Membunyikan petasan dan kembang api, merupakan fenomena lumrah di kalangan masyarakat. Bahkan, di komunitas sejumlah daerah, menyalakan ‘mainan api’ itu adalah tradisi dan rutinitas tahunan menyambut hari raya Idul Fitri, ataupun Idul Adha. Sering pula, petasan dan kembang api menghiasai perayaan hari-hari tertentu, seperti malam pergantian tahun.
Tetapi, faktanya, kegembiraan dan suka-cita ‘pesta’ petasan ataupun kembang api itu acap kali menyisakan masalah. Ini lantaran tak jarang menyebabkan korban jiwa atau kerugian materi.
Jutaan rupiah dibelanjakan dengan percuma untuk ‘pesta’ tersebut. Tak cuma di Tanah Air, persoalan ini pun menjadi fenomena lazim di hampir keseluruhan kawasan Timur Tengah.
Lembaga fatwa di sejumlah negara-negara itu, angkat bicara berkomentar dan mengeluarkan pernyataan resmi terkait hukum menyalakan petasan dan kembang api, terutama menyambut Idul Fitri ataupun Adha.
Berangkat dari kaidah pentingnya menghindara bahaya dan membayakan orang lain yang berlaku dalam Islam, maka Dar al-Ifta’ Palestina, menyerukan larangan bermaian petasan atau kembang api.
Ketentuan pelarangan ini berlaku juga untuk jual beli barang tersebut. Tak terbatas pada Idul Fitri ataupun Idul Adha. Tetapi juga perayaan-perayaan lainnya.
Lembaga ini, mengutarakan dampak dari mainan api tersebut, yakni risiko dari petasan tidak cuma ditanggung oleh si pemain, tetapi juga mengancam keselamatan orang lain, berisiko memicu kebakaran, polusi, dan tentunya, hanya bentuk menghambur-hamburkan harta secara sia-sia.
Ini bukan bentuk ungkapan kebahagian. Sayangnya, tradisi ini menjangkiti semua usia. Lembaga ini pun meminta, agar pihak yang berwajib melarang peredaran petasan atau kembang api.
Senada dengan Dar al-Ifta’ Palestina, Lembaga Fatwa Libiya menyatakan larangan jual beli, atau penggunaan petasan menurut syariat. Ada unsur menyakiti orang lain di sana, termasuk menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran, dan sangat riskan terhadap kebakaran.
Dar al-Ifta’ Libiya menyertakan sederet dalil baik dari Alquran dan sunah terkait larangan tersebut. Di antaranya, ayat ke 58 surah al-Ahzab:” Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
Ini diperkuat dengan larangan menyakiti tetangga, apapun bentuknya, seperti hadis yang dinukilkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasul menyatakan, siapapun yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaknya tidak berbuat usil atau jahil ke tetangganya.
Sedangkan rujukan pelarangan petasan atau kembang api, karena dianggap sebagai bentuk pemborosan harta, yakni surah al-Isra’ ayat ke 26-27: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Dar al-Ifta Libiya, mengutip pula pernyataan Imam an-Nawawi, ketika menjelaskan hadis yang mengatakan bahwa, Allah membenci tiga hal, salah satunya adalah pemborosan harta.
An-Nawawi yang bermazhab Syafi’i itu mengatakan, yang disebut pemborosan di sini adalah membelanjakan harta di luar koridor syariat dan mengarah pada kerusakan.
Sebab larangan penghamburan harta itu yakni unsur perusakan. “Allah tidak menyukai mereka yang berbuat onar,”kata Imam an-Nawawi. Karena itu, Dar al-Ifta’ Libiya di penghujung fatwanya meminta sanksi tegas bagi siapapun bersentuhan dengan petasan tersebut.
Sementara itu, ulama Arab Saudi, Syekh Shalih Ibn al-Utsaimin menegaskan pula larangan jual beli atau pemakaian petasan. Dua alasan yang dikemukakan oleh cedekiawan asal Arab Saudi tersebut, yang pertama bentuk pemborosan harta, dan kedua mengusik ketenangan, bahkan memicu bahaya kebakaran. Berangkat dari kedua alasan inilah, maka ia berpendapat hukumnya haram.
Sementara itu, ada seorang ulama yang memperbolehkan jual beli, atau menyalakan petasan, tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang mesti dijaga dan diperhatikan. Ia adalah Syekh Sulaiman al-Majid.
Pengasuh Program al-Jawab al-Kafi di stasiun televisi al-Majd, meskipun faktanya, petasan itu rentan membawa petaka, tetapi diakui memang ada sedikit manfaat yang diberikan. Tetapi, hendaknya menyalakan petasan atau kembang api itu, memperhatikan dan menjaga beberapa hal yaitu, pertama sikap berhati-hati agar tidak menyakiti orang lain, baik dari bunyi ataupun dampak dari percikan apinya.
Kedua, pentingnya pengawasan dari orang tua. Ketiga, memilih lokasi yang tepat dan jauh dari kawasan padat penduduk. Seperti di lapangan terbuka yang jauh dari perumahan atau pun barang-barang berharga warga sekitar. “Selama ini bisa terjaga maka tidak masalah,”ungkapnya.
Kecuali, jika memang pihak berwajib atau otoritas daerah setempat melarang, maka patuhilah ketetapan tersebut. Beberapa syarat yang diutarakan oleh Syekh Sulaiman, pada tataran praktiknya sulit diterapkan. Karena itu, lembaga-lembaga fatwa di atas berpandangan, untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan terjadi, maka lebih baik tidak menyalakan petasan atau kembang api menyambut lebaran atau di hari-hari besar lainnya. Selain rawan petaka, aktivitas itu tersebut hanya pemborosan harta secara di luar koridor syariat.
(Republika/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email