Memandang pandangan dunia Islam yang akurat, teoritis dan realistis serta wawasan khususnya tentang wanita—aspek-aspek yang berbeda tentang fitrah manusia bahwa kita terbagi ke dalam aspek semi-manusia dan manusia, dan aspek rendahan dan aspek sosial alami, dan menerima perbedaan-perbedaan mendasar antara pria dan wanita serta pemisahan mereka dalam banyak aspek, juga diberikan posisi khusus eksistensi pria dan wanita dari sudut pandang psikologis dan sosiologis—menjadi jelaslah bahwa seseorang tidak dapat memiliki harapan yang sama terhadap keduanya. Wanita tidak dapat dikirim ke medan perang dalam arena kejam dan berdarah atau diharapkan untuk menjalani tugas-tugas berat dan sukar. Seseorang tidak dapat melupakan keelokannya atau mengabaikan pernyataan berikut dari Nabi saw, “Wanita semudah pecah seperti gelas untuk menjaganya”. Atau dari Imam Ali as, “Wanita seperti kemangi yang manis...” karena menjalankan keelokan spiritual adalah salah satu hak-hak asasi wanita. Berbuat sebaliknya merupakan penindasan terhadapnya dan membuatnya menderita dan menghadapi kerusakan. Menyusul penderitaan dan kehancurannya, karena kerugian yang disebabkan oleh fungsi individual dan sosialnya, kerugian langsung akan menimpa masyarakat.
Pelanggaran hak-hak wanita akan mengarah kepada ketimpangan, tekanan mental dan kegelisahan terjadi di ma;syarakat, dan kekejaman, pemisahan, perceraian, kerusakan mental anak-anak, dan sebagainya. Ia akan mengarahkan inasyarakat kepada kerusuhan; kerusakan, kejahatan dan kecanduan yang menyebabkan nasib yang tidak layak yang akan menolak hak-hak asasi manusia.
Dasar terpenting dari perundang-undangan adalah penghargaan yang layak atas fitrah, hakikat, dan psikologi dari hukum-hukum yang dibuat.
Hak-hak asasi dan hukum selalu berdasarkan infrastruktur biologis, psikologis dan sosiologis, dan singkatnya pada pandangan dunia objektif dan riil. Pengabaian atas kenyataan ini akan membuat hukum menjadi tidak bermanfaat dan cacat yang mengakibatkan ketimpangan. Alasan di balik segala ketimpangan dewasa ini di dalam masyarakat dan kekeliruan hukum-hukum manusia dalam praktiknya adalah kurangnya landasan yang sangat fundamental ini, yaitu pengabaian kepada fenomena yang jelas bagi hukum-hukum yang dibuat. Bagi ketetapan hak-hak asasi dan tanggung jawab pria dan wanita, Islam telah memperhatikan semua sifat dan asas-asas bawaan lahir mereka. Jika dalam Islam perbedaan sekilas dapat dilihat di antara hak-hak pria dan wanita, ini berakar dalam perbedaan-perbedaan mendasar yang melampaui perbedaan-perbedaan psikologis mereka. Kasus-kasus perbedaan alamiah yang ada, ketidakpeduliannya dan deklarasi hak-hak persamaan bagi mereka akan menimbulkan kerugian besar pada wanita.
Persamaan pria dan wanita dalam aspek utama kemanusiaannya telah mengarah kepada kenyataan bahwa dalam ajaran-ajaran Islam kebanyakan tentang hak-hak asasi keduanya adalah sama, tanpa ada perbedaan. Perbedaan- perbedaan dalam aspek manusianya telah mengarah kepada berbagai perbedaan dalam tanggung jawabnya.
Perlu dicatat bahwa meskipun perbedaan-perbedaan dalam hak-hak asasi dan ketidaksamaan dalam lahiriah mereka, kembali dalam penilaian massa, tidak ada di antara mereka yang lebih unggul di atas yang lain dan keadilan Ilahi telah memandang andil dari masing-masingnya adalah sama.
Syariah Islam (hak-hak dan hukum) merupakan pengejawantahan peranan yang sesungguhnya yang dimainkan oleh pria dan wanita dan peranan serta fungsi dan watak-watak alami mereka. Jika undang-undang Islami dilaksanakan secara benar tanpa adanya diskriminasi dalam sistem yang terpadu, orang tidak perlu lagi prihatin terhadap klaim perbedaan, dalam hak-hak asasi wanita.
Perbedaan dalam bentuk atau tanggung jawab dari bagian-bagian dalam suatu sistem secara mendasar bukanlah alasan bagi diskriminasi dan penindasan. Penindasan yang dialami ketika masing-masing bagian tidak berada dalam tempat dan tanggung jawabnya yang sesuai tidaklah senapas dengan kemampuannya.
Kesesuaian menurut hukum dan fitrah manusia dalam Islam dan asal-usul ajaran-ajarannya, khususnya undang- undang yang berkaitan dengan wanita (dan hubungannya dengan pria dan masyarakat manusia) dalam fitrah, undang-undang dan tradisi penciptaan ini, adalah gerakan besar Islam yang sama dalam hak-hak manusia dan hak-hak wanita di dunia. Hubungan dekat Islam dengan fitrah dan Kebenaran ini merupakan jaminan globalisasi undang-undang Ilahi dan kelangsungan hidup di dunia, dimana kebanyakan undang-undang dipersiapkan dan dibuat secara gegabah tanpa memperhatikan hukum-hukum alam dan serupa dengan cahaya lilin yang tertiup dalam badai peristiwa.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email