Hari ketika Ali terlahir ke dunia di dalam Kaabah, mata warga Mekah terbelalak menyaksikan keajaiban ini. Sebab, tak pernah ada seorangpun yang lahir di dalam Kaabah selain putra Abi Thalib ini. Kejadian tersebut mengisyaratkan bahwa putra yang lahir pada tanggal 13 Rajab ini adalah orang besar yang disegani dan dikagumi bahkan ribuan tahun setelah kematiannya. Kehidupannya yang penuh makna telah melahirkan pemikiran besar yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang hidup sezaman dengannya dan diwarisi oleh generasi-generasi berikutnya.
Hari ini kita memperingati kelahiran insan
yang dikenal keluasan dan kedalaman ilmunya. Dia figur pemimpin yang
bijak dan ramah. Dia adalah sosok manusia dengan kepribadian yang kuat
dan stabil. Sebelum menjalankan keadilan dia terlebih dahulu
menerapkannya pada diri sendiri. Kemuliaan akhlak menjelma dalam bentuk
terindah dalam dirinya. Beliau memadukan antara pemikiran yang tajam dan
mendalam dengan kasih sayang yang lembut. Malam hari ketika larut dalam
ibadah, dia terputus dari segala sesuatu kecuali Allah. Di siang hari,
dia terjun ke tengah medan dengan berbagai aktivitas sosial dan politik.
Sosok pemimpin agung ini dikenal pemaaf,
pemberani dan ksatria tanpa tandingan. Jawara di medan perang ini tampil
sebagai ilmuan yang bijak saat berbicara menebar hikmah. Semua orang
dengan seksama mendengar tutur kata yang bak mutiara bertebaran dari
lisannya. Setiap malam bintang-bintang di langit menjadi saksi air mata
penghambaan dan kekhusyukannya dalam beribadah. Suara lirih munajatnya
di kegelapan malam menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya. Dialah
Ali bin Abi Thalib, sosok insan kamil yang menyandang seluruh sifat
kesempurnaan dan keindahan manusia Ilahi.
Imam Ali (as) putra keempat Abi Thalib
lahir tanggal 13 Rajab sepuluh tahun sebelum kenabian Rasulullah Saw.
Ibunya bernama Fatimah binti Asad, wanita agung yang dikenal karena
kesucian dan kemuliaannya. Ali yang lahir di dalam Kaabah hanya hidup
bersama ayahandanya sampai berusia enam tahun. Sebab, kota Mekah kala
itu didera paceklik yang melambungnya harga barang-barang kebutuhan
hidup. Beban biaya pengeluaran keluarga warga Mekah melonjak. Nabi Saw
akhirnya mendatangi sang paman dan menawarkan diri untuk mengasuh Ali
demi meringankan beban ekonomi Abu Thalib. Sejak itulah Ali diasuh dan
dididik langsung oleh Nabi Saw. Dalam salah satu khotbahnya yang
tercatat dalam kitab Nahjul Balaghah, Imam Ali (as) menceritakan masa
itu dan mengatakan, "Aku selalu mengikuti Nabi layaknya anak unta yang
mengikuti induknya. Setiap hari Nabi Saw mengajarkan akhlak yang mulia
kepadaku dan memintaku untuk mencontohnya."
Setelah wahyu turun dan Nabi Saw memulai
tugas risalah kenabian, Ali adalah orang pertama yang menerima seruan
Nabi dan mengikuti agama yang beliau bawa. Suatu hari, Abu Thalib
melihat putranya sedang shalat bersama Nabi Saw. Kepada putranya itu,
Abu Thalib bertanya, "Anakku, apa yang kau lakukan tadi?" Ali menjawab,
"Aku telah menerima ajaran Islam dan demi mendapat keridhaan Allah aku
melaksanakan shalat bersama sepupuku." Abu Thalib berkata, "Anakku,
jangan sampai engkau berpisah darinya, sebab dia tak akan pernah
mengajakmu kecuali kepada kebaikan dan kebahagiaan."
Allah memerintahkan RasulNya untuk
pertama-tama mengajak sanak keluarga terdekatnya kepada ajaran tauhid.
Untuk melaksanakan perintah Allah, Nabi Saw mengundang 40 orang dari
keluarga dekatnya untuk sebuah jamuan makan. Namun di hari pertama,
beliau tak sempat menyampaikan risalah kenabian kepada mereka. Di hari
berikutnya, beliau melakukan hal yang sama. Di hadapan sanak keluarga
itu, Nabi Saw bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bersedia
membantuku dan beriman kepadaku sehingga aku menjadikannya sebagai
saudaraku dan penerus setelahku?' Ali bangkit dan menjawab, "Aku siap
membantu dan membelamu, ya Rasulullah." Nabi Saw meminta sepupunya itu
untuk duduk. Beliau mengulang kata-kata sebelumnya untuk kali kedua. Tak
ada yang menjawab selain Ali. Kejadian yang sama terulang sampai tiga
kali. Akhirnya Nabi Saw di hadapan sanak keluarga beliau bersabda, "Ali
adalah saudara, penerima wasit, pewaris dan penggantiku di tengah
kalian."
13 tahun berlalu sejak Nabi Saw pertama
kali menyampaikan risalah tauhid di Mekah. Segala macam gangguan beliau
hadapi dengan tabah dan kesabaran yang tak terlukiskan. Akhirnya,
setelah kondisi tidak lagi memungkinkan bagi beliau untuk melanjutkan
misinya di kota itu, Rasul Saw hijrah ke kota Madinah setelah sebelumnya
beliau memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah terlebih dahulu.
Malam hari ketika hendak meninggalkan rumahnya, beliau meminta Ali (as)
untuk tidur di pembaringannya. Ali menerima perintah itu dengan senang
hati meski nyawa harus menjadi taruhannya. Kisah pengorbanan besar putra
Abu Thalib itu diabadikan oleh Allah Swt dalam al-Qur'an. Allah
berfirman,
Dan di antara manusia ada orang yang
mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hambanya. (QS. al-Baqarah (2) : 207).
Selama tiga hari setelah Rasulullah hijrah,
Ali menyerahkan semua amanat yang ada di tangan Rasul kepada para
pemiliknya. Selanjutnya, beliau bersama ibunya Fatimah binti Asad,
Fatimah putri Rasulullah Saw dan beberapa orang lainnya bertolak
meninggalkan Mekah menuju Madinah. Menyaksikan kedatangan Ali dan
rombongan di Madinah, Rasulullah Saw bersuka cita dan memuji pengorbanan
Ali yang tiba di kota baru itu dalam kondisi kaki yang melepuh dan
terluka.
Di Madinah, Rasulullah Saw mengikat kaum
muslimin dalam ikatan persaudaraan antara mereka. Masing-masing orang
menemukan saudaranya sedangkan Ali dikhususkan oleh Rasul untuk menjadi
saudaranya. Beliau bersabda, "Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di
dunia dan akhirat." Tahun kedua, Nabi menikahkan putri kesayangannya,
Fatimah (as) dengan Ali. Tak lama kemudian, terjadi perang Badar yang
mementaskan keberanian, kepahlawanan dan ketulusan Ali. Kepahlawanan Ali
pun menjadi buah bibir.
Sheikh Mufid mengatakan, "Ketika perang
berkecamuk di Uhud, Ali menjadi primadona sehingga Nabi Saw bersabda,
"Ali dariku dan aku darinya." Di perang inilah, dari langit terdengar
suara yang berseru, "Tidak ada ksatria seperti Ali dan tak ada pedang
seperti Dzul Fiqar."
Tahun kelima hijrah terjadi perang Khandaq.
Lebih dari sepuluh ribu orang memperkuat lasykar Kafir. Mereka datang
dari berbagai penjuru jazirah Arabia untuk menghancurkan Madinah.
Terjadi duel yang terkenal antara Ali dari pasukan Islam dan Amr bin
Abdi Wad, dari pasukan Kufur. Duel itu dikomentari oleh Nabi Saw dalam
sabdanya, "Keimanan sepenuhnya tengah bertempur melawan kekafiran
seutuhnya. Ali berhasil menyungkurkan Amr dan jawara kafir yang ditakuti
itu tewas di tangan pemuda bernama Ali.
Perang Khaibar pecah. Pengkhianatan
orang-orang Yahudi Khaibar tidak bisa dibiarkan. Nabi Saw dua kali
mengirim ekspedisi militer untuk menundukkan Khaibar yang dikokohkan
dengan sejumlah benteng kuat. Kedua ekspedisi itu gagal. Akhirnya, Rasul
Saw mengumumkan akan mengirim ekspedisi berikutnya dan bersabda, "Besok
aku akan menyerahkan bendera ini kepada orang yang tidak akan pernah
lari dari medan perang. Dia orang yang mencintai Allah dan RasulNya dan
dicintai oleh Allah dan RasulNya. Allah akan membuka benteng Khaibar
dengan tangannya." Esok hari, Rasulullah Saw menyerahkan panji itu
kepada Ali bin Thalib dan Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum
muslimin.
Ali selalu menyertai Rasul dalam suka
maupun duka. Ali bersama Nabi kala beliau terusir dari Mekah dan
menyertai beliau kala Mekah ditakluk. Tahun kesepuluh hijrah,
sekembalinya dari Haji Wada' atau haji perpisahan, Nabi Saw mengumpulkan
semua yang bersama beliau di Ghadir Khum dan bersabda, "Barang siapa
yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya pula."
Imam Ali (as) adalah sosok pemimpin yang
dikenal adil. Tak ada yang dapat menandingi keadilan figur yang dididik
langsung oleh Nabi Muhammad Saw ini. Dalam sebuah riwayat, Imam Ali (as)
berkata, "Ketahuilah, bahwa sejengkal pun tanah yang dihadiahkan kepada
orang tanpa hak dan sekeping pun uang yang diambil secara tidak benar
dari baitulmal akan ditarik kembali ke kas pemerintahan Islam
Sesungguhnya kebenaran tidak akan mengubah apapun menjadi batil.
Berlalunya masa tidak membuatku melupakan masalah ini..."
Suatu malam, Talhah dan Zubair datang
menemui Imam Ali saat beliau sedang melakukan penghitungan khazanah
Baitul Mal. Ali memadamkan lampu dan menghidupkan lampu yang lain.
Beliau berkata, "Lampu ini adalah milik baitul mal yang aku gunakan
untuk kepentingan baitul mal sendiri. Tapi lampu yang sekarang ini
kuhidupkan adalah milik pribadi sebab kalian datang kepadaku untuk
berbicara soal pribadi. Aku tak mau menggunakan barang baitul mal untuk
kepentingan yang lain." Setelah pertemuan itu usai, keduanya beranjak
pergi sambil bergumam, "Tidak ada orang yang kuat menghadapi keadilan
seperti ini."
Mengapa Ali sedemikian diagungkan dan
dipuja? Mengapa sepanjang sejarah dia dicintai dan disanjung? Ali adalah
manusia Ilahi yang hanya berbuat dan berkata untuk keridhaan Allah.
Itulah yang membuatnya kekal. Beliau pernah menggambarkan keunggulan
ilmu atas harta, yang salah satunya adalah;
"Pengumpul harta adalah orang yang mati saat mereka masih hidup sementara orang yang berilmu akan tetap hidup meski ia telah mati. Jasadnya telah lebur dan binasa tapi kesan dan pengaruhnya kekal di hati."
"Pengumpul harta adalah orang yang mati saat mereka masih hidup sementara orang yang berilmu akan tetap hidup meski ia telah mati. Jasadnya telah lebur dan binasa tapi kesan dan pengaruhnya kekal di hati."
Hari Milad Imam Ali bin Abi Thalib, Sang
Putra Ka'bah, 13 Rajab 1435 H Semoga Menjadi Hari Berbahagia dan Penuh
Berkah bagi kita Semua.
Sumber: Balaghah
Post a Comment
mohon gunakan email