Jonru. (Foto: Merdeka)
Ketua Komunitas Advokasi Basuki- Djarot (Kotak Badja), Muannas Alaidin yang melaporkan Jonru atas tuduhan ujaran kebencian, selesai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Senin (4/9) malam sekitar pukul 22.30 WIB. Dia mengaku mendapat lebih dari 14 pertanyaan.
Pertanyaan yang diajukan terkait ujaran kebencian yang dituduhkan terhadap Jonru. Polisi juga mencocokkan bukti-bukti postingan di sosial media yang dibawa Muannas. Ada sekitar 20 postingan Jonru yang dibawa untuk dijadikan barang bukti.
"Kalau postingan terlalu banyak, ini sentimen SARA dan adu dombanya sudah akut. Jadi kita itu hanya memberikan dokumen-dokumen mana yang diduga masuk dalam rumusan itu," jelas Muannas.
Dia mengaku ditanya soal unggahan Jonru yang dinilai mengandung unsur ujaran kebencian. Dia mencontohkan satu unggahan Jonru bernada adu domba sentimen etnis. Saat Jonru menyebut pada 1945 Indonesia dijajah Belanda dan Jepang, 2017 Indonesia dijajah Cina.
Secara tegas di mengatakan bahwa unggahan itu sentimen bagi etnis. Tidak senada dengan semangat UU 4 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras.
Tidak hanya itu, dia kembali mencontohkan unggahan Jonru yang dianggap menghina dan mengandung provokasi. Mulai dari tuduhan terhadap ulama besar Quraish Shihab hingga asal muasal Joko Widodo.
"Sentimen SARA sudah akut, mengadu dombanya sudah luar biasa makanya kami minta supaya negara harus turun karena terjadi pembiaran dari 2014 sampai 2017. Makanya kami mendesak juga kepada menkominfo dan harapannya kepada Polri supaya melakukan pemblokiran terhadap akun-akun seperti itu," ucapnya.
Dia juga menyarankan penyidik untuk mengundang ahli pidana dan ahli bahasa. Termasuk ahli forensik digital. "Sehubungan ada beberapa bukti-bukti sudah terhapus dalam akun Jonru. Nah itu yg kami minta Polri bisa bekerja sama dengan server untuk bisa menemukan dan membuktikan."
(Merdeka/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email