Pesan Rahbar

Home » » Wawancara IQNA dengan Himpunan Astronomi Iran: 150 Ayat Al-Quran Mengisyaratkan Astronomi dan Kosmologi/ Big Bang dalam Cermin Interpretasi Al-Quran (part 2)

Wawancara IQNA dengan Himpunan Astronomi Iran: 150 Ayat Al-Quran Mengisyaratkan Astronomi dan Kosmologi/ Big Bang dalam Cermin Interpretasi Al-Quran (part 2)

Written By Unknown on Monday 17 August 2015 | 04:47:00


Rasulullah (Saw) dalam menghadapi para tawanan perang, beliau meminta mereka supaya mengajarkan cara membaca kepada beberapa orang dari kaum muslimin dan mengajarkan mereka menulis supaya mereka dapat bebas; 

Meningkatnya Pengetahuan Manusia Menambah Banyak Kebodohan
Amidyani menambahkan, Maulana mengatakan masalah ini dengan indah, “Janganlah Anda puas dengan satu pandangan, karena di bawah satu atap cahaya. Lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

“Teleskop bumi baik dari jenis lensa maupun radio bekerja selama 50 tahun; teleskop angkasa seperti Hubble juga aktif di angkasa lebih dari 20 tahun, namun sampai sekarang ini alat-alat tersebut belum dapat menemukan ketidakteraturan dan inkonsistensi di langit,” ingatnya.

Anggota Himpuan Fisika Iran dengan menjelaskan bahwa dengan bertambahnya pengetahuan manusia bertambah pula kebodohan-kebodohannya, mengatakan, kemajuan manusia menunjukkan keteraturan yang mendominasi dunia, namun dari sisi lain, kita sampai pada sebuah poin bahwa kita belum menemukan banyak hal.

Dia mengisyaratkan ayat-ayat Al-Quran lainnya tentang penciptaan bumi dan langit dan menambahkan, dalam surah al-Nâziât, Allah bertanya kepada manusia, “Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya”; yaitu manusia yang ragu dalam bagaimanakah kelahiran untuk kedua kalinya. Dalam surah Qaaf, Allah juga berfirman, “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya”,  apakah kalian tidak melihat apa yang telah Aku ciptakan yang ada di atas kepala-kepala kalian. Adapun apa yang tersembunyi dalam ayat ini adalah Allah menghendaki manusia supaya melihat ke langit; itupun dengan penglihatan ilmiah dan dibarengi dengan tafakur dan tadabur.

Produksi Ilmu dari Para Cendekiawan Muslim di bawah Pengaruh Al-Quran
Amidyani mengungkapkan, dengan inilah kita melihat masa kegemilangan peradaban Islam; para cendekiawan Islam memberikan pengaruh dalam bidang astronomi dengan mengikuti Al-Quran dan pereproduksi ilmu.

Anggota Himpunan Astronomi Iran dengan mengisyaratkan pendirian sebuah observatorium di Maragheh oleh Khaja Nashiruddin Thusi mengatakan, observatorium ini seolah-olah yang telah dikatakan oleh Prof. Abdus Salam sekarang ini, yang mendapat penghargaan nobel fisika, saya berbangga bahwa sebuah observatorium dimana pada masanya adalah hal yang luar biasa diciptakan oleh Khaja Nashir sebagai seorang cendekiawan muslim.

“Khaja Nashiruddin setelah menciptakan observatorium dan sebuah perpustakaan di sampingnya, lantas beliau mengumpulkan alat-alat astronomi, para ilmuwan dan matematikawan dari seluruh penjuru dunia; sebagaimana yang dilakukan NASA sekarang ini, yang mengumpulkan seluruh ilmuwan dari seluruh penjuru dunia,” tambahnya.

Demikian juga, Amidyani mengatakan, dari sisi lain kalian melihat bahwa penemu galaksi Andromeda adalah Abdulrahman al-Sufi (org barat menyebut Azophi) Razi, astronom Iran, dimana kurang lebih 700 tahun lalu telah mencatat obyeknya dalam buku Shuwar al-Kawakib (Book of Fixed Stars).

Dia mengatakan, galaksi Andromeda dapat dilihat dengan indra mata biasa; sebuah debu yang dituturkan oleh Ptolemy dalam kitab al-Majistînya; setelah itu para ilmuwan mengidentifikasi partikel ini dengan teleskop, yang mana kebetulan sekali bahwa galaksi ini merupakan galaksi terdekat dengan galaksi Bima Sakti. Sebuah dokumenter Amerika yang diproduksi pada tahun 2014 juga mengetengahkan masalah ini, dimana galaksi ini untuk pertama kalinya diidentifikasi oleh seorang cendekiawan Iran.

Ibn Haitham; Orang pertama Pencetus Cahaya
Amidyani dengan mengisyaratkan penamaan tahun sebagai tahun dunia cahaya mengatakan, terkait dengan cahaya juga, orang pertama yang mengetengahkan pendapat ini adalah Ibnu Haitham.
Peneliti Astronomi dan Kosmologi menegaskan, sebagaimana pada masa lalu para ilmuwan melakukan pekerjaan-pekerjaan ilmiah dengan berpijak pada Al-Quran, sekarang ini juga sudah semestinya mengikuti jejak ini.

Dalam menjawab syubhat kemajuan ilmiah masyarakat Islam pada masa itu karena ilmu atau terjemahan karya-karya lain, dia mengatakan, Rasulullah (Saw) dalam menghadapi para tawanan perang, beliau meminta mereka supaya mengajarkan cara membaca kepada beberapa orang dari kaum muslimin dan mengajarkan mereka menulis supaya mereka dapat bebas; dari sisi lain kaum muslimin dianjurkan supaya mencari ilmu meskipun sampai ke negeri Cina, sebagai titik terjauh dunia; dan demikian juga ditegaskan bahwa ilmu wajib bagi laki-laki dan perempuan.

Amidyani melanjutkan, sudah semestinya untuk mempelajari ilmu harus merujuk pada buku-buku ilmiah kontemporer; jika buku ilmiah pada waktu itu adalah kitab al-Majistî, maka kaum muslimin akan mengambilnya dan menerjemahkannya sehingga kinerjanya menjadi ilmiah; hanya saja Islam dan Al-Quran memberikan motivasi utama, karena ditegaskan harus pergi menuntut ilmu dan pengetahuan.

Dia dengan menjelaskan bahwa Islam berkaitan dengan ilmu dunia mengatakan, suatu hari, Khayyam tengah menelaah kitab al-Majistî, namun akhirnya dengan menanyakan dirinya sendiri, apa yang sedang kamu baca; Khayyam menjawab aku sedang membaca, “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya”. Yakni jika aku hendak mengimplementasikan ayat ini dari Al-Quran, maka aku harus melihat apa yang telah dikatakan oleh ilmu Astronomi. Tidak ada dogmatis dalam ranah ilmiah, yang mengatakan apa yang kami katakan adalah benar; kita mencari ilmu dimanapun berada supaya kita maju.

(IQNA/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: