corruptie (Runtuh Lantaran Korupsi).
Namun, menurut Margana, akibat campur tangan dalam politik kerajaan-kerajaan di Nusantara, VOC terlibat dalam berbagai peperangan, baik di Jawa, Sulawesi maupun Maluku. Selain itu, mereka juga berperang dengan rivalnya, Inggris, Portugis, dan Spanyol. Peperangan ini telah menguras kas perusahaan. “Biaya perang dan ekspedisi militer ke berbagai wilayah ini sangat besar, bahkan lebih besar dari pemasukan VOC sebagai organisasi dagang,” kata Margana.
Pada 31 Desember 1799, VOC resmi dinyatakan bangkrut dan dibubarkan. Seluruh utang dan aset-asetnya diambilalih oleh pemerintah Kerajaan Belanda dan menjadikannya sebagai wilayah koloni yang disebut Hindia Belanda. Sejak itu, tahun 1800, didirikanlah pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang bertahan sampai tahun 1942.
(Historia/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
PADA 20 Maret 1602, enam perusahaan dagang Belanda menggabungkan diri membentuk Verenigde Oostindie Compagnie (VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur). Penggabungan ini mengakhiri persaingan di antara perusahaan-perusahaan dagang Belanda. Juga membuat Belanda lebih siap menghadapi pesaingnya, Inggris, Portugis, dan Spanyol.
VOC dipimpin suatu dewan pengelola atau majelis para pengurus yang terdiri dari 17 utusan dari enam kamar dagang yang sudah dilebur dalam VOC. Ketujuhbelas pemimpin itu dikenal dengan sebutan Heeren Zeventien atau 17 tuan. Sementara itu untuk level manajerial ada 60 direktur yang terdiri dari 20 orang wakil dari Amsterdam, 12 wakil Zeeland dan tujuh wakil untuk empat kamar dagang kecil lainnya.
Pemerintah Kerajaan Belanda memberikan hak-hak istimewa (octrooi): monopoli perdagangan, memiliki mata uang, mewakili pemerintah Belanda di Asia, mengadakan pemerintahan sendiri, mengadakan perjanjian dengan penguasa-penguasa lokal, menjalankan kekuasaan kehakiman, memungut pajak, memiliki angkatan perang, dan menyatakan perang. Oleh karena itu, VOC sering disebut “negara dalam negara.”
Dari semua wilayah operasi VOC, wilayah Hindia Timur (sekarang Indonesia) yang terluas dan menjadi wilayah terpenting di Asia. Oleh karena itu, seluruh kantor VOC di Asia (dan Tanjung Harapan) tunduk pada gubernur jenderal VOC di Batavia.
Menurut sejarawan Arsip Nasional Republik Indonesia, Mona Lohanda, VOC dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia. Dari Batavia yang secara resmi dirayakan pembentukannya pada 30 Mei 1619, Kompeni dagang itu melebarkan sayap ke berbagai penjuru dengan berbagai intrik politik dan tarik ulur dalam menghadapi penguasa-penguasa lokal di wilayah Nusantara.
Menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sri Margana, campur tangan VOC dalam urusan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara hampir semua kasus karena undangan mereka yang sedang mengalami masalah pemberontakan atau suksesi. Setiap kali campur tangan, kontrak atau perjanjian politik ditandatangani. Selama duaratus tahun VOC di Nusantara telah ditandatangani tidak kurang seribu perjanjian.
“Dari fakta ini,” kata Margana, “tidak mengejutkan jika ada pendapat bahwa yang terjadi dengan penjajahan oleh Belanda di Indonesia adalah invited colonialism (kolonialisme yang diundang).”
Setelah beroperasi hampir dua abad, VOC dibubarkan. Korupsi dianggap sebagai penyebabnya sehingga VOC diplesetkan menjadi Vergaan Onder Corruptie (Runtuh Lantaran Korupsi).
Namun, menurut Margana, akibat campur tangan dalam politik kerajaan-kerajaan di Nusantara, VOC terlibat dalam berbagai peperangan, baik di Jawa, Sulawesi maupun Maluku. Selain itu, mereka juga berperang dengan rivalnya, Inggris, Portugis, dan Spanyol. Peperangan ini telah menguras kas perusahaan. “Biaya perang dan ekspedisi militer ke berbagai wilayah ini sangat besar, bahkan lebih besar dari pemasukan VOC sebagai organisasi dagang,” kata Margana.
Pada 31 Desember 1799, VOC resmi dinyatakan bangkrut dan dibubarkan. Seluruh utang dan aset-asetnya diambilalih oleh pemerintah Kerajaan Belanda dan menjadikannya sebagai wilayah koloni yang disebut Hindia Belanda. Sejak itu, tahun 1800, didirikanlah pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang bertahan sampai tahun 1942.
(Historia/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email