Pesan Rahbar

Home » » Letak Saqifah Bani Sa'idah Dan Bantahan Buat Nashibi (Wahabi)

Letak Saqifah Bani Sa'idah Dan Bantahan Buat Nashibi (Wahabi)

Written By Unknown on Friday 23 January 2015 | 02:13:00

 

Penulis buku Madina Syinasi (Mengenal Kota Madinah), terkait dengan letak geografis Saqifah Bani Sa’idah, menulis, “Apa yang pasti, tempat Saqifah Bani Sa’idah terletak di samping Masjid Bani Sa’idah dan dekat sumur Budha’i (sumur milik Bani Saidah). Masjid Bani Sa’idah – sesuai riwayat Ibnu Syubbah dan Imam Abu Ishaq Harbi dalam (al-Manasik wa Amakin Thuruq al-Haj, hal. 399) Rasulullah Saw pernah menunaikan salat, lalu duduk dan minum air – adalah tempat yang senantiasa mendapat perhatian penduduk Madinah. 

“ Tempat ini, berdasarkan literatur sejarah yang berusia ribuan tahun, terletak di luar pintu Syam dan bersambung dengan dinding kota Madinah yang di kemudian hari dibangun kubah Syaikh al-Naml di dekat tempat itu. Pembangunan Saqifah Bani Sai’dah dilakukan hingga sebelum tahun 1030 H. Kita tidak dapat menjumpai laporan-laporan sejarah yang dapat diandalkan dalam hal ini. Sebatas ini semata-mata namanya disebutkan dalam literatur-literatur klasik. 

Pada tahun 1030 H, Ali Pasya membangun sebuah bangunan di Saqifah untuk mengenang peristiwa baiat. Peninggalan bangunan ini tetap ada hingga awal 1030. Dan Abdul Quddus Anshari dalam (Atsar al-Madinah al-Munawwarah) mencetak sebuah gambar tentang bangunan tersebut dan gambar yang terkait dengan tahun-tahun sebelum perusakan dinding kota Madinah. 
Setelah perusakan dinding kota Madinah dan awal-awal rekonstruksi kota pada saat Dinasti Saudi mengambil tampuk kekuasaan – wajah klasik kota Madinah sama sekali telah mengalami perubahan sedemikian sehingga untuk menyelaraskan dokumen-dokumen sejarah dengan situasi aktual kota Madinah mustahil atau sangat berat untuk dapat dilakukan. 

Dalam kondisi seperti ini, saya meminta tolong kepada pejabat lama dan baru kota dan Waqaf kota Madinah dan mereka dengan pengalaman-pengalaman yang mereka miliki sebelumnya, membimbing saya untuk mengenal tempat Saqifah Bani Saidah dalam susunan kota baru. 

Tempat baru, pada sisi utara segitiga bunderan Sultana. Bunderan Sultana yang berbentuk segitiga jalan Sultana yang menghubungkan jalan Sahaimi dengan jalan Manakha yang terletak pada barat laut masjid Nabawi. Jalan Sultana terletak pada bagian selatan bunderan (maidan) dan jalan Sahaimi  yang merupakan ujung barat dua jalan yang disebutkan bersambung dan berujung dengan jalan Manakha. Apa yang pasti letak Saqifah Bani Sa’idah berada pada bagian barat laut segitiga Sultanah dan barat daya masjid Nabawi.[1] 

Pada tahun 1383 Hijriah pemerintah kota Madinah mengklaim tanah segitiga Sultana dan bunderan sekarang dijadikan sebagai tempat parkir yang rindang dan sesuai dengan peta yang diproyeksikan, Masjid Bani Sa’idah kembali dihidupkan dan tempat Saqifah dibangun aula pertemuan masyarakat kota Madinah.”[2]  

Referensi:
[1]. Posisi Saqifah tepatnya berada di sisi Barat Daya Masjid Nabawi, berjarak sekitar 200-an meter. Berseberangan jalan dengan Perpustakaan Raja Abdul Aziz. Bentuknya empat persegi, sekitar 30 x 30 meter. Untuk melihat rekaman letak Saqifah silahkan klik link berikut: http://www.youtube.com/watch?v=W29_jrVzW0c
[2]. Sayid Muhammad Baqir Najafi, Madinah Syinâsi, hal. 252-255, Tanpa Tahun, 1364 S (Disertai dengan editan).




Peristiwa Tsaqîfah yang telah menyulut api fitnah di antara mereka dan membuka pintu kehancuran


The Garden Used To Be The Tsaqifah Bani Sa’adah.



Tsaqifah Bani Saidah
the Tsaqifah Bani Saidah Garden nearby the Prophet’s Mosque
.
Tragedi Hari Kamis Kelabu; “Sejarah Wafatnya Rasulullah Saaw”
Sebelum meninggal dunia, Rasulullah saw. melihat pentingnya memperkokoh baiat terhadap washî dan pintu kota ilmunya yang telah terlaksana di Ghadir Khum untuk menutup kesempatan bagi para pengkhianat. Ia saw. berkata: “Ambilkan secarik kertas dan pena untukku. Aku akan menulis untuk kalian sebuah wasiat agar kalian tidak tersesat untuk selamanya.”

Betapa besar nikmat tersebut bagi kaum muslimin. Karena hal itu adalah sebuah jaminan dari penghulu alam, Rasulullah saw. bahwa umat manusia tidak akan tersesat sepeninggalannya. Mereka senantiasa dapat berjalan di atas jalan lurus yang tidak tercerabuti oleh penyimpangan sedikit pun. Wasiat apakah yang dapat menjamin petunjuk dan kebaikan bagi umat Islam itu? Wasiat itu tidak lain adalah kepemimpinan Ali as. atas umat manusia sepeninggalnya.

Sebagian sahabat mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw. bermaksud ingin menulis wasiat mengenai kekhalifahan Ali as. sepeninggalnya. Oleh karena itu, mereka menolak permintaannya itu sembari berteriak: “Cukup bagi kita kitab Allah!”

Setiap orang yang merenungkan penolakan tersebut pasti mengetahui apa maksud ucapan itu. Sahabat yang menolak itu merasa yakin bahwa Nabi saw. akan mengangkat Imam Ali as. sebagai khalifah sepeninggalnya melalui wasiat tersebut. Seandainya sahabat itu tahu bahwa ia hanya ingin berwasiat supaya perbatasan-perbatasan wilayah negara Islam dijaga atau ajaran-ajaran agama Islam diperhatikan, pasti ia tidak akan menolak permintaannya seberani itu.

Yang jelas, ketika itu terjadi keributan di antara orang-orang yang hadir di rumah Rasulullah saw. Sekelompok dari mereka berusaha agar permintaannya itu segera dilaksanakan. Sementara sekelompok yang lain berusaha menghalanginya menulis wasiat tersebut. Beberapa Ummul Mukminin dan para wanita yang lain melawan sikap para penentang yang telah berani menghalang-halanginya di saat-saat terakhir Hayâhnya itu. Mereka berkata dengan nada protes: “Tidakkah kalian mendengar ucapan Rasulullah saw.? Tidakkah kalian ingin melaksanakan keinginan Rasulullah saw.?”

Khalifah Umar, dalang dan otak penentangan itu, bangkit dan berteriak kepada para wanita itu. Ia berkata: “Sungguh kalian adalah wanita-wanita yusuf. Apabila ia sakit, kalian hanya bisa menangis. Dan Jika ia sehat, kalian senantiasa membebaninya”.

Mendengar teriakan itu, Rasulullah saw. berkata seraya membidikkan pandangan matanya yang tajam ke arah Umar: “Biarkan para wanita itu. Sungguh mereka lebih baik dibandingkan dengan kalian semua!”
Pertikaian di antara orang-orang yang hadir pun bertambah sengit. Hampir saja kelompok yang mendukung Nabi saw. untuk menulis wasiat itu memenangkan pertikaian. Tetapi seorang penentang segera bangkit dan membidikkan panahnya untuk menghancurkan taktiknya. Orang itu berkata: “Sesungguhnyanya sedang mengigau.”

Betapa lancangnya orang itu berkata demikian kepada Rasulullah saw. dan sungguh berani ia menentang poros kenabian. Dia berani mengatakan bahwa Rasulullah saw. sedang mengigau, padahal Al-Qur’an berfirman: “Sahabat kalian itu tidak tersesat dan juga tidak menyimpang. Dia tidak berbicara atas dasar hawa nafsu, melainkan atas dasar wahyu yang diturunkan kepadanya. Dia dididik oleh Dzat Yang Maha Perkasa.” (QS. An-Najm [53]:2-5).

Nabi Muhammad saw. mengigau? Padahal Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya itu adalah ucapan seorang rasul yang mulia, yang memiliki kekuatan di sisi ‘Arsy yang tersembunyi.” (QS. At-Takwîr [81]:19-20)
Kita harus melihat peristiwa tersebut secara obyektif dan dengan kesadaran yang bukan penuh, bukan dengan perasaan dan emosi. Karena hal itu berkaitan erat dengan realitas agama kita dan dapat mengungkap bagi kita suatu realitas yang menunjukkan tipu daya musuh terhadap Islam.

Ala kulli hal, taktkala Ibn Abbâs, panutan umat yang alim itu, menyebutkan peristiwa yang mengenaskan itu, hatinya pilu bak tersayat sembilu dan melinangkan air mata bagaikan butiran-butiran permata. Dia berkata: “Hari Kamis! Oh betapa memilukan tragedi hari Kamis. Pada hari Kamis itu Rasulullah saw. bersabda: ‘Ambilkan kertas dan pena untukku. Aku ingin menulis sebuah wasiat untuk kalian, agar kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.’ Tetapi mereka berkata: ‘Sesungguhnya Rasulullah sedang mengigau.’”

Satu-satunya kemungkinan yang bisa kita ungkapkan berkenaan dengan masalah ini adalah sekiranya Rasulullah saw. sempat menulis wasiat berkenaan dengan hak Imam Ali as. itu, wasiat itu tidak akan bermanfaat sama sekali. Mereka akan menuduhnya saw. sedang mengigau dan tidak sadarkan diri. Padahal tuduhan semacam ini adalah sebuah tikaman yang sangat telak atas kesucian kenabian.

Rasulullah saw. Menghadap ke Haribaan Ilahi
Kini tiba saatnya manifestasi kelembutan Ilahi itu harus berangkat ke langit yang tinggi. Kini tiba saatnya cahaya yang menerangi alam semesta ini harus pindah ke haribaan suci Ilahi. Malaikat maut telah mendekat menghampirinya saw. untuk menerima roh yang agung itu. Pada saat itu, ia saw. menoleh ke washî dan pintu kota ilmunya. Ia saw. bersabda: “Letakkanlah kepalaku di atas pangkuanmu. Utusan Allah telah tiba. Apabila rohku telah keluar, maka raih roh itu dan usaplah wajahmu dengannya. Kemudian hadapkanlah aku ke arah kiblat, uruslah jenazahku, dan salatilah aku. Engkaulah orang pertama yang menyalatiku. Janganlah engkau tinggalkan aku hingga engkau kuburkan aku di dalam tanah, dan mintalah bantuan kepada Allah swt.”

Imam Ali as. segera meraih kepala Rasulullah saw. dan meletakkan kepala suci itu di atas pangkuannya, lalu ia meletakkan tangan kanannya di bawah dagunya. Tidak lama kemudian, roh Rasulullah saw. yang agung pun berangkat. Imam Ali mengusap wajahnya dengan rohnya itu.

Bumi bergoncang dan cahaya keadilan pun lenyap. Oh, betapa hari-hari yang panjang ini penuh dengan kesedihan, hari yang gelap gulita tidak ada tandingannya. Telah sirna mimpi-mimpi kaum muslimin. Kaum wanita Madinah pun keluar sambil menampar-nampar pipi mereka. Suara duka dan kesedihan mereka terdengar nyaring. Para Ummul Mukminin menghempaskan jilbab-jilbab dari atas kepala sembari memukul-mukul dada. Sementara tenggorokan kaum wanita Anshar parau karena berteriak histris.

Di antara keluarga Rasulullah saw. yang paling terpukul dan sedih adalah buah hati dan putri semata wayangnya, Sayyidah Az-Zahrâ’ as. Ia merebahkan diri ke atas jenazah ayahanda tercinta sembari berkata dengan suara yang pilu: “Oh, ayahku! Oh, nabi rahmatku! Kini wahyu tak ‘kan datang lagi. Kini terputuslah hubungan kami dengan Jibril. Ya Allah, susulkanlah rohku dengan rohnya. Berikanlah aku syafaat untuk dapat melihat wajahnya. Janganlah Engkau halangi aku untuk memperoleh pahala dan syafaatnya pada Hari Kiamat kelak.”

Az-Zahrâ’ as. berjalan mondar-mandir di seputar jenazah ayahandanya yang agung itu dengan duka yang mendalam. Peristiwa itu telah membungkam lidahnya. Ia hanya dapat berkata: “Oh, ayahku! Kepada Jibril aku menyampaikan bela sungkawa ini. Oh, ayahku! Surga Firdaus tempat ia berteduh. Oh, ayahku! Ia telah memenuhi panggilan Tuhan yang telah memanggilnya.”

Kewafatan ayahanda tercinta telah membuat Sayyidah Az-Zahrâ’ bisu bagaikan mayat yang tak bernyawa lagi. Betapa sedihnya Az-Zahra as., buah hati Rasulullah saw. itu.

Menangani Proses Pemakaman Jenazah yang Agung
Imam Ali as. menangani proses pemakaman jenazah saudara dan putra pamannya itu sambil mencucurkan air mata yang deras. Ali as. memandikan jasad yang suci itu sambil berkata dengan suara yang lirih: “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah, dengan kepergianmu ini telah terputus kenabian dan berita langit yang tidak pernah terputus dengan kematian orang lain selainmu. Engkau dikhususkan (dengan kenabian) sehingga engkau senantiasa menjadi pelipur lara bagi orang lain, dan missimu bersifat umum sehingga seluruh manusia sama di hadapanmu. Sekiranya engkau tidak menyuruhku untuk bersabar dan tidak melarangku untuk berkeluh-kesah, niscaya telah kutumpahkan seluruh kesedihanku, problem pun berkepanjangan, dan kesedihan pun berkelanjutan.”

Setelah selesai memandikan jasad Rasulullah saw., Ali as. mengkafaninya dan meletakkan jazad mulia itu di atas keranda untuk dimakamkan.

Menyalati Jenazah Rasulullah saw.
Orang pertama yang menyalati jenazah Rasulullah saw. yang suci adalah Allah swt. di atas ‘Arsy-Nya, kemudian Jibril as., kemudian Israfil as., dan kemudian para malaikat serombongan demi serombongan. Setelah itu, kaum muslimin berbondong-bondong menyalati jenazah nabi mereka. Imam Ali as. berkata: “Tak seorang pun yang menjadi imam dalam salat ini. Ia adalah imam kalian, baik ketika hidup maupun setelah wafat.”

Mereka masuk ke dalam ruangan sekelompok demi sekelompok dan menyalati jenazahnya dengan berbaris tanpa imam. Salat tersebut dilakukan secara khusus. Imam Ali as. membacakan bacaan-bacaan salat, sementara mereka mengikuti bacaan terebut.

Bacaan itu adalah:

?لسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَشْهَدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ مَا


أُنْزِلَ إِلَيْهِ، وَ نَصَحَ لِأُمَّتِهِ، وَ جَاهَدَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَتىَّ أَعَزَّ اللهُ دِيْنَهُ وَ تَمَّتْ كَلِمَتُهُ،


اللَّهُمَّ فَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَتَّبِعُ مَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ، وَ ثَبِّتْنَا بَعْدَهُ وَ اجْمَعْ بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُ

Salam sejahtera, juga rahmat, dan seluruh berkah Allah untukmu, wahai nabi Allah. Ya Allah, kami bersaksi bahwa ia telah menyampaikan apa yang telah diturunkan kepadanya, telah menasihati umatnya, dan telah berjuang di jalan Allah sehingga Allah memuliakan agama-Nya dan menyempurnakan kalimat-Nya. Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mengikuti apa yang telah diturunkan kepadanya. Teguhkanlah kami sepeninggalnya dan himpunlah kami dengannya.

Sementara seluruh masyarakat yang menyalatinya itu mengucapkan: “Amîn.”
Kaum muslimin berjalan melalui jenazah nabi yang agung itu sembari menatapnya dengan kesedihan dan rasa duka yang sangat dalam. Mereka kini telah kehilangan penyelamat dan pembimbing. Pembangun negara dan peradAbân yang tinggi itu telah wafat meninggalkan mereka.

Menguburkan Jenazah Rasulullah saw.
Seusai kaum muslimin menyalati jenazah Rasulullah saw., Imam Ali as. menggali kuburan untuknya. Setelah itu, ia menguburkan jenazah saudaranya itu.

Kekuatan Ali telah melemah. Ia berdiri di pinggiran kubur sembari menutupi kuburan itu dengan tanah dengan disertai linangan air mata. Ia mengeluh: “Sesungguhnya sabar itu indah, kecuali terhadapmu. Sesungguhnya berkeluh-kesah itu buruk, kecuali atas dirimu. Sesungguhnya musibah atasmu sangat besar. Dan sesungguhnya sebelum dan sesudahmu terdapat peristiwa besar.”

Pada hari bersejarah itu, bendera keadilan telah terlipat di alam kesedihan, tonggak-tonggak kebenaran telah roboh, dan cahaya yang telah menyinari alam telah lenyap. Beliaulah yang telah berhasil mengubah perjalanan hidup umat manusia dari kezaliman yang gelap gulita kepada kehidupan sejahtera yang penuh dengan peradAbân dan keadilan. Dalam kehidupan ini, suara para tiran musnah dan jeritan orang-orang jelata mendapat perhatian. Seluruh karunia Allah terhampar luas untuk hamba-hamba-Nya dan tak seorang pun memiliki kesempatan untuk menimbun harta untuk kepentingannya sendiri
.
Sejarah Peristiwa Saqifah Bani Sa’idah
Dalam sejarah dunia Islam, muslimin tidak pernah menghadapi tragedi yang sangat berat sebagai cobaan dalam kehidupan mereka seberat peristiwa Tsaqîfah yang telah menyulut api fitnah di antara mereka dan membuka pintu kehancuran bagi kehidupan mereka.

Kaum Anshar telah melangsungkan muktamar di Tsaqîfah Bani Sâ’idah pada hari Rasulullah saw. wafat. Muktamar itu dihadiri oleh dua kubu, suku Aus dan Khazraj. Mereka berusaha mengatur siasat supaya kekhalifahan tidak keluar dari kalangan mereka. Mereka tidak ingin muktamar tersebut diikuti oleh kaum Muhajirin yang secara terus terang telah menolak untuk membaiat Imam Ali as. yang telah dikukuhkan oleh Rasulullah saw. sebagai khalifah dan pemimpin umat pada peristiwa Ghadir Khum.

Mereka tidak ingin bila kenabian dan kekhalifahan berkumpul di satu rumah, sebagaimana sebagian pembesar mereka juga pernah menentang Rasulullah saw. untuk menulis wasiat berkenaan dengan hak Ali as. Ketika itu mereka melontarkan tuduhan bahwa Rasulullah saw. sedang mengigau sehingga mereka pun berhasil melakukan makar tersebut.

Ala kulli hal, kaum Anshar merupakan tulang punggung bagi kekuatan bersenjata pasukan Rasulullah saw. dan mereka pernah menebarkan kesedihan dan duka di rumah-rumah kaum Quraisy yang kala itu hendak melakukan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Ketika itu orang-orang Quraisy betul-betul merasa dengki terhadap kaum Anshar. Oleh karena itu, kaum Anshar segera mengadakan muktamar, karena khawatir terhadap kaum Muhajirin.

Hubâb bin Munzdir berkata: “Kami betul-betul merasa khawatir bila kalian diperintah oleh orang-orang yang anak-anak, nenek moyang, dan saudara-saudara mereka telah kita bunuh.”.

Kekhawatiran Hubbâb itu ternyata menjadi kenyataan. Setelah usia pemerintahan para khalifah usai, dinasti Bani kaum Umayyah berkuasa. Mereka berusaha untuk merendahkan dan menghinakan mereka. Mu’âwiyah telah berbuat zalim dan kejam. Ketika Yazîd bin Mu’âwiyah memerintah, ia juga bertindak sewenang-wenang dan menghancurkan kehormatan mereka dengan berbagai macam siksa dan kejahatan. Yazîd menghalalkan harta, darah, dan kehormatan mereka pada tragedi Harrah. Sejarah tidak pernah menyaksikan kekejian dan kekezaman semacam itu.

Ala kulli hal, pada muktamar Tsaqîfah tersebut, kaum Anshar mencalonkan Sa’d sebagai khalifah, kecuali Khudhair bin Usaid, pemimpin suku Aus. Ia enggan berbaiat kepada Sa’d karena kedengkian yang telah tertanam antara sukunya dan suku Sa’d, Khazraj. Sudah sejak lama, memang hubungan antara kedua suku ini tegang.

‘Uwaim bin Sâ’idah bangkit bersama Ma’n bin ‘Adî, sekutu Anshar, untuk menjumpai Abu Bakar dan Umar. Mereka ingin memberitahukan kepada Abu Bakar dan Umar peristiwa yang sedang berlangsung di Tsaqîfah. Abu Bakar dan Umar terkejut. Mereka segera pergi menuju ke Tsaqîfah secara tiba-tiba. Musnahlah seluruh cita-cita yang telah dirajut oleh kaum Anshar. Wajah Sa’d berubah. Setelah terjadi pertikaian yang tajam antara Abu Bakar dan kaum Anshar, kelompok Abu Bakar segera bangkit untuk membaiatnya. Umar yang bertindak sebagai pahlawan dalam baiat itu telah memainkan peranannya yang aktif dalam ajang pertikaian kekuasaan itu.

Dia menggiring masyarakat untuk membaiat sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar keluar dari Tsaqîfah diikuti oleh para pendukungnya menuju ke masjid Rasulullah saw. dengan diiringi oleh teriakan suara takbir dan tahlil. Dalam baiat ini, pendapat keluarga Nabi saw. tidak dihiraukan. Begitu pula pendapat para pemuka sahabatnya, seperti Ammâr bin Yâsir, Abu Dzar, Miqdâd, dan sahabat-sahabat yang lain.

Sikap Imam Ali as. Terhadap Pembaiatan Abu Bakar
Para sejarawan dan perawi hadis bersepakat bahwa Imam Ali as. menolak dan tidak menerima pembaiatan atas Abu Bakar. Ia lebih berhak untuk menjadi khalifah. Karena beliaulah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Kedudukan Ali as. di sisi Rasulullah saw. adalah seperti kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as. Islam tegak karena perjuangan dan keberaniannya. Dia mengalami berbagai macam bencana dalam menegakkan Islam. Nabi saw. menjadikan Ali as. sebagai saudaranya. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada kaum muslimin: “Barang siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah juga pemimpinnya.”

Atas dasar ini, Ali as. menolak untuk membaiat Abu Bakar. Abu Bakar dan Umar telah bersepakat untuk menyeret Ali as. dan memaksanya berbaiat. Umar bin Khaththab bersama sekelompok pengikutnya mengepung rumah Ali as. Umar menakut-nakuti, mengancam, dan menggertak Ali as. dengan menggenggam api untuk membakar rumah wahyu itu.

Buah hati Rasulullah saw. dan penghulu para wanita semesta alam keluar dan bertanya dengan suara lantang: “Hai anak Khaththab, apa yang kamu bawa itu?” Umar menjawab dengan keras: “Yang aku bawa ini lebih hebat daripada yang telah dibawa oleh ayahmu.”

Sangat disayangkan dan menggoncang kalbu setiap muslim! Mereka telah berani bertindak keras seperti itu terhadap Az-Zahrâ’ as., buah hati Rasulullah saw.

Padahal Allah rida karena keridaan Az-Zahrâ’ dan murka karena kemurkaannya. Melihat kelancangan ini, tidak ada yang layak kita ucapkan selain innâ lillâh wa innâ ilaihi râji’ûn.

Akhirnya, mereka memaksa Imam Ali as. keluar dari rumahnya dengan paksa. Para pendukung Khalifah Abu Bakar menyeret Imam Ali as. untuk menghadap dengan pedang terhunus. Mereka berkata dengan lantang: “Baiatlah Abu Bakar! Baiatlah Abu Bakar!”

Imam Ali as. membela diri dengan hujah yang kokoh dan tanpa rasa takut sedikit pun terhadap kekerasan dan kekezaman mereka. Ia berkata: “Aku lebih berhak atas masalah ini daripada kalian. Aku tidak akan membaiat kalian, tetapi kalian sebenarnya yang harus membaiatku. Kalian telah merampas urusan ini dari kaum Anshar dengan alasan bahwa kalian memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi saw.

Tetapi kalian telah menggasab kekhalifahan itu dari kami Ahlul Bait secara paksa. Bukankah kamu telah mengaku di hadapan kaum Anshar bahwa kamu lebih utama dalam urusan ini daripada mereka karena Nabi Muhammad saw. berasal dari kalangan kalian, sehingga mereka rela memberikan dan menyerahkan kepemimpinan itu kepadamu? Kini aku juga ingin berdalih kepadamu seperti kamu berdalih kepada kaum Anshar.

Sesungguhnya aku adalah orang yang lebih utama dan lebih dekat dengan Rasulullah saw., baik Ketika ia masih hidup maupun setelah wafat. Camkanlah ucapanku ini, jika kamu beriman. Jika tidak, maka kamu telah berbuat zalim sedang kamu mengetahuinya.”

Betapa indah hujah dan dalil tersebut. Kaum Muhajirin dapat mengalahkan kaum Anshar lantaran hujah itu, karena mereka merasa memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi saw. Argumentasi Imam Ali as. lebih tepat, lantaran suku Quraisy yang terdiri dari banyak kabilah dan memiliki hubungan kekeluargaan dengan Nabi saw. itu bukan anak-anak paman atau bibinya. Sementara hubungan kekerabatan antara Nabi saw. dengan Imam Ali as. terjelma dalam bentuk yang paling sempurna. Karena Ali as. adalah sepupu Nabi saw., ayah dua orang cucunya, dan suami untuk putri semata wayangnya.

Walau demikian, Umar tetap memaksa Imam Ali as. Umar berkata: “Berbaiatlah!”
“Jika aku tidak melakukannya?”, tanya Imam Ali pendek.
“Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia, jika engkau tidak membaiat, aku akan penggal lehermu”, jawab Umar pendek.

Imam Ali as. diam sejenak. Ia memandang ke arah kaum yang telah disesatkan oleh hawa nafsu dan dibutakan oleh cinta kekuasaan itu. Imam Ali as. melihat tidak ada orang yang akan menolong dan membelanya dari kejahatan mereka. Akhirnya ia menjawab dengan nada sedih: “Jika demikian, kamu telah membunuh hamba Allah dan saudara Rasulullah.”

Umar segera menimpali dengan berang: “Membunuh hamba Allah, ya. Tetapi saudara Rasulullah, tidak.”
Umar telah lupa dengan sabda Rasulullah saw. bahwa Imam Ali as. adalah saudaranya, pintu kota ilmunya, dan kedudukannya di sisinya adalah sama dengan kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as. Ali as. adalah pejuang pertama Islam. Semua realita dan keutamaan itu telah dilupakan dan diingkari oleh Umar.

Kemudian Umar menoleh ke arah Abu Bakar seraya menyuruhnya untuk mengingkari hal itu. Umar berkata kepada Abu Bakar: “Mengapa engkau tidak menggunakan kekuasaanmu untuk memaksanya?”
Abu Bakar takut fitnah dan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Dia akhirnya menentukan sikap: “Aku tidak akan memaksanya, selama Fathimah berada di sisinya.”

khirnya mereka membebaskan Imam Ali as. Ia berlari-lari menuju ke makam saudaranya, Rasulullah saw. untuk mengadukan cobaan dan aral yang sedang menimpanya. Ia menangis tersedu-sedu seraya berkata: “Wahai putra ibuku, sesungguhnya kaum ini telah meremehkanku dan hampir saja mereka membunuhku.”
Mereka telah meremehkan Imam Ali as. dan mengingkari wasiat-wasiat Nabi saw. berkenaan dengan dirinya. Setelah itu ia kembali ke rumah dengan hati yang hancur luluh dan sedih. Benar telah terjadi apa yang telah diberitakan oleh Allah swt. akan terjadi pada umat Islam setelah Rasulullah saw. wafat. Mereka kembali kepada kekufuran. Allah swt. berfirman: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.

Apakah jika ia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun ….” (QS. ?li ‘Imrân [3]:144).

Sungguh mereka telah kembali kepada kekufuran, kekufuran yang dapat menghancurkan iman dan harapan-harapan mereka. Innâ lillâh wa innâ ilaihi râji’ûn.

Kita tutup lembaran peristiwa-peristiwa yang mengenaskan dan segala kebijakan pemerintah Abu Bakar yang tiran terhadap keluarga Nabi saw. ini, seperti merampas tanah Fadak, menghapus khumus, dan kebijakan-kebijakan yang lain. Seluruh peristiwa ini telah kami jelaskan secara rinci dalam Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin as
.
Shohihkah Riwayat Sejarah Pembakaran Rumah Fathimah as?
[Studi Kritis Riwayat Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait: Membantah Para Nashibi]


Wahabi dan orang-orang yang terinfeksi virus Nashibi selalu tidak henti-hentinya menyebarkan syubhat untuk menyudutkan Ahlul Bait. Demi membela sahabat pujaan mereka [entah mungkin karena sikap ghuluw] mereka membuat syubhat membuat bantahan mandul yang menunjuk kan rendahnya kualitas ilmu dan akal.

Kebencian yang besar terhadap Syiah membuat mereka tidak bisa berpikir dengan objektif bahkan siapapun orangnya yang membela Ahlul Bait dan menyalahkan sahabat mereka tuduh sebagai Syiah. Orang seperti mereka cukup untuk dikatakan sebagai nashibi atau neo nashibi.

Ada beberapa situs baik yang indo maupun English berusaha membuat bantahan terhadap riwayat ancaman pembakaran rumah Ahlul Bait. Bantahan mandul bergaya “pengacara urakan” mencari-cari pembelaan yang tidak ilmiah. Ada tiga situs yang akan kami bahas:
Lihat Perkataan Wahabi disini:

Pembakaran Terhadap Rumah Ahlul Bait?

Dalam rangka menghujat para sahabat utama Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan dalam rangka menyebarkan image buruk hubungan sahabat dan ahlul bait sesaat setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam wafat, mereka tak segan-segan mengekspose hadits-hadits yang tidak ada asalnya atau palsu, diantaranya adalah bahwa Umar telah menyakiti dengan mendobrak pintu rumah Fatimah sehingga tulang rusuknya patah dan janin-nya keguguran, atau Umar telah menyiapkan kayu bakar di depan pintu rumah Fatimah dan lain-lain, padahal itu semua adalah riwayat-riwayat yang jelas lemah bahkan palsu.

Tetapi bukti-bukti kepalsuan riwayat-riwayat tersebut  tidaklah menghentikan usaha mereka untuk terus mengkais-kais riwayat-riwayat dari kitab-kitab referensi Ahlus Sunnah yang sekiranya bisa cocok dengan keyakinan mereka. Salah satunya adalah seorang syi’ah, atau bisa dikatakan simpatisan syi’ah (karena tidak mau mengakui kesyi’ahannya) menukil sebuah riwayat dari Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah yang merupakan salah satu literatur Sunni, dan dengan menukil riwayat ini dia ingin mengatakan bahwa Umar telah berlaku buruk terhadap keluarga Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam yaitu mengancam akan membakar rumah Fatimah.

حدثنا : محمد بن بشر ، نا : عبيد الله بن عمر ، حدثنا : زيد بن أسلم ، عن أبيه أسلم : أنه حين بويع لأبي بكر بعد رسول الله (ص) كان علي والزبير يدخلان على فاطمة بنت رسول الله (ص) فيشاورونها ويرتجعون في أمرهم ، فلما بلغ ذلك عمر بن الخطاب خرج حتى دخل على فاطمة ، فقال : يا بنت رسول الله (ص) ، والله ما من أحد أحب إلينا من أبيك ، وما من أحد أحب إلينا بعد أبيك منك ، وأيم الله ما ذاك بمانعي إن إجتمع هؤلاء النفر عندك ، أن أمرتهم أن يحرق عليهم البيت ، قال : فلما خرج عمر جاءوها فقالت : تعلمون أن عمر قد جاءني وقد حلف بالله لئن عدتم ليحرقن عليكم البيت وأيم الله ليمضين لما حلف عليه ، فإنصرفوا راشدين ، فروا رأيكم ولا ترجعوا إلي ، فإنصرفوا عنها فلم يرجعوا إليها حتى بايعوا لأبي بكر

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara  kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).

Mari kita perhatikan riwayat di atas, ada beberapa poin yang seharusnya diperhatikan jika kita mau mendasarkan pada riwayat di atas dan justru diantaranya menyerang klaim syi’ah dengan sendirinya tanpa mereka sadari :
  1. Saat Bai’at umat kepada Abu Bakar, diberitakan Ali dan Zubair sedang berada di rumah Fatimah membicarakan tentang urusan mereka, dan hal ini yang terdengar oleh Umar. Dan hal ini adalah sesuatu yang keliru menurut Umar, karena seharusnya mereka segera ikut membai’at Abu Bakar dimana hampir semua kaum muslimin telah membai’at Abu Bakar hari itu.
  2. Orang yang paling dicintai Umar setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam adalah Fatimah, ini menggugurkan klaim syi’ah secara telak, yaitu tidak mungkin seseorang akan menyakiti seseorang yang paling dia cintai
  3. Umar yang memiliki sifat yang tegas dan keras mengingatkan Ali dan Zubair melalui Fatimah, dan sama sekali tidak sedang mengancam pribadi Fatimah, hal ini bisa diketahui dari perkataan Umar kepada Fatimah “maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya” kata yang dipakai  ‘Alaihim’ dan bukan ‘Alaikum’ أن يحرق عليهم البيت ”. Dan kenyataannya Umar tidak pernah melakukan apa yang diucapkan-nya tersebut, Dan kenyataannya Ali dan Zubair sedang tidak ada di rumah Fatimah saat itu.
  4. Fakta yang begitu jelas dari riwayat tersebut adalah Ali dan Zubair melakukan bai’at kepada Abu Bakar di hari pembai’atan kaum Muslimin, hal ini juga menggugurkan klaim syi’ah bahwa Ali hanya baru memba’iat Abu Bakar setelah 6 bulan setelah kewafatan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.
Jika orang syi’ah ingin berhujjah dengan riwayat di atas untuk mendiskreditkan Umar, maka mau ga mau mereka juga harus menerima beberapa fakta yang terekam dalam riwayat tersebut yang menjatuhkan klaim-klaim mereka.

Mungkin akan ada yang menjawab, bahwa mengenai pembai’atan Imam Ali kepada Abu Bakar dilakukan setelah 6 bulan berdalilkan riwayat Bukhari dari Aisyah, Kita jawab, berarti riwayat di atas keliru, kalau begitu tidak usah menjadikan riwayat tersebut sebagai dalil sama sekali atau kita jawab, apa yang diriwayatkan Aisyah dalam shahih Bukhari adalah apa yang Aisyah ketahui mengenai bai’at Ali, bisa jadi Aisyah tidak mengetahui bahwa Ali sudah memba’iat Abu Bakar di awal-awal, dan bai’at Ali pada bulan ke enam adalah bai’at beliau kedua untuk mengclearkan permasalahan.

Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Umar dengan memperingatkan Ali dan Zubair dengan keras  saat itu adalah perbuatan yang buruk dan tidak berdasar, kita jawab bahwa Umar berlaku tegas seperti itu bisa kita pahami karena memang terdapat ajaran dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam :
“Barang siapa datang kepada kalian, sedang ketika itu urusan kalian ada pada satu orang, kemudian ia ingin membelah tongkat kalian atau memecah-belah jama’ah kalian, maka bunuhlah ia.” Dalam riwayat lain: “Pukullah ia dengan pedang, siapa pun orangnya”.

 مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمْيْعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ، فَأَرَادَ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ ؛ فَاقْتُلُوْهُ. وَفِيْ رِوَايَةٍ : فَاضْرِبُوْهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ.

Shahîh. HR Muslim (no. 1852) dari Sahabat ‘Arjafah Radhiyallahu ‘anhu.

Alhamdulillah, Ali dan Zubair bukanlah orang-orang seperti itu, mereka segera membai’at Abu Bakar pada hari itu juga. Dan yang lebih menhantam telak klaim syi’ah adalah kemudian Imam Ali mengambil Umar sebagai menantunya dengan menikahkan anak beliau dengan Fatimah yaitu Ummu Kultsum dengan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhum.

Allahu A’lam.
Lihat Perkataan Wahabi disini:

Ancaman pembakaran rumah ahlul bait: Bidasan kepada syiah



Syiah sangat suka menyebarkan fitnah kepada sahabah-sahabah utama nabi s.a.w. Antara sahabah ‘favourite’ mereka ialah Umar r.a.

Segala puji bagi Allah, banyak web-web ahlu sunnah telah berjaya menjawab kekeliruan ini

InsyaAllah, dalam artikel yang ringkas ini. Akan dipermudahkan dan ditambah baikkan jawapan yang telah sedia ada


Kita mulakan dengan melihat kejahatan tohmahan syiah

Syiah katakan :

Ramai para sahabat yang menentang perlantikan Abu Bakar sebagai khalifah. Antara yang menentang adalah Ahlulbait(as) dan para syiah mereka, yang menyebabkan Umar memimpin satu kumpulan orang untuk membuat pengepungan rumah Imam Ali dan mengugut membakarnya.

Secara ringkasnya, tuduhan jahat syiah di atas boleh dibahagikan kepada dua
a) Ramai para sahabat yang menentang perlantikan Abu Bakar r.a sebagai khalifah
b) Umar r.a memimpin kumpulan untuk membakar rumah Ali r.a

InsyaAllah, tuduhan (a) akan dijawab dalam artikel yang lain. Hakikatnya, para sahabah kesemuanya bersepakat dengan perlantikan Abu Bakar r.a.  Kita sedia maklum syiah menggunakan beberapa riwayat sahih kononnya Ali r.a dan Zubair r.a tidak hadir di saat ba’iah. Sebenarnya, pernyataan ini bukanlah perkataan Aisya r.a namun ia padangan az-Zuhri. Bahkan terdapat riwayat-riwayat sahih yang lain menunjukkan Ali r.a dan Zubair r.a hadir di saat bai’ah. Perinciannya akan dijelaskan dalam artikel yang lain

Berkenaan dengan (b), persoalan yang sepatutnya ditanyakan, apakah status riwayat ini? Apakah konteks sebenar riwayat ini?? Persoalan ini akan dijawab satu persatu

STATUS RIWAYAT PEMBAKARAN RUMAH AHLUL BAIT
Seperti mana biasa, syiah akan melonggokkan kesemua riwayat dan tidak memperdulikan status riwayat. Yang penting bagi mereka, biar sahabah nabi berjaya dicerca dan dijatuhkan

Syiah katakan:

Ini adalah satu perkara yang yang menghairankan kerana ia telah diriwayatkan dalam banyak kitab-kitab pegangan Sunni seperti Tarikh al Umm wa al Mulk: Ibnu Jarir at Thabari, Al Mushannaf: Ibnu Abi Syaibah, Ansab al Asyraf: Al Baladzuri, al Isti’ab: Ibnu Abdil Barr, Muruj Adz Dzahab: Al Mas’udi

Disisi ahlu sunnah, jumlah rujukan bukanlah hujah sebaliknya kesahihan rujukan yang dititik beratkan. Dalam rujukan yang diberikan, hanya sebuah riwayat dari Musannaf Ibnu Abi Syaibah yang boleh dipertanggungjawabkan statusnya

Riwayat tersebut adalah seperti berikut

حدثنا محمد بن بشر نا عبيد الله بن عمر حدثنا زيد بن أسلم عن أبيه أسلم أنه حين بويع لابي بكر بعد رسول الله (ص) كان علي والزبير يدخلان على فاطمة بنت رسول الله (ص) فيشاورونها ويرتجعون في أمرهم ، فلما بلغ ذلك عمر بن الخطاب خرج حتى دخل على فاطمة فقال : يا بنت رسول الله (ص) ! والله ما من أحد أحب إلينا من أبيك ، وما من أحد أحب إلينا بعد أبيك منك ، وأيم الله ما ذاك بمانعي إن اجتمع هؤلاء النفر عندك ، إن أمرتهم أن يحرق عليهم البيت ، قال : فلما خرج عمر جاءوها فقالت : تعلمون أن عمر قد جاءني وقد حلف بالله لئن عدتم ليحرقن عليكم البيت وأيم الله ليمضين لما حلف عليه ، فانصرفوا راشدين ، فروا رأيكم ولا ترجعوا إلي ، فانصرفوا عنها فلم يرجعوا إليها حتى بايعوا لابي بكر

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam dari ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. 

Sehingga ketika Umar menerima khabar ini,  ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai puteri Rasulullah SAW, demi Allah tidaklah dari seorangpun yang lebih kami cintai daripada ayahmu, dan tidaklah dari seorangpun yang kami lebih cintai selepas ayahmu daripada kamu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya”. 

Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara  kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar.

Rujukan: Musannaf Ibnu Abi Syaibah, 8/572, Maktabah Shamela

Syiah begitu mempertahankan kesahihan riwayat di atas. Maka tidak hairanlah mereka bertungkus lumus untuk mengkaji perawi-perawinya dari sudut ilmu rijal

Persoalannya, apakah konteks sebenar yang hadith di atas dan apakah yang gagal dikesan oleh mata jahat syiah?

KONTEKS  RIWAYAT PEMBAKARAN RUMAH AHLUL BAIT
Penelitian kepada konteks hadith ini membuahkan beberapa hujah penting

1.  Ali r.a dan Zubair r.a agak lewat dalam memba’aiah Abu Bakar. Berita ini menyebabkan Umar r.a risau dan menyebabkan dia datang ke rumah Fatimah r.a untuk memberikan ancaman kepada mereka. Umar r.a khuatir mereka akan menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam

2.  Ancaman Umar r.a tidak memasukkan Fatimah r.a. Lihat semula kepada perkataan yang diboldkan merah

إن أمرتهم أن يحرق عليهم البيت

Terjemahan: Maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya

Sekiranya Umar r.a ingin membakar Fatimah r.a, maka dah tentu dia akan mengatakan 'Aku akan membakar kamu'

3. Hadith ini dengan sendirinya menjadi salah satu hujah kukuh bahawa Ali r.a dan Zubair r.a telah memba’iah Abu Bakar r.a pada hari tersebut dan bukannya selepas 6 bulan seperti dakwaan syiah

BIDASAN SYIAH
Website syiah tidak bersetuju dengan hujah ini dan memperlekehkannya. 

Mereka katakan,' 

 Hujjah ini benar-benar seperti anak kecil yang baru belajar bicara. Ketika anak kecil diancam oleh orang jahat “berikan uangmu atau aku bakar rumah orangtuamu”. Anak kecilnya tertawa dan berkata “ah bukan aku yang diancam tapi rumah orang tuaku”. Dan sepertinya anak kecil itu lupa kalau ia tinggal di rumah tersebut. Hujjah yang mirip dengan seorang istri yang “aneh” ketika ada orang jahat mengancam “kalau tidak pindah dari rumah ini akan kubakar suamimu” dan istri menjawab “ah ancaman itu bukan untukku tapi untuk suamiku”. Kami bertanya kepada anda wahai “pencari kebenaran” rumah siapa yang anda sebut dalam terjemahan anda “membakar rumah tersebut” dan Siapa orang yang anda katakan “mereka yang ada di dalamnya”?. Adakah Imam Ali termasuk di dalam rumah tersebut?. Adakah Sayyidah Fathimah termasuk di dalam rumah tersebut?. Rumah yang diancam akan  dibakar Umar itu adalah rumah tempat mereka Ali Zubair dan orang yang mengikuti keduanya berkumpul yaitu rumah Sayyidah Fathimah. Kami kasihan kalau anda berhujjah dengan gaya seperti itu karena untuk menjawabnya kami terpaksa menjawab dengan penjelasan seperti kami menjelaskan sesuatu kepada anak kecil.
 
BIDASAN KEPADA SITUS SYIAH
Seperti yang kita lihat, syiah telah memaksakan kata-kata Umar r.a yang mudah. Mereka masih menganggap Fatimah r.a termasuk dalamnya. Ancaman Umar r.a ternyata bukanlah kepada Fatimah tapi kepada Ali dan Zubair r.a. seperti yang dijelaskan sebelumnya

Analogi mereka sendiri membuktikan bahawa anak kecil tidak termasuk dalam ancaman pembakaran rumah orang tuanya. Mereka cuba memberikan analogi jahil seolah-olah menunjukkan anak kecil itu membiarkan sahaja kedua rumah orang tuanya. 

Bahkan analogi isteri tersebut tidak kena dengan situasi Fatimah r.a. Apabila suami yang diancam, maka bagaimana isteri boleh terlibat sekali??

Namun mereka cuba mengalihkan analogi ke arah reaksi isteri kepada suami dan juga reaksi anak kecil kepada orang tuanya

Apa yang kami minta mudah, jika Umar r.a sangat ingin membakar Fatimah r.a, mengapa tidak dia menyebutkan pernyataan jelas untuk membakar Fatimah r.a? Ternyata pernyataan tersebut tidak wujud

KONTEKS HADITH YANG DIDIAMKAN SYIAH
Satu lagi point penting yang didiamkan syiah ialah kemuliaan Fatimah r..a disisi Umar r.a. Kita lihat semula bagaimana Umar r.a memanggil Fatimah r.a  dengan panggilan mulia. Rujuk kepada teks yang diboldkan ungu

يا بنت رسول الله (ص) ! والله ما من أحد أحب إلينا من أبيك ، وما من أحد أحب إلينا بعد أبيك منك

Terjemahan: ”Wahai puteri Rasulullah SAW, demi Allah tidaklah dari seorangpun yang lebih kami cintai daripada ayahmu, dan tidaklah dari seorangpun yang kami lebih cintai selepas ayahmu daripada kamu 

Persoalannya, apakah logik seseorang yang benar-benar ingin membakar rumah musuhnya akan memanggil musuhnya dengan perkataan yang menunjukkan kasih sayang?? Lebih dari, apakah logik dalam riwayat-riwayat jahat syiah mengatakan Umar r.a memukul Fatimah sehingga gugur janinnya sedangkan pada awalnya Umar r.a sendiri sangat menghormati beliau??
 
Sudah tentu tuduhan syiah ini tuduhan jahat semata-mata

Mereka berhujah dengan riwayat ini tapi mereka mendiamkan bahagian yang merugikan mereka

BIDASAN SYIAH
Blog syiah membantah dengan mengatakan,
'Dimana letak rasa hormatnya, ketika ia mengancam membakar rumah orang yang dihormatinya?. Seperti alfanarku andapun mengidap penyakit yang sama. Anda tidak bisa membedakan antara “klaim” dan “fakta”. Ucapan Umar kalau Sayyidah Fathimah yang paling kami cintai adalah klaim tetapi ucapan Umar yang mengancam membakar rumah Sayyidah Fathimah adalah fakta, Ternyata cinta yang ia katakan itu tidak mampu mencegahnya dari mengancam membakar rumah ahlul bait. Jadi tidak ada kaitannya dengan logik dan tidak logik, kemudian satu lagi kami tidak pernah menyatakan Umar membakar rumah Ahlul Bait yang benar adalah Umar mengancam akan membakar rumah Ahlul Bait. Ada bedanya itu wahai kisanak dan Soal riwayat syiah, Umar memukul Fathimah maaf itu bukan urusan kami dan kami tidak pernah mengutipnya. Itu adalah riwayat Syiah yang kami pribadi tidak mengetahui kebenarannya
BANTAHAN KEPADA BIDASAN SYIAH
Pernyataan Umar r.a sudah cukup membuktikan penghormatan beliau kepada Fatimah r.a. Telahpun dijelaskan sebab-sebab ancaman tersebut. Kita sendiri lihat sikap double standard syiah dalam berhujah. Kenyataan Umar r.a apabila mengancam pembakaran rumah ahlul bait, ia dianggap fakta tapi kenyataan Umar r.a yang sama menghormati Fatimah r.a dianggap klaim??
Apakah kriteria yang mereka gunakan untuk menilai fakta dan klaim?? Jawapannya mudah. Sifat hawa nafsu dan kebencian mutlak kepada Umar r.a
Blog ini menafikan riwayat syiah mengatakan Umar r.a memukul Fatimah r.a. Namun dalam web lain ada saja riwayat itu dihujahkan. 

KONTEKS SEBENAR ANCAMAN UMAR R.A
Umar r.a al-Khattab merupakan seorang yang faqih dalam urusan agama. Tindakan beliau mengancam untuk membakar bukanlah untuk membunuh ahlul bait sebaliknya ia fahami sebagai kewajipan berba’aiah kepada khalifah yang sah dan mengelakkan perpecahan

Kewajipan ini telah termaktub dalam kitab-kitab hadith yang sahih

عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَرْفَجَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ

Terjemahan: Dari Ziyad bin ‘Ilaqah, katanya, ‘Aku mendengar ‘Arjafah katanya,’ Aku mendengar nabi SAW berkata, ‘ Sesungguhnya akan terjadi bencana dan kekacauan, maka sesiapa saja yang ingin memecah belahkan persatuan umat ini maka penggallah dengan pedang walau siapapun dia

Rujukan: Sahih Muslim, Kitab Kepimpinan, Bab Hukum Bagi Orang Yang Memecahbelahkan Urusan Kaum Muslimin, hadith no 3442, Maktabah Shamela

Bahkan ada banyak lagi hadith lain yang mewajibkan ketaatan kepada khalifah

Selain itu, bukti ancaman menunjukkan kepentingan satu urusan boleh difahami dengan melihat ancaman yang yang dilakukan nabi Muhammad s.a.w sendiri.

Telah tsabit dalam hadith yang sahih nabi mengancam untuk membakar rumah-rumah mereka yang tidak bersolat jemaah bahkan nabi juga mengancam untuk memotong tangan pencuri hatta Fatimah r.a sekalipun!!

Ini menunjukkan kewajipan melaksanakan hukum hudud dan kepentingan melaksanakan solat jemaah

BIDASAN SYIAH
Situs syiah mengatakan,

Oh begitu, adakah hadis shahihnya bahwa kewajiban berbaiat kepada Khalifah ditegakkan dengan mengancam membakar rumah. Perpecahan mana yang anda katakan “dielakkan”. Siapakah yang anda tuduh membuat perpecahan? Sayyidah Fathimah dan Imam Ali?. Jadi begitukah tindakan seorang faqih jika putri kesayangan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak membaiat maka diancam rumahnya akan dibakar. Mengapa anda mengutip hadis Shahih Muslim untuk membenarkan tindakan Umar padahal didalamnya tidak ada sedikitpun keterangan soal bakar membakar. Bukankah dalam hadis tersebut “siapa saja yang memecah belah umat maka penggallah dia”. Mengapa dalam bahasa Umar kata “penggallah dengan pedang” berubah menjadi “membakar rumah”. Umar ra yang tidak paham atau anda yang sedang melantur berhujjah dengan hadis Shahih Muslim yang tidak pada tempatnya.

Astaghfirullah, sekarang anda mengatasnamakan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk membenarkan ancaman Umar kepada Sayyidah Fathimah. Mari kami tunjukkan hadis shahih yang anda maksud:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf yang berkata telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abi Zanaad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku berkeinginan kiranya aku memerintahkan orang-orang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan mereka shalat yang telah dikumandangkan azannya kemudian aku memerintahkan salah seorang menjadi imam lalu aku menuju orang-orang yang tidak shalat berjama’ah kemudian aku bakar rumah-rumah mereka [Shahih Bukhari 1/131 no 644].
Kalau hadis ini yang anda jadikan hujjah maka kami katakan hujjah anda itu “absurd”. Perhatikan lafaz perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “hamamtu” yang bisa diartikan berkeinginan dalam hatiku maksudnya itu adalah sesuatu yang terbersit di dalam hati Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Beliau ucapkan bukan sebagai ancaman tetapi untuk menekankan betapa penting dan wajibnya shalat berjama’ah. Kalau anda mengartikan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedang mengancam langsung kepada orang-orang tersebut maka anda keliru, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak sedang berbicara kepada mereka yang tidak shalat berjamaah dengan kata-kata ancaman. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengutarakan apa yang terbersit dalam hatinya kepada sahabat yang kebetulan berada di sana yaitu Abu Hurairah. Tidak ada ceritanya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang menemui mereka yang punya rumah dan mengancam membakar rumah mereka kalau mereka tidak shalat berjama’ah. Ada perbedaan yang nyata antara melakukannya mengancam langsung dengan mengutarakan apa yang terbersit di dalam hati. Itu adalah bahasa kiasan yang menunjukkan betapa pentingnya shalat berjama’ah bukannya diartikan sebagai ancaman langsung Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada orang-orang tersebut.
Berbeda dengan kasus ini, Umar bin Khaththab itu jelas-jelas datang menemui Sayyidah Fathimah dan bersumpah dengan nama Allah SWT kalau orang-orang tersebut berkumpul di rumah atau di sisi Sayyidah Fathimah maka ia akan membakar rumah Sayyidah Fathimah. Ini benar-benar ancaman bahkan Sayyidah Fathimah mengatakan kalau Umar akan melakukan apa yang telah bersumpah atasnya. Itulah sebabnya Sayyidah Fathimah mengusir orang-orang tersebut dari rumahnya dan berkata jangan menemuinya lagi untuk mencegah tindakan Umar.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Laits dari Ibnu Syihaab dari Urwah dari Aisyah radiallahu ‘anha bahwa kaum Quraisy menghadapi masalah yaitu wanita suku Mahzumiy mencuri kemudian mereka berkata “siapa yang mau membicarakan tentangnya kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Mereka berkata “tidak ada yang berani menghadap Beliau kecuali Usamah bin Zaid yang paling dicintai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka berbicaralah Usamah. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Apakah kamu meminta keringanan pelanggaran aturan Allah?. Kemudian Beliau berdiri menyampaikan khutbah kemudian bersabda “sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat mereka mencuri mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah mencuri maka mereka menagakkan atasnya hukum. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri pasti aku potong tangannya [Shahih Bukhari 4/175 no 3475]

Hadis inikah yang anda jadikan hujjah. Siapa yang menurut anda sedang diancam oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Apa anda mau mengatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedang mengancam Sayyidah Fathimah?. Maaf tolong perbaiki terlebih dahulu cara anda berhujjah. Hadis ini sangat jelas tidak sama dengan apa yang dilakukan Umar ketika ia mengancam mau membakar rumah Sayyidah Fathimah. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedang menyampaikan hukum Allah SWT kepada umatnya dan bahasa yang Beliau gunakan bukanlah ancaman kepada orang tertentu.

BANTAHAN KEPADA BIDASAN SYIAH
Sudah dijelaskan motif utama Umar r.a adalah untuk mengelakkan perpecahan yang muncul akibat kelewatan Ali r.a dan Zubair. Mereka cuba memperlekehkan tindakan Umar r.a dengan mengatakan hadith Muslim tersebut menunjukkan dipenggal leher sedangkan tindakan Umar r.a adalah ingin membakar

Persoalannya, jika Umar r.a ingin memenggal mereka, apakah syiah akan menerimanya??

Tidak kira samada dipenggal atau dibakar, syiah pasti tidak akan menerimanya

Samada dipenggal atau dibakar, maka itu bukanlah tujuan sebenar Umar r.a.  Beliau hanya ingin mengancam dan bukannya benar-benar ingin membakar Fatimah r.a

Jika Umar r.a  sangat bencikan Fatimah r.a, maka apa yang menghalanginya untuk tidak membakar mereka kesemuanya?? Jika Umar r.a ingin benar membunuh Fatimah r.a, maka mengapa tidak saja dilakukannya?

Mereka cuba memberikan kejutan dengan frasa ‘Astaghfirullah’ seolah-olah hujah yang dikemukakan itu mengejutkan.

Hakikatnya tidak ada apa yang ingin mereka sampaikan. Mereka cuba membuktikan ancaman Rasulullah s.a.w tidak sama dengan Umar r.a

Hujah mereka ialah Rasulullah s.a.w hanyalah berkeinginan manakala Umar r.a bersungguh-sungguh

Persoalannya, mengapa Rasulullah s.a.w berkeinginan untuk membakar? Itu telah dijawab sendiri oleh mereka iaitu

Beliau ucapkan bukan sebagai ancaman tetapi untuk menekankan betapa penting dan wajibnya shalat berjama’ah’

Nah!! Apakah keinginan ataupun kesungguhan merubah apa-apa objektif baginda Rasulullah s.a.w?? Jawapannya tidak

Maka samalah dengan tindakan Umar r.a. Objektif Umar r.a jelas untuk mengelakkan perpecahan umat Islam.  Tapi syiah hanya mampu mempertikaikan kesungguhan dan keinginan tapi tidak mampu menolak objektif Umar r.a

Maka penafian mereka hanyalah sia-sia
Seterusnya mereka telah salah faham dengan kenyataan saya. Saya tidak mengatakan langsung Fatimah r.a diancam Rasulullah s.a.w . Apa yang saya katakan ialah Rasulullah s.a.w mengancam pencuri untuk menunjukkan kepentingan melaksanakan hukum Allah hatta jika yang menjadi pencuri adalah Fatimah r.a sekalipun

Malangnya pemilik blog begitu khusyuk ingin membidas hinggakan kenyataan saya sendiri telah disalah faham

ANCAMAN DALAM KITAB SYIAH
Persoalannya, jika ditunjukkan riwayat-riwayat dalam kitab syiah sendiri akan ancaman yang dilakukan nabi SAW, maka apakah mereka akan menarik balik tohmahan mereka??

Ketahuilah, dalam kitab syiah sendiri terdapat riwayat-riwayat nabi Muhammad SAW ingin membakar rumah-rumah mereka yang tidak mengerjakan solat jemaah bersama baginda. Walaupun kitab syiah tidak bernilai disisi sunni, kita tetap menukilkannya supaya syiah sedar akan keburukan tohama

عن النبي  صلى الله عليه وآله ، أنه قال
لجماعة لم يحضروا المسجد معه : ( لتحضرن المسجد ، أو لاحرقن عليكم منازلكم
       
Terjemahan: Dari nabi s.a.w, sesungguhnya baginda berkata kepada jemaah yang tidak hadir bersamanya ke masjid, ‘ Hadirlah kamu ke masjid atau aku akan membakar rumah-rumah kamu

Sumber: Man La Yahduru al-Faqih, hadith 1092 , Bab Jamaah dan kelebihannya, Wasail Shia, no 10697
Syiah sudah tentunya akan kata, disini bukanlah bermaksud nabi benar-benar ingin membakar rumah mereka, sebaliknya nabi hanya ingin menunjukkan kewajipan bersolat jemaah

Nah!! Jika demikian, maka kenapa tidak guna jawapan yang sama kepada ancaman Umar r.a?? Bukankah solat itu wajib dan menjaga perpaduan juga wajib??

Mengapa bersikap double standard?? 

BIDASAN SYIAH
Blog syiah mengatakan,
Kami sekedar iseng menggoogle riwayat yang anda kutip. Ternyata riwayat yang anda kutip tidak memiliki sanad dalam referensi syiah yang anda sebutkan. Jadi secara ilmu hadis yang sederhana saja maka riwayat tersebut dhaif. Tentu saja saudara kami yang Syiah lebih berkompeten untuk menilai hadis ini. Kami pribadi tidak menemukan adanya riwayat shahih bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengancam langsung kepada para sahabat yang tidak ikut shalat berjama’ah agar datang ke masjid kalau tidak rumah mereka akan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bakar. Tetapi ada hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang berbunyi menyakiti Fathimah berarti menyakitiku. Anda mau kemanakan hadis ini, walaupun anda mencari seribu alasan untuk membenarkan tindakan Umar kami akan katakan tindakan Umar salah cukup dengan hadis ini.
BANTAHAN KEPADA BIDASAN SYIAH
 
Ternyata mereka tidak mampu membantah riwayat kitab syiah tersebut dan mentah-mentah mengatakannya sebagai riwayat da'if.


Riwayat tersebut banyak disebutkan dalam kitab syiah. Bahkan ia diakui sebagai riwayat mu'tabar dalam kitab syiah seperti yang disebutkan Syeikh Yusuf al-Bahrani. Agak pelik mereka tidak menjumpainya di google

وروى الشيخ بسند معتبر عن عبد الله بن ابى يعفور عن ابى عبد الله عليه السلام في حديث العدالة الطويل المتقدم في باب صلاة الجمعة 
 
Disisi ahlu sunnah, apa saja perkara yang menyakiti Fatimah r.a dengan cara yang tidak benar dengan tanpa alasan munasabah maka ia termasuk dalam kategori hadith tersebut.  Adapun tindakan yang benar walaupun boleh menyakiti Fatimah r.a tidaklah termasuk dalam kategori hadith tersebut. Maka tindakan syiah memetik secara literal hadith adalah kesalahan yang fatal.

Bahkan Ali r.a sendiri menyakiti Fatimah r.a kerana keinginannya berkahwin dengan puteri Abu Jahal. Maka apakah Ali r.a telah menyebabkan kemurkaan Rasulullah s.a.w dan juga kemurkaan Allah s.w.t??

KESIMPULAN:
Bidasan syiah ternyata dipaksa-paksa dan menunjukkan kejelikan lidah mereka dalam mentohmah Umar r.a. Telah dijelaskan tujuan Umar r.a dalam memelihara perpaduan ummah dan ancaman Umar r.a bukanlah khas ditujukan kepada Fatimah r.a

Apa yang lebih penting pada mereka ialah membenci Umar r.a dan dicerca habis-habisan.

Rujukan:
http://alfanarku.wordpress.com/2011/05/28/pembakaran-terhadap-rumah-ahlul-bait/#comment-871
http://islamistruth.wordpress.com/2010/12/19/fatimara-burning-of-house-bayah-of-alira/
Bantahan lanjut boleh dibaca disini
http://alfanarku.wordpress.com/2011/07/19/studi-kritis-riwayat-ancaman-pembakaran-rumah-ahlul-bait-membantah-rafidhi-nashibi/
Lihat Perkataan Wahabi disini:

Fatima[ra]: Burning of House & Bayah of Ali[ra]

15 Votes

Previously i just reading shia arguments against Umar[ra] & found the cheap trick by shia’s to deceive layman shia’s or sunni’s. Ofcourse shia followed his predecessor in this regard, hence he filled this with lies and deceptions.
Let me first give you some quote about shia ar-raafidah:
1. Imaam ash-Shaafi’ee and other Ulemaa stated that we should not narrate from the Raafidhah Shee’ah as they are amongst the liars.
2. Ibn Taymiyyah reported in his Minhaaj as-Sunnah (1/59 -62):

وقال مؤمل بن إهاب سمعت يزيد بن هارون يقول يكتب عن كل صاحب بدعة إذا لم يكن داعية إلا الرافضة فإﻧﻬم يكذبون

Mu’mal Ibn Ihaab said: I heard Yazeed Bin Haaroon (d. 206H) saying,
“The narrations of every person of innovation can be written as long as he is not a caller to it, except the Raafidah, since they are liars.
3. Ibn Taymiyyah recorded in his Minhaaj as-Sunnah (1/69):

قال أبو حاتم الرازي سمعت يونس بن عبد الأعلى يقول قال أشهب بن عبد العزيز سئل مالك عن الرافضة فقال لا تكلمهم ولا ترو عنهم فإﻧﻬم يكذبون وقال أبو حاتم حدثنا حرملة قال سمعت الشافعي يقول لم أر أحدا أشهد بالزور من الرافضة

“Aboo Haatim ar-Raazee (d.277H) said,
“I heard Yoonus bin ‘Abd al-A’laa saying: Ashhaab bin ‘Abdul’Azeez asked Maalik (d.179H) about the Raafidah, so he said, ”Do not speak to them and do not narrate from them, since they lie.
& many many quotes.

Shia always fabricate the story from non-authentic sunni sources, that Umar[ra] threatened to burn the house of Fatima[ra]!  & umar[ra] hit her with handle of sword and that resulted in abortion of son namely mohsin & then they beated Ali[ra] for allegiance [bayah]. 

& they use this sahih hadith from bukhari Volume 5, Book 59, Number 546 as a support & combine it with non-authentic reports & as a whole they imply that what they [shia] portray is correct!
But the truth is that: Aisha (r.a) narrated what she knew. And she didn’t know that Ali (r.a) pledged allegiance in the very beginning. When people started to talk that he didn’t pledged allegiance, he came and did it second time to avoid fitnah & we have sahih hadith which clearly says Ali(ra) gave bayah to abu bakr(ra) on the very first day.

Here is the sunni hadith [sahih isnad but mursal hadith], which proves that umar[ra] neither attacked not threaten fatima[ra] but it shows that umar[ra] showed her merits, from mosanif ibn abi sheebah, vol 13,book maghazi, page 201,hadeeth 38061

حدثنا : محمد بن بشر ، نا : عبيد الله بن عمر ، حدثنا : زيد بن أسلم ، عن أبيه أسلم : أنه حين بويع لأبي بكر بعد رسول الله (ص) كان علي والزبير يدخلان على فاطمة بنت رسول الله (ص) فيشاورونها ويرتجعون في أمرهم ، فلما بلغ ذلك عمر بن الخطاب خرج حتى دخل على فاطمة ، فقال : يا بنت رسول الله (ص) ، والله ما من أحد أحب إلينا من أبيك ، وما من أحد أحب إلينا بعد أبيك منك ، وأيم الله ما ذاك بمانعي إن إجتمع هؤلاء النفر عندك ، أن أمرتهم أن يحرق عليهم البيت ، قال : فلما خرج عمر جاءوها فقالت : تعلمون أن عمر قد جاءني وقد حلف بالله لئن عدتم ليحرقن عليكم البيت وأيم الله ليمضين لما حلف عليه ، فإنصرفوا راشدين ، فروا رأيكم ولا ترجعوا إلي ، فإنصرفوا عنها فلم يرجعوا إليها حتى بايعوا لأبي بكر

This arabic statement ” أن يحرق عليهم البيت ” is the biggest shia trick to deceive the non-arabic members:
Muhammad ibn Bishr from Ubaydullah ibn Umar from Zayd ibn Aslam from his father Aslam [the mawla of Umar.]

When Abu Bakr received the pledges of allegiance after the Messenger of Allah, Ali and al-Zubayr used to enter the presence of Fatima the daughter of the Messenger of Allah and consult with her and hesitate in their allegiance. When news of this reached Umar ibn al-Khattab, he came out until he entered Fatima’s presence and said: “Daughter of the Messenger of Allah, none in all creation was more dearly beloved to me than your father, and none is more beloved to us after him than you. However, by Allah, this shall not prevent me, if that group gathers in your house, to order that their house be set afire!” When Umar went out, they came and she said: “Do you know that `Umar came to me and swore by Allah that if you were to come back, he shall surely burn the door with you inside! By Allah, he shall certainly fulfill what he swore, so go away in peace, flee from your opinion, and do not come back to see me.” They left her and did not return to see her until they pledged their allegiance to Abu Bakr.”

Points to note:
1. Ameer al-Mu‘mineen Omar bin al-Khattab[ra] showed the rank of Fatima[ra] by saying she was most beloved to the people and him after her father.
2. Omar[ra] did not threaten Fatima[ra], but warned her about those gathering in her house. This can be seen by the statement ‘Alaihim’ and not ‘Alaikum’ in the statement ” أن يحرق عليهم البيت ” “if that group gathers in your house, to order that their house be set afire”.

Comment: But shia play the game with arabic because they are jahil persians.
Now the second problem arises for shia’s is that Ali(ra) gave his own daughter to Umar(ra) in nikah & even shia have sahih hadiths on that, as discussed here & here.
Then after this, they will show you this:
Umar Ibn al-Khattab came to the house of Ali. Talha and Zubair and some of the immigrants were also in the house. Umar cried out: “By God, either you come out to render the oath of allegiance, or I will set the house on fire.” al-Zubair came out with his sword drawn. As he stumbled (upon something), the sword fell from his hand so they jumped over him and seized him.”
– Tarikh Tabari Volume 9 page 187
Chain of Transmission:
Mohammed Ibn Humayd: the source of a significant portion of Tarikh Tabari; Ahmed Ibn Hanbal, Ibn Mo’een and Ibn Jarir Tabari considered him trustworthy, although the like of Dhahabi disagreed with that (refer to Mizan al I’tidaal)
Jarir: Ahmed Ibn Hanbal narrated from him in his Musnad, as did Abu Dawud and Tirmidhi
Mugheera: “Scholar, trusted in hadith, wise” Tahtheeb al-Tahtheeb Volume 10 Page 270 #482.
Nisaii likewise trusted him.
Ziyad Ibn Kulayb: Mizan al I’tidaal by Dhahabi, Volume 2 #798 – Nisaii said he was thiqah (trustworthy) as did Ibn Hajar and Ibn Haban
But the problem is that the narration from Tarikh Tabari. It comes via chain:

ابن حميد قال حدثنا جرير عن مغيرة عن زياد بن كليب

There are several problems in this chain.
1) Ibn Humayd: Razi said
He mixes asnaad (chain of narrations) and matan (text) of narrations (دخلت على محمد بن حميد وهو يركب الأسانيد على المتون)
Nasai said:
He is not trustworthy (ليس بثقة)
Asadi said:

ما رايت احدا احذق بالكذب من رجلين: سليمان بن الشاذكوني، ومحمد بن حميد الرازي

I have never seen a natural liar, except for two persons: Sulaymân ash-Shâdhakûnî and Muhammad ibn Humayd ar-Razi. 22
Al Iraqi said
He is one of the liars (هو أحد الكذابين)
Jozjani said
He is not trustworthy (غير ثقة)
http://www.alrad.net/hiwar/sahaba/11.htm

2) Jarir ibn Hazim was thiqat, but he got confused in the end of his life. Abdurrahman ibn Mahdi noted that no one heard from him in that time (Abu Saeed al-Alai “al-Mukhtalitin” №8) Ibn Hajar said that he has errs when narrated from his memory. (Taqrib).

3) Mughira ibn Muqsim made tadlis, as he was described by Nasai, and this hadith he reported in muanan form.

4) Ziyad ibn Kulaib Abu Muashar al-Kufi. He was thiqat, but he wasn’t companion. In “Tahzib al-kamal” written the he died in 110 or 119 hijri. Prophet (sallalahu alaihi wa ala alihi wa sallam) died in 11 hijri. So this ibn Kulaib very unlikely was a eye witness of that alleged forced bayah to Abu Bakr (r.a).
So the hadith is weak & disconnected & has the gap of around 100yrs in between the incident.

We have sahih reports that all sahaba’s[ra] gave bayah to abu bakr[ra] at that time.
1.

 وقد اتفق الصحابة رضي الله عنهم على بيعة الصديق في ذلك الوقت، حتى علي بن أبي طالب والزبير بن العوام رضي الله عنهما

all the sahaba (may Allah be pleased with them) gave allegiance to (abu bakr) siddique[ra] at the time, even ali and zubair bin al awam (may Allah be pleased with them)
than he gives many narration as a proof, one of which is as below:

وروينا من طريق المحاملي عن القاسم بن سعيد بن المسيب عن علي بن عاصم عن الحريري عن أبي نصرة عن أبي سعيد فذكره مثله في مبايعة علي والزبير رضي الله عنهما يومئذ

and this narration reached us through Muhamili, from qasim bin saeed bin musaib , from ali bin asim, from al hariri, from abu nazra , from abu saeed al khudri, similar to what mentioned earlier , that ali and zubair rendered allegiance on the same day
Source: al bidaya volume 6 page 302

2. Sahih hadith by Abu Sa’eed al Khudri (RA) that Ali (RA) gave Baya’ah immediatly to Abu bakr al Siddiq (RA):

فعن أبى سعيد الخدري- رضي الله عنه- قال قبض رسول الله صلى الله عليه وسلم واجتمع الناس في دار سعد بن عبادة وفيهم أبو بكر وعمر قال فقام خطيب الأنصار فقال أتعلمون أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان من المهاجرين وخليفته من المهاجرين ونحن كنا أنصار رسول الله ونحن أنصار خليفته كما كنا أنصاره قال فقام عمر بن الخطاب فقال صدق قائلكم أما لو قلتم على غير هذا لم نبايعكم وأخذ بيد أبي بكر وقال هذا صاحبكم فبايعوه فبايعه عمر وبايعه المهاجرون والأنصار قال فصعد أبو بكر المنبر فنظر في وجوه القوم فلم ير الزبير قال فدعا بالزبير فجاء فقال قلت ابن عمة رسول الله صلى الله عليه وسلم وحواريه أردت أن تشق عصا المسلمين فقال لا تثريب يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام فبايعه ثم نظر في وجوه القوم فلم ير عليا فدعا بعلي بن أبي طالب فجاء فقال قلت ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم وختنه على ابنته أردت أن تشق عصا المسلمين قال لا تثريب يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فبايعه.

Abu Sa’eed al Khudri may Allah be pleased with him said: When the Prophet’s PBUH soul passed away and when the people gathered at the place of Sa’ad bin Umbadah and amongst them were Abu bakr and Umar, a Khatib from the Ansar(Supporters) spoke: “You know that the Prophet of Allah PBUH was from the Mouhajirun(immigrants) and his Caliph must also be from the Mouhajirun, we were the Ansar of the Prophet PBUH and we will be the Ansar of his Caliph just as we were his Ansar”. then Umar bin al Khattab stood up and said “This Man from amongst the Ansar speaks truth and if it were anything other than this then we would not give you a baya’ah(Pledge of allegiance)” then he grabbed the hand of Abu bakr and said: “this is your Close companion so give him Baya’ah” then Umar and the Mouhajirun and the Ansar all gave him Baya’ah. Abu bakr stood on the Mimbar and he looked at the faces of all the people there but he never saw al Zubair so he called for him and and he came so he told him: “O son of the Prophet’s PBUH aunt and his disciple would you want to split the cause of the Muslims?” Zubair said: “Not at all O Caliph of the Prophet of Allah” then he stood and gave him Baya’ah, Then he looked at the faces of the people but did not spot Ali so he called for Ali bin abi Talib and he came to him so he said: “O cousin of the prophet of Allah and the husband of his daughter would you want to split the cause of the Muslims?” So Ali replied: “Not at all O Caliph of the Prophet of Allah” then he stood and gave him Baya’ah.

sources:
-Mujama’a al Zawa’ed (5/183) with its Rijal being those of the SAHIH.
-Al Bidayah wal nihayah (5/281) with its Isnad being Thabit and SAHIH.
-Al Mustadrak (3/76) and al Sunan al Kubrah (8/143) with two SAHIH Isnads.
Imam Muslim bin al Hajjaj (Author of Sahih muslim) and Imam al hafiz Muhammad bin Ishaq bin Khuzaymah (Author of Sahih Ibn Khuzaymah) and Imam Ibn Katheer all talked about the importance of this Sahih narration.
3.
 رواية حبيب بن أبي ثابت، حيث قال: كان علي بن أبي طالب في بيته، فأتاه رجل، فقال له:
قد جلس أبو بكر للبيعة، فخرج عليّ إلى المسجد في قميص له، ما عليه إزار ولا رداء، وهو متعجِّل، كراهة أن يبطئ عن البيعة، فبايع أبا بكر، ثم جلس، وبعث إلى ردائه فجاؤوه به، فلبسه فوق قميصه

this narration agrees with the Sahih narration above:
In the Hadith of Habib bin abu Thabit: Ali bin Abu talib was in his house then a Man came to him and told him “Abu Bakr has gotten ready for the Baya’ah” So Ali went out to the mosque wearing only his Qamis without a Izar or a Ridaa and he was hasty because he hated to be late for the Baya’ah, then he gave the Baya’ah to Abu bakr and sat down and later asked for his Ridaa so it was brought for him and he wore it on top of his Qamis.

source: Tareekh al tabari 3/207, the Sanad is Mursal, it contains Seif bin Umar and he is weak and it contains Abdul Aziz bin Siyah who is trustworthy but is a Shia.
4.
 قال على رضي الله عنه والزبير: «ما غضبنا إلا لأنا قد أخرنا عن المشاورة، وأنا نرى أبا بكر أحق الناس بها بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم، إنه لصاحب الغار، وثاني اثنين، وإنا لنعلم بشرفه، وكبره، ولقد أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بالصلاة بالناس وهو حي»

Ali and al Zubair were asked about the Baya’ah and they said: “We were only angry because we were late for the consultation, we see Abu Bakr as the most deserving of the people to this position after the Apostle of Allah PBUH, he is the companion in the cave and the second of the two and we know of his honour and rank, The prophet PBUh had ordered him to lead the people in prayer while he was alive”.
sources: Al Bidayah wal nihayah (6/341), Khilafat Abu Bakr p67, Isnad is Good.

5.
 عن قيس العبدي قال: «شهدت خطبة على يوم البصرة قال: فحمد الله وأثنى عليه وذكر النبي صلى الله عليه وسلم وما عالج من الناس، ثم قبضه الله عز وجل إليه، ثم رأى المسلمون أن يستخلفوا أبا بكر- رضي الله عنه – فبايعوا وعاهدوا وسلموا، وبايعت وعاهدت وسلمت، ورضوا ورضيت، وفعل من الخير وجاهد حتى قبضه الله عز وجل، رحمة الله عليه»

Narrated Qays bin al Abdi: I Witnesses the Sermon of Ali on the Day of Basarah, he said: ” He praised Allah and thanked him and he mentioned the Prophet PBUH and his sacrifice to the people, then Allah swt took his soul, Then the Muslims saw that they should give the Caliphate to Abu bakr (RA) so they pledged their allegiance and made their promise of loyalty, and I gave my pledge and I promised him my loyalty, They were pleased and so was I. He(Abu Bakr) did good deeds and made Jihad until Allah took his soul may Allah have mercy on him.”
source:

السنة، عبد الله بن أحمد (2/563) رجال الإسناد ثقات.

Al Sunnah for Abdullah bin Ahmad (2/563) The Narrators are all trustworthy. So hadith is authentic.
version 1.1

*****

Kami akan membahas bantahan tersebut bukan karena bantahan tersebut memang layak untuk ditanggapi tetapi karena permintaan saudara kami dan untuk menunjukkan kepada umat islam betapa lemahnya akal pengikut neonashibi

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ ، عْن أَبِيهِ أَسْلَمَ ؛ أَنَّهُ حِينَ بُويِعَ لأَبِي بَكْرٍ بَعْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، كَانَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ يَدْخُلاَنِ عَلَى فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَيُشَاوِرُونَهَا وَيَرْتَجِعُونَ فِي أَمْرِهِمْ ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ خَرَجَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ ، فَقَالَ : يَا بِنْتَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَاللهِ مَا مِنْ الْخَلْقِ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيك ، وَمَا مِنْ أَحَدٍ أَحَبَّ إِلَيْنَا بَعْدَ أَبِيك مِنْك ، وَأَيْمُ اللهِ ، مَا ذَاكَ بِمَانِعِيَّ إِنَ اجْتَمَعَ هَؤُلاَءِ النَّفَرُ عِنْدَكِ ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمَ الْبَيْتُ قَالَ : فَلَمَّا خَرَجَ عُمَرُ جَاؤُوهَا ، فَقَالَتْ : تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي ، وَقَدْ حَلَفَ بِاللهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمَ الْبَيْتَ ، وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ ، فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata bahwasanya ketika bai’at telah diberikan kepada Abu Bakar sepeninggal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali dan Zubair masuk menemui Fatimah binti Rasulullah, mereka bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Ketika berita itu sampai kepada Umar bin Khaththab, ia bergegas keluar menemui Fatimah dan berkata ”wahai Putri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] demi Allah tidak ada seorangpun yang lebih kami cintai daripada Ayahmu dan setelah Ayahmu tidak ada yang lebih kami cintai dibanding dirimu tetapi demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk kuperintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul”.

Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berkata “tahukah kalian bahwa Umar telah datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan membakar rumah ini tempat kalian berkumpul. Demi Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”. Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/567 no 38200 dengan sanad shahih sesuai syarat Bukhari Muslim].

Riwayat di atas sanadnya shahih dan kami pernah membahas kedudukan riwayat tersebut secara khusus. Ketiga situs yang kami sebutkan juga tidak mempermasalahkan status riwayat tersebut bahkan situs yang English juga menyatakan keshahihannya. Bantahan mereka adalah seputar matan hadis yang mereka pelintir agar sesuai dengan keyakinan mereka, bantahan mereka adalah yang kami kutip.

Alfanarku menyebutkan empat poin yang ia katakan bahkan menyerang klaim syiah sendiri. Kami katakan mau menyerang klaim syiah atau klaim sunni atau siapa saja itu tidak berpengaruh sedikitpun terhadap kami. Kami tidak akan berbasa-basi membela sahabat dan menyudutkan Ahlul Bait, maaf itu bukan akhlak kami. Kami meyakini kebenaran untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait dan setiap sahabat yang menyakiti ahlul bait maka sudah jelas sahabat itu salah, tidak peduli apapun alasan naifnya. Poin pertama alfanarku
Saat Bai’at umat kepada Abu Bakar, diberitakan Ali dan Zubair sedang berada di rumah Fatimah membicarakan tentang urusan mereka, dan hal ini yang terdengar oleh Umar. Dan hal ini adalah sesuatu yang keliru menurut Umar, karena seharusnya mereka segera ikut membai’at Abu Bakar dimana hampir semua kaum muslimin telah membai’at Abu Bakar hari itu.

Kami jawab : Silakan saja kalau Umar berpandangan mereka keliru, kami pribadi justru melihat pada sisi Ahlul Bait yaitu Sayyidah Fathimah dan Imam Ali, kalau memang keduanya menganggap pembaiatan terhadap Abu Bakar adalah benar maka tidak perlu keduanya mengadakan pertemuan dengan orang-orang di rumah keduanya. Adanya pertemuan itu justru menunjukkan kalau Imam Ali dan Sayyidah Fathimah menganggap apa yang dilakukan oleh Umar dan pengikutnya itu keliru. Seharusnya Umar, Abu Bakar dan kaum Anshar lainnya tidak terburu-buru dan meninggalkan Ahlul Bait dalam perkara ini. Siapakah yang menjadi pedoman dan pegangan bagi umat islam seperti yang dikatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hadis Tsaqalain? Tidak lain adalah Ahlul Bait, tetapi mereka malah menuruti pendapatnya sendiri dan meninggalkan Ahlul Bait bahkan setelah itu memaksakan pandangan mereka dalam bentuk ancaman kepada Ahlul Bait. Dimana akhlak kalian wahai yang mengaku mencintai Ahlul Bait?
Poin kedua alfanarku justru menunjukkan pandangan yang skizofrenik dan lemahnya pemahaman, tidak lain itu karena kebenciannya yang dalam terhadap Syiah. Jika kebencian memenuhi kepala maka akal tertutupi dan nafsu yang berbicara

Orang yang paling dicintai Umar setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam adalah Fatimah, ini menggugurkan klaim syi’ah secara telak, yaitu tidak mungkin seseorang akan menyakiti seseorang yang paling dia cintai
Kami jawab : dimana letak hujjahnya perkataan ini?. Apa dia lupa, kalau Syiah dan Sunni sama-sama mengaku mencintai Ahlul Bait?. Apakah alfanarku itu tidak bisa membedakan antara klaim dan fakta?. Siapapun bisa saja mengaku ahlul bait adalah yang paling mereka cintai, tetapi apa gunanya pengakuan jika perbuatannya justru menyakiti ahlul bait. Faktanya Umar memang mengancam membakar rumah Ahlul Bait [berdasarkan riwayat shahih di atas] ada tidaknya pengakuan atau klaim Umar itu tidak menafikan ancaman yang ia lakukan. Jika Umar memang benar-benar mencintai Ahlul Bait bukan begitu caranya. Kalau mau mengingatkan atau menasehati orang yang kita cintai [apalagi kita hormati] kita pasti akan menggunakan tutur kata yang lemah lembut bukan ancaman yang menyakitkan. Ini hal sederhana tetapi tidak terpikirkan oleh alfanarku karena dirinya tersibukkan dengan apa yang ia sebut “klaim Syiah”. Lanjut ke poin ketiga yang menunjukkan lemahnya ilmu dan penuh dengan basa-basi.

Umar yang memiliki sifat yang tegas dan keras mengingatkan Ali dan Zubair melalui Fatimah, dan sama sekali tidak sedang mengancam pribadi Fatimah, hal ini bisa diketahui dari perkataan Umar kepada Fatimah “maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya” kata yang dipakai ‘Alaihim’ dan bukan ‘Alaikum’ ” أن يحرق عليهم البيت ”. Dan kenyataannya Umar tidak pernah melakukan apa yang diucapkan-nya tersebut, Dan kenyataannya Ali dan Zubair sedang tidak ada di rumah Fatimah saat itu.

Kami jawab : begitulah kalau orang tidak memperhatikan lafaz arabnya dengan baik. Riwayat di atas menunjukkan kalau Ali dan Zubair menemui Sayyidah Fathimah, dalam salah satu riwayat shahih Umar pernah berkata [dalam hadis Saqifah yang panjang]

وإنه كان من خيرنا حين توفى رسول الله صلى الله عليه وسلم إن عليا والزبير ومن تبعهما تخلفوا عنا في بيت فاطمة

Bahwa diantara berita yang sampai kepada kami ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat adalah Ali, Zubair dan orang-orang yang mengikuti keduanya menyelisihi kami di rumah Fathimah [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 1/164 dengan sanad shahih].

Saat itu yang mengadakan pertemuan adalah Ali, Zubair dan orang-orang yang bersama mereka dimana merekapun bermusyawarah dengan Sayyidah Fathimah di kediaman Sayyidah Fathimah sendiri. Umar tidak senang dengan kabar ini dan mengancam dengan kata-kata:

وَأَيْمُ اللهِ ، مَا ذَاكَ بِمَانِعِيَّ إِنَ اجْتَمَعَ هَؤُلاَءِ النَّفَرُ عِنْدَكِ ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمَ الْبَيْتُ

demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk kuperintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul.

Alfanarku berbasa-basi bahwa Umar tidak mengancam Sayyidah Fathimah [alaihis salam] karena lafaz yang digunakan ‘Alaihim bukan ‘Alaikum. Tentu saja pembelaan ini mandul, ia tidak memperhatikan bahwa lafaznya adalah ‘Alaihimul bait” yang artinya rumah tempat mereka berkumpul dan rumah itu adalah rumah Sayyidah Fathimah. Jadi lafaz itu menunjukkan Umar mengancam akan membakar rumah Sayyidah Fathimah kalau orang itu masih berkumpul di sisi Sayyidah Fathimah. Apa kalau ada orang yang mengancam akan membakar rumah anda maka ancaman itu bukan tertuju pada anda?. Mengenai perkataan kenyataannya Umar tidak pernah melakukan apa yang diucapkannya, itu justru disebabkan oleh kebijakan Sayyidah Fathimah sendiri yang memerintahkan agar mereka yang berkumpul di rumahnya yaitu Zubair dan orang-orang yang bersamanya untuk tidak lagi menemuinya atau kembali ke rumahnya. Seandainya mereka masih kembali dan Sayyidah Fathimah membiarkannya maka mungkin pembakaran itu akan terjadi sebagaimana Sayyidah Fathimah sendiri yang berkata:

وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ

Demi Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku
Poin keempat kembali menunjukkan lemahnya ilmu, alfanarku mempermasalahkan soal baiat terhadap Abu Bakar, ia berkata.

Fakta yang begitu jelas dari riwayat tersebut adalah Ali dan Zubair melakukan bai’at kepada Abu Bakar di hari pembai’atan kaum Muslimin, hal ini juga menggugurkan klaim syi’ah bahwa Ali hanya baru memba’iat Abu Bakar setelah 6 bulan setelah kewafatan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.

Kami jawab : orang itu telah salah dalam mempersepsi riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas. Tidak ada keterangan dalam riwayat di atas kalau Ali dan Zubair berbaiat kepada Abu Bakar pada hari pembaiatan kaum Muslimin. Lafaz yang ia jadikan hujjah adalah:

فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ

Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar
Hujjah pertama : Pada lafaz ini tidak ada keterangan kalau peristiwa baiat yang dimaksud langsung terjadi setelahnya. Lafaz “hatta” [sampai] di atas adalah penunjukkan waktu bahwa mereka tidak lagi menemui Sayyidah Fathimah sampai mereka membaiat Abu Bakar, mengenai waktunya bisa sebentar, beberapa lama, nanti atau dalam waktu lama. Tidak ada keterangan yang menyebutkan lamanya waktu itu. Lafaz itu sama halnya dengan lafaz “dia tidak akan kembali ke rumah sampai dia mendapatkan uang seratus juta”. Apakah lafaz ini menunjukkan kalau setelah itu ia langsung mendapatkan uang seratus juta?. Tidak, bisa saja satu bulan, dua bulang enam bulan atau satu tahun.

Hujjah kedua : perkataan itu tidak tertuju pada Imam Ali, perhatikan lafaz “maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya”. Siapakah mereka yang dimaksud?. Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas, mereka yang dimaksud adalah mereka yang disuruh pergi oleh Sayyidah Fathimah:

فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ

Jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku
Sayyidah Fathimah berkata “Jangan kalian kembali menemuiku”. Perkataan ini tidak mungkin ditujukan kepada Imam Ali tetapi ditujukan kepada Zubair dan orang-orang yang mengikutinya yang ikut berkumpul di rumah Sayyidah Fathimah. Jadi mereka yang dinyatakan dengan lafaz “sampai mereka membaiat Abu Bakar” adalah mereka yang diusir dari rumah Sayyidah Fathimah. Imam Ali bukan termasuk yang diusir dari rumah Sayyidah Fathimah, lha itu kan rumah Beliau sendiri. Mengenai baiat Imam Ali terhadap Abu Bakar itu telah disebutkan dalam hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah bahwa itu terjadi setelah Sayyidah Fathimah wafat yaitu setelah enam bulan.

Jika orang syi’ah ingin berhujjah dengan riwayat di atas untuk mendiskreditkan Umar, maka mau ga mau mereka juga harus menerima beberapa fakta yang terekam dalam riwayat tersebut yang menjatuhkan klaim-klaim mereka.

Orang ini tidak rela kalau ada yang mendiskreditkan Umar tetapi ketika ada orang yang mengancam dan menyakiti Ahlul Bait ia berkata “itu memang ada ajarannya dari Nabi”. Sungguh betapa anehnya mereka ini. Kami sarankan padanya agar mempelajari bahasa arab dengan lebih baik sehingga ia tidak salah mempersepsi dan membantah orang dengan salah persepsinya itu.

Mungkin akan ada yang menjawab, bahwa mengenai pembai’atan Imam Ali kepada Abu Bakar dilakukan setelah 6 bulan berdalilkan riwayat Bukhari dari Aisyah, Kita jawab, berarti riwayat di atas keliru, kalau begitu tidak usah menjadikan riwayat tersebut sebagai dalil sama sekali atau kita jawab, apa yang diriwayatkan Aisyah dalam shahih Bukhari adalah apa yang Aisyah ketahui mengenai bai’at Ali, bisa jadi Aisyah tidak mengetahui bahwa Ali sudah memba’iat Abu Bakar di awal-awal, dan bai’at Ali pada bulan ke enam adalah bai’at beliau kedua untuk mengclearkan permasalahan.

Riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas tidak bertentangan dengan riwayat baiat Imam Ali dalam Shahih Bukhari sebagaimana yang telah kami jelaskan. Riwayat Aisyah tersebut shahih dan tidak ada istilah baiat kedua, itu cuma istilah yang dibuat-buat, lagipula kalau memang Imam Ali sudah membaiat di depan orang banyak maka permasalahan apa lagi yang perlu dipermasalahkan sehingga perlu ada baiat kedua lagi di depan orang banyak pula. Cuma orang yang lemah akalnya yang berkata begitu.

Aisyah tidaklah menyendiri dalam pernyataan Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan. Dalam hadis shahih Bukhari soal baiat Imam Ali itu terdapat pengakuan Abu Bakar sendiri bahwa Imam Ali memang tidak pernah membaiatnya selama enam bulan. Aisyah berkata:

فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الظُّهْرَ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي اعْتَذَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ اسْتَغْفَرَ

Ketika Abu Bakar telah shalat zhuhur, ia naik ke mimbar mengucapkan syahadat dan menyebutkan masalah Ali dan ketidakikutsertaannya dari baiat dan alasannya, meminta maaf padanya kemudian beristighfar [Shahih Bukhari 5/139 no 4240 & 4241].

Jadi apa yang dikatakan Aisyah adalah apa yang ia dengar dan saksikan dari pengakuan Abu Bakar ra [ayahnya] sendiri. Adakah hujjah yang lebih kuat dari itu?. Abu Bakar sendiri mengakui kalau Imam Ali memang tidak membaiat dirinya. Jadi darimana muncul istilah baiat pertama? Itulah akibat jika orang membaca hadis tidak secara mendalam dan hanya mengkopipaste hujjah yang suka mentakwil dan mencari-cari dalih.

Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Umar dengan memperingatkan Ali dan Zubair dengan keras saat itu adalah perbuatan yang buruk dan tidak berdasar, kita jawab bahwa Umar berlaku tegas seperti itu bisa kita pahami karena memang terdapat ajaran dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam :“Barang siapa datang kepada kalian, sedang ketika itu urusan kalian ada pada satu orang, kemudian ia ingin membelah tongkat kalian atau memecah-belah jama’ah kalian, maka bunuhlah ia.” Dalam riwayat lain: “Pukullah ia dengan pedang, siapa pun orangnya”.

مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمْيْعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ، فَأَرَادَ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ ؛ فَاقْتُلُوْهُ. وَفِيْ رِوَايَةٍ : فَاضْرِبُوْهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ.

Shahîh. HR Muslim (no. 1852) dari Sahabat ‘Arjafah Radhiyallahu ‘anhu.
Justru dengan hadis di atas alfanarku ini mau menyatakan kalau Ali dan Zubair ingin memecah belah jama’ah kaum muslimin sehingga mereka layak untuk dibunuh. Kita kembalikan perkataan ini kepadanya, itu mendiskreditkan Ali dan Zubair atau tidak?. Jangan terus ngeluyur berbicara kalau tidak bisa menjaga perkataan. Apa buktinya Imam Ali mau memecah belah kaum muslimin? Bukankah kabar tersebut baru sampai kepada Umar? Bukankah ada baiknya Umar tabyyun terlebih dahulu?. Apakah Ali dan Zubair itu orang arab badui yang perlu pakai ancam mengancam? Mengapa Umar tidak menasehati mereka dengan hadis yang dikutip alfanarku?. Apakah ada disebutkan Umar mau membunuh Ali dan Zubair? Lantas mengapa Umar malah mau membakar rumah Sayyidah Fathimah? Bagian mana dari hadis yang dikutip alfanarku yang menyebutkan soal bakar membakar.

Dan maaf alfanarku sepertinya anda lupa Umar itu sedang berbicara dengan siapa?. Sayyidah Fathimah yang merupakan putri kesayangan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] Sayyidah wanita di surga, seorang ahlul bait yang disucikan dan menjadi pegangan umat islam. Antara Umar dan Sayyidah Fathimah terdapat kedudukan yang berbeda jauh. Jelas sangat tidak layak Umar berkata seperti itu kepada Sayyidah Fathimah apapun alasan naïf yang anda buat untuk membela Umar. Mau anda kemanakan hadis:

حدثني أبو معمر إسماعيل بن إبراهيم الهذلي حدثنا سفيان عن عمرو عن ابن أبي مليكة عن المسور بن مخرمة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إنما فاطمة بضعة مني يؤذيني ما آذاها

Telah menceritakan kepadaku Abu Ma’mar Ismail bin Ibrahim Al Hudzaliy telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amru dari Ibnu Abi Mulaikah dari Miswar bin Makhramah yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku, menyakitiku apa saja yang menyakitinya” [Shahih Muslim 4/1902 no 2449].

Jadi akhlak atau sikap kepada Sayyidah Fathimah adalah akhlak dan sikap kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Menyakitinya berarti menyakiti Nabi [shallallahu alaihi wasallam]. Mengancamnya berarti sama saja dengan mengancam Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Anggap saja Umar memang punya alasan seperti yang alfanarku bilang tetapi apakah memang harus dengan ancaman seperti itu?. Apa Umar tidak memiliki cara lain sehingga ancaman membakar itu adalah cara satu-satunya yang ia miliki?. Apakah dengan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] Umar akan bersikap seperti itu? Kalau Umar berbicara dengan baik kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka apa salahnya berbicara dengan baik kepada Sayyidah Fathimah [alaihis salam] dan tidak perlu mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti Beliau.

Anda alfanarku hanya terjebak pada kebencian anda kepada Syiah dan mengkait-kaitkan kami dengan Syiah. Seolah-olah kami disini sedang melaknat dan mengutuk Umar. Ketahuilah kami tidak pernah melakukan hal itu, kami hanya menunjukkan bahwa tindakan Umar itu salah dan tidak baik. Kami disini menyampaikan pembelaan kami terhadap Ahlul Bait. Perkara anda yang merasa sahabat Umar direndahkan itu adalah persepsi anda sendiri. Bukankah anda berpandangan sahabat itu tidak maksum tetapi anehnya sikap anda seolah tidak pernah terima kalau sahabat Umar melakukan kesalahan. Pembelaan yang anda buat hanya menunjukkan sikap yang tidak baik kepada Ahlul Bait, tanpa anda sadari anda telah merendahkan Ahlul Bait dengan menuduh mereka memecah belah kaum muslimin. Na’udzubillah.

Kami lanjutkan bantahan terhadap orang yang menyebut dirinya sebagai “pencari kebenaran” alangkah baiknya jika memang demikian. Setelah kami baca gaya bantahannya hanya ikut-ikutan bergaya pengacara ala alfanarku.

Ali r.a dan Zubair r.a agak lewat dalam memba’aiah Abu Bakar. Berita ini menyebabkan Umar r.a risau dan menyebabkan dia datang ke rumah Fatimah r.a untuk memberikan ancaman kepada mereka. Umar r.a khuatir mereka akan menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam.

Kalau orang ini mau berpendapat seperti alfanarku ya silakan, tetapi perhatikan dan pikirkan apakah hanya “kekhawatiran” membuat Umar layak untuk mengancam membakar rumah Ahlul Bait?. Seperti yang kami katakan, terlepas dari alasan atau seribu alasan yang anda cari untuk Umar itu tetap membuat ia tidak layak mengancam Ahlul Bait. Tidak bisakah Umar datang dan berbicara dengan baik kepada Sayyidah Fathimah menunggu Ali, Zubair dan orang-orang yang mengikuti mereka. Tidak bisakah Umar untuk tidak mengeluarkan ancaman mau membakar rumah Sayyidah Fathimah. Bukankah ketika Umar datang orang-orang tersebut tidak ada? Seharusnya Umar bersabar dan memastikan apa benar orang-orang yang berkumpul di rumah Sayyidah Fathimah itu memang mau memecah belah kaum muslimin. Justru yang nampak terlihat Umar begitu saja menyampaikan ancamannya kepada Sayyidah Fathimah kemudian pergi.
Ancaman Umar r.a tidak memasukkan Fatimah r.a. Lihat semula kepada perkataan yang diboldkan merah

إن أمرتهم أن يحرق عليهم البيت

Terjemahan: Maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya.

Sekiranya Umar r.a ingin membakar Fatimah r.a, maka dah tentu dia akan mengatakan ‘Aku akan membakar kamu’.

Hujjah ini benar-benar seperti anak kecil yang baru belajar bicara. Ketika anak kecil diancam oleh orang jahat “berikan uangmu atau aku bakar rumah orangtuamu”. Anak kecilnya tertawa dan berkata “ah bukan aku yang diancam tapi rumah orang tuaku”. Dan sepertinya anak kecil itu lupa kalau ia tinggal di rumah tersebut. Hujjah yang mirip dengan seorang istri yang “aneh” ketika ada orang jahat mengancam “kalau tidak pindah dari rumah ini akan kubakar suamimu” dan istri menjawab “ah ancaman itu bukan untukku tapi untuk suamiku”. Kami bertanya kepada anda wahai “pencari kebenaran” rumah siapa yang anda sebut dalam terjemahan anda “membakar rumah tersebut” dan Siapa orang yang anda katakan “mereka yang ada di dalamnya”?. Adakah Imam Ali termasuk di dalam rumah tersebut?. Adakah Sayyidah Fathimah termasuk di dalam rumah tersebut?. Rumah yang diancam akan dibakar Umar itu adalah rumah tempat mereka Ali Zubair dan orang yang mengikuti keduanya berkumpul yaitu rumah Sayyidah Fathimah. Kami kasihan kalau anda berhujjah dengan gaya seperti itu karena untuk menjawabnya kami terpaksa menjawab dengan penjelasan seperti kami menjelaskan sesuatu kepada anak kecil.

Hadith ini dengan sendirinya menjadi salah satu hujah kukuh bahawa Ali r.a dan Zubair r.a telah memba’iah Abu Bakar r.a pada hari tersebut dan bukannya selepas 6 bulan seperti dakwaan syiah
Maaf sekedar informasi buat anda, Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan bukanlah dakwaan Syiah tetapi begitulah yang disebutkan dalam hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah ra. Jika itu dianggap Syiah atau sumber Syiah maka kami sarankan agar anda mengecek kembali definisi Syiah yang sudah anda pelajari.

Satu lagi point penting yang didiamkan syiah ialah kemuliaan Fatimah r..a disisi Umar r.a. Kita lihat semula bagaimana Umar r.a memanggil Fatimah r.a dengan panggilan mulia. Rujuk kepada teks yang diboldkan ungu

يا بنت رسول الله (ص) ! والله ما من أحد أحب إلينا من أبيك ، وما من أحد أحب إلينا بعد أبيك منك

Terjemahan: ”Wahai puteri Rasulullah SAW, demi Allah tidaklah dari seorangpun yang lebih kami cintai daripada ayahmu, dan tidaklah dari seorangpun yang kami lebih cintai selepas ayahmu daripada kamu
Persoalannya, apakah logik seseorang yang benar-benar ingin membakar rumah musuhnya akan memanggil musuhnya dengan perkataan yang menunjukkan kasih sayang?? Lebih dari, apakah logik dalam riwayat-riwayat jahat syiah mengatakan Umar r.a memukul Fatimah sehingga gugur janinnya sedangkan pada awalnya Umar r.a sendiri sangat menghormati beliau??

Maaf pada situasi tersebut kami ragu dengan apa yang anda katakan “Umar sangat menghormati Beliau”. Dimana letak rasa hormatnya, ketika ia mengancam membakar rumah orang yang dihormatinya?. Seperti alfanarku andapun mengidap penyakit yang sama. Anda tidak bisa membedakan antara “klaim” dan “fakta”. Ucapan Umar kalau Sayyidah Fathimah yang paling kami cintai adalah klaim tetapi ucapan Umar yang mengancam membakar rumah Sayyidah Fathimah adalah fakta, Ternyata cinta yang ia katakan itu tidak mampu mencegahnya dari mengancam membakar rumah ahlul bait. Jadi tidak ada kaitannya dengan logik dan tidak logik, kemudian satu lagi kami tidak pernah menyatakan Umar membakar rumah Ahlul Bait yang benar adalah Umar mengancam akan membakar rumah Ahlul Bait. Ada bedanya itu wahai kisanak dan Soal riwayat syiah, Umar memukul Fathimah maaf itu bukan urusan kami dan kami tidak pernah mengutipnya. Itu adalah riwayat Syiah yang kami pribadi tidak mengetahui kebenarannya.

Umar r.a al-Khattab merupakan seorang yang faqih dalam urusan agama. Tindakan beliau mengancam untuk membakar bukanlah untuk membunuh ahlul bait sebaliknya ia fahami sebagai kewajipan berba’aiah kepada khalifah yang sah dan mengelakkan perpecahan

عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَرْفَجَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ

Terjemahan: Dari Ziyad bin ‘Ilaqah, katanya, ‘Aku mendengar ‘Arjafah katanya,’ Aku mendengar nabi SAW berkata, ‘ Sesungguhnya akan terjadi bencana dan kekacauan, maka sesiapa saja yang ingin memecah belahkan persatuan umat ini maka penggallah dengan pedang walau siapapun dia
Rujukan: Sahih Muslim, Kitab Kepimpinan, Bab Hukum Bagi Orang Yang Memecahbelahkan Urusan Kaum Muslimin, hadith no 3442, Maktabah Shamela

Oh begitu, adakah hadis shahihnya bahwa kewajiban berbaiat kepada Khalifah ditegakkan dengan mengancam membakar rumah. Perpecahan mana yang anda katakan “dielakkan”. Siapakah yang anda tuduh membuat perpecahan? Sayyidah Fathimah dan Imam Ali?. Jadi begitukah tindakan seorang faqih jika putri kesayangan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak membaiat maka diancam rumahnya akan dibakar. Mengapa anda mengutip hadis Shahih Muslim untuk membenarkan tindakan Umar padahal didalamnya tidak ada sedikitpun keterangan soal bakar membakar. Bukankah dalam hadis tersebut “siapa saja yang memecah belah umat maka penggallah dia”. Mengapa dalam bahasa Umar kata “penggallah dengan pedang” berubah menjadi “membakar rumah”. Umar ra yang tidak paham atau anda yang sedang melantur berhujjah dengan hadis Shahih Muslim yang tidak pada tempatnya.

Selain itu, bukti ancaman menunjukkan kepentingan satu urusan boleh difahami dengan melihat ancaman yang yang dilakukan nabi Muhammad s.a.w sendiri.

Telah tsabit dalam hadith yang sahih nabi mengancam untuk membakar rumah-rumah mereka yang tidak bersolat jemaah bahkan nabi juga mengancam untuk memotong tangan pencuri hatta Fatimah r.a sekalipun!!
Astaghfirullah, sekarang anda mengatasnamakan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk membenarkan ancaman Umar kepada Sayyidah Fathimah. Mari kami tunjukkan hadis shahih yang anda maksud:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf yang berkata telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abi Zanaad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku berkeinginan kiranya aku memerintahkan orang-orang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan mereka shalat yang telah dikumandangkan azannya kemudian aku memerintahkan salah seorang menjadi imam lalu aku menuju orang-orang yang tidak shalat berjama’ah kemudian aku bakar rumah-rumah mereka [Shahih Bukhari 1/131 no 644].

Kalau hadis ini yang anda jadikan hujjah maka kami katakan hujjah anda itu “absurd”. Perhatikan lafaz perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “hamamtu” yang bisa diartikan berkeinginan dalam hatiku maksudnya itu adalah sesuatu yang terbersit di dalam hati Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Beliau ucapkan bukan sebagai ancaman tetapi untuk menekankan betapa penting dan wajibnya shalat berjama’ah. Kalau anda mengartikan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedang mengancam langsung kepada orang-orang tersebut maka anda keliru, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak sedang berbicara kepada mereka yang tidak shalat berjamaah dengan kata-kata ancaman. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengutarakan apa yang terbersit dalam hatinya kepada sahabat yang kebetulan berada di sana yaitu Abu Hurairah. Tidak ada ceritanya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang menemui mereka yang punya rumah dan mengancam membakar rumah mereka kalau mereka tidak shalat berjama’ah. Ada perbedaan yang nyata antara melakukannya mengancam langsung dengan mengutarakan apa yang terbersit di dalam hati. Itu adalah bahasa kiasan yang menunjukkan betapa pentingnya shalat berjama’ah bukannya diartikan sebagai ancaman langsung Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada orang-orang tersebut.

Berbeda dengan kasus ini, Umar bin Khaththab itu jelas-jelas datang menemui Sayyidah Fathimah dan bersumpah dengan nama Allah SWT kalau orang-orang tersebut berkumpul di rumah atau di sisi Sayyidah Fathimah maka ia akan membakar rumah Sayyidah Fathimah. Ini benar-benar ancaman bahkan Sayyidah Fathimah mengatakan kalau Umar akan melakukan apa yang telah bersumpah atasnya. Itulah sebabnya Sayyidah Fathimah mengusir orang-orang tersebut dari rumahnya dan berkata jangan menemuinya lagi untuk mencegah tindakan Umar.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Laits dari Ibnu Syihaab dari Urwah dari Aisyah radiallahu ‘anha bahwa kaum Quraisy menghadapi masalah yaitu wanita suku Mahzumiy mencuri kemudian mereka berkata “siapa yang mau membicarakan tentangnya kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Mereka berkata “tidak ada yang berani menghadap Beliau kecuali Usamah bin Zaid yang paling dicintai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka berbicaralah Usamah. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Apakah kamu meminta keringanan pelanggaran aturan Allah?. Kemudian Beliau berdiri menyampaikan khutbah kemudian bersabda “sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat mereka mencuri mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah mencuri maka mereka menagakkan atasnya hukum. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri pasti aku potong tangannya [Shahih Bukhari 4/175 no 3475].

Hadis inikah yang anda jadikan hujjah. Siapa yang menurut anda sedang diancam oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Apa anda mau mengatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedang mengancam Sayyidah Fathimah?. Maaf tolong perbaiki terlebih dahulu cara anda berhujjah. Hadis ini sangat jelas tidak sama dengan apa yang dilakukan Umar ketika ia mengancam mau membakar rumah Sayyidah Fathimah. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedang menyampaikan hukum Allah SWT kepada umatnya dan bahasa yang Beliau gunakan bukanlah ancaman kepada orang tertentu.

Kemudian terakhir anda mengutip riwayat Syiah yang menguatkan hujjah anda bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah mengancam orang yang tidak ikut shalat berjama’ah secara langsung.
Ketahuilah, dalam kitab syiah sendiri terdapat riwayat-riwayat nabi Muhammad SAW ingin membakar rumah-rumah mereka yang tidak mengerjakan solat jemaah bersama baginda. Walaupun kitab syiah tidak bernilai disisi sunni, kita tetap menukilkannya supaya syiah sedar akan keburukan tohama.

عن النبي صلى الله عليه وآله ، أنه قال لجماعة لم يحضروا المسجد معه : ( لتحضرن المسجد ، أو لاحرقن عليكم منازلكم

Terjemahan: Dari nabi s.a.w, sesungguhnya baginda berkata kepada jemaah yang tidak hadir bersamanya ke masjid, ‘ Hadirlah kamu ke masjid atau aku akan membakar rumah-rumah kamu
Sumber: Man La Yahduru al-Faqih, hadith 1092 , Bab Jamaah dan kelebihannya, Wasail Shia, no 10697.

Kami sekedar iseng menggoogle riwayat yang anda kutip. Ternyata riwayat yang anda kutip tidak memiliki sanad dalam referensi syiah yang anda sebutkan. Jadi secara ilmu hadis yang sederhana saja maka riwayat tersebut dhaif. Tentu saja saudara kami yang Syiah lebih berkompeten untuk menilai hadis ini. Kami pribadi tidak menemukan adanya riwayat shahih bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengancam langsung kepada para sahabat yang tidak ikut shalat berjama’ah agar datang ke masjid kalau tidak rumah mereka akan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bakar. Tetapi ada hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang berbunyi menyakiti Fathimah berarti menyakitiku. Anda mau kemanakan hadis ini, walaupun anda mencari seribu alasan untuk membenarkan tindakan Umar kami akan katakan tindakan Umar salah cukup dengan hadis ini.

Umat Islam seharusnya berhati-hati dengan taktik kotor syiah dalam memfitnah Umar r.a. Kita dapat lihat sendiri bagaimana mereka mempertahankan status riwayat ini namun mendiamkan konteks yang sebenar.
Justru saya melihat bantahan anda yang kotor. Syiah tidak memfitnah Umar, jika Syiah mencela Umar dengan riwayat-riwayat dalam kitab mereka maka itu urusan mereka sendiri dan akan mereka pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Tetapi ketika Syiah mengutip riwayat Ibnu Abi Syaibah maka itu adalah benar dan tidak ada fitnah yang anda maksud. Begitu pula ketika kami membahas riwayat ini dimana kami menyalahkan Umar dan membela Ahlul Bait. Soal konteks yang anda sebut maka itu adalah persepsi anda yang anda gunakan untuk membenarkan tindakan Umar. Walaupun konteks tersebut ada tetap saja tindakan Umar yang mengancam membakar rumah Sayyidah Fathimah itu salah. Menegakkan hukum itu dengan dalil dan bukti. Apa buktinya Sayyidah Fathimah mau memecah belah umat?. Apa dalilnya kalau baiat ditegakkan dengan ancaman membakar rumah?. Siapakah Umar saat itu? Apakah ia khalifah yang sedang dibaiat sehingga berhak menentukan hukum?. Sebelum anda sibuk mencari-cari konteks tolong pahami dulu baik-baik apa yang sedang dipermasalahkan. Konteks yang anda buat tidak menjadikan tindakan ancaman Umar membakar rumah Sayyidah Fathimah sebagai perbuatan yang dibenarkan.

Terakhir kami akan membantah salah satu situs berbahasa inggris yang juga membahas riwayat ini. Dengan angkuhnya ia mengatakan Syiah sebagai jahil dalam bahasa Arab. Silakan dilihat poin yang ia katakan dan nilailah sendiri siapa sebenarnya yang jahil. Inilah perkataannya.

Points to note:
1. Ameer al-Mu‘mineen Omar bin al-Khattab[ra] showed the rank of Fatima[ra] by saying she was most beloved to the people and him after her father.
2. Omar[ra] did not threaten Fatima[ra], but warned her about those gathering in her house. This can be seen by the statement ‘Alaihim’ and not ‘Alaikum’ in the statement ” أن يحرق عليهم البيت ” “if that group gathers in your house, to order that their house be set afire”.

Comment: But shia play the game with arabic because they are jahil persians
Persis seperti yang dilakukan dua orang sebelumnya atau lebih tepatnya mungkin mereka berdua mengkopipaste cara situs ini berargumentasi. Poin pertama sudah dijawab. Klaim atau pengakuan tidak menjadi hujjah yang menafikan apa yang telah dilakukan oleh Umar yaitu mengancam membakar rumah Sayyidah Fathimah. Kami lebih tertarik dengan poin kedua dimana ia berakrobat kalau kata yang digunakan adalah “Alaihim” bukan “Alaikum” dan lihat terjemahannya untuk kata:

أن يحرق عليهم البيت

Ia terjemahkan dengan “that their house be set afire”. Jadi bahasa indonesianya perkataan Umar adalah seperti ini “jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka aku perintahkan untuk membakar rumah-rumah mereka dengan api”.

Justru orang ini yang jahil dalam bahasa arab dan sedang bermain-main. Kalau memang itu artinya “that their house be set afire” maka lafaz arabnya bukan عليهم البيت ‘Alaihimul bait tetapi عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ ‘Alaihimul buyutihum. Kata Their house atau rumah-rumah mereka adalah bentuk jamak sedangkan lafaz riwayat Ibnu Abi Syaibah diatas “bait” dalam bentuk tunggal. Jelas bahwa terjemahan yang benar adalah rumah tempat mereka berkumpul yaitu rumah Sayyidah Fathimah. Dan seandainyapun ia berkeras dengan salah terjemahannya tetap saja kata “their house” mencakup rumah Imam Ali karena mereka yang dimaksud itu adalah Ali, Zubair dan orang-orang yang mengikuti keduanya. Jadi menurut terjemahan situs berbahasa inggris itu maka Umar mau membakar rumah masing-masing mereka termasuk rumah Imam Ali yang merupakan rumah Sayyidah Fathimah juga. Itulah dari awal mengapa kami katakan kalau bantahan mereka neonashibi itu mandul semua. Niatnya membantah tetapi faktanya tidak ada yang mereka bantah.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: