BAGIAN I
DASAR PEMIKIRAN
- 1. Penalaran
Pemantapan wawasan kebangsaan akan terwujud apabila Pancasila sebagai dasar Negara diimplementasikan oleh masyarakat secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila mengamanatkan terseleng- garanya persatuan Indonesia. Hal ini akan terwujud apabila wawasan kebangsaan menjiwai dan menyemangati setiap perilaku rakyat Indonesia dalam segala bidang kehidupan dan tidak mudah tergiur oleh rayuan wawasan lain yang nampak menjanjikan namun kenyataannya justru melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya pemantapan wawasan kebangsaan harus mengacu pada Pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan, bahwa yang hendak diwujudkan bangsa Indonesia adalah :
- Kemerdekaan kebangsaan Indonesia;
- Kecerdasan kehidupan bangsa; dan
- Kesejahteraan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik;
- Negara Kesatuan menganut desentralisasi yang nyata dan bertanggung jawab serta tetap mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus/istimewa;
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan yang berciri Nusantara;
- Pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dan memajukan kebudayaan nasional;
- Bendera Sang Merah Putih, bahasa Indonesia, Garuda Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya adalah Lambang Kenegaraan.
- Ketetapan MPR RI No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional untuk mencegah Disintegrasi Bangsa;
- TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika kehidupan berbangsa sebagai pedoman bagi pemerintah dan bangsa Indonesia meningkatkan mutu kehidupan berbangsa;
- TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia masa depan untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sampai dengan 2020
- Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain memuat salah satu tujuan otonomi daerah menjamin tetap tegaknya NKRI;
- Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004–2009 yang bertujuan menciptakan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- 2. Perkembangan Wawasan Kebangsaan
Gerakan Kebangkitan Nasional ini makin membahana di seluruh nusantara sehingga mengkristal dalam bentuk deklarasi pada tanggal 28 Oktober 1928, yang dikenal sebagai “SUMPAH PEMUDA”, mengaku Satu Nusa, Satu Bangsa dan menjunjung tinggi Bahasa Persatuan Indonesia. Meskipun dalam situasi penjajahan kolonialisme Belanda dan dilanjutkan dengan fasisme Jepang, deklarasi tersebut mampu makin meningkatkan semangat perjuangan dalam berbagai bidang baik dengan cara kooperatif maupun non- kooperatif.
Puncak perjuangan pergerakan kebangsaan Indonesia adalah terbentuknya negara bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Selanjutnya negara bangsa tersebut dikukuhkan dengan penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
Setelah kemerdekaan, pemerintah dan rakyat Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan baik dengan diplomasi maupun dengan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia. Dengan menerapkan politik “devide et impera,” Belanda memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara federal melalui pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat. Namun semangat persatuan yang kukuh, perjuangan rakyat Indonesia berhasil menegakkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, sehingga negara federal hanya bertahan selama 8 bulan.
Selanjutnya banyak terjadi pergolakan baik yang disebabkan oleh ekstrim kanan, ekstrim kiri maupun gerakan seperatis di daerah-daerah, namun dapat diatasi oleh Pemerintah bersama Rakyat dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari TNI dan POLRI sebagai kekuatan intinya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan ditetapkan dengan Deklarasi Juanda, pada tanggal 13 Desember 1957, dan setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan diakui oleh PBB yang termuat dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/ UNCLOS) pada tahun 1982.
Sejak pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950 telah terjadi 5 kali pergantian sistem pemerintahan/ketatanegaraan (5 UUD yang berlaku). Sementara itu telah terjadi 5 kali pergantian kepemimpinan nasional setelah Presiden Soekarno (HM Soeharto, Prof. B.J Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan DR Susilo Bambang Yudhoyono).
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 telah terjadi pasang surut wawasan kebangsaan. Pada periode pemerintahan Presiden Soekarno, rakyat Indonesia merasa bangga sebagai bangsa Indonesia, demikian juga pada periode pemerintahan Presiden Soeharto. Kemudian setelah terjadinya krisis multidimensi sejak 1998, bangsa Indonesia mengalami erosi wawasan kebangsaannya. Hal ini disebabkan bangsa Indonesia telah mengabaikan usaha yang pernah dilaksanakan secara terus menerus untuk menjaga dan memperkukuh paham, wawasan, rasa, semangat dan perilaku kebangsaan.
- 3. Kondisi yang perlu dicermati
- Situasi global
2). Teknologi informasi, komunikasi dan transportasi mengakibatkan nilai persatuan suatu bangsa terabaikan dan digeser oleh nilai-nilai dari luar, yang dipandang universal. Nilai-nilai kebebasan, kesetaraan dan faham liberal, pluralisme diterapkan tanpa dilandasi oleh adat budaya bangsa.
3). Liberalisasi perdagangan yang dikembangkan kapitalisme modern seperti yang dimotori oleh multinational corporations mendorong terbentuknya sikap individualistik, materialistik, hedonistik, profit making and property right berakibat merosotnya perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi negara bangsa, sehingga warganegara tidak lagi peduli terhadap bangsanya.
- Situasi Nasional
2). Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah terjadi di seluruh strata masyarakat dan di semua lembaga negara / pemerintah pusat dan daerah. Penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana diharapkan rakyat. Keadaan ini dapat dianggap bahwa negara telah mengabaikan keadilan dan kejujuran serta kepastian hukum.
3). Merosotnya kepedulian rakyat terhadap negara bangsanya dapat berlanjut dan bermuara pada tindakan yang mengakibatkan disintegrasi dan kehancuran negara bangsa.
4). Kesadaran dan wawasan kebangsaan tidak pernah timbul dengan sendirinya, tetapi harus diupayakan dan diperjuangkan secara terus menerus oleh segenap warganegaranya.
- Penyelenggaraan otonomi daerah
2). Pengembangan potensi daerah dan budaya lokal yang tanpa kendali, mengarah pada tindakan kedaerahan, tanpa memperhatikan norma dan kepentingan bangsa.
3). Munculnya kembali gerakan-gerakan separatis lama yang berpotensi pada pembentukan negara baru seperti GAM, RMS dan OPM, serta gerakan separatis baru.
4). Timbulnya konflik/perpecahan antar kelompok dan golongan yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).
5). Terlepasnya kendali Pusat terhadap aktivitas pemerintahan yang diselenggarakan daerah.
- 4. Tujuan Penulisan
- Mengacu pada berbagai fenomena sebagaimana telah diuraikan serta dengan memanfaatkan momentum satu abad kebangkitan bangsa Indonesia, LPPKB berpendapat bahwa perlu segera diupayakan secara sungguh-sungguh memperkukuh wawasan kebangsaan dengan menyusun suatu pemikiran yang bertujuan :
2). Meningkatkan pemahaman rakyat akan hak dan kewajiban serta mampu dan mau untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar sebagai warga negara NKRI yang memiliki ciri pluralistik.
3). Menimbulkan rasa bangga pada rakyat akan potensi, kemampuan dan kenyataan yang dimiliki oleh negara bangsa Indonesia.
4). Menimbulkan rasa cinta rakyat pada negara bangsanya, sehingga rela berkorban demi kepentingan negara bangsa.
- Selanjutnya pemikiran tersebut disosialisasikan secara luas kepada pihak-pihak yang kompeten sehingga mampu diwujudkan dalam gerakan nasional untuk memperkukuh wawasan kebangsaan dengan program-program nyata dan Pemerintah diharapkan bertindak sebagai fasilitator.
BAGIAN II
REFLEKSI
Refleksi di sini dimaknai sebagai usaha mencermati kembali berbagai peristiwa masa lalu yang terkait dengan sejarah kebangkitan nasional bangsa Indonesia, merenungkannya dalam konteks NKRI, mengadakan analisis untuk menemukan latar belakang permasalahan, mengadakan identifikasi tantangan dan menga- jukan alternatif solusinya.
- 1. Hari Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia
Meneropong kelahiran Boedi Oetomo dengan kaca mata keadaan kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini, tidak sedikit menimbulkan berbagai pertanyaan reflektif yang jawabannya tentu bervariasi tergantung bagaimana akal budi, hati dan pikiran kita masing-masing. Namun apabila akal budi, hati dan pikiran kita bersama kita posisikan sebagai bangsa Indonesia, kiranya jawabannya tentu tidak akan jauh berbeda satu dengan yang lain, terlebih-lebih apabila dijiwai dengan semangat ke-Indonesia-an yang kita cita-citakan bersama.
Mengapa Boedi Oetomo lahir saat itu dan mengapa hari kelahirannya kita akui menjadi tonggak awal kebangkitan nasional bangsa kita. Untuk menjawab pertanyaan sederhana tersebut, kita telusuri keadaan obyektif yang berkembang sampai saat itu dan keadaan subyektif dari para pendirinya. Jawaban reflektif yang kita peroleh kita hadapkan dengan keadaan bangsa kita yang berkembang dewasa ini, yang diyakini setiap warga bangsa sebagai keadaan yang sangat memprihatinkan.
- 2. Nama Indonesia
James Richardson Logan (1819-1869) juga menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang tidak dipilih oleh Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah nama Indonesia. Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama Indonesia dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Adolf Bastian (1826-1905), guru besar etnologi Universitas Berlin, tahun 1884 menerbitkan buku ”Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel” sebanyak lima volume, memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke ”Indonesia” pada tahun 1864-1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan nama Indonesia di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa nama Indonesia itu ciptaan Bastian. Padahal Bastian mengambil nama Indonesia dari tulisan-tulisan Logan.
Orang Indonesia yang mula-mula menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), ketika diasingkan ke negeri Belanda. Pada tahun 1913 dia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Istilah indonesisch juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, istilah inlander sebagai sebutan orang pribumi secara bertahap diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).
- 3. Kedatangan Bangsa Belanda
Sebagai dampak kekejaman dan ketidakadilan penguasa kolonial Belanda terhadap rakyat pribumi, yang diwujudkan dengan pemasungan dan penekanan yang amat keras terhadap pribumi, di sana-sini pemerintah kolonial Belanda mendapat perlawanan dari rakyat setempat. Misalnya di Sumatera mendapat perlawanan dari Panglima Polim, Cut Nyak Dien, Cut Mutia , Tengku Umar, Imam Bonjol, Sisinga Mangaraja, di Jawa dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, Pangeran Diponegoro, Sultan Ageng Tirtayasa, Untung Surapati, di Maluku dari Pattimura di Sulawesi dari Hasanuddin, di Kalimantan dari Pengeran Antasari dan banyak lagi perlawanan kecil-kecil setempat lainnya. Namun perlawanan dengan motif apapun dapat dipatahkan oleh Belanda dengan politik devide et impera dan lagi karena tidak merupakan perlawanan yang diorganisasikan menjadi satu perlawanan bersama, sehingga Belanda tetap menjajah bangsa Indonesia.
Untuk melumpuhkan perlawanan rakyat tersebut dan sekaligus meningkatkan keuangan dan perekonomian pemerintah kolonial Belanda diterapkanlah peraturan yang sangat ketat yang dikenal dengan nama ”tanam paksa” (cultuur stelsel), rakyat diwajibkan untuk menanam tanaman yang ditentukan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk kepentingan industri di negeri Belanda. Rakyat pribumi harus membayar berbagai bentuk pajak yang sangat mencekik leher sehingga menimbulkan penderitaan, kemelaratan yang sangat parah. Bagi rakyat pribumi yang tidak mempunyai tanah dan tidak mampu membayar pajak diwajibkan bekerja sebagai buruh perkebunan yang dimiliki oleh penguasa dan pengusaha kolonial. Pada saat itulah kaum intelek muda pribumi yang meskipun jumlahnya masih sedikit, bangkit melawan kekejaman penguasa kolonial dengan konsep pemikiran secara intelektual. Kekejaman penguasa kolonial yang memelaratkan rakyat pribumi harus dihadapi dengan semangat kebersamaan untuk mencapai cita-cita mewujudkan kesejahteraan, kebebasan dan kemandirian rakyat. Untuk itu rakyat pribumi harus diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan serta ditanamkan rasa persatuan kebangsaan.
- 4. Reaksi atas Kekejaman dan Kesengsaraan Rakyat
Berdirinya Boedi Oetomo merupakan awal dan inspirasi bagi terbentuknya organisasi-organisasi lainnya seperti Indonesiche Studieclub, Tri Koro Dharmo, Jong Java, Jong Islamieten Bond, Pemuda Muslimin Indonesia, Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes, Timorees Verbond, Jong Indonesia Kongres Komite, Sekar Rukun, Ambonsche Studeerenden, Minahassische Studeerenden, Algemene Studie Club, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Sarekat Islam, Indische Partij, Party Indonesia Raya, dan lain sebagainya.
Pada awalnya organisasi-organisasi yang didirikan oleh para pemuda pelajar tersebut hampir semuanya bersifat primordial, fungsional, berbau kedaerahan dan otonom satu terhadap yang lain. Namun dalam perkembangannya hampir semuanya mempunyai semangat bersatu untuk mewujudkan nasionalisme Indonesia.
Untuk mencapai persatuan pemuda Indonesia diadakan Kongres Pemuda Indonesia I di Jakarta, pada tanggal 30 April – 2 Mei 1926. Tujuan Kongres ialah menanamkan semangat kerjasama antara perkumpulan pemuda di Indonesia untuk menjadi dasar bagi Persatuan Indonesia, dalam arti yang lebih luas. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) mengusulkan untuk menggabungkan segala perkumpulan pemuda dalam satu badan perhimpunan massa muda Indonesia. Usul tidak dapat dilaksanakan karena rasa primordialisme organisasi-organisasi yang ada masih kental. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 1926 diadakan konferensi, oleh Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Ambonsche Studeerenden, Minahassische Studeerenden, dan Kongres Komite. Dalam konferensi ini diusulkan mendirikan badan permanen untuk keperluan Persatuan Indonesia dan usul dapat diterima.
Atas inisiatif PPPI diadakan Kongres Pemuda Indonesia II pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia/Jakarta untuk mempersatukan semua perkumpulan pemuda yang ada dalam satu badan gabungan. Dalam kongres tersebut diiikrarkan 3 sendi persatuan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yaitu satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia. Lagu Indonesia Raya diperkenalkan dan Bendera Merah Putih dikibarkan sebagai bendera pusaka. Langkah selanjutnya diadakan kongres lagi di Yogyakarta, pada tanggal 24-28 Desember 1928 untuk mengadakan fusi, dan berhasil membentuk Komisi Besar Indonesia Muda. Akhirnya pada konferensi di Solo, pada tanggal 31 Desember 1930 ditetapkan berdirinya Indonesi Muda. Fusi dapat dikatakan berhasil, meskipun ada organisasi/golongan tertentu yang belum menyetujui.
Tonggak besar sejarah sebagaimana dicita-citakan oleh para pemuda menjadi kenyataan dengan diproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Namun setelah itu masih terdapat gangguan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa dalam bentuk pemberontakan dari ekstrim kiri dan ekstrim kanan, seperatisme, kurang difahaminya eksistensi dan makna negara bangsa.
- 5. Soliditas Keindonesiaan
Misi yang diemban oleh negara bangsa seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dikatakan belum tercapai. Jiwa kebangsaan Indonesia belum mencapai kedewasaan sebagaimana layaknya suatu bangsa yang hidup dalam sistem negara bangsa. Bila dibandingkan kedewasaan jiwa kebangsaan para pemuda pelajar dalam awal era kebangkitan nasional dengan semangat elan dinamika kita dewasa ini berbanding terbalik. Apabila pada saat itu para pemuda pelajar menghendaki terwujudnya persatuan bangsa, pada saat ini justru jiwa kebangsaan mengalami erosi dan cenderung mengutamakan primordialisme yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.
Bangsa yang cerdas antara lain ditandai oleh karakter bangsa yang dengan bijak mampu menentukan pilihan nilai yang tepat bagi tindakannya. Namun seratus tahun kemudian setelah era kebangkitan nasional, bangsa kita masih belum mencapai kecerdasan yang dicita-citakan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu terbukti masih berkembangnya kecenderungan di antara anak bangsa yang tidak mau memahami, menghormati dan menjunjung tinggi prinsip umum dan khusus keindonesiaan. Prinsip umum tidak diamalkan sedangkan prinsip khusus dipaksakan seolah-olah merupakan prinsip umum dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Gerak dan semangat perjuangan para pemuda seratus tahun yang lalu, yang tercerahkan karena pendidikan, menunjukkan kecerdasan sebagai anak bangsa, kini mengalami erosi dalam segala aspek kehidupan bangsa, meliputi bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, ketertiban, etika dan moral. Oleh karena itu, karakter bangsa dan kebangsaan Indonesia atau keindonesiaan sudah saatnya digugah, dibangunkan, dicerahkan agar elan dinamikanya terarah kembali untuk mewujudkan negara bangsa yang sejahtera, adil dan makmur.
- 6. Momentum Memperkukuh Wawasan Kebangsaan
Bangsa kita masih sering rancu pemikiranya sehingga belum mampu memilah dan membedakan antara kepentingan umum, bangsa dan negara dengan kepentingan pribadi, kelompok, partai dan golongan…………XX
Sebagai akibat dari kerancuan pemikiran tersebut, berkembanglah di dalam masyarakat habitus kehidupan yang penuh kebrutalan, kekerasan, yang mengarah pada ”homo homini lupus est”, dan melemahnya ”homo homini socius est.” Oleh karena itu kita harus mampu menjadikan Peringatan Seratus Tahun Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia sebagai daya gerak atau momentum untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, meninggalkan habitus lama dan membangun habitus baru dijiwai semangat dan wawasan kebangsaan, keindonesiaan serta dasar negara Pancasila.
- 7. Pemahaman Wawasan Kebangsaan
Wawasan adalah pandangan yang mengandung harapan dan cita-cita, memberikan isi dan arah pada sikap bersama maupun perbuatan bersama. Wawasan kebangsaan memberikan arah perjuangan bangsa untuk mencapai cita-citanya yang telah disepakati bersama. Wawasan kebangsaan juga menjadi pangkal tolak atau landasan bagi sikap dan perbuatan semua komponen bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sisi lain wawasan kebangsaan juga menjadi acuan atau tolok ukur bagi komponen bangsa untuk mengukur sikap dan perbuatan bangsanya.
Kebangsaan dan rasa kebangsaan atau nasionalisme tidak terbentuk dengan sendirinya secara instan, melainkan membutuhkan proses perjuangan yang panjang dan usaha yang terus menerus untuk selalu mengukuhkan dan mengobarkan soliditasnya.
Bagi Bangsa Indonesia, Wawasan Kebangsaan secara jelas terpateri dalam jiwa dan semangat Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia 1908,dan diamanatkan dalam : Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, serta Ketentuan Hukum dan Perundang-undangan derivasinya. Apabila dicermati seluruh proses kesejarahan terbentuknya Wawasan Kebangsaan Indonesia tersebut, nampak jelas bahwa proses menyatu untuk bersatunya seluruh komponen bangsa merupakan faktor yang menentukan eksistensi bangsa Indonesia yang menegara menjadi Negara Bangsa NKRI.
Wawasan Kebangsaan tersebut harus dijadikan jiwa, semangat dan pedom- an dalam kehidupan kebangsaan seluruh komponen Bangsa Indonesia, yaitu para penyelenggara negara, dunia usaha dan masyarakat warga (civil society). Karena sifat kebangsaan yang integratif dan sekaligus disintegratif, maka wawasan kebangsaan harus selalu dijaga, dipelihara dan dikembangkan terus menerus demi keutuhan bangsa dan negara.
———————————————
BAGIAN III
TANTANGAN
Setiap bangsa dalam usaha menjaga, memelihara dan mengukuhkan jiwa, semangat dan wawasan kebangsaan atau nasionalismenya tentu selalu meng- hadapi berbagai tantangan yang harus diselesaikan, agar soliditas nasio- nalismenya tetap terjaga utuh terhindar dari erosi yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa dan negaranya.. Dalam kaitan dengan wawasan kebang- saan, tantangan yang dihadapi dapat dibedakan menjadi tantangan eksistensial dan tantangan kondisional. Tantangan eksistensial sangat erat kaitannya dengan keutuhan eksistensi bangsa dan Negara selaras dengan paradigma yang diletakkan oleh para Bapak Bangsa (Founding Fathers), yang oleh Arnold Toynbee ditengarai sebagai Nasionalisme Herodianisme yaitu sebuah semangat kebangsaan yang heroik dan mampu mewujudkan cita-citanya dengan caranya tersendiri. Sedangkan tantangan kondisional erat kaitannya dengan situasi yang berkembang pada saat tertentu yang dapat menimbulkan hambatan atau gangguan terhadap bangsa dan negara.
- 1. Tantangan Eksistensial
- a. Identitas Bangsa dan Negara
- b. Semangat Komponen Bangsa
- c. Persatuan dan Kesatuan
- d. Kedaulatan NKRI
- e. Ketenteraman Masyarakat dan Bangsa
- 2. Tantangan Kondisional
- a. Penyelenggara Negara
- b. Clean government
- c. Good governance
- d. Otonomi daerah
- e. Partai Politik
- f. Good corporate governance dan Corporate Social Resposibity
- g. Masyarakat Warga (Civil Society)
- h. Sumber Daya Manusia (SDM)
- i. Lain-lain yang perlu kewaspadaan tinggi
2) Keteladanan dari pimpinan, atasan, senior, orang-tua,tokoh pemerin- tahan, agama dan masyarakat.
3) Globalisasi dan Liberalisasi serta ikutannya yang positif dan negatif dalam segala bidang kehidupan
4) Sistem pendidikan nasional yang liberalistik serta pengendalian dan pemerataan mutunya
5) Sistem Pemilihan Umum baik untuk lembaga pusat maupun daerah.
6) Eksklusivitas dan inklusivitas serta mayoritas dan minoritas dalam segala bidang kehidupan.
7) Timbulnya gerakan separatis lama dan baru, terorisme, ekstrim kiri dan kanan.
8) Penegakan dan kepastian hukum.
9) Lapangan kerja, kesempatan kerja, pengangguran kemiskinan dan taraf kesehatan rakyat banyak.
10) Krisis moral dalam segala segi kehidupan masyarakat dan bangsa.
11) Daerah perbatasan dan pulau-pulau terpencil.
———————————————
BAGIAN IV
SOLUSI
Setelah mengadakan Refleksi, mencermati seluruh proses kesejarahan ter- bentuknya Wawasan Kebangsaan Indonesia, sampai pada kesimpulan pendapat bahwa ‘proses menyatu untuk bersatunya seluruh komponen bangsa’ merupakan faktor determinan eksistensi bangsa Indonesia yang menegara menjadi negara bangsa, NKRI. Di samping faktor determinan tersebut, telah diidentifikasi juga latar belakang permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam permasalahan wawasan kebangsaan. Maka untuk memelihara, menjaga dan mengukuhkan Wawasan Kebangsaan Indonesia, kita harus mampu mempengaruhi faktor determinan tersebut dan menghadapi tantangan agar tidak menimbulkan masalah yang dapat melemahkan soliditas wawasan kebangsaan atau nasionalisme bangsa.
Program untuk memelihara, menjaga dan mengukuhkan Wawasan Kebangsaan Indonesia, sasaran pokoknya di satu sisi harus dapat memperkuat proses menyatu untuk bersatunya seluruh komponen bangsa, di lain sisi sekaligus juga harus dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapi. Setiap penyelenggaraan program dalam pembangunan bangsa dan penyelenggaraan pemerintahan dalam segala bidang, harus bercirikan kedua sasaran pokok tersebut.
Sejalan dengan permasalahan tantangan yang dihadapi (Bagian III), maka pada dasarnya solusi program yang ditawarkan dapat dibedakan menjadi program yang sifatnya eksistensial kaitannya dengan Wawasan Kebangsaan at au nasionalisme, yaitu Program Nation and Charater Building, dan Program Restorasi atau Pembangunan yang sifatnya kondisional untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada saat tertentu, sifatnya tidak secara langsung mempengaruhi eksistensi Wawasan Kebangsaan, meskipun disadari bahwa apabila permasalahannya berkepanjangan juga akan menggerus Wawasan Kebangsaan secara laten. Garis besar pokok-pokok program tersebut sebagai berikut :
- 1. Program Nation and Character Building
- Memberikan pemahaman tentang eksistensi bangsa dan negara Indo- nesia (NKRI), kelahiran, identitas, jatidiri, karakter, visi, misi, dsb.;
- Memberikan rangsangan agar rela, mau dan mampu mengarahkan pikiran, sikap dan tingkah laku penyelenggaraan program yang men- jadi tanggungjawabnya semata-mata demi persatuan, kebersamaan dan integritas bangsa dan Negara, pro patria;
- Loyal kepada masyarakat, bangsa dan Negara;
- Bangga menjadi bangsa Indonesia, yang mempunyai satu bahasa persatuan dan bertanah air Indonesia.
- Mengutamakan dan mengedepankan kepentingan tanah air dan bangsa di atas kepentingan suku, golongan, daerah dan dirinya sendiri
Seluruh komponen bangsa yaitu :
- Penyelenggara Negara,
- Dunia usaha , dan
- Masyarakat Warga (Civil society)
Materi program ini pada dasarya semua bahan yang berkaitan dengan :
- Identitas Bangsa dan Negara
- Sejarah Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia 1908
- Tonggak Sumpah Pemuda 1928,
- Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
- Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, serta Ketentuan Hukum dan Perundang-undangan derivasinya, antara lain :
- Ketetapan MPR RI No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional untuk mencegah Disintegrasi Bangsa;
- TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika kehidupan berbangsa sebagai pedoman bagi pemerintah dan bangsa Indonesia meningkatkan mutu kehidupan berbangsa;
- TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia masa depan untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sampai dengan 2020
- Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain memuat salah satu tujuan otonomi daerah menjamin tetap tegaknya NKRI;
- Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004–2009 yang bertujuan menciptakan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- 2. Program Restorasi/Pembangunan Sektoral
- a. Maksud dan tujuan
- b. Sasaran
- c. Materi
- 3. Penyelenggaraan Program
- Dilaksanakan secara terus menerus dalam bentuk berbagai macam gerakan baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah yang mendukung terselenggaranya gerakan nasional untuk memperkukuh wawasan kebangsaan. Misalnya gerakan kesetiakawanan nasional, gerakan disiplin nasional, gerakan penanaman sejuta pohon, gerakan gemar membaca, gerakan sejuta buku untuk tuna netra, gerakan keluarga berencana, gerakan olah raga bersama, dan sebagainya.
- Gerakan-gerakan tersebut dicanangkan oleh pimpinan nasional atau tokoh yang mempunyai pengaruh luas di bidangnya yang relevan
- Pencanangan gerakan tersebut diawali pada peringatan satu abad kebangkitan nasional bangsa Indonesia, dan dilanjutkan pada saat-saat peringatan hari nasional yang relevan.
- Dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah yang independen dan nonpartisan yang kompeten
- Pemerintah memberikan fasilitasi, seperti perijinan, pembeayaan, partner- ship, dan sebagainya
- Dalam pelaksanaannya program-program ini perlu dijabarkan lebih rinci.
BAGIAN V
HARAPAN
Mencermati kembali, merenungkan dan menghayati sejarah kebangsaan dari awal kebangkitan, menelusuri perjalanan panjang sebagai dilukiskan dalam uraian pada bagian-bagian tulisan ini sebelumnya, sampai pada era reformasi saat ini, kami mengajak seluruh komponen bangsa mawas diri untuk selanjutnya bertindak dengan sunguh-sungguh sebagai perwujudan tanggung jawab nasional kita kepada generasi muda dan penerus bangsa pewaris NKRI yang kita tegakkan selama ini, maka secara moral :
- Bangsa Indonesia seharusnya bersyukur bahwa atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa telah dapat mewujud-tegakkan NKRI, pada kondisi masyarakat yang sangat pluralistik dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika, dengan pijakan bersama (common platform) yang kuat yakni Pancasila sebagai dasar negara, ideologi nasional dan pandangan hidup bangsa serta memiliki konstitusi modern warisan the founding fathers yang dirumuskan sebagai UUD 1945.
- Bangsa Indonesia seharusnya prihatin dengan kondisi nyata yang dihadapi, utamanya pada era reformasi sampai saat ini, bahwa nilai-nilai kebangsaan telah mengalami distorsi dan bahkan mengalami penurunan nyaris mendekati titik nadir. Berbagai kebijakan, hukum /peraturan perundang-undangan termasuk infrastruktur (praktek multiparpol) terkesan telah menyimpang dari cita-cita Proklamasi. Di sisi lain, berbagai tindakan anarkis dapat kita saksikan makin marak di setiap tempat dan setiap waktu. Hal ini menunjukkan bahwa nation and character building belum berhasil.
- Seluruh komponen bangsa, termasuk berbagai Lembaga Tinggi Negara, berbagai orsospol dan organisasi kemasyarakatan yang setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, hendaknya memanfaatkan momentum Satu Abad Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia ini untuk melaksanakan dengan sunguh-sungguh Gerakan Nasional Nation and Character Building dengan program-program nyata dan mengharapkan Pemerintah RI bertindak secara proaktif guna terlaksananya gerakan nasional ini.
Semoga motivasi dan tujuan luhur harapan dan ajakan dalam rangka
Peringatan Satu Abad Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia ini
mendapatkan rahmat dan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa demi – kejayaan
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR KEPUSTAKAAN45 Tahun Sumpah Pemuda, Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta, Penyalur Tunggal PT Gunung Agung, Jakarta,1974.
Asal usul nama Indonesia, wajib tahu, pikiran rakyat, Bandung, September 29, 2007 (on line).
Indonesien oder die Inseln des Malaysiasan Archipel”, Adolf Bastian, Berlin, 1884.
John Breuilly dalam Nations and Nationalism (2006),
Ketetapan MPR RI No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional untuk mencegah Disintegrasi Bangsa;
Memaknai Kebangkitan Nasional, Ubedilah Badrun, Naskah lepas dipresentasi kan di Atase Pendidikan dan Kebuayaan, KBRI Jepang, Tokyo, 2006.
Mencari Makna Kebangsaan, Fraaanz Magnis Suseno, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1958.
On the leading Characteristics of the Papuan, Australian, Maly/Polynesian Nation, George Samuel Windsor Earl, Ibied; pages 66-74.
Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004–2009 yang bertujuan menciptakan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sejarah Nasional Indonesia, Mawarti Djoeneds Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1954, Edisi ke-4, Jilid I, II, III, IV, V,VI, Cetakan ke-5.
TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia masa depan untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sampai dengan 2020
TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika kehidupan berbangsa sebagai pedoman bagi pemerintah dan bangsa Indonesia meningkatkan mutu kehidupan berbangsa;
The Etnology of the Indian Archipelago, James Richardson Logan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, Vol. IV, 1850 pages 252-347, singapura 1850.
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain memuat salah satu tujuan otonomi daerah menjamin tetap tegaknya NKRI;
KATA PENGANTAR
Akhir-akhir ini banyak pihak telah mulai menyadari bahwa ada something wrong yang diindikasikan dengan carut marutnya kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Merekapun pada umumnya sependapat bahwa hal tersebut disebabkan oleh memudarnya rasa dan wawasan kebangsaan/lunturnya nasionalisme masyarakat bangsa Indonesia.
Kita sambut dengan gembira bahwa menjelang peringatan satu abad hari kebangkitan nasional bangsa Indonesia tahun 2008 ini berbagai instansi dan organisasi kemasyarakatan telah menyelenggaraka diskusi maupun seminar mengangkat topik yang berkaitan dengan masalah kebangsaan.
Secara khusus saya sangat mendukung prakarsa Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB) memanfaatkan peringatan satu abad kebangkitan nasional bangsa Indonesia ini sebagai momentum untuk mengajak segenap komponen bangsa melaksanakan gerakan nasional nation and character building dalam rangka memperkokoh wawasan kebangsaan, serta mendorong Pemerintah untuk proaktif bertindak selaku fasilitator.
Untuk itu LPPKB mengajak kita semua mengadakan refleksi yaitu mencermati kembali berbagai peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan sejarah kebangkitan nasional bangsa Indonesia, merenungkannya dalam konteks NKRI, untuk menemukan akar permasalahan dan alternatif solusinya.
Semoga niat mulia ini mendapat ridho Tuhan Yang Maha Esa demi tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dewan Penasihat LPPKB
Ketua
Seno Hartono
Sumber
Post a Comment
mohon gunakan email