ilustrasi terdakwa koruptor
Pengajar ilmu tasawuf Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, KH Muhammad Sutoyo menjelaskan maraknya pelaku korupsi yang menyamarkan diri dengan ibadah agama sudah bukan hal baru lagi di dunia Islam. Menurutnya, fenomena tersebut menunjukkan betapa keimanan seorang yang bersangkutan masih sangat dangkal.
“Saat ini kan banyak pelaku koruptor bergelar haji. Dari pejabat pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, dari DPPR sampai menteri. Bahkan, banyak di antara mereka yang gemar menyumbang pesantren dan masjid. Ini adalah hal yang sangat naif. Mereka kira Tuhan bisa disuap?!” ujar Sutoyo saat berbincang dengan Madiunpos.com, Minggu 25 Januari 2015.
Sutoyo menjelaskan, dalam Islam ada dua hubungan yang harus dijaga keharmonisannya. Pertama, hubungan vertikal, yakni antara manusia dengan Sang Khalik. Dalam hubungan ini, selama manusia benar-benar mau bertobat, maka Tuhan akan membuka lebar pintu taubat.
Hubungan kedua ialah horisontal, yakni hubungan antara manusia dengan manusia. Dalam hal ini, jika seseorang melakukan perbuatan dosa atau aniaya kepada seseorang, maka dosanya tak akan diampuni Tuhan sebelum meminta maaf ataumengembalikan hak-hak yang pernah diambil itu.
“Jadi, jika ada orang mencuri, merampok, memeras, atau menindas rakyat, maka selama mereka tak mengembalikan hak-hak yang diambil itu, jangan berharap ibadah diterima, meski dilakukan seribu kali sekalipun,” paparnya.
Jika ditarik pada konteks koruptor bergelar haji, kata dia, maka hal itu sama saja menghina Tuhan. Pasalnya, dosa dia dengan sesama manusia tak diselesaikan, sementara dengan lumur dosa pura-pura menghadap Tuhan.
“Ibadah yang dilakukan dengan uang haram, maka semua ibadahnya tak akan diterima. Jadi, jelas bahwa agama mengutuk keras perilaku korupsi yang membungkus dengan ibadah agama. Karena menyangka Tuhan bisa dikecoh atau bisa disuap,” paparnya.
(Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email