Pesan Rahbar

Home » » Berdirinya Kesultanan Saljuk

Berdirinya Kesultanan Saljuk

Written By Unknown on Tuesday 8 July 2014 | 19:54:00


Munculnya Saljuk ke dalam panggung peristiwa di negeri-negeri wilayah timur Arabia, memiliki dampak besar dalam perubahan konstelasi politik di wilayah itu, di mana telah terjadi pertarungan yang hebat antara Khilafah Abbasiyah yang Sunni dengan Khilafah Fathimiyah yang Syiah.

Orang-orang Saljuk telah mendirikan sebuah pemerintahan Saljuk besar yang muncul pada abad ke-5 H/ ke-11 M. Otoritasnya meliputi wilayah Khurasan, Turkistan, Irak, Iran, Syam, dan Asia Tengah. Ray di Iran, kemudian Baghdad di Irak merupakan pusat kekuasaan Sultan Saljuk. Pada saat yang sama berdiri pemerintahan kecil Saljuk di Khurasan dan Karman, juga di Syam (Saljuk Syam), bahkan ada pula Saljuk di Asia Kecil yang disebut dengan Saljuk Romawi.

Orang-orang Saljuk mendukung sepenuhnya pemerintahan Khilafah Abbasiyah di Baghdad dan mendukung madzhab Sunni. Hal itu merupakan keuntungan besar tatkala Kekhilafahan Abbasiyah hampir runtuh saat berada di bawah pengaruh kaum Syiah Buwaihi di Iran dan Irak, serta pengaruh Bani Fathimi Al Ubaidi di Mesir dan Syam. Maka orang-orang Saljuk berhasil menghapus pengaruh Buwaihi dan sekaligus menentang pengaruh Khilafah Ubaidiyah (Fathimiyah).[1]

Thughril Baek pemimpin Saljuk mampu menghancurkan pemerintahan Buwaihi pada tahun 447 H di Baghdad, sebagaimana ia juga mampu meredakan berbagai krisis yang melanda, serta mencopot semua tulisan di depan masjid yang mencemooh para sahabat Nabi. Dia juga berhasil membunuh Abu Abdullah Al Jallab, gembong Syiah Rafidhah karena sikapnya yang keterlaluan dalam menghina sahabat.[2]

Pengaruh Syiah Buwaihi demikian kuat di Baghdad dan di kalangan istana Khilafah Abbasiyah. Maka tatkala orang-orang Saljuk mampu menghancurklan pemerintahan Buwaihi, Sultan Thughril Baek memasuki ibu kota Khilafah, dia diterima dengan sambutan hangat oleh Khalifah Abbasiyah, Al Qaim Biamrillah. Khalifah mengalungkan tanda kehormatan dan mendudukkan Thughril di sampingnya. Dia juga diberi gelar kehormatan, Sultan Ruknuddin Thughril Baek. Khalifah memerintahkan agar namanya di ukir di atas mata uang pemerintah. Bahkan namanya disebutkan dalam Khutbah Jum’at di masjid-masjid Baghdad dan lainnya. Hal lain yang semakin memperkuat posisi orang-orang Saljuk, karena mereka mampu menggeser kedudukan kaum Buwaihi dalam mengendalikan semua urusan di Baghdad. Sementara itu para Khalifah Dinasti Abbasiyah berjalan sesuai harapan mereka.[3]

Thughril Baek dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian kokoh, kecerdasan tinggi, serta sosok pemberani. Di samping itu dia juga dikenal sebagai sosok relijius, wara’, dan adil. Oleh sebab itulah dia mendapat dukungan sangat kuat dari rakyat. Dia telah mempersiapkan sepasukan tentara yang kuat dan berusaha menyatukan orang-orang Saljuk-Turki dalam sebuah pemerintahan yang kuat.[4]

Sebagai penguat ikatan antara Khalifah Abbasiyah Al Qaim Biamrillah dan pemimpin pemerintahan Saljuk Thughril Baek, maka khalifah menikahi anak Jefry Baek, saudara tertua Thughril Baek yang terjadi pada tahun 448 H/ 1059 M. kemudian pada bulan Sya’ban tahun 454 H/ 1062 M, Thughril Baek menikah dengan anak Khalifah Abbasiyah, Al Qaim Billah. Namun Thughril Baek tidak lama hidup setelah itu. Dia meninggal pada malam Jum’at, tanggal 8 Ramadhan tahun 455 H/ 1062 M dalam usia 70 tahun setelah berhasil menguasai wilayah-wilayah Khurasan, Iran, dan Irak bagian utara dan timur.[5]

Sultan-sultan Kerajaan Saljuk.
  1. Sultan Muhammad, Bergelar Alib Arselan (Singa Pemberani)
Alib Arselan memegang kendali pemerintahan setelah meninggalnya Thughril Baek, pamannya. Sebelumnya telah terjadi sengketa, tentang siapa yang berhak memimpin pemerintahan di negeri itu setelah Thughril wafat. Namun akhirnya Alib Arselan mampu memenangkannya.

Sebagaimana pamannya, Alib Arselan juga dikenal sebagai sosok pemberani dan cerdik. Dia telah mengambil siasat yang sangat jempolan dalam penaklukkan wilayah-wilayah lain, di mana sebelum melakukan penaklukkan dia akan selalu berusaha mencari kepastian, apakah negeri-negeri yang berada di bawah kekuasan Saljuk betul-betul setia atau tidak. Jika dia mantap bahwa negeri itu sepenuhnya loyal, dia akan beranjak untuk menaklukkan negeri yang lain. Dia juga dikenal sebagai sosok yang senang berjihad di jalan Allah dan gencar menyebarkan agama Islam di berbagai negeri Kristen yang berbatasan dengan wilayah kekuasaannya, seperti Armenia dan Romawi. Spirit jihad Islamlah yang menjadi pendorong utama dilakukannya pembukaan negeri-negeri oleh Alib Arselan. Dia menjadi komandan jihad orang-orang Saljuk. Dia begitu antusias menebarkan Islam di negeri-negeri itu dan memancangkan panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah Byzantium.[6] Dia telah melakukan inspeksi (monitoring) selama tujuh tahun di wilayah-wilayah kekuasaannya yang terpencar-pencar sebelum melakukan ekspansi ke wilayah lain.

Tatkala Alib Arselan yakin benar, bahwa pemerintahan Saljuk stabil di seluruh wilayah yang tunduk padanya, barulah dia merancang strategi untuk massa depan yang lebih panjang. Dia ingin menaklukkan negeri-negeri Kristen yang berbatasan dengan wilayah kekuasaannya, menaklukkan Khilafah Fathimiyah (Al ‘Ubaidiyah) di Mesir dan menyatukan dunia Islam di bawah panji Khilafah Abbasiyah yang beraliran Sunni. Maka dia pun menyiapkan tentara dalam jumlah besar untuk bergerak menuju Armenia. Georgia akhirnya berhasil ditaklukkan, lalu dia pun menyebarkan Islam di wilayah-wilayah tersebut.[7]

Kemudian dia juga melakukan penyerbuan ke Syam bagian Utara dan mengepung negeri Muradisah di Allepo, sebuah negeri yang didirikan oleh Saleh bin Muradas yang berdasarkan madzhab Syiah pada tahun 414 H/ 1023 M. Dia memaksa pemimpin pemerintahan ini, Mahmud bin Saleh bin Muradas, untuk kembali mengakui pemerintahan Khilafah Abbasiyah dan tidak lagi menginduk kepada pemerintahan Fathimiyah (Ubaidiyah).[8] Hal ini terjadi sekitar tahun 462 H/ 1070 M.

Kemudian dia mengirim komandan perangnya Atansaz bin Auq Al Khawarizmi untuk melakukan penyerbuan ke wilayah selatan Syam. Dia berhasil merebut Ramalah dan Baitul Maqdis dari tangan pemerintahan Fathimiyah, namun belum mampu menguasai Asqalan yang dianggap sebagai pintu masuk ke Mesir. Dengan demikian orang-orang Saljuk memiliki kedekatan dengan basis Khilafah Abbasiyah dan Sultan Saljuk di dalam Baitul Maqdis.[9]

Pada tahun 462 H seorang utusan dari pemerintah di Makkah, Muhammad bin Abu Hasyim, menemui Sultan Alib Arselan memberitahukan, bahwa nama Khalifah Abbasiyah dan Sultan akan disebutkan di dalam khutbah secara resmi, lalu akan menghapus penyebutan nama pemerintahan Fathimiyah di Mesir dari mimbar-mimbar khutbah. Utusan itu juga memberitahukan, bahwa sejak itu akan ditinggalkan panggilan adzan dengan tambahan Hayya ‘Alal ‘Amal (tambahan ini merupakan tambahan adzan dalam aliran Syiah setelah ucapan Hayya ‘Alal Falah.-Penj). Setelah menerima utusan itu Sultan memberi hadiah uang untuk penguasa Makkah itu sebanyak 30 ribu dinar. Dia juga berkata, “Jika penguasa Madinah melakukan hal yang sama, maka akan kami beri dia hadiah sebanyak 20 ribu dinar.”[10]

Penaklukkan-penaklukkan oleh Alib Arselan ini telah membuat marah kaisar Romawi Romanus Diogenes (berkuasa pada tahun 1076-1071 M—pent). Oleh sebab itu dia bertekad melakukan serangan balik dalam rangka membela dan mempertahankan kekaisarannya. Pasukan Kaisar ini berkali-kali terlibat perang dengan pasukan Saljuk. Di anatara peperangan yang paling penting adalah perang Maladzkird (Manzikart) yang terjadi pada tahun 483 H atau bertepatan dengan bulan Agustus 1070 M.[11]

Ibnu Katsir berkata, “Pada tahun itulah Kaisar Romawi Rumanus berangkat dalam satu pasukan yang besar laksana gunung yang terdiri dari pasukan Romawi, Georgia, Perancis. Jumlah pasukan dan persenjataannya demikian kuat. Dalam pasukan itu, ikut serta 35 ribu Bitriq (komandan pasukan Romawi). Di bawah seorang Bitriq ada 100 ribu penunggang kuda. Pasukan yang datang dari Perancis berjumlah 35 ribu, sedangkan pasukan yang bermarkas di Konstantinopel berjumlah 15 ribu personil. Ikut bersamanya 100 ribu tukang seruling dan penggali lobang, 1000 kuda kerja, 400 ratus gerobak pengangkut sandal dan paku, 1000 gerobak lainnya yang mengangkut senjata, lampu, alat perang, pelempar batu, dan manjaniq dalam jumlah ribuan dan 200 orang. Apa yang menjadi ambisinya, adalah untuk menghancurkan Islam.

Para Bitriq telah mampu menyeberangi negeri-negeri hingga akhirnya sampai di Baghdad. Kaisar menasihati wakilnya untuk berlaku baik pada khalifah yang mengatakan, “Bersikap lunaklah kalian padanya sebab dia adalah teman kita!” Kemudian setelah Mamalik (kerajaan-kerajaan kecil) di Irak, Khurasan telah bisa ditaklukkan, maka berangkatlah pasukan Romawi itu ke Syam untuk mengambil alih Syam dari tangan kaum muslimin. Allah swt. berfirman, “Demi umurmu (Muhammad) sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan).” (Al-Hijr: 72).

Maka mereka dihadang oleh Sultan Alib Arselan yang saat itu memimpin pasukan sekitar 20 ribu di sebuah tempat yang disebut Zahwah. Peristiwa ini terjadi pada hari rabu tanggal 26 Dzulqa’dah. Sultan Alib Arselan merasa cemas melihat jumlah pasukan Romawi yang sedemikian banyak. Melihat hal ini, maka seorang faqih yang bernama Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik Al Bukhari, menasihati agar waktu perang ditetapkan pada hari Jum’at setelah matahari tergelincir, tatkala para khatib sedang mendoakan kemenangan kaum mujahidin.

Saat tiba waktunya dan kedua pasukan saling berhadapan, maka sultan turun dari kudanya dan bersujud kepada Allah dengan melekatkan wajahnya ke tanah kemudian dia berdoa kepada Allah swt agar memberikan kemenangan. Maka Allah turunkan kemenangan pada kaum muslimin dan memberikan karunia-Nya yang besar. Kaum muslimin mampu membunuh demikian banyak tentara Romawi dan Kaisar mereka ditawan oleh seorang pemuda yang berasal dari Romawi. Tatkala dia berada di hadapan Sultan Alib Arselan, maka dia dipukul dengan tiga pukulan tangan sambil mengatakan, “Jika saya menjadi tawananmu, apa yang akan kau lakukan terhadapku?”
Dia berkata, “Pasti semua yang buruk-buruk!”
“Lalu apa yang akan saya perbuat menurut sangkaanmu?” lanjut Sultan.
“Mungkin kau akan membunuhku dan kau giring aku di negerimu, atau mengampuniku dan mengambil tebusan dariku dan mengembalikan aku ke negeriku!” jawab Romanus.
“Tak ada yang aku inginkan kecuali mengambil tebusan darimu,” tegas Sultan.

Romanus menebus dirinya dengan jumlah 150 ribu dinar. Kemudian berdiri di depan Sultan dan memberi minum kepada Sultan sambil mencium tanah di depan Sultan. Dia kemudian mencium tanah ke arah di mana khalifah berada sebagai rasa hormat. Sultan sendiri memberikan kepadanya 1000 dinar sebagai perbekalan untuk pulang dan mengirim beberapa komandan pasukan untuk menjaganya hingga dia selamat sampai ke negerinya. Sultan sendiri mengantarnya hingga jarak empat mil. Tentara yang mengantarnya membawa panji-panji yang bertuliskan Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah.[12]

Kemenangan Alib Arselan dengan tentara berkisar 20.000 prajurit terhadap tentara Romawi yang berjumlah sekitar 200.000 prajurit, merupakan peristiwa yang sangat spektakuler dan merupakan titik perubahan penting dalam sejarah Islam. Sebab peristiwa ini telah melemahkan pengaruh Romawi di Asia Kecil yang tak lain adalah wilayah-wilayah strategis Kekaisaran Byzantium. Ini sangat membantu untuk melemahkan dan kemudian menghancurkan kekaisaran Byzantium secara berangsur-angsur di bawah kekuasaan Khilafah Utsmaniyah.

Alib Arselan dikenal sebagai sosok manusia saleh yang selalu mencari sebab-sebab kemenangan dari segi maknawi dan materi. Dia selalu dekat dengan ulama dan mengambil nasehat mereka. Alangkah indahnya nasehat yang diberikan oleh seorang alim rabbani, Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik Al Bukhari Al Hanafi dalam perang Maladzkird tatkala dia berkata pada Sultan Alib Arselan, “Sesungguhnya kau berperang dalam membela agama yang Allah janjikan akan memberi pertolongan dan kemenangan atas semua agama. Saya berharap Allah telah menuliskan kemenangan ini atas namamu. Maka hadapilah mereka di jam-jam saat para khatib Jumat sedang berdoa di atas mimbar, sebab mereka berdoa untuk kemenangan kaum mujahidin.”

Maka tatkala waktunya datang, dia menjadi imam shalat kaum muslimin. Sultan pun menangis dan seluruh hadirin ikut menangis. Dia berdoa yang diamini oleh semua pasukannya. Lalu dia pun berkata, “Barangsiapa yang ingin meninggalkan tempat, maka tinggalkanlah, sebab di sini tidak ada seorang sultan yang menyuruh dan melarang?!” Dia pun segera mengambil busur, anak panah, dan pedang. Dia pasang pelana kuda dengan tangannya sendiri. Para prajurit melakukan hal yang sama. Kemudian dia memakai pakaian putih-putih dan bersumpah untuk berjuang hingga titik darah penghabisan. Dia berkata dengan lantang, “Jika saya terbunuh, maka inilah kafanku!”[13] Allahu Akbar! Terhadap orang-orang yang demikian inilah pertolongan Allah akan senantiasa turun.

Sultan sendiri terbunuh di tangan seorang yang membalas dendam bernama Yusuf Al Khawarizmi, pada 10 Rabi’ul Awwal tahun 456 H/ 1072 M. Dia disemayamkan di kota Marw di samping kuburan ayahnya. Anaknya yang bernama Maliksyah menggantikan posisinya.[14]

Kemulian Akhlak Sultan Alib Arselan.
Dia dikenal sebagai sosok yang murah hati, cinta kaum fakir miskin, selalu bersyukur atas semua karunia yang Allah berikan padanya. Suatu saat dia melewati kaum fakir Khuraiin di Marw, lalu dia menangis. Dia memohon kepada Allah, semoga Allah swt menjadikannya sebagai orang kaya.

Sultan dikenal sebagai orang yang banyak bersedekah. Pada bulan Ramadhan dia bersedekah sebanyak 15 ribu dinar. Di tempatnya bekerja ada sekian nama kaum fakir yang senantiasa dia santuni. Tidak ada satu pun perbuatan kriminal atau perampokan. Rakyat telah puas dengan pajak asli yang diambil dua kali dalam setahun, sebagai ungkapan kasih-sayang pada mereka.[15]

Salah seorang penagih pajak menulis surat padanya melaporkan tentang keadaan menterinya yang bernama Nizhamul Mulk. Mereka menyebutkan kekayaan yang dimilikinya di beberapa kerajaan. Maka dia pun memanggil Nizhamul Mulk seraya berkata, “Ambillah jika ini benar, dan kau perbaiki akhlak dan pribadimu. Namun jika ia bohong, maka maafkanlah kesalahannya!”

Dia dikenal sangat peduli dengan harta rakyat. Dikisahkan, ada seorang pelayannya mengambil pakaian beberapa orang. Maka pelayan itu disalib. Mendengar kejadian ini, gemetarlah semua penguasa kerajaan-kerajaan kecil di bawah Alib Arselan karena takut akan hukumannya.[16]

Buku yang banyak dibacakan kepadanya adalah sejarah raja-raja, perilaku-perilaku mereka, serta hukum-hukum syariah. Tatkala tersiar luas keindahan perilakunya di kalangan raja-raja, dan sikapnya yang selalu memenuhi janji; mereka sepakat menyatakan taat kepadanya setelah sebelumnya menolak melakukan hal itu. Mereka datang dari berbagai pelosok negeri di Asia Kecil sampai Syam.[17]


[1] As Salathin fil Masyriqil ‘Arabi, Dr. Isham Muhammad Syabaru, hlm. 171
[2] Ayu’idut Tarikh Nafsahu, Muhammad Al’Abduh, hlm. 67
[3] Qiyamud Daulah Al Utsmaniyah, hlm. 19
[4] Ibid: 17
[5] Tarikhud Daulatil ‘Aliyyah Al Utsmaniyyah, Muhammad Farid Baek, hlm. 25
[6] Qiyamud Daulah Al Utsmaniyah, hlm. 20
[7] Qiyamud Daulah Al Utsmaniyah, hlm. 20
[8] As Salathin fil Masyriqil ‘Arabi, Dr. Isham Muhammad, hlm. 25
[9] Mir’atuz Zaman, Sabth Ibnu Al Jauzi, hlm. 161
[10] Ayu’idut Tarikh Nafsahu, Muhammad Al Abduh, hlm. 68
[11] Ibid: hlm.20
[12] Al Bidayah Wan Nihayah, Juz 12 hlm. 108
[13] Tarikh Islam, Adz Dzahabi, Hawadits wa Wawafayat: 461, 470
[14] Qiyamud Daulah Al Utsmaniyah, hlm. 21
[15] Al Kamil, Ibnu Atsir: 6/252
[16] Bidayatul Mujtahid, Juz 12 hlm. 114
[17] Al Kamil, Ibnu Atsir; Juz 6 hlm. 253
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: