Pesan Rahbar

Home » » Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab IV: Kebutuhan Khusus

Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab IV: Kebutuhan Khusus

Written By Unknown on Monday 10 October 2016 | 19:02:00


Di bagian ini, kami akan membahas berbagai masalah dengan beragam cabangnya. Pembahasan ini berkaitan dengan kebutuhan anak-anak, khususnya anak-anak yang serba-kekurangan, mengalami berbagai kegagalan, dan menderita problem kejiwaan. Kami akan berusaha memaparkan beragam kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan khususnya.

Juga, kami akan membahas dan mengkaji masalah kebutuhan hidup, perasaan, kejiwaan, sosial, dan akhlak (moral) yang berhubungan dengan kehidupan khusus mereka. Setelah itu, kami akan memberikan beberapa catalan sekaitan dengan masalah tersebut.

Akhir pembahasan, kami khususkan mengenai kebutuhan anak yang menderita cacat dan sikap seorang ibu dalam menghadapi anak tersebut. Di situ kami akan memaparkan berbagai ketentuan dan tatacara dalam menghadapi mereka.


Masalah Kebutuhan

Manusia adalah makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan yang tak terhingga. Jika sebagian dari keinginannya tak terpenuhi, maka kehidupannya akan berada dalam kondisi yang membahayakan dan menjadi sasaran berbagai bencana. Dalam menghadapi kebutuhan hidup, sebagian kita ada yang mampu bertahan dalam tempo yang relatif lama, namun ada pula yang tidak. Misal, kita mampu menahan diri untuk tidak makan dalam waktu yang relatif lama. Namun kita takkan dapat bertahan lama untuk tidak minum air alan menghirup oksigen.

Menurut para psikolog, kebutuhan manusia berhubungan erat dengan perbuatan, perilaku, dan kepribadiannya. Oleh karena itu, berbagai kebutuhan tersebut mesti dipenuhi dan dicukupi secara seimbang. Sebab bila tidak demikian, akan timbul berbagai kelainan jasmani, ruhani, emosional (perasaan), bahkan dapat merusak daya ingat, yang sangat sulit―atau hampir mustahil―disembuhkan.


Anak dan Ungkapan Kebutuhan

Anak-anak, sebagaimana orang dewasa, adalah makhluk yang selalu memerlukan dan membutuhkan. Sejak kelahirannya, ia mengungkapkan kebutuhannya itu dengan cara menangis dan menjerit. Biasanya, sang ibu akan langsung memahami kondisi dan keinginan bayinya itu.

Kebutuhan anak berbeda-beda sesuai dengan tingkat usia masing-masing. Namun sampai usia enam tahun, seorang anak akan merasa sangat memerlukan dan membutuhkan. Terlebih pada usia itu, seorang anak belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Jika kebutuhan tersebut tak terpenuhi, maka akan timbul berbagai tekanan jiwa. Perlu diingat, seorang anak hanya menggantungkan harapan kepada ibunya untuk me- menuhi seluruh kebutuhan hidupnya.

Di sisi lain, metode dalam memenuhi kebutuhan anak tersebut dapat menciptakan sebuah tradisi dan kebiasaan dalam diri sang anak. Cara-cara tersebut akan tertanam dalam jiwa sang anak sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, para ibu dan pendidik mesti memperhatikan masalah berikut ini.


Memenuhi Kebutuhan

Di masa kanak-kanak, kebutuhan seorang anak harus diperhatikan dan dipentingkan. Secara ilmiah, bila tidak di- perhatikan, niscaya sang anak akan berada dalam keadaan tidak seimbang.

Pada masa kanak-kanak, seorang anak memiliki hubungan yang sangat erat dengan ibunya. Semakin bertambah usianya, semakin berkurang pula kebutuhannya kepada orang lain dan mulai bersandar pada dirinya sendiri. Kedua orang tua, khususnya ibu, haruslah bersikap sedemikian rupa sehingga si anak, dalam waktu secepat mungkin―dengan cara yang sehat―dapat mandiri dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

Adalah keliru bila seorang ibu selalu menjadi seorang pembantu bagi anak-anaknya―selalu menjalankan berbagai tugas dan urusan si anak. Bila telah tumbuh dewasa dan mampu melakukan suatu pekerjaan, si anak harus mengerjakan urusan yang berhubungan dengan dirinya sendiri. Misal, bila telah mampu mencuci saputangannya, mengatur tempat tidurnya, mengambil air minum, dan seterusnya, si anak harus diberi semangat dan dukungan untuk melakukan sendiri semua pekerjaan tersebut.


Kebutuhan dan Saling Membantu

Adanya berbagai kebutuhan tersebut menjadikan munculnya perhatian pada diri sang anak terhadap ibunya. Lantaran merasa sangat membutuhkan ibunya dan merasa bahwa ibulah yang dapat mencukupi semua keperluannya, maka terpaksa ia akan menaati perintah ibunya. Adakalanya, si ibu juga menutup mata atas berbagai keinginan pribadinya demi memenuhi keperluan anaknya. Inilah poin penting dalam upaya pendidikan anak.

Para ibu dapat menyusun program yang tepat untuk mendidik dengan memberikan syarat tertentu kepada si anak.

Misal, jika ia sudi melakukan pekerjaan tertentu. niscaya keperluannya akan dipenuhi. Akan tetapi, pekerjaan tersebut jangan sampai memberatkan si anak. Juga harus diusahakan agar si anak sendiri merasa bahwa pekerjaan tersebut sebenar- nya merupakan tugasnya sendiri.


Kebutuhan dan Akhlak

Berbagai kebutuhan tersebut bisa juga dijadikan sarana untuk membentuk akhlak dan kepribadian anak. Sebab, pertama, dalam memenuhi kebutuhan dan keperluannya, umumnya para ibu dan para pendidik selalu memperhatikan dan menekankan nilai-nilai akhlak tersebut.

Kedua, sambil memenuhi kebutuhan tersebut, para ibu juga dapat memanfaatkannya sebagai suatu program pelajaran dan pendidikan bagi anak-anaknya.

Misal memberi mereka pelajaran untuk bersabar, ber- semangat, menjaga perasaan orang lain, menjaga tatatertib, dan bersikap santun. Atau, meminta mereka agar jangan hanya mernikirkan diri sendiri, jangan hanya mementingkan kebutuhan diri sendiri, harus mampu bersabar, dan seterusnya.

Lantaran membutuhkan teman bergaul, sang anak harus menghargai usaha orang lain, siap mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain, bersikap santun dan manusiawi, mudah memaafkan, berlapang dada, dan seterus- nya.


Mengapa Kebutuhan Khusus?

Setiap individu memiliki kebutuhan tertentu, yang harus dipenuhi dan dicukupi dengan cara yang stabil dan seimbang. Namun, sekaitan dengan anak-anak para syuhada, mengapa harus ada pembahasan mengenai kebutuhan khusus? Bukankah telah ada pembahasan mengenai kebutuhan hidup, emosional, kejiwaan dan seterusnya?

Jawabannya adalah bahwa masalah perasaan putus asa kehilangan, tak memiliki tempat berlindung, dan dampak- dampak lain dapat menimpa setiap orang. Namun masalah kesyahidan tidaklah sama dengan kematian biasa. Sungguh sangat berbeda antara anak yang menyaksikan jenazah ayahnya dalam keadaan normal dengan anak yang menyaksikan jenazah ayahnya dalam keadaan berlumur darah. Anak yang kedua ini akan terbangkitkan emosinya dan hatinya tersayat lebih dalam, sehingga akan menghadapi berbagai dampak yang lebih kompleks.

Ya, kebutuhan selalu ada pada diri manusia selagi masih hidup, tetapi keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat menguat atau melemah. Atau, pada tahap usia tertentu tidak menunjukkan adanya kebutuhan, namun pada tahap usia berikutnya kebutuhan itu semakin kentara dan mendesak sehingga memungkinkan seseorang menyimpang dari jalur yang semestinya.

Anak-anak para syuhada, lantaran berada pada keadan khusus dan mengalami pukulan emosional yang cukup telak karena menyaksikanjenazah ayahnya yang berlumuran darah, bisa saja melupakan sebagian dari berbagai kebutuhan dirinya. Misal, mereka tak mempedulikan kebutuhan makanan dan beberapa lainnya. Para ibu yang bertanggung jawab langsung terhadap pendidikan dan pembinaan mereka, mestilah mem- perhatikan beberapa poin berikut ini.


Usaha Memenuhi Kebutuhan

Kebutuhan dan keperluan anak-anak haruslah dipenuhi secara tepat dan seimbang, khususnya anak-anak para syuhada Pada pembahasan berikutnya, kami akan memaparkan masalah tersebut. Namun saat ini kami hanya akan menjelaskan bahwa jika kebutuhan tersebut tak dipenuhi secara normal, itu sama saja dengan memperberat dampak yang telah ada.

Si anak akan merasa sangat kehilangan dengan kematian ayahnya. Tak terpenuhinya berbagai kebutuhannya akan berdampak terhadap pikirannya. Bahkan akan muncul dalam pikirannya bahwa seandainya sang ayah masih hidup, tentu segala keinginannya atau terpenuhi. Atau, kalau saja masih hidup, ayahnya akan melakukan pekerjaan itu untuknya. Si anak memang takkan memahami dengan jelas kebenaran bayangan dan angan-angan semacam itu. Namun bagaimana- pun, jiwanya akan sangat tersiksa.

Tak terpenuhinya kebutuhan dapat menjadikan sang anak bersikap dan berbuat sesuatu yang tak diharapkan, seperti membangkang, melanggar peraturan, murung, dan mengucilkan diri. Selain juga dapat mengakibatkannya menderita gangguan syaraf dan kejiwaan, guncangan jiwa, dan munculnya berbagai penyakit, seperti jantung, lambung, sistem pernafasan, dan lain-lain.


Cara Memenuhi Kebutuhan

Berbagai kebutuhan tersebut memang mesti dipenuhi secara rasional, seimbang, berkala, dan memperhatikan sisi baik (maslahat)-nya. Bila seorang ibu hanya memenuhi kebutuhan jasmani anaknya saja, niscaya jiwa dan ruhani sang anak akan kosong dan akalnya tumpul.

Begitu juga, dalam memenuhi kebutuhan tersebut, kita harus memperhatikan sisi akhlak, sopan-santun, dan peraturan keagamaan. Para ibu mesti menyadari bahwa mencintai anak bukan berarti memenuhi semua keinginannya, karena hanya akan memberinya pelajaran buruk.

Di masa datang, ia akan mengalami berbagai benturan dan kekecewaan. Yang mesti dijadikan tolok-ukur dalam memenuhi kebutuhan anak adalah nilai-nilai syariat, akhlak, dan kepentingannya di masa sekarang dan mendatang.


Macam-macam Kebutuhan

Dalam buku Keluarga dan Kebutuhan Anak, kami telah menjelaskan secara rinci berbagai kebutuhan anak-anak. Di sini, kami juga akan menyebutkan beberapa poin dari pembahasan tersebut, agar para ibu dapat memahami betapa luasnya pembahasan yang berkaitan dengan masalah anak-anak.

Kebutuhan tersebut dapat disimpulkan berikut ini:
1. Kebutuhan hidup jasmaniah. Mencakup makan, minum, tidur, beristirahat, buang air kecil dan besar, pakaian, bermain dan beraktivitas, kesehatan, tempat tinggal, serta keahlian dan keterampilan.
2. Kebutuhan emosional. Mencakup penerimaan di tengah keluarga, kasih sayang, penghormatan dan perhatian, penghargaan dan pujian, belasungkawa dan perasaan sehati, pengawasan, menangis, serta perasaan riang dan gembira.
3. Kebutuhan ruhani (jiwa). Mencakup dukungan, perasaan aman, keberhasilan, kebanggaan, harga diri, dan kepercayaan diri.
4. Kebutuhan sosial. Mencakup saling kebergantungan, pergaulan dan persahabatan, peran dalam kehidupan sosial, panutan dan idola, peraturan, tatatertib dan pendidikan, serta sopan-santun dan akhlak.
5. Kebutuhan akan nilai-nilai luhur semasa pertumbuhan. Mencakup pengenalan diri, ilmu pengetahuan, tujuan hidup, berdoa dan memuji, kebebasan dan kemerdekaan, pertumbuhan dan kesempurnaan, serta pertahanan dan pembelaan diri.


Kebutuhan Jasmani

Kebutuhan penting dan awal bagi manusia sejak masa kelahiran sampai kematiannya adalah kebutuhan jasmani. Boleh jadi, seseorang yang tak dapat merasakan keceriaan dan kegembiraan masih dapat bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, meskipun takkan sempurna. Akan tetapi, jika kebutuhan jasmaninya tak terpenuhi, ia takkan mampu me- langsungkan kehidupannya.

Pemenuhan kebutuhan jasmani bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Terdapat jenis kebutuhan yang sangat vital, yang tanpanya kita takkan dapat hidup. Namun ada pula jenis kebutuhan lain yang tak sepenting itu. Jenis kebutuhan pertama adalah oksigen, dan kebutuhan kedua makanan, minuman, istirahat, dan kepuasan seksual. Alhasil, semua kebutuhan tersebut mengandung berbagai aspek.

Kebutuhan jasmani ibarat bensin bagi sebuah mobil, yang tanpanya kehidupan akan terhenti. Orang menyebut kebutuhan ini sebagai kebutuhan infrastruktur, lantaran bila tak terpenuhi, manusia akan merasakan adanya ketidakseimbangan dalam perilakunya, bahkan terkadang mengakibatkan munculnya berbagai tekanan jiwa, perasaan cemas, dan rendah diri.


Masalah Makanan

Di antara kebutuhan terpenting (setelah kebutuhan akan oksigen), adalah kebutuhan terhadap makanan yang mana ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan serta berbagai sisi emosional dan kejiwaan anak. Dengan menyusui anaknya, para ibu selain memenuhi kebutuhan jasmaninya, juga menyediakan sarana bagi pertumbuhan serta pembinaan emosional dan kejiwaannya.

Diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap masalah makanan anak. Sebab, terlalu lapar dapat menyebab- kan anak menjadi kurus, nafsu makan menurun, dan dapat pula membangkitkan kemarahan, guncangan jiwa, dan memperparah penyakit yang diderita. Banyak alasan yang dibuat-buat anak, seperti merasa letih, sedih, dan gelisah, yang merupakan akibat dari kurangnya konsumsi makanan, sehingga sifat-sifat itu terbentuk dalam kepribadiannya.

Di samping itu, kita mesti menyadari pula bahwa tidaklah setiap masalah yang terdapat pada anak-anak merupakan akibat dari kurangnya perhatian terhadap makanannya. Janganlah, setelah kematian atau kesyahidan ayahnya, kita menyajikan makanan secara berlebihan, hanya untuk menarik hatinya. Tindakan seperti itu, selain memberikan pendidikan yang buruk bagi anak-anak, dapat membahayakan kemaslahatan dirinya.

Tak dapat disangkal, melalui makanan, kita dapat men- dekatkan diri kepadanya dan dapat mengalihkan perhatiannya terhadap kematian sang ayah. Manusia adalah hamba kebaikan, dan anak akan menganggap kebaikan tertinggi adalah perhatian dari makanannya. Kita harus memperhatikan kebaikan dan kepentingan si anak, baik sekarang maupun nanti.


Tidur dan Beristirahat

Setelah beraktivitas dan bekerja seharian, setiap orang akan merasa letih dan ingin tidur. Akan tetapi, bagi anak-anak tidur memiliki arti yang lain. Sebab, tidur baginya merupakan sarana untuk meraih ketenangan serta meredakan sedih dan amarahnya. Bagi anak-anak yang sangat sedih dan banyak menangis setelah kematian ayahnya, tidur merupakan sebuah kenikmatan yang sangat besar karena mampu menjadikannya lupa akan getirnya peristiwa tersebut.

Bagi anak-anak itu, mestilah dibuatkan ketentuan waktu tidur dan istirahatnya. Selain itu, di siang hari, anak-anak banyak bermain sehingga merasa letih dan lelah. Anak berusia tujuh tahun, memerlukan waktu tidur delapan sampai 12 jam sehari. Di samping itu, kita juga mesti berusaha agar anak-anak tidak menjadi tegang.

Dengan cukup tidur, anak-anak takkan gelisah dan memiliki tenaga untuk melakukan berbagai aktivitas. Ya, istirahat akan memunculkan perasaan riang dan gembira, memulihkan tenaga, dan pertumbuhan tubuhnya akan berlangsung cepat dan sempurna.

Terkadang, anak-anak mengalami kesulitan untuk tidur dan terganggu oleh perasaan sedih yang berat. Dalam kondisi semacam ini, kisah atau dongeng sangat membantu untuk menenteramkan hatinya. Tentunya, dalam kasus ini, mungkin diperlukan juga pengobatan secara medis.


Kesehatan dan Kebersihan

Seorang anak memerlukan kesehatan dan pertumbuhan yang sempurna. Ini dapat terpenuhi melalui pemberian menu makanan yang tepat dan bersih. Namun dengan meninggal atau syahidnya sang ayah, terlebih pada hari atau minggu-minggu pertamanya, si anak akan terabaikan oleh keluarganya sehingga kebersihan dan kesehatannya berada dalam bahaya.

Biasanya, keluarga yang ditinggal mati merasa memiliki tugas lain yang lebih berat sehingga tak rnernperhatikan masalah anak-anak. Padahal, kelalaian ini akan rnengakibatkan munculnya berbagai risiko dan dampak negatif dalam diri anak.

Ya, para ibu wajib memperhatikan kesehatan dan ke- selamatan anaknya. Setiap hari, anak mesti diperhatikan masalah mandi, ganti baju, makanan dan minurnan, kesucian dan kenajisannya, terutama di hari-hari pertama peristiwa menyedihkan itu.

Sungguh sangat rnemalukan, bila setelah kematian ayahnya, kita membiarkan baju yang dikenakan si anak dalam keadaan kotor dan lusuh. Kondisi tersebut akan mempertunjukkan pada orang lain bahwa si anak dalarn keadaan yatim. Ini sama sekali tak pantas dilakukan keluarga para syuhada. Tentunya, masalah ini bukan rnerupakan tanggung jawab keluarganya semata, namun juga pemerintah dan masyarakat.


Aktivitas dan Kegiatan

Kematian mendadak atau keyahidan sang ayah, dapat mernberikan pengaruh cukup besar bagi semangat hidup si anak. Ia mungkin takkan lagi bergairah untuk bermain dan lebih cenderung menyendiri. Sebagian anak nampak begitu jauh tenggelam dalam perasaan sedih dan duka, sehingga sama sekali tak ingin bermain, bercanda, atau bergembira. Ini tentunya sangat berbahaya bagi mereka dan dapat rnenimbulkan berbagai pengaruh yang negatif.

Aktivitas dan kegiatan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan seorang anak. Ia juga merupakan penyebab rnunculnya perasaan riang dan gembira serta hilangnya kesedihan. Dengan bermain, berolah raga, serta ber- gerak dan beraktivitas, tubuh si anak akan sehat dan bertambah daya tahannya terhadap serangan penyakit. Selain pula dapat dapat melenyapkan perasaan sedih dan dukanya. Ini bukan hanya khusus bagi anak-anak, namun juga bagi orang-orang dewasa dalam berbagai usia.

Pabila para individu beraktivitas di tempat terbuka me- manfaatkan sinar matahari dan udara segar yang bebas polusi, maka itu akan sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tubuhnya dan membebaskan mereka dari belenggu kesedihan. Selain itu, anak-anak juga akan memiliki tulang dan otot yang kuat, serta memiliki kekuatan untuk melawan berbagai serangan penyakit. Bahkan berbagai dampak negatif lain pun akan menghilang.


Buang Air Kecil dan Besar

Mengapa kita mesti membahas masalah buang air? Jawabannya, dampak dan pengaruh dari sisi kejiwaan akan mengakibatkan munculnya gangguan pada sistem pencernaan. Dengan demikian akan timbul pula gangguan pada sistem pembuangan, seperti tinja menjadi keras, mencret, susah buang air kecil, dan sembelit. Semua itu bukan bersumber dari penyakit jasmani, tapi merupakan dampak dari segi kejiwaan.

Kita mesti pula memperhatikan poin ini bahwa perasaan gelisah merupakan faktor utama gangguan tersebut. Seorang anak, lantaran kematian ayahnya, akan bingung dan gelisah. Dengan sendirinya, ini menjadi sumber bagi munculnya ber- bagai kelainan pada nafsu/kecenderungannya. Berkenaan dengan anak perempuan, bila tak ada pengawasan terhadap buang air besar dan kecilnya, seperti suka menahan buang air besar dan kecilnya, maka akan mengakibatkan munculnya ber- bagai macam penyakit, seperti pengerutan leher rahim yang akan menimbulkan berbagai kesulitan, terlebih sewaktu melahirkan.

Kesibukan dan aktivitas rutin akan menghilangkan berbagai kesedihan, kedukaan, dan gangguan aktivitas individual seseorang, seperti masalah buang air besar tadi. Rasa malas merupakan masalah penting lainnya, terutama ketika si anak berada di tengah-tengah keluarga yang tengah berduka. Lantaran hendak mendengarkan pembicaraan orang-orang tentang almarhum atau tengah asyik tenggelam dalam lamunan dan khayalannya sendiri, ia menjadi malas untuk ke toilet (buang air).


Kebutuhan Lain

Terdapat berbagai kebutuhan lain yang perlu disebutkan. Misal, kebutuhan anak terhadap pakaian dan busana yang digemarinya. Bila pakaian yang digemari itu tak diperoleh, ia akan merasa sedih, kecewa, dan bergumam dalam hatinya bahwa seandainya sang ayah masih hidup, niscaya belahan hatinya itu akan membelikan pakaian yang diinginkan. Anak juga membutuhkan tempat untuk melakukan berbagai aktivitas serta menyusun program sesuai keinginannya, di mana tak seorang pun yang mencampurinya. Anak juga membutuhkan pengalaman, uji coba, keterampilan, dan seterusnya. Kami sengaja tak membahasnya secara meluas agar tak bertele-tele. Namun kami pesankan pada keluarga yang ditinggal, agar selalu menjaga stabilitas keluarga dan lebih mencurahkan perhatian terhadap anak-anak.


Kebutuhan Emosional

Manusia adalah makhluk emosional dan lebih mudah terpengaruh emosi―seperti kasih sayang―ketimbang logika dan argumentasi. Berdasarkan ini, para guru akhlak meng- anggap emosi memiliki peran yang cukup besar dalam me- nanamkan nilai-nilai akhlak dalam sebuah masyarakat. Anak- anak yang kebutuhan emosionalnya dipenuhi secara tepat dan mencukupi di rumahnya, akan memiliki etika dan perilaku yang lebih stabil.

Dengan demikian, di antara kebutuhan utama anak adalah kebutuhan terhadap emosi yang positif dan mendapatkan hubungan persahabatan. Kebutuhan ini begitu pentingnya, sehingga bila si anak tidak mendapatkannya, sang anak akan merasa kehilangan dan sedih serta berupaya meraihnya dengan mengorbankan segalanya. Ya, sebagian besar penyimpangan perilaku anak dan remaja terjadi lantaran kebutuhan emosional tidak terpenuhi.

Mungkin Anda sering menyaksikan anak-anak yang suka membantah, memamerkan diri, berprasangka buruk, dan merengek-rengek. Semua itu merupakan tanda bahwa mereka membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Keadaan seperti itu akan lebih banyak Anda temui di tahun-tahun pertama kehidupannya.


Luasnya Kebutuhan Emosional

Kebutuhan anak secara emosional, memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam kesempatan ini, kami akan memaparkan berbagai kebutuhan tersebut dalam poin-poin berikui ini:

1. Diterima dan didukung.

Seorang anak selalu mengharapkan orang-orang sekitarnya menerima kehadirannya dengan apa adanya serta memberikan dukungan dan perlindungan. Penerimaan dan dukungan tersebut akan menjadikannya mampu melangkah dan beraktivitas. Bila merasa bahwa dirinya merupakan sumber kebahagiaan keluarga, seorang anak akan tumbuh dengan baik dan memiliki keberanian untuk maju dan berkembang.

Anak membutuhkan hubungan baik dan persahabatan, serta menginginkan agar anggota rumah tangga lainnya, mencintai dan menyukai dirinya. Adanya persahabatan tersebut akan menjadikannya memiliki keterikatan, menepati janji, mematuhi perintah dan larangan, dan lebih cenderung pada kebaikan. Di bawah naungan persahabatan tersebut, anak akan semakin merasa bergantung dan terikat dengan keluarganya. Dengan demikian, ia akan mematuhi perintah dan larangan keluarganya serta melangkahkan kaki di jalan yang memberikan manfaat bagi mereka.

Terkadang, lantaran tak diterima orang-orang di sekitarnya, si anak akan merasa tak berharga dan mengalami berbagai tekanan jiwa sehingga menjadi frustasi dan putus asa. Bila mengetahui ada orang lain yang bersedia menerima kehadirannya, ia akan segera bergabung bersamanya. Ini merupakan penyebab munculnya berbagai penyimpangan dalam perilakunya. Ya, seorang anak mestilah diterima oleh keluarga secara seutuhnya. agar tak tertarik pada orang lain.


2. Kasih dan sayang.

Seorang anak sangat mengharapkan dirinya disukai dan dicintai. Ini merupakan bentuk kebutuhan emosional terpenting dalarn lingkungan rumah tangga, bahkan dalam masyarakat. Perasaan ini senantiasa bersemayam dalam diri manusia sepanjang hidupnya. Siapa yang tak menginginkan dirinya dicintai orang lain? Adakah orang yang berharap agar dirinya tak diperhatikan orang lain? .

Kasih sayang akan mewujudkan perasaan aman, baik bagi anak-anak maupun dewasa. Seseorang yang merasa tak disenangi, akan merasakan dirinya selalu dalam bahaya dan keselamatannya terancam. Ya, memeluk, mencium, dan mem- belai anak akan menenangkan hati dan meringankan beban dirinya. Semua itu akan menjadikannya tertarik, terikat, dan menghargai Anda. Kesedihan akan lenyap di hatinya sehingga ia akan bersemangat dalam hidupnya.

Dalam menunjukkan perasaan kasih sayang tersebut, kita harus berusaha untuk tidak sampai berlebihan, sehingga bukan- nya membina kehidupan si anak, malah akan merusak dan menghancurkannya. Kita pun tahu bahwa cinta berlebihan terhadap anak-anak akan sangat membahayakannya. Ia akan menghadapi berbagai benturan, kesulitan hidup, dan kerusakan kepribadian.


3. Kelemahlembutan.

Seorang anak selalu berharap agar ada orang yang rnenanyakan tentang derita hatinya. Ia juga mem- butuhkan tempat mencurahkan isi hatinya. Masalah ini bukan hanya khusus bagi anak-anak saja, tetapi orang dewasa atau tua sekalipun juga membutuhkannya. Apalagi anak-anak yang ditinggal mati ayahnya sementara ia sendiri dalam keadaan sakit.

Seorang ibu dapat menjadi sahabat sehati bagi anaknya. Ia dapat melakukannya dengan menanyakan apa yang dideritanya seraya memberikan semangat dan dukungan agar si anak me- miliki ketegaran hati dan kesedihannya reda. Untuk memberikan keyakinan kepada si anak, si ibu dapat melakukannya dengan menyatakan bahwa dirinya akan selalu berada di sisi sang anak dan melindunginya.

Di samping itu, mesti juga diperhatikan agar jangan sampai sikap lemah-lembut tersebut disalahgunakan si anak. Jangan sampai si anak menjadi manja, banyak menuntut, atau banyak permintaan. Kelemahlembutan, di samping menghilangkan berbagai derita di hati, juga akan meyakinkan si anak bahwa ada penolong yang akan memberinya ketenangan dan ketenteraman. Tentunya, si anak tidak berhak menjadikan kelemahlembutan tersebut sebagai sarana memperoleh apa saja yang diinginkannya.


4. Perhatian dan penghormatan.

Seorang anak merupakan wujud yang terhormat. Sebab, ia adalah ciptaan, hamba, dan amanat Allah yang diserahkan-Nya kepada kedua orang tuanya. Sekarang ia hanya berada di tangan para ibu. Penghormatan merupakan hak setiap anak dan para ibu mesti menjaga dan memperhatikannya. Penghormatan ini tidaklah berarti melepas dan membebaskannya secara total, tetapi memberikan perhatian penuh dalam mendidik dan mengawasinya agar tidak melakukan berbagai kesalahan dan penyimpangan. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saww, “Perbaikilah perilaku mereka.” (Nahj al-Fashâhah)

Di samping itu, anak-anak juga cenderung menarik perhatian orang lain. Agar sang ibu memperhatikannya, ia mendekati ibunya, merengek, berpura-pura sakit, atau menyombongkan diri. Hal-hal semacam itu biasanya akan semakin nampak setelah kematian atau kesyahidan ayahnya. Sebab, salah satu pilar kasih sayang dan perhatiannya kini telah hilang. Alhasil, para ibu harus selalu berusaha agar sang anak tak merasakan kekurangan tersebut. Ya, para ibu mestilah mendengarkan keluhannya, sehingga sang anak tak merasa sendirian.


5. Menangis dan bersedih.

Seorang anak yang ayahnya telah meninggal dunia, jelas akan merasa sedih dan kehilangan. Menangis dan meneteskan air mata merupakan cara alami untuk memperoleh ketenangan dan ketenteraman. Juga, untuk meng-ungkapkan kesedihan dan penyesalan atas kehilangan tersebut. Dalam taraf tertentu, ini juga terjadi pada orang-orang dewasa.

Kita mesti menerima tangisannya dan jangan memaksanya tidak menangis sama sekali. Sebab, yang demikian itu akan menjadikan kesedihannya berubah menjadi tekanan jiwa, perasaan acuh tak acuh, dan membenci orang lain, yang semua itu akan meratakan jalan menuju kekecewaan dan keputusasaan.

Di sisi lain, kita juga tidak dibenarkan untuk membiarkannya menangis tanpa henti. Sebab, itu akan menirnbulkan berbagai dampak negatif pula, seperti sakit kepala, letih, tidak nafsu makan, dan melakukan kebiasaan tak terpuji. Bila satu hari kita melihatnya menangis di sudut rumah, biarkanlah beberapa saat, kemudian hampiri dan tenangkanlah kegundahannya.


6. Riang dan gembira.

Perasaan sedih dan duka berkepanjangan―akan menghancurkan kehidupan manusia dan menjadikannya―tak memiliki gairah hidup. Sedih dan menangis dalam batasan wajar, akan melepaskan berbagai belenggu dalam jiwanya serta menumbuhkan semangat baru unluk mengarungi lautan kehidupan.
Sangat penting untuk rnenciptakan suasana yang riang dan gembira semenjak hari pertama kematian atau kesyahidan ayahnya, melalui rekreasi di alam terbuka, olah-raga, dan mendengarkan cerita dan lagu. Jangan kurnpulkan sang anak dengan orang yang tengah beramai-ramai rnenangis. Kumpul- kan ia dengan rnereka yang sibuk rnengadakan pernbahasan, diskusi, bercerita, berdongeng, dan seterusnya.


7. Ketenangan dan Ketenteraman.

Setelah kematian sang ayah, di hari pertama kematiannya, seorang anak akan berada di puncak kesedihannya. Para ibu mestilah berusaha agar lingkungan keluarganya berada dalam keadaan tenang, tenteram, dan jauh dari perasaan gelisah. Sebab, perasaan gelisah dan bingung berkepanjangan akan memukul jiwa si anak dan menimbulkan penyakit. Meskipun, dalam kadar yang sedikit diperlukan untuk menggerakkan kehidupannya.

Anda mesti berusaha menjauhkan lingkungan kehidupan sianak dari berbagai tangisan dan raungan, agar hatinya tidak semakin terluka. Anda dapat menenangkan mereka yang tengah menangis dengan dalil dan argumen yang rasional seraya mengungkapkan rasa bela sungkawa Anda. Berilah si anak waktu yang cukup untuk tidur dan beristirahat serta penuhilah keinginannya dengan cara yang wajar dan pantas. Tumbuhkanlah dalam dirinya kepercayaan diri dan semangat untuk hidup.

Jika upaya Anda tak memperoleh hasil, berusahalah untuk mencari sebab-sebabnya yang lain. Mungkin penyebab kesedihan dan kegelisahan anak itu adalah faktor yang lain. Secara permukaan, ia mungkin bersedih akibat kematian ayahnya, namun sebenarnya penyebabnya adalah sesuatu yang lain. Dalam hal ini, Anda bertugas menemukan faktor penyebab tersebut, di samping perlu juga untuk berkonsultasi dengan seorang psikiater


8. Kebutuhan lain.

Anak-anak juga memiliki kebutuhan emosional lain, yang sebenarnya merupakan suatu upaya untuk mendapatkan ketenangan, keseimbangan. dan pengendalian diri. Para ibu haruslah dapat menerima sikap dan keadaan anak yang kurang wajar tersebut. Misal, bersikap angkuh dan sombong, suka mencari-cari alasan, membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan adiknya, merayu dan membujuk orang untuk memperoleh sesuatu, dan seterusnya.


Akibat Kebutuhan Emosional yang Kurang Terpenuhi

Kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi akan menyebabkan munculnya berbagai kesulitan dalam proses pendidikannya. Seorang anak yang tak mendapatkan berbagai hal yang disebutkan di atas, akan memunculkan berbagai sikap yang tidak wajar. Misal, jika tak mendapatkan kasih sayang, ia akan mengalami kelainan pada berbagai segi, seperti jasmani, ruhani, etika, emosional, bahkan dapat menyebabkan sang anak tak nafsu makan sehingga tubuhnya kurus-kering.

Mereka semasa kanak-kanak kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi secara sempurna, akan tumbuh menjadi orang-orang yang tidak dapat mencurahkan belas kasih kepada orang lain secara sempurna, bahkan terhadap anak dan isterinya sendiri. Sebagian dari mereka akan menjadi penjahat, pencuri, menderita kelainan seksual, dan menjadi anggota perampok yang suka melakukan tindak krimnal dan penyimpangan besar. Berbohong, menipu, memuji-diri, dan bersumpah palsu, merupakan akibat dari kurangnya pemenuhan kebutuhan emosional. Ini menunjukkan betapa seorang anak sangat membutuhkan orang yang mati mengasihinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku tindak penyimpangan pada usia remaja dan dewasa adalah orang-orang yang kurang merasakan kehangatan kasih sayang kedua orang tuanya, khususnya sang ibu.


Peran Penting Ibu

Di sini, kami akan lebih memfokuskan pembahasan pada masalah kasih sayang ibu serta perasaannya yang penuh kehangatan. Seorang ibu akan mengasihi dan menyayangi anaknya secara murni dan tanpa pamrih. Ia mencintai anak- anaknya dari lubuk hatinya yang paling dalam dan benar-benar bersedia mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan anak-anaknya.

Seorang ibu harus mengambil sikap tertentu sehingga si anak tidak nerasa dirinya tak punya ayah lagi. Ini untuk mencegah agar kehilangan ayahnya itu tidak dijadikan alasan untuk melakukan berbagai tindakan menyimpang. Ya, pergaulan dengan anak yang dilakukan secara rasional dan jauh dari emosi seorang ibu, atau emosi seorang ibu selalu bercampur dengan pertimbangan rasionalnya, akan sangat membantu pertumbuhan anak secara normal.

Di sini kami tidak bermaksud berlebihan dalam menyikapi peran penting seorang ibu, namun perlu kita perhatikan bahwa secara ilmiah, memenuhi kebutuhan emosional anak oleh ibunya merupakan sesuatu yang dapat dilaksanakan. Dan dalam hal ini, tidak seorang pun yang lebih berpengaruh ketimbang ibunya. Dengan demikian, si anak tidak akan begitu merasa kehilangan kasih sayang atas kepergian ayahnya. Sebab, si ibu selalu berada di sampingnya dan memenuhi kebutuhan emosionalnya serta melenyapkan berbagai kesulitan yang ada.

Tatkala berada dalam kegelisahan dan kesendirian, pelukan seorang ibu yang penuh kasih merupakan perlindungan yang paling aman. Di situ, si anak akan merasa damai dan tenteram. Ya, kaum ibu mestilah bersikap lemah-lembut terhadap anak-anaknya sehingga selain merasa riang dan gembira, mereka juga akan cenderung pada nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan. Manakala Anda memeluk, membelai, dan menciumnya, maka hatinya akan menjadi tertambat pada Anda dan menjadikannya merasa senang dan bahagia.


Kebutuhan Jiwa

Islam menganggap manusia sebagai sebuah kitab yang menjelaskan keberadaan Allah. Ya, manusia memiliki berbagai sisi keberadaan di mana setiap sisi memiliki berbagai keinginan dan kebutuhan tertentu. Dapatkah kita memandang manusia dari satu sisi saja dan melihat kebutuhannya dari sisi pandang tersebut?

Jika kita memandang manusia dengan cara seperti itu, maka kita akan mengalami banyak kesalahan dalam mengenal manusia. Penilaian kita terhadap manusia seperti itu bukanlah penilaian yang adil dan seimbang.

Di antara kesalahan sistem pendidikan modern saat ini, khususnya di Barat, adalah memandang manusia dari satu segi saja, itupun secara material. Semua usaha dan aktivitas mereka semata-mata untuk membentuk manusia seperti itu (material) dan memenuhi kebutuhan jasmaninya.

Mereka melupakan kenyataan bahwa tidak adanya perhatian akan kebutuhan jiwa, menjadikan rnanusia mengalami berbagai bentuk penyimpangan.

Menurut hemat kami, kebutuhan dasar dan utama manusia adalah kebutuhan jiwa, lantaran inilah yang membedakan kita dengan binatang, yang sama sekali tidak membutuhkan harga diri, pengetahuan, dan tujuan hidup. Sementara, manusia sangat memerlukannya. Ya, tidak terpenuhinya semua kebutuhan tersebut akan mengakibatkan manusia terjatuh dalam lembah kebinatangan.


Luasnya Kebutuhan Jiwa

Kebutuhan jiwa, yang merupakan sarana bagi pertumbuhan manusia, sangatlah banyak. Dalam pembahasan ini, kami akan mengetengahkannya sebagian saja, khususnya yang berkenaan dengan anak-anak para syuhada.

1. Ketenangan jiwa.

Kebutuhan akan rasa aman dan jauhnya dari berbagai bahaya yang mengancam jiwa merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan anak. Jika tak terpenuhi, seorang anak akan merasa tak memiliki tempat untuk ber- lindung. Ya, seorang anak membutuhkan tempat dan lingkungan yang nyaman, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta memiliki keberanian untuk maju dan melangkah; mampu melupakan berbagai kekurangan yang ada sehingga dapat menjalani kehidupannya secara normal dan alami.

Sangat banyak tindak penyimpangan, buruk sangka, putus asa, cenderung menyakiti orang lain, atau bahkan bunuh diri yang merupakan akibat dari tak terpenuhinya kebutuhan jiwa atau tidak adanya perasaan aman. Kebutuhan tersebut selalu ada dalam diri setiap insan di sepanjang hayatnya. Ini nampak begitu jelas pada usia kanak-kanak.

Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan kunci bagi kesehatan jiwanya. Para ibu yang cerdas akan memilihkan seorang laki-laki di antara sanak kerabatnya yang dapat dijadikan sebagai tempat bersandar dan berlindung. Dengan demikian si anak akan merasa memiliki tempat berlindung dan bergantung.


2. Kebutuhan harga diri.

Seorang anak butuh dihargai dan diakui bahwa dirinya adalah makhluk yang mulia dan dimuliakan. Ia menginginkan orang lain menghormati dan memuliakan dirinya. Manakala merasa dirinya diterima oleh orang-orang sekitarnya, ia pun akan merasa dirinya berharga di mata orang lain. Manusia yang mulia pasti memiliki perasaan semacam ini.

Sebab, merupakan suatu bahaya yang besar bila seseorang memiliki perasaan bahwa dirinya adalah sesuatu yang rendah dan tidak berharga. Dalam kondisi seperti ini, orang lain tidak akan pernah merasa aman dari kejahatannya.

Imam Muhammad al-Jawad mengatakan, “Siapa saja yang merendahkan dirinya sendiri, maka Anda tidak akan aman dari kejahatannya.” Para ibu, sanak kerabat, dan masyarakat mestilah sedemikian rupa dalam bergaul dengan anak yang ditinggal mati ayahnya, sehingga ia merasa dirinya sangat berharga dan mulia.


3. Rasa percaya diri.

Sebagian anak, lantaran bergantung sangat kuat terhadap ayah atau ibunya, sangat nampak jelas kebergantungannya dalam berbagai perkara. Bahkan sebagian dari mereka, sekalipun telah keluar dari masa kanak-kanaknya, masih tetap bergantung kepada ibunya tak ubahnya seorang anak kecil. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri dan tidak mampu mandiri.

Tidak adanya rasa percaya diri menjadikan anak merasa hina, tidak berharga, mudah menyerah, dan berputus asa sehingga nantinya tidak memiliki keberanian untuk mengeluar- kan pendapat dan cenderung pasrah serta bergantung pada keputusan orang lain.

Jika diminta mengerjakan suatu tugas, ia tidak memiliki keberanian untuk menerimanya lantaran merasa takut dan khawatir kalau-kalau tidak mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Padahal, sebetulnya ia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan sempurna.

Mereka ini mestilah dibina agar mampu mandiri dan memiliki kepercayaan diri dengan cara memaksanya melaksanakan berbagai tugas dan tanggung jawab sehingga mampu meraih kebahagiaan di kehidupannya di masa datang. Jika terus demikian, mereka akan menjadi manusia yang sengsara dan memiliki sifat kekanak-kanakan.


4. Tujuan hidup.

Seorang anak, sesuai dengan usia dan kemampuan berpikirnya, tak ubahnya seperti orang dewasa yang mesti mengetahui alasan mengapa harus melakukan pekerjaan tertentu. Mengapa mesti belajar? Mengapa harus melaksanakan tugas yang diberikan kedua orang tua? Mengapa mesti memiliki perilaku dan akhlak tertentu?

Kita bukan hendak mengajari anak-anak agar memahami falsafah belajar, tetapi kita berusaha untuk memberinya sebuah wawasan agar sedikit memiliki kemampuan untuk memahami rahasia dari aktivitas dan pekerjaan manusia. Apa tujuan dari berbagai aktivitas dan kesibukan itu?

Berkaitan dengan masalah ini, pertama kali kita mesti memiliki pengetahuan yang jelas tentang masalah tersebut. Kita juga harus memahami falsafah kehidupan secara jelas, meskipun kita belum mampu menjelaskan kepada anak dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahaminya.


5. Mampu membela diri.

Seorang anak mestilah diberi semangat agar memiliki kekuatan untuk bertahan, baik secara jasmani maupun ruhani. Jika dalam lingkungannya terajedi suatu perkelahian atau pertikaian, maka ia mampu bertahan dan membela diri serta tidak menyerah dan pasrah pada lingkungannya. Jika terjadi pembahasan tentang ideologi, maka ia tidak akan kalah dan akan mampu mempertahankan ideologinya, tentunya sebatas pemahaman usia teman sebayanya.

Ia harus memiliki kepribadian dan pemikiran bahwa keberadaan dirinya merupakan sesuatu yang sangat berharga dan tidak rela kalau dirinya dimanfaatkan orang lain. Ia selalu menjaga kehorrnatan dan harga dirinya.

Kekuatan bertahan dan membela diri itu, selain memerlukan pengetahuan teoretis juga pengetahuan praktis. Membentuk keberanian dan kepribadian anak ini, mesti sudah dimulai sejak atau sebelum usia mumayyiz, yakni sekitar usia enam sampai tujuh tahun, di mana pada usia tersebut anak telah mampu memahami mana kasih sayang yang mesti diterima dan mana yang mesti ditolak.

Seorang anak perempuan berusia enam tahun, mesti sudah mengenal manakah anggota keluarga yang merupakan muhrim dan bukan muhrimnya. Tak dibenarkan mereka yang bukan muhrim untuk menciumnya, sekalipun dengan tujuan baik. Pengetahuan semacam ini juga harus sudah dipahami dengan baik oleh anak laki-laki berusia tujuh tahun.


6. Ilmu dan iman.

Secara perlahan, seorang anak membutuhkan pengetahuan tentang berbagai masalah dan rahasia alam ini. Mereka perlu mengenal berbagai ciptaan yang ada di alam ini untuk selanjutnya mengetahui bagaimana cara mengambil manfaat dari semua itu, sesuai dengan yang digariskan syariat.

Ia lahir ke dunia ini dalam keadaan bodoh, dan sama sekali tak mengetahui hubungan sebab-akibat yang ada di antara ciptaan ini. Kemudian, ia akan memasuki usia di mana keingintahuannya sangat tinggi, sehingga sebagian besar waktunya akan digunakan untuk menyingkap berbagai rahasia alam ini, termasuk dirinya sendiri.

Dalam hal itu, bila tidak mendapatkan bimbingan dan pengarahan, khususnya dari sang ibu, besar kemunngkinan ia akan menghadapi berbagai dampak yang buruk, sehingga keingin-tahuannya itu berubah menjadi suka mencari-cari rahasia orang lain dan pertanyaannya menuju pada hal-hal yang tidak layak dan tidak mendasar.

Dalam menjawab pertanyaannya, hendaklah jangan sampai memberikan jawaban yang salah dan menyimpang. Sebenarnya, pengetahuan yang pasti adalah mewujudkan keimanan dan keyakinan. Sebab, anak-anak sangat memerlukan keyakinan tersebut semasa pertumbuhan dan perkembangannya.


7. Pengembangan berbagai potensi.

Dalam pandangan Islam, manusia tak ubahnya barang tambang. Banyak di antara mereka yang lahir ke dunia ini memiliki potensi menjadi ahli fiqih (faqih), ahli politik, ahli bedah, seniman kaligrafi, dan seterusnya. Namun, lantaran tidak digali dan tidak dikembangkan, semua itu tetap terpendam. Mereka kemudian hidup biasa dan sederhana lalu meninggal dunia.

Seorang pendidik yang baik ibarat seorang penggali tambang yang kekar dan kuat, serta memiliki kemampuan untuk menggali lubang dan melintasi lorong yang sempit nan gelap yang terdapat dalam diri anak untuk kemudian mengeluarkan berbagai logam berharga, seperti emas dan perak. Ia akan ber- upaya mengembangkan berbagai potensi anak-didiknya dan mengantarkannya menuju pertumbuhan yang sempurna. Dalam menggali potensi ini, para pendidik harus melakukan berbagai eksperimen dan uji coba.

Dalam hal ini, para ibu memiliki peran sangat besar. Pengalaman para cendekiawan menunjukkan bahwa para ibu memiliki pecan yang lebih besar ketimbang para pendidik dalam meraih keberhasilan itu.


8. Keberhasilan.

Seorang anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan rasa keberhasilan. Ia mesti yakin bahwa dalam arena kehidupan ini, ia bukannya tidak memiliki peran dan pengaruh apapun. Ia mampu memberikan pengaruh pada berbagai hasil karya yang ada dan mampu.

Dalam mencapai tujuan itu, anak-anak harus mendapatkan berbagai sarana bermain dan beraktivitas yang mendukung upayanya itu.

Dalam bermain, terkadang si anak mengalami kekalahan atau kemenangan, yang semua ini dapat mempengaruhi keseimbangan jiwanya. Membandingkan dan melecehkan anak akan menyebabkannya merasa kehilangan semangat dan berputus asa. Juga, anak-anak harus memperoleh dukungan dan dorongan dalam menempuh kehidupan ini, setelah mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, sehingga dirinya tidak merasa takut, khawatir, dan ragu-ragu. Ia mesti diyakinkan bahwa dirinya mampu menjadi orang penting, bermanfaat, mampu mengeluarkan pendapat sebagaimana orang lain, serta sanggup meraih berbagai keberhasilan.


9. Doa dan ibadah.

Dalam diri setiap insan, terdapat suatu kecenderungan yang terpendam, yakni kecenderungan untuk berdoa dan beribadah kepada Allah yang Mahatinggi, serta berserah-diri pada keadilan absolut dan undang-undang-Nya. Masalah ini merupakan masalah yang bersifat fitrah.

Ia memiliki keinginan untuk bersandar pada sandaran yang kuat, yang dapat melindungi sewaktu dirinya berada dalam keadaan mencekam. Manakala menghadapi kesulitan, ia akan mengeluhkan kesulitan tersebut serta memohon pertolongan dari-Nya, untuk kemudian tenggelam dalam lautan cinta dan kasih sayang-Nya.

Bila menyaksikan keberhasilan aktivitas dan usaha orang lain, dengan segera ia memberikan pujian dan sanjungan. Sedikit-banyak, ia mengetahui rahasia alam ini sehingga membuatnya kagum dan tercengang. Ia akan selalu menanyakan pada ibunya tentang keberadaan Allah; dan mengharapkan jawaban yang jelas, sehingga dirinya dapat berjalan di atas nilai-nilai maknawiah (spiritual). Para ibu hendaknya menjelaskan berbagai permasalahan tersebut dengan mengarahkan serta memberikan jawaban yang tepat alas berbagai pertanyaan si anak dengan demikian sang ibu telah mendorong anaknya untuk cenderung pada agama, doa, dan ibadah.


10. Kebebasan dan kemerdekaan.

Seorang anak sangat membutuhkan kebebasan dan kemerdekaan, dan ini merupakan perkara yang bersifat fitrah, alamiah, dan harus dipenuhi. Yang lebih penting adalah menjaga kebebasan tersebut dalam batasan yang dibenarkan syariat dan memanfaatkannya dengan baik. Anak mestilah diberikan kebebasan sebatas yang dibenarkan syariat. Dalam hal ini, tentunya, diperlukan pengarahan, latihan, dan bimbingan.

Ia mesti diberi kebebasan dan diserahi tanggung jawab ringan untuk kemudian dibimbing dan diarahkan agar tidak mengalami kesulitan. Kita harus memberikan pujian tatkala ia telah menjalankan tugas dan tanggung jawab itu dengan baik. Sedikit demi sedikit, kita berikan tugas dan tanggung jawab yang lebih berat kepadanya.


Kebutuhan Sosial dan Akhlak

Dalam lingkungan rumah tangga, ayah merupakan tonggak yang mampu menciptakan keseimbangan dalam kehidupan. Ia merupakan figur keadilan dan ketertiban. Sementara ibu, dengan kelemahlembutannya, merupakan sumber kesejukan hati, per- paduan kelembutan dan ketegaran, kasih dan sayang, kekuatan dan keadilan, penyeimbang kehidupan, serta penjalin kehidupan yang indah dan menyenangkan.

Seorang anak memerlukan dua bentuk perlakuan tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa anak yang hanya hidup bersama ayah saja atau bersama ibu saja, akan memperoleh pendidikan yang kurang sempurna.

Dalam keadaan pertama, si anak akan menjadi orang yang keras dan kaku. Sementara dalam kondisi kedua, si anak akan memiliki kebiasaan seperti perempuan. Ia akan menjadi lemah hati, di mana bagi anak laki-laki, ini merupakan sesuatu yang tak diharapkan.

Seorang anak membutuhkan kekuatan yang dapat membimbing, mengarahkan, dan menanggung kehidupannya, khususnya dari sisi tatatertib. Dalam hal ini, ayahlah yang memiliki peran utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan anak tersebut.


Membutuhkan Pengganti Ayah

Tatkala ayahnya meninggal dunia, berarti salah satu piring- keseimbangan kehidupan menjadi lebih ringan, sehingga kehidupan anak menjadi kehilangan keseimbangannya. Oleh karena itu, si anak membutuhkan seseorang yang dapat berperan sebagai ayahnya.

Setelah kematian suaminya, para ibu hendaknya mengarahkan sang anak kepada seseorang yang disenanginya. Dengan demikian, si anak tidak akan merasa kehilangan atau sendirian. Sebaiknya, orang tersebut telah memiliki anak dan mengetahui permasalahan yang dihadapi anak-anak.

Paman, kakak sulung, dan kakek dari pihak ayah atau ibu, adalah orang-orang yang tepat untuk dijadikan sebagai figur sang ayah. Kami akan paparkan pada kesempatan lain, pabila si isteri berkeinginan untuk menikah lagi. Laki-laki bagaimanakah yang mesti ia pilih? Tentunya, laki-laki yang mampu menjalin hubungan baik dengan si anak dan siap merawat serta membesarkannya.


Tempat Bergantung

Seorang anak membutuhkan tempat bergantung dan berhubungan. Si anak akan memiliki hubungan yang erat dengan seseorang yang dianggapnya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai kesulitan yang tengah dan akan dihadapi.

Dengan keterikatan itu, si anak akan merasa lebih kuat dari yang lain. Dalam dirinya akan muncul keberanian untuk menghadapi berbagai kesulitan hidup. Sekalipun terjadi berbagai perselisihan dan pertikaian dalam perjalanan ke- hidupannya, ia akan tetap merasa tenang dan memiliki kekuatan untuk melanjutkan perjalanannya.

Kebergantungan yang ada dalam diri anak tersebut dapat dipenuhi dengan cara mengikutsertakannya dalam berbagai masalah rumah tangga, menentukan tugas dan posisinya dalam rumah tangga menghormati dan menghargai posisinya dalam mengungkapkan pernyataan bahwa dirinya merupakan sumber kebahagiaan rumah tangga.

Adalah kesalahan besar bila seorang anak dianggap sebagai seorang tamu yang terhormat, yang hanya menerima perjamuan saja, dan tidak memiliki hak dan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya berkaitan dengan problem rumah tangganya.


Pergaulan dan Persahabatan

Di antara kebutuhan sosial penting setiap individu adalah bergaul, di mana untuk memenuhinya mestilah didasarkan pada nilai-nilai akhlak, ketentuan agama, dan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Pabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang akan menderita tekanan jiwa, pengucilan diri, serta penyimpangan akhlak, kepribadian, dan emosi.

Pascakematian sang ayah, masalah tersebut harus benar- benar diperhatikan. Terutama, lantaran putusnya hubungan dengan sang ayah berlangsung mendadak dan tiba-tiba. Oleh karena itu, anggota rumah tangga dan sanak kerabat harus secepat mungkin mengisi kekosongan tersebut.

Selain itu, sang anak tersebut juga ingin menjalin hubungan lebih akrab dengan teman-teman sebayanya. Yakni, anak-anak yang memiliki cara berpikir dan perbuatan yang sama dengannya. Sekaitan dengan masalah tersebut, sang ibu dapat mencarikan seorang teman yang sebaya dengannya, dari sanak kerabat atau tetangganya. Bisa juga anak-anak tersebut diundang ke rumah atau membawa si anak ke rumah mereka.

Dengan begitu mereka akan saling mengenal dan bermain, namun tetap di bawah pengawasan. Tak ada salahnya jika si anak bergaul dengan anak-anak yang lebih besar darinya, atau anak-anak yang telah baligh, tentunya dengan syarat tidak keluar dari pengawasan sang ibu. Sebab, pengalaman menunjukkan bahwa pergaulan semacam itu dapat memicu munculnya berbagai bentuk penyimpangan.


Akhlak dan Sopan-santun

Seorang anak adalah makhluk mulia dan berharga. Ia men- datangkan kebahagiaan bagi kedua-orang tuanya dan cahayanya menerangi kehidupan rumah tangga. Namun dengan syarat, ia memiliki sopan-santun, akhlak, pendidikan, dan kebudayaan yang benar. Akhlak merupakan syarat utama bagi keberhasilan dalam kehidupan sosial dan merupakan faktor utama dalam menciptakan kesesuaian dan keserasian hidup.

Lantaran kemuliaan anak itulah, kita dituntut untuk benar- benar memperhatikan perkembangan akhlaknya. Juga, dikarenakan merupakan peninggalan seorang syahid, maka ia harus didorong untuk selalu memperhatikan nilai-nilai akhlak. Dalam hal ini, semua bentuk ucapan dan perbuatannya harus senantiasa diawasi sang ibu. Ya, sang ibu tak boleh menganggap remeh ucapan dan perbuatannya yang tak sopan.

Dalam rangka membina akhlak, seorang anak, pertama kali membutuhkan seorang panutan atau figur yang dapat dicontoh dan diikuti. Perbuatan dan perilaku ibu serta anggota rumah tangga lainnya merupakan pelajaran bagi si anak. Menceritakan kepadanya berbagai kisah yang bermuatan pelajaran akhlak, akan sangat bermanfaat dan dapat memberikan pengaruh besar dalam membentuk akhlaknya. Oleh karena itu, janganlah mendukung perbuatan buruk sang anak yang mengundang gelak-tawa anggota rumah tangga. Sebab, perbuatan tersebut akan melekat kuat dalam diri si anak untuk selamanya.


Membutuhkan Penjamin Kehidupan

Seorang anak membutuhkan seseorang yang mampu menjamin kehidupannya dalam berbagai segi, sosial, ekonomi, emosional, dan tatatertib. Di samping itu, masyarakat yang berada dalam rumah tangga dan sekolahan, mestilah menerima keberadaannya. Penerimaan ini haruslah berdasarkan peng- hormatan, bukan belas kasihan. Dalam bergaul dan berinteraksi dengannya. jangan sampai si anak merasa bahwa dirinya rendah dan hina. Atau, merasa dirinya seorang yang lemah, penuh kekurangan, dan kehidupannya selalu diiringi musibah dan bencana.

Mesti pula dipikirkan cara menjamin kebutuhan ekonomi si anak Kebutuhannya secara wajar dan normal seperti makanan pakaian, dan alat-alat bermain. Jangan sampai si anak merasa, lantaran kematian ayahnya, kondisi ekonominya menjadi lemah. Terkadang, lantaran kebodohan orang-orang di sekitarnya, muncullah perasan dalam diri anak bahwa kalau saja ayahnya masih hidup, niscaya ia akan membelikan sepeda roda-tiga, pakaian, mainan, dan seterusnya. Padahal, semua itu tidaklah pasti. Benarkah bila masih hidup, sang ayah akan mampu memenuhi semua yang diidamkannya?

Secara umum, ia harus menjalani kehidupan di tengah masyarakat sebagai mana layaknya yang lain. Kita tak boleh membebaninya dengan beban yang lebih berat atau, lantaran ia anak yatim, kita membebaskannya dari tugas dan tanggung jawab yang semestinya. Begitu juga keadaan keuangannya, tak boleh berkekurangan atau berlebihan (boros). Ya, setelah kematian ayahnya, kita memang memiliki tanggungan yang lebih berat dalam memelihara dan merawat anak tersebut.


Tugas dan Tanggung Jawab Ibu

Seorang ibu yang bertanggung jawab dapat melaksanakan dan memanfaatkan berbagai sarana yang ada demi mengarahkan si anak pada jalan yang baik dan benar. Kami berkeyakinan bahwa seorang ibu yang cerdas jauh lebih berharga ketimbang ratusan guru dan ribuan buku. Di samping menjadi ibu, ia juga berperan sebagai ayah, guru, dan pem- bimbing si anak menuju kebaikan dan kebahagiaan serta mengisi berbagai kekosongan yang ada dalam kehidupan si anak.

Boleh jadi, seorang ibu tidak mampu mengerjakan semua tugas dan tanggung jawab tersebut. Atau, tidak mampu menghadapi berbagai kesulitan yang muncul dari diri si anak. Di sini, tidak ada salahnya bila ia meminta bantuan orang lain yang lebih berpengalaman. Pastilah Anda mengenal orang-orang yang memiliki pengalaman, dan dapat memecahkan berbagai kesulitan yang tengah Anda hadapi.

Di sini, kami akan mengungkapkan pesan Imam Ali bin Abi Thalib kepada kita semua, agar dalam meminta bantuan dan pertolongan hendaklah merujuk pada orang-orang yang agung dan dari keturunan yang mulia. Sebab, bila mereka memenuhi kebutuhan Anda, mereka sama sekali takkan pernah mengungkit-ungkit kebaikan yang pernah mereka berikan. Imam berkata, “Hendaklah kalian mengajukan kebutuhan kalian kepada mereka yang berjiwa dan keturunan mulia, karena mereka akan memenuhi kebutuhan kalian tanpa menunda-nunda dan mengungkit-ungkitnya.”(Nahj al-Balâghah)


Kebutuhan Anak Cacat

Di sini kami sengaja memisahkan pembahasan tentang kebutuhan anak-anak cacat. Sebab, pada dasarnya mereka memiliki dua bentuk permasalahan. Pertama, berkaitan dengan masalah kekurangan tersebut, cacat. Kedua, pukulan emosional yang muncul akibat kematian atau kesyahidan sang ayah. Ini membuat mereka semakin peka dan sensitif.

Anak-anak yang berada dalam keadaan tersebut, harus mendapatkan dua bentuk perhatian. Perhatian lantaran cacat yang mereka alami dan lantaran mengalami benturan kejiwaan akibat kehilangan ayahnya. Kesulitan utama yang dihadapi orang-orang cacat adalah tak mampu memenuhi kebutuhan pribadinya. Ini merupakan kesulitan besar bagi mereka sendiri dan para penanggungjawabnya. Terkadang, mereka tak mampu menanggung kesulitan dan penderitaan tersebut.

Seorang ibu, setelah kematian atau kesyahidan suaminya, akan dipenuhi dengan perasaan sedih dan keberadaan (anak cacat) semakin memberatkan beban yang mesti dipikulnya. Oleh karena itu, kita tak memiliki cara lain selain berpesan kepadanya agar bersabar, tabah, menguatkan tali dan jiwa, serta senantiasa memohon pertolongan Allah.


Macam-macam Cacat

Cacat pada setiap orang bentuknya berbeda-beda. Namun yang lebih banyak kita jumpai adalah sebagai berikut:
1. Dari sisi jasmani. Mencakup buta, tuli, bisu, juling, kerdil dahi besar bermuka buruk dan ketidakserasian tubuh.
2. Dari sisi akal. Keterbelakangan kecerdasan atau idiot. Ia memiliki kecerdasan di bawah normal, sehingga tidak dapat belajar dan bersekolah secara wajar. Jelas sekali kelainan dan kekurangan mereka dalam belajar.
3. Dari sisi kejiwaan dan emosional. Kemungkinan si anak menderita ayan (epilepsi), gila, bengis, kejam, depresi, dan seterusnya. Dalam kondisi semacam ini maka perilaku dan perbuatan si anak menjadi tidak normal.

Secara umum, anak-anak semacam itu dan orang-orang lain yang lantaran sebab tertentu menderita cacat total atau sebagian, akan sangat menyulitkan para penanggung jawabnya. Hanya para ibu yang sabarlah, yang mampu menanggung beban penderitaan dan kesulitan tersebut.


Perasaan Anak terhadap Cacatnya

Pada umumnya, anak-anak yang berada pada usia kanak- kanak tidak merasakan cacat yang dideritanya dan tidak mengetahui kekurangan, keburukan, serta kekurangan yang ada pada dirinya. Namun, sedikit demi sedikit, tatkala telah dekat dengan masyarakat, atau telah rnencapai usia mumayyiz (enam sampai tujuh tahun), dari berbagai pembicaraan orang-orang sekitarnya yang membanding-bandingkan kondisi dirinya dengan kondisi orang lain, mulailah ia mengetahui kondisi dirinya yang sebenarnya.

Pengetahuan tentang dirinya tersebut, sesuai dengan usia dan pertumbuhannya, akan memberikan dampak sebagai berikut:
1. Merasa sedih dan menyesali kondisi dirinya, gelisah, tidak tenang, dan selalu sibuk memikirkan kekurangan dirinya itu.
2. Terkadang merasa rendah-diri dan beranggapan dirinya adalah makhluk yang hina dan tak berharga.
3. Adakalanya mereka merasa berdosa dan merasa terkutuk sehingga akhirnya tenggelam dalam kesedihan.
4 Ada juga yang merasa dirinya sama sekali tak mampu menarik perhatian dan kasih sayang orang lain. Karenanya, ia cenderung mengucilkan diri.

Perasaan-perasaan semacam itu dapat juga muncul akibat pelecehan dan penghinaan orang lain terhadap cacat yang dideritanya. Ini sangat bergantung pada sikap para sanak- kerabat serta teman sepergaulannya. Dengan demikian, perlu diperhatikan dalarn mendidik atau memarahinya, jangan sekali-kali menggunakan cacatnya sebagai sarana menghentikan kekeliruan atau kesalahannya.


Kebutuhan Mereka

Anak-anak cacat, khususnya yang ditinggal mati sang ayah, sangat memerlukan perhatian dan merindukan kebahagiaan melebihi orang lain. Kita mesti memperhatikan kondisinya secara serius agar jangan sampai merasa kesepian dan hidup seorang diri. Juga, diperlukan adanya seseorang yang menghiburnya sehingga kematian ayahnya tidak menenggelamkannya dalam lautan kesedihan.

Adakalanya, kematian atau kesyahidan sang ayah, akan menjadikan anak lebih memfokuskan diri pada kehidupannya. Ini dapat terjadi pada anak-anak cacat yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi.

Anak yang cacat dapat merasa bahagia terhadap cacat yang ada. Tentunya, ini sangat bergantung pada sikap dan perhatian Anda terhadapnya. Semangat Anda sangat berpengaruh terhadap jiwanya. Sikap dan perbuatan Anda terhadapnya dapat menjadikannya bergairah dalam mengarungi lautan kehidupan ini, atau bahkan sebaliknya, membuat ia kecewa dan putus asa.

Kami tidak mengatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhannya, kita mesti berlebihan. Namun kami hendak menegaskan bahwa kita mesti lebih memperhatikan kondisinya. Sedapat mungkin Anda harus memenuhi kebutuhannya. Ini akan menumbuhkan keyakinan dalam hatinya bahwa Anda sangat memikirkan kehidupannya dan ini amat berguna dalam memperkuat jiwanya, bahkan mampu memberikan kesembuhan baginya.


Sikap dan Peran Ibu

Para ibu dari anak-anak cacat―yang menghadapi musibah kematian ayahnya―mestilah berusaha agar memiliki jiwa yang kuat dan tegar. Beban dan tanggung jawab berada di pundak Anda, anak-anak berada di depan mata Anda, masyarakat menanti kerja Anda, dan Allah Swt senantiasa melihat semua aktivitas Anda. Dalam hal ini, Anda mesti memperhatikan dan menjaga kondisi diri Anda dan anak-anak Anda dengan cara sebagai berikut:


1. Melatih kekuatan jiwa.

Dalam melaksanakan tugas mendidik anak. Anda sangat memerlukan kekuatan jiwa dan ketabahan dalam menanggung beban tersebut. Di antara cara untuk memperoleh kekuatan dan ketabahan tersebut:
a. Janganlah Anda merasa berdosa terhadap semua cacat yang menimpa anak Anda. Sebab, tidak diketahui dengan jelas apakah itu merupakan faktor keturunan ataukah kesalahan Anda. Seandainya pun cacat tersebut akibat kesalahan Anda, semuanya telah berlalu. Anda mesti memikirkan yang akan Anda hadapi dengan cara yang baik. Alhasil, dalam hal ini, Anda tak mungkin dapat membiarkan begitu saja anak Anda.
b. Janganlah terlalu sedih dan risau melihat anak Anda yang cacat. Pertama, Anda perlu mengetahui bahwa dari sepuluh anak yang lahir ke dunia ini, satu di antaranya menderita cacat, baik jasmani maupun mental. Kedua, sekarang ini ia dalam keadaan hidup, anak Anda, dan amanat Tuhan. Anda mesti berusaha dan Tuhan yang akan memberikan pertolongan. Sedikit banyak, ia memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta hidup secara normal.
c. Anda mesti optimis. Sebab, optimisme Anda sangat berpengaruh pada jiwa anak dan jiwa Anda sendiri. Rasa cemas Anda akan semakin membuatnya cemas. Demi menjaga jiwanya, Anda mesti mampu menguasai diri.
d. Tumbuhkan keberanian dalam diri Anda. Doronglah diri Anda untuk melakukan tugas dan tangungjawab tersebut semata-mata hanya untuk Allah dan ber-usahalah menyampaikan amanat yang Dia berikan pada tujuannya. Sikap dan tindakan semacam ini akan memberikan ketenangan pada jiwa dan hati Anda.
e. Anda mesti mempelajari tatacara dalam menghadapi anak-anak cacat. Jika Anda belum mengetahui, belajarlah dari orang lain. Sebab, itu sangat ber- manfaat bagi anak dalam masa pertumbuhannya.


2. Menerima kondisi anak.

Anda mesti menerima keadaan anak Anda sebagaimana adanya, bukan berdasarkan keinginan dan harapan Anda. Buanglah khayalan dan angan-angan yang ada dalam benak Anda mengenai kondisi anak yang Anda inginkan. Anda mesti menunjukkan kepadanya bahwa Anda merasa optimistis terhadap masa depannya karena sikap semacam ini dapat menghalangi munculnya berbagai ketidakseimbangan dalam diri anak. Manakala merasa dirinya diterima orang-orang di sekitarnya, ia akan memiliki kepercayaan diri dan akan membuang jauh-jauh perasaan ragu dan putus asanya. Bahkan, ia akan memiliki keberanian untuk meraih kehidupan normal, sehat, dan bahagia.


3. Mencintai anak sepenuh hati.

Kami mengetahui bahwa Anda adalah seorang ibu dan pasti mencintai anak Anda. Namun, kami hendak mengatakan bahwa dalam kecintaan tersebut, janganlah Anda memiliki bayangan bahwa seandainya ia memiliki kondisi yang lebih sempurna, maka Anda akan lebih mencintainya. Kita semua diberi amanat oleh Allah Swt dan kita wajib memelihara dan menjaga amanat tersebut.
Anda juga wajib menampakkan kecintaan tersebut kepada si anak, sehingga ia mampu merasakannya dan bahagia dengannya. Sebab, ia merasa memiliki seorang ibu yang senantiasa melindungi dan memperhatikannya dengan penuh kasih. Si anak akan merasakan bahwa ibunya takkan membiarkannya sedih dan gelisah. Ibunya takkan membiarkannya seorang diri dan seterusnya. Alhasil, kasih sayang Anda mestilah sedemikian rupa sehingga si anak mampu melupakan cacatnya dan tumbuh kepercayaan dirinya.


4. Menyesuaikan diri dengan kondisi anak.

Anak-anak semacam itu memiliki dunia tersendiri. Oleh karena itu, Andalah yang mesti menyesuaikan diri dengan dunianya, menyamakan langkah, dan berjalan bersamanya. Si anak tak mungkin dapat berjalan mengikuti langkah Anda. Dengan demikian, Andalah yang mesti mengikuti langkahnya. Ia mungkin tak dapat berbicara sebagaimana Anda lantaran mengalami kelainan dalam berbicara. Anda mesti menyediakan sarana dan kondisi sedemikian rupa sehingga sang anak memiliki semangat untuk menyampaikan apa yang diinginkannya dan Anda pun memiliki kesabaran dan kelapangan dada untuk mendengarkan dan tidak memotong pembicaraannya.

Dengan penyesuaian diri yang Anda lakukan, akan ber- kuranglah kesedihan dan kedukaannya. Untuk penyesuaian diri tersebut, adakalanya Anda perlu memasakkan makanan sesuai seleranya dan memilihkan jenis pekerjaan dan kesibukan yang disukainya. Dalam hal ini, Anda mesti memperhatikan agar jangan sampai semua itu menjadikannya egois, mau menang sendiri, dan banyak menuntut.


5. Sarana pengobatan anak.

Mereka biasanya memerlukan berbagai alat dan perlengkapan, seperti kursi roda, kursi khusus, sepatu dan pakaian khusus, alat bantu dengar, kacamata, dan sebagainya. Memenuhi kebutuhan tersebut, akan semakin menumbuhkan kepercayaan dirinya dan optimismenya dalam melanjutkan kehidupan.

Di samping itu, Anda juga mesti menunjukkan padanya bahwa Anda tengah berupaya melenyapkan berbagai ke-kurangan dirinya, berusaha menyembuhkan cacatnya, mencari penyebab kelainan tersebut, dan mencari bentuk pengobatannya yang efektif. Anda juga mesti menunjukkan bahwa Anda senantiasa berdoa demi kesembuhannya. Sikap seperti itu akan memberikan rasa bahagia dan semangat dalam diri si anak.


6. Pelajaran khusus.

Memahami dan menyesuaikan diri dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupannya sangat membutuhkan berbagai pelajaran khusus. Oleh karena itu, kita mesti mempelajari cara mendidik dan mengajarinya, sehingga nantinya sedikit banyak sang anak akan mampu mandiri dan dapat sedikit mengurangi beban kita dalam mengurus dan merawatnya.

Di antara mereka mungkin ada yang menderita cacat tertentu sehingga tidak memiliki kemampuan menuntut ilmu dan menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka mungkin menderita kelainan yang cukup parah dan hari demi hari kesulitan tersebut semakin bertambah. Namun, jagalah agar mereka tak sampai berputus asa. Dalam kehidupan ini, mungkin kita menyaksikan mereka yang menderita cacat tetapi mampu meraih keberhasilan di berbagai bidang. Bahkan di antara mereka ada yang buta, tuli, dan bisu namun mampu menjadi orang yang pandai dan ahli di bidang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, Anda dituntut untuk selalu berusaha menyediakan berbagai sarana yang diperlukan dalam upayanya meraih ilmu pengetahuan.


7. Kesibukan khusus.

Alhasil, mereka tentu memerlukan kesibukan khusus. Dalam kesendirian, mereka membutuhkan sesuatu yang menyibukkan pikirannya, agar tak merasa diabai- kan atau bahkan dikucilkan. Adakalanya, Anda perlu meng- undang anak-anak bermain bersamanya, menyanyi, dan ber- gembira. Atau, Anda dapat membawanya bepergian dan ber- tamasya, mengenalkannya pada situasi dan kondisi baru, sehingga memiliki sarana dan persiapan guna membantu per- tumbuhan dan perkembangan dirinya.

Sekalipun melihat adanya berbagai kekurangan pada tempat penitipan anak (play group), namun kami berpendapat bahwa tempat tersebut merupakan tempat yang sesuai bagi anak-anak tersebut (yang menderita cacat). Tentunya, dengan lebih banyak pengawasan dan perhatian.

Anda juga mesti memperhatikan jiwa si anak, lantaran anak-anak di sekitar lingkungannya boleh jadi akan menghina, merendahkan, atau mencemoohnya. Dengan begitu, anak-anak cacat tersebut lebih baik di tempatkan di tempat penitipan anak (play group) yang hanya khusus bagi kelompok mereka saja.


Hal-hal yang Mesti Dihindari

Berkaitan dengan anak-anak tersebut, perlu dihindarkan dan diawasi hal-hal berikut ini:
a. Jangan mengungkit cacat yang ada padanya. Bila melakukan kesalahan, jangan sekali-kali memarahinya dengan menyinggung cacat yang ada pada dirinya.
b. Jangan Anda biarkan orang-orang mengungkapkan rasa belas kasih kepadanya, sebab itu akan merusak jiwa dan perasaannya.
c. Janganlah Anda biarkan orang-orang selalu me-mandangi kekurangan dan cacatnya. Sebab, itu akan menambah sensitivitas dan kegelisahan si anak. Rasulullah saww bersabda, “Janganlah kalian me- mandang mereka yang tertimpa bencana, karena hal itu semakin menyedihkan mereka.”(Bihar al-Anwar, juz XVI, hal.111).
d. Janganlah Anda membiarkannya sendiri tatkala di tempat umum. Ajaklah bermain bersama agar ia tak merasa lemah dan tak mampu.
e. Janganlah Anda membebaninya dengan beban yang berat. Jangan mengharapkan darinya sesuatu yang tak mampu dikerjakannya.
f. Jauhkanlah berbagai tugas dan tanggung jawab yang akan menyebabkannya merasa tidak mampu atau tidak layak.
g. Jika ia melakukan suatu kesalahan, sementara Anda menyadari bahwa ia tidak mungkin dapat melarikan diri, janganlah Anda terus mengejarnya. Jangan me- mukulnya dan jangan menjadikannya sebagai tempat pelampiasan kekecewaan akibat kesalahan orang lain.


Kemungkinan Hidup dan Tumbuh

Anak-anak tersebut juga memiliki potensi untuk hidup secara terhormat dan tumbuh dengan baik. Banyak anak-anak seperti itu yang tampaknya lemah, namun dari sisi lain kuat dan mampu. Orang-orang seperti itu dapat kita saksikan baik pada masa lalu maupun sekarang, bahkan ada di antaranya yang jenius.
Dalam keadaan bagaimanapun, mereka tetap memiliki kemampuan yang khusus. Yang terpenting adalah menelusuri dan menyingkap kemampuannya untuk kemudian meng- arahkannya pada jalan yang baik dan bermanfaat bagi dirinya. Mungkin saja mereka lemah dalam berbicara, tetapi memiliki potensi yang besar dalam bidang olahraga atau kesenian. Dalam hal ini, Anda mesti lebih memfokuskan diri pada kekuatan dan kemampuan yang ada padanya.

Ya, merawat dan memelihara anak cacat cukup berat, terlebih bila anak tersebut berada dalam rumah tangga yang miskin atau lingkungan yang terbiasa melakukan pelecehan dan penghinaan. Namun, kami tetap berkeyakinan bahwa selama para ibu dapat bersikap bijak dan tegas serta selalu mendampingi anaknya, maka berbagai kesulitan tersebut akan menjadi tidak berarti. Para ibu dapat menjadi dewi-penyembuh dan pembawa-mukjizat bagi anak-anak. Dalam hal ini, janganlah Anda merasa ragu sedikitpun.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: