Pesan Rahbar

Home » , » Muslim Rohingya Tereksploitasi Secara Ekonomi Disingkirkan Secara Politis, Kini Diusir

Muslim Rohingya Tereksploitasi Secara Ekonomi Disingkirkan Secara Politis, Kini Diusir

Written By Unknown on Wednesday 23 November 2016 | 06:45:00

Militer Myanmar merilis foto yang memperlihatkan tentara berupaya memadamkan api di rumah yang terbakar di kampung orang Rohingya. (Foto: AFP)

Sekitar 30.000 orang dari komunitas Rohingya harus mengungsi di utara Provinsi Rakhine, Myanmar sejak operasi militer dimulai pada 9 Oktober 2016. Akibat operasi militer tersebut, lebih dari 150.000 orang membutuhkan bantuan makanan. Dari jumlah itu, 30-50% di antaranya terancam kematian, yakni sekitar 42.000 orang (37.000 di antaranya anak-anak) karena menderita malnutrisi.

Operasi militer itu telah menyebabkan 100 orang tewas. Angka tersebut bisa lebih dari itu karena masih adanya pelarangan akses menuju wilayah konflik dan penghentian bantuan kemanusiaan. Human Rights Watch (HRW) dalam rilis terbarunya telah mempublikasikan gambar-gambar melalui satelit tentang pembakaran desa-desa Rohingya di Maungdaw.

Menurut HRW lebih dari 1.200 rumah diratakan dengan tanah di beberapa kampung tempat tinggal umat Islam Rohingya di Myanmar dalam enam pekan belakangan ini. Sejumlah foto satelit yang diperlihatkan HRW, sekitar 820 struktur dihancurkan antara 10 hingga 18 November.

Skala penghancuran di kampung-kampung warga Rohingya sulit diverifikasi karena pemerintah melarang pengamat internasional, wartawan dan lembaga bantuan memasuki lokasi. Pemerintah membatasi ruang gerak mereka ketika mencoba untuk memverifikasi klaim data kekerasan di Rakhine.

Pemerintah mengatakan bahwa justru orang Rohingya yang sengaja membakar rumah mereka untuk menarik perhatian dunia internasional.

Foto satelit kampung Wa Peik, di Maungdaw, pada 10 November. (Foto: HRW)

Wilayah yang sama berdasarkan foto satelit pada 18 November (Foto: HRW)

Dilansir laman BBC, operasi militer besar-besaran digelar di Rakhine dilancarkan bulan lalu setelah sembilan aparat polisi tewas dalam serangan-serangan yang diatur di pos-pos perbatasan di Maungdaw.Beberapa pejabat pemerintah berpendapat kelompok militan Rohingya yang melakukan serangan tersebut.

Para pegiat Rohingya mengatakan lebih dari 100 orang tewas dan ratusan lainnya ditangkap dalam operasi militer di Rakhine.

Diperkirakan terdapat sekitar satu juta warga Rohingya di Myanmar, yang dianggap pemerintah sebagai pendatang gelap dari Bangladesh sehingga tidak mendapat kewarganegaraan walau sudah tinggal selama beberapa generasi.

Siegfried O. Wolf, seorang peneliti dari South Asia Democratic Forum (SADF) di Brussels, Belgia, mengatakan masalah orang Rohingya bukan cuma bersumber dari pemerintah.

Menurutnya, Rohingya dianggap sebagai saingan tambahan bagi komunitas warga Rakhine–yang merasa didiskriminasi secara budaya, tereksploitasi secara ekonomi, dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat–sekaligus ancaman bagi identitas mereka sendiri.

“Kelompok Rakhine merasa dikhianati secara politis, karena warga Rohingnya tidak memberikan suara bagi partai politik mereka. Ini menyebabkan tambah runcingnya ketegangan. Sementara itu, pemerintah tidak mendorong rekonsiliasi, melainkan mendukung fundamentalis Buddha dengan tujuan menjaga kepentingannya di kawasan yang kaya sumber alam tersebut,” ujar Wolf dikutip Deutsche Welle.

Dalam hematnya, derita Rohingya tidak hanya bersumber dari urusan agama belaka, tapi juga bersinggungan dengan aspek politik dan ekonomi.

“Rakhine adalah salah satu negara bagian yang warganya paling miskin,” ujarnya. “Jadi, warga Rohingya dianggap beban ekonomi tambahan jika mereka bersaing untuk mendapat pekerjaan dan kesempatan untuk berbisnis”.

Sementara, sebagian besar lahan pekerjaan dan bisnis di Rakhine dikuasai kelompok elite Myanmar. Pemimpin de facto Myanmar sekaligus peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, dianggap lepas tangan dari problem Rohingya.

Diskriminasi oleh negara menjadi satu penyebab kemunculan gelombang pengungsi Rohingya yang menyasar Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Kini, sedikitnya 100 pengungsi Rohingnya masih berada di kamp pengungsian di Birem Bayeun, Aceh Timur. Mereka bagian dari 400 perngungsi lain yang tahun lalu terkatung-katung di Perairan Aceh Timur.

Lihat Videonya Disini:


(AFP/HRW/BBC/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: