FUUI Desak MUI Segera Keluarkan Fatwa Sesat Syiah.
MIUMI Serahkan Empat Hasil Riset Tentang Syiah ke Kemenag.
Ratusan Ulama Pemecah-Belah Umat berkumpul merumuskan langkah startegis menyikapi Syi’ah di Indonesia,
8 Des 2011 ; Dr.Marwan Khaleefat, seorang Intelektual dari Jordan, menjadi Syiah setelah melakukan kajian mendalam terhadap Mazhab ini, dan meyakini bahwa kebenaran adalah bersama Mazhab ini.
Syiah
Setiap mendengar kata syiah, atau membaca tulisan mengenai syiah, apa yang tiba-tiba terlintas dipikiran anda?. Sebuah kelompok yang memiliki pemahaman yang sesat dan kufur kah? Orang-orang yang gemar berdusta, taqiyah atau melakukan hal-hal yang memecah belah umat bahkan dalam segala hal berbahaya bagi umat Islam kah? atau setiap mendengar mengenai syiah, yang terbayang langsung mengenai Mut’ah yang katanya telah diharamkan namun masih getol dipraktikkan oleh orang-orang Syiah kah? atau mungkin mengenai aqidah mereka yang begitu menyimpang dari mainstream keyakinan kaum muslimin kebanyakan, mengenai Zat Allah, kemaksuman Nabi, keimamahan yang hanya menjadi hak Ahlul Bait, ataukah mengenai keyakinan mereka yang katanya telah terjadi perubahan dan pengurangan terhadap Al-Qur’an, ataupun mengenai penghinaan dan kekurang ajaran mereka terhadap sahabat dan istri-istri Nabi?.
Apapun itu, adalah tidak fair jika kita memberi vonis dan penghukuman terhadap sesuatu, tanpa bersikap adil. Dalam surah al Maidah ayat 2, Allah SWT berpesan, janganlah kebencian terhadap suatu kaum mendorong kita berbuat aniaya. Kita memang harus menanamkan kebencian terhadap penyimpangan, kesesatan dan apapun anasir-anasir kotor yang berusaha dimasukkan kedalam dien yang suci ini, atau kesesatan didakwahkan sebagai kebenaran dan diakui merupakan bagian dari syiar Islam. Namun kita juga jangan sampai lalai bahkan keluar dari koridor yang telah digariskan ajaran agama ini. Kita bisa saja menaruh rasa curiga terhadap pemahaman Syiah, namun kecurigaan semata tidak pernah cukup untuk dijadikan dasar penilaian terhadap sebuah ajaran. Diperlukan sebuah kajian yang komprehensif dan menyeluruh untuk mencapai sebuah kesimpulan. Fatwa-fatwa ulama terdahulu mengenai kesesatan Syiah bukanlah sebuah hukum yang secara mutlak mengikat pada setiap waktu dan periode, mengingat fatwa adalah produk hukum yang sangat bergantung pada situasi dan kondisi dimana dan kapan sebuah fatwa dikeluarkan. Terlebih lagi jika kita mau menelisik jauh, kepentingan apa yang bermain dan pihak mana yang paling diuntungkan dengan keluarnya sebuah fatwa.
Kaidah yang terpenting untuk menilai benar tidaknya sebuah ajaran, adalah menelusuri langsung sumber ajarannya, dari manakah ajaran itu berasal, dan bagaimana mereka memahami dan meyakini sumber ajaran tersebut serta bagaimana mereka mengaplikasikannya. Setiap kita membaca artikel atau mendengar ceramah-ceramah yang mengumbar segala kesesatan dan kebusukan-kebusukan aqidah Syiah, senantiasa dilengkapi nukilan riwayat-riwayat yang katanya berasal dari kitab-kitab induk Syiah ataupun nukilan fatwa-fatwa ulama-ulama mereka. Ada beberapa kaidah yang sebelumnya mesti kita lewati untuk kemudian menentukan sikap terhadap Syiah.
Pertama, mengecek keberadaan riwayat-riwayat tersebut pada kitab-kitab dari mana ia dinukil. Apakah benar riwayat yang disebutkan tersebut benar keberadaanya pada kitab tersebut?, benarkah nukilannya sesuai dengan matan pada kitab yang mencantumkannya?, apakah tidak ada upaya manipulasi, dengan hanya mengambil sepenggal saja misalnya, dan lain-lain?. Afwan, saya seringkali menemukan adanya teks-teks riwayat yang direkayasa, sebab ketika mengecek keberadaannya sebagaimana alamat riwayat yang telah dituliskan saya tidak menemukan keberadaannya pada kitab yang dimaksud. Saya merasa perlu menceritakan, misalnya beberapa artikel yang menuliskan tentang kesesatan Syiah pada site http://www.hakekat.com ada beberapa riwayat yang saya tidak temukan meskipun telah mencari pada kitab yang dimaksud, saya berprasangka baik bahwa bisa jadi karena kitab yang dimaksud meskipun judul dan isinya sama namun penerbit dan terbitan yang berbeda sehingga juga mengalami perbedaan pada penomoran hadits atau halaman misalnya, sebagaimana shahih Bukhari yang memiliki banyak versi penerbitan. Namun ketika menanyakan ke pengelola site tersebut, penerbit dan terbitan keberapa kitab yang berada di tangan mereka, bukan hanya tidak mendapat jawaban, pertanyaan semacam itu malah tidak ditampilkan dalam kolom tanggapan yang disediakan.
Kedua, mencari tahu pendapat ulama Syiah mengenai nukilan riwayat tersebut. Kalaupun ternyata setelah dicek, riwayat yang menyatakan adanya penyimpangan aqidah kaum Syiah benar adanya bersumber dari kitab Syiah tersendiri, tugas selanjutnya adalah mencari tahu bagaimana orang-orang Syiah memahami riwayat atau nash tersebut. Kita mesti merujuk kepada orang-orang alim dikalangan mereka, bagaimana penilaian mereka terhadap riwayat tersebut, apakah kedudukannya shahih, hasan, dhaif atau malah palsu. Kalau ulama Syiah sendiri menghukumi riwayat tersebut dhaif atau palsu, adalah tidak fair menghukumi sesatnya keyakinan Syiah dari riwayat-riwayat yang tidak diakui keshahihannya oleh orang-orang Syiah sendiri meskipun terdapat dan tertulis jelas dalam kitab-kitab mu’tabar mereka. Sebagaimana halnya di kalangan Sunni, keberadaan hadits-hadits atau riwayat-riwayat dhaif dan palsu tidak bisa dinafikan keberadaannya dalam kitab-kitab mu’tabar Sunni sendiri. Dan tentu saja, merekapun tidak ingin dihakimi kelompok lain yang menyandarkan vonisnya pada keberadaan riwayat-riwayat yang lemah tersebut.
Ketiga, kalaupun ulama-ulama Syiah telah menyatakan keshahihannya, selanjutnya, apakah tidak ada perselisihan dari kalangan ulama Syiah mengenai keshahihannya?. Sebagaimana halnya ulama-ulama hadits dikalangan Sunni, misalnya Al-Hakim menshahihkannya, Imam Tirmidsi mendhaifkannya, hadits-hadits yang dianggap shahih misalnya oleh ulama-ulama hadits lainnya, namun Imam Bukhari lewat metode penilaiannya sendiri yang ketat, beliau bisa saja menilainya dhaif bahkan palsu. Hal seperti ini pun patut menjadi perhatian, riwayat-riwayat yang digunakan untuk memberi penilaian sesat tidaknya pemahaman Syiah harusnya adalah riwayat-riwayat yang secara ijma diakui keshahihannya oleh ulama-ulama hadits Syiah yang dianggap mumpuni dan kafabel dikalangan mereka.
Keempat, kalaupun riwayat-riwayat tersebut dinilai shahih secara ijma dikalangan ulama-ulama Syiah, pertanyaan selanjutnya bagaimana mereka memahami riwayat tersebut. Misalnya mengenai taqiyah atau nikah mut’ah, kalaupun ulama-ulama Syiah meyakini keshahihan riwayat-riwayat yang menegaskan keberadaan taqiyah dan nikah mut’ah untuk dipraktikkan pengikut-pengikutnya, kita mestinya menghukumi mereka dari bagaimana mereka memahami dan mempraktikkan kedua amalan tersebut. Yang berhak memberikan defenisi dan penjelasan adalah mereka, dan kita menghukumi dari apa yang mereka defenisikan dan jelaskan. Jika kita membaca artikel yang membahas mengenai nikah Mut’ah misalnya, yang ditulis oleh mereka yang mengecam Syiah, saya melihatnya terkadang terlalu tendensius dan mencium bau sentimen mazhab yang sangat menyengat. Mereka menggambarkan mut’ah tidak ubahnya dengan zina bahkan menyamakannya dengan praktik pelacuran, sehingga dengan mudahnya mereka menyematkan orang-orang Syiah dengan sebutan-sebutan yang keji, bahkan merasa mendapat pahala dengan itu. Kalau mereka mengakui sendiri nikah Mut’ah pernah dihalalkan oleh Rasulullah saww dan dipraktikkan oleh beberapa sahabatnya, maka tentu saja itu bukan zina apalagi pelacuran, karena tidak mungkin Allah SWT lewat Nabi-Nya pernah menghalalkan sesuatu perbuatan yang keji. Kalau dalam surah Al-Isra ayat 32 Allah SWT sendiri memerintahkan untuk jangan mendekati zina, lantas apakah Nabi-Nya malah pernah memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk berzina?
Karenanya, hanya Syiah sendirilah yang lebih berhak mengutarakan dan menjelaskan seperti apa nikah Mut’ah yang mereka pahami dan yakini, mengenai syarat-syarat, ketentuan, pemberlakuan masa iddah dan sebagainya, mereka yang tidak sepakat, cukup memberikan tanggapan dan kritikan terhadap yang diyakini Syiah itu, lewat hujjah-hujjah yang diterima oleh kedua kelompok. Bukan sebagaimana yang biasanya terjadi, mereka mengajukan defenisi dan memberikan penjelasan tersendiri mengenai nikah Mut’ah yang didramatisir sedemikian rupa lalu kemudian memberikan vonis penghukuman, yang bisa jadi Mut’ah yang mereka pahami itu bukanlah Mut’ah yang diakui kehalalannya oleh Syiah. Begitu juga misalnya mengenai sahabat-sahabat Nabi.
Kelima, berupaya mencari tahu makna yang tersirat terlebih dulu dari apa yang tersurat dari riwayat-riwayat Syiah. Islam biasanya diserang oleh pihak-pihak yang justru tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap Islam. Yang biasa mendapat kritikan misalnya rajam dan hukum potong tangan, mereka hanya melihat dari satu sisi (yakni yang tersurat) sehingga memberikan vonis syariat Islam itu kejam dan tidak berprikemanusiaan. Mereka tidak mencari tahu terlebih dahulu hikmah dibalik adanya perintah ataupun larangan.
Begitupun dengan doktrin-doktrin Syiah, terkadang secara sekilas bagi kita tidak logis, tidak berkesesuaian dengan Al-Qur’an dan Sunnah, kitapun lalu menghukumi itu bukan hukum Islam, itu di luar dari ajaran Islam. Tentu kita tidak menerima klaim-klaim orientalis yang menyebut-nyebut Islam adalah aturan-aturan yang kuno dan ketinggalan jaman bahkan membahayakan bagi kemanusiaan hanya karena mereka pada dasarnya tidak mengenal dan memahami Islam itu lebih dekat dan memahami Islam dengan perspektif mereka sendiri. Begitupun dengan Syiah, tentu saja mereka tidak bisa menerima disebut sesat bahkan kafir hanya karena yang memberikan tuduhan dan stigma tidak memiliki upaya terlebih dahulu mengenal dan memahami Syiah dari apa yang dipahami dan diyakini oleh orang-orang Syiah, bukan dari tuduhan dan klaim-klaim pihak-pihak yang memusuhi dan membencinya. Biasanya pada bagian ini yang paling sering disalah mengerti adalah konsep kemaksuman Nabi dan para Aimmah as.
Secara tersurat dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur’an tersampaikan, para Anbiyah as juga bisa salah, khilaf bahkan zalim, sementara bagian dari keyakinan Syiah, para Anbiyah bahkan Aimmah adalah orang-orang yang maksum. Sebelum menghukumi Syiah menyimpang pemahamannya dari apa yang disampaikan Allah SWT lewat Al-Qur’an, kita mesti tahu dulu, bagaimana Syiah memahami dan memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang menceritakan mengenai kekhilafan dan kesalahan beberapa Nabi as, bagaimana mereka mensinkronkan keyakinan mereka dengan ayat-ayat tersebut. Penjelasan mereka tentang itulah yang kemudian mestinya mendapat tanggapan dan kritikan jika tetap tidak sependapat. Bukan menabrakkannya sejak awal, tanpa lebih dahulu berusaha mengenali alur berpikir orang-orang Syiah. Perlu proses pengenalan terlebih dahulu, berusaha memahami sebelum menentukan sikap. Semua ada pertanggungjawabannya di sisi Allah.
“Seseorang cenderung memusuhi apa yang tidak dikenalinya…” begitu pesan Imam Ali as.
Penahanan Ustaz Tajul Muluk Dikecam.
“Uztaz Tajuk Muluk semestinya adalah korban. Sementara sangat jelas, pelaku pembakaran, aktor penyuruh dan penggerak pembakaran dan kekerasan selama ini cenderung dibiarkan. Jika ini terus terjadi dan negara abai, maka yang terjadi adalah penindasan, konflik yang konstan bahkan mungkin pembantaian,” tulis siaran pers Aliansi Solidaritas Kasus Sampang yang diterima Kamis (19/4).
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang mengecam Pemerintah Daerah Sampang, Kepolisian dan Kejaksaan Sampang yang terlihat jelas bersikap tidak adil dengan hanya mengkriminalisasi Ustaz Tajul Muluk terkait Tragedi Sampang belum lama ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, para ulama di Sampang menganggap ajaran Islam Syiah yang disampaikan Tajul Muluk sesat, sehingga pembawa ajaran itu perlu diproses hukum. Namun perkembangan yang terjadi justru memicu pembakaran kompleks pesantren keluarga Ustad Tajul Muluk, pengungsian ratusan warga muslim Syiah di Sampang Madura, hingga penetapan dan penahanan Ustaz Tajul Muluk pada Kamis (12/4) di LP Sampang.
Uztaz Tajuk Muluk ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama oleh Kejaksaan Negeri Sampang dan perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sampang untuk menunggu penetapan jadual persidangan di PN Sampang.
“Uztaz Tajuk Muluk semestinya adalah korban. Sementara sangat jelas, pelaku pembakaran, aktor penyuruh dan penggerak pembakaran dan kekerasan selama ini cenderung dibiarkan. Jika ini terus terjadi dan negara abai, maka yang terjadi adalah penindasan, konflik yang konstan bahkan mungkin pembantaian,” tulis siaran pers Aliansi Solidaritas Kasus Sampang yang diterima Kamis (19/4).
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang terdiri dari berbagai elemen gerakan sipil dan lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yaitu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, YLBH-Universalia, Kontras, Elsam, Sejuk, Aman Indonesia, ILRC, ANBTI, ICRP, Wahid Instititute, HRWG, dan Setara Institute.
Disebutkan pula, Tim Kuasa Hukum Tajul Muluk menemukan kondisi-kondisi bahwa Bupati Sampang, Kepala Bakesbangpol, Plt Kementerian Agama berada di balik penahanan Tajul Muluk dengan tekanan begitu rupa dan juga dengan mendesak Bakorpakem Sampang secara serampangan menandatangani surat sesat-menyesatkan terhadap ajaran Syiah.
“Bupati Sampang terlihat berkali-kali menjadikan sentimen anti-Syiah sebagai kampanye politiknya menjelang Pilkada di Sampang,” kecam aliansi LSM ini.
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang telah melayangkan surat dan permohonan untuk audiensi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan tembusan kepada Kejaksaan Agung untuk memohon agar MA segera mengeluarkan SK pemindahan lokasi persidangan terhadap Tajul Muluk yang diagendakan di PN Sampang ke Jakarta atau ke tempat lain yang kondusif.
Sebab, lanjutnya, kondisi sosial dan pengerahan sentimen kebencian di Sampang yang tergolong sangat tidak aman sehingga dapat menimbulkan gejolak dan pada gilirannya mengakibatkan proses peradilan berjalan tidak bebas dan adil dikarenakan kuasa hukum, jaksa, hakim, bahkan saksi berada dalam tekanan yang hebat.
Aliansi juga ingin memberitahukan sekaligus melakukan pertemuan dengan Komisi Yudisial (KY) dan Kapolri. Dengan tujuan agar KY turut serta memonitor jalannya persidangan Tajul Muluk dan memastikan pelaksanaan sidang yang bebas dan adil.
“Kepada Kapolri kita meminta jaminan perlindungan hukum terhadap Saudara Tajul Muluk, kuasa hukum dan saksi, serta dan terutama kepada warga muslim Syiah, pengikut Tajul Muluk di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam Kecamatan Omben, yang masih mendapatkan intimidasi dan sentimen kebencian hingga saat ini.”
(Syiah-Ali/ABNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
MIUMI Serahkan Empat Hasil Riset Tentang Syiah ke Kemenag.
Ratusan Ulama Pemecah-Belah Umat berkumpul merumuskan langkah startegis menyikapi Syi’ah di Indonesia,
8 Des 2011 ; Dr.Marwan Khaleefat, seorang Intelektual dari Jordan, menjadi Syiah setelah melakukan kajian mendalam terhadap Mazhab ini, dan meyakini bahwa kebenaran adalah bersama Mazhab ini.
Syiah
Setiap mendengar kata syiah, atau membaca tulisan mengenai syiah, apa yang tiba-tiba terlintas dipikiran anda?. Sebuah kelompok yang memiliki pemahaman yang sesat dan kufur kah? Orang-orang yang gemar berdusta, taqiyah atau melakukan hal-hal yang memecah belah umat bahkan dalam segala hal berbahaya bagi umat Islam kah? atau setiap mendengar mengenai syiah, yang terbayang langsung mengenai Mut’ah yang katanya telah diharamkan namun masih getol dipraktikkan oleh orang-orang Syiah kah? atau mungkin mengenai aqidah mereka yang begitu menyimpang dari mainstream keyakinan kaum muslimin kebanyakan, mengenai Zat Allah, kemaksuman Nabi, keimamahan yang hanya menjadi hak Ahlul Bait, ataukah mengenai keyakinan mereka yang katanya telah terjadi perubahan dan pengurangan terhadap Al-Qur’an, ataupun mengenai penghinaan dan kekurang ajaran mereka terhadap sahabat dan istri-istri Nabi?.
Apapun itu, adalah tidak fair jika kita memberi vonis dan penghukuman terhadap sesuatu, tanpa bersikap adil. Dalam surah al Maidah ayat 2, Allah SWT berpesan, janganlah kebencian terhadap suatu kaum mendorong kita berbuat aniaya. Kita memang harus menanamkan kebencian terhadap penyimpangan, kesesatan dan apapun anasir-anasir kotor yang berusaha dimasukkan kedalam dien yang suci ini, atau kesesatan didakwahkan sebagai kebenaran dan diakui merupakan bagian dari syiar Islam. Namun kita juga jangan sampai lalai bahkan keluar dari koridor yang telah digariskan ajaran agama ini. Kita bisa saja menaruh rasa curiga terhadap pemahaman Syiah, namun kecurigaan semata tidak pernah cukup untuk dijadikan dasar penilaian terhadap sebuah ajaran. Diperlukan sebuah kajian yang komprehensif dan menyeluruh untuk mencapai sebuah kesimpulan. Fatwa-fatwa ulama terdahulu mengenai kesesatan Syiah bukanlah sebuah hukum yang secara mutlak mengikat pada setiap waktu dan periode, mengingat fatwa adalah produk hukum yang sangat bergantung pada situasi dan kondisi dimana dan kapan sebuah fatwa dikeluarkan. Terlebih lagi jika kita mau menelisik jauh, kepentingan apa yang bermain dan pihak mana yang paling diuntungkan dengan keluarnya sebuah fatwa.
Kaidah yang terpenting untuk menilai benar tidaknya sebuah ajaran, adalah menelusuri langsung sumber ajarannya, dari manakah ajaran itu berasal, dan bagaimana mereka memahami dan meyakini sumber ajaran tersebut serta bagaimana mereka mengaplikasikannya. Setiap kita membaca artikel atau mendengar ceramah-ceramah yang mengumbar segala kesesatan dan kebusukan-kebusukan aqidah Syiah, senantiasa dilengkapi nukilan riwayat-riwayat yang katanya berasal dari kitab-kitab induk Syiah ataupun nukilan fatwa-fatwa ulama-ulama mereka. Ada beberapa kaidah yang sebelumnya mesti kita lewati untuk kemudian menentukan sikap terhadap Syiah.
Pertama, mengecek keberadaan riwayat-riwayat tersebut pada kitab-kitab dari mana ia dinukil. Apakah benar riwayat yang disebutkan tersebut benar keberadaanya pada kitab tersebut?, benarkah nukilannya sesuai dengan matan pada kitab yang mencantumkannya?, apakah tidak ada upaya manipulasi, dengan hanya mengambil sepenggal saja misalnya, dan lain-lain?. Afwan, saya seringkali menemukan adanya teks-teks riwayat yang direkayasa, sebab ketika mengecek keberadaannya sebagaimana alamat riwayat yang telah dituliskan saya tidak menemukan keberadaannya pada kitab yang dimaksud. Saya merasa perlu menceritakan, misalnya beberapa artikel yang menuliskan tentang kesesatan Syiah pada site http://www.hakekat.com ada beberapa riwayat yang saya tidak temukan meskipun telah mencari pada kitab yang dimaksud, saya berprasangka baik bahwa bisa jadi karena kitab yang dimaksud meskipun judul dan isinya sama namun penerbit dan terbitan yang berbeda sehingga juga mengalami perbedaan pada penomoran hadits atau halaman misalnya, sebagaimana shahih Bukhari yang memiliki banyak versi penerbitan. Namun ketika menanyakan ke pengelola site tersebut, penerbit dan terbitan keberapa kitab yang berada di tangan mereka, bukan hanya tidak mendapat jawaban, pertanyaan semacam itu malah tidak ditampilkan dalam kolom tanggapan yang disediakan.
Kedua, mencari tahu pendapat ulama Syiah mengenai nukilan riwayat tersebut. Kalaupun ternyata setelah dicek, riwayat yang menyatakan adanya penyimpangan aqidah kaum Syiah benar adanya bersumber dari kitab Syiah tersendiri, tugas selanjutnya adalah mencari tahu bagaimana orang-orang Syiah memahami riwayat atau nash tersebut. Kita mesti merujuk kepada orang-orang alim dikalangan mereka, bagaimana penilaian mereka terhadap riwayat tersebut, apakah kedudukannya shahih, hasan, dhaif atau malah palsu. Kalau ulama Syiah sendiri menghukumi riwayat tersebut dhaif atau palsu, adalah tidak fair menghukumi sesatnya keyakinan Syiah dari riwayat-riwayat yang tidak diakui keshahihannya oleh orang-orang Syiah sendiri meskipun terdapat dan tertulis jelas dalam kitab-kitab mu’tabar mereka. Sebagaimana halnya di kalangan Sunni, keberadaan hadits-hadits atau riwayat-riwayat dhaif dan palsu tidak bisa dinafikan keberadaannya dalam kitab-kitab mu’tabar Sunni sendiri. Dan tentu saja, merekapun tidak ingin dihakimi kelompok lain yang menyandarkan vonisnya pada keberadaan riwayat-riwayat yang lemah tersebut.
Ketiga, kalaupun ulama-ulama Syiah telah menyatakan keshahihannya, selanjutnya, apakah tidak ada perselisihan dari kalangan ulama Syiah mengenai keshahihannya?. Sebagaimana halnya ulama-ulama hadits dikalangan Sunni, misalnya Al-Hakim menshahihkannya, Imam Tirmidsi mendhaifkannya, hadits-hadits yang dianggap shahih misalnya oleh ulama-ulama hadits lainnya, namun Imam Bukhari lewat metode penilaiannya sendiri yang ketat, beliau bisa saja menilainya dhaif bahkan palsu. Hal seperti ini pun patut menjadi perhatian, riwayat-riwayat yang digunakan untuk memberi penilaian sesat tidaknya pemahaman Syiah harusnya adalah riwayat-riwayat yang secara ijma diakui keshahihannya oleh ulama-ulama hadits Syiah yang dianggap mumpuni dan kafabel dikalangan mereka.
Keempat, kalaupun riwayat-riwayat tersebut dinilai shahih secara ijma dikalangan ulama-ulama Syiah, pertanyaan selanjutnya bagaimana mereka memahami riwayat tersebut. Misalnya mengenai taqiyah atau nikah mut’ah, kalaupun ulama-ulama Syiah meyakini keshahihan riwayat-riwayat yang menegaskan keberadaan taqiyah dan nikah mut’ah untuk dipraktikkan pengikut-pengikutnya, kita mestinya menghukumi mereka dari bagaimana mereka memahami dan mempraktikkan kedua amalan tersebut. Yang berhak memberikan defenisi dan penjelasan adalah mereka, dan kita menghukumi dari apa yang mereka defenisikan dan jelaskan. Jika kita membaca artikel yang membahas mengenai nikah Mut’ah misalnya, yang ditulis oleh mereka yang mengecam Syiah, saya melihatnya terkadang terlalu tendensius dan mencium bau sentimen mazhab yang sangat menyengat. Mereka menggambarkan mut’ah tidak ubahnya dengan zina bahkan menyamakannya dengan praktik pelacuran, sehingga dengan mudahnya mereka menyematkan orang-orang Syiah dengan sebutan-sebutan yang keji, bahkan merasa mendapat pahala dengan itu. Kalau mereka mengakui sendiri nikah Mut’ah pernah dihalalkan oleh Rasulullah saww dan dipraktikkan oleh beberapa sahabatnya, maka tentu saja itu bukan zina apalagi pelacuran, karena tidak mungkin Allah SWT lewat Nabi-Nya pernah menghalalkan sesuatu perbuatan yang keji. Kalau dalam surah Al-Isra ayat 32 Allah SWT sendiri memerintahkan untuk jangan mendekati zina, lantas apakah Nabi-Nya malah pernah memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk berzina?
Karenanya, hanya Syiah sendirilah yang lebih berhak mengutarakan dan menjelaskan seperti apa nikah Mut’ah yang mereka pahami dan yakini, mengenai syarat-syarat, ketentuan, pemberlakuan masa iddah dan sebagainya, mereka yang tidak sepakat, cukup memberikan tanggapan dan kritikan terhadap yang diyakini Syiah itu, lewat hujjah-hujjah yang diterima oleh kedua kelompok. Bukan sebagaimana yang biasanya terjadi, mereka mengajukan defenisi dan memberikan penjelasan tersendiri mengenai nikah Mut’ah yang didramatisir sedemikian rupa lalu kemudian memberikan vonis penghukuman, yang bisa jadi Mut’ah yang mereka pahami itu bukanlah Mut’ah yang diakui kehalalannya oleh Syiah. Begitu juga misalnya mengenai sahabat-sahabat Nabi.
Kelima, berupaya mencari tahu makna yang tersirat terlebih dulu dari apa yang tersurat dari riwayat-riwayat Syiah. Islam biasanya diserang oleh pihak-pihak yang justru tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap Islam. Yang biasa mendapat kritikan misalnya rajam dan hukum potong tangan, mereka hanya melihat dari satu sisi (yakni yang tersurat) sehingga memberikan vonis syariat Islam itu kejam dan tidak berprikemanusiaan. Mereka tidak mencari tahu terlebih dahulu hikmah dibalik adanya perintah ataupun larangan.
Begitupun dengan doktrin-doktrin Syiah, terkadang secara sekilas bagi kita tidak logis, tidak berkesesuaian dengan Al-Qur’an dan Sunnah, kitapun lalu menghukumi itu bukan hukum Islam, itu di luar dari ajaran Islam. Tentu kita tidak menerima klaim-klaim orientalis yang menyebut-nyebut Islam adalah aturan-aturan yang kuno dan ketinggalan jaman bahkan membahayakan bagi kemanusiaan hanya karena mereka pada dasarnya tidak mengenal dan memahami Islam itu lebih dekat dan memahami Islam dengan perspektif mereka sendiri. Begitupun dengan Syiah, tentu saja mereka tidak bisa menerima disebut sesat bahkan kafir hanya karena yang memberikan tuduhan dan stigma tidak memiliki upaya terlebih dahulu mengenal dan memahami Syiah dari apa yang dipahami dan diyakini oleh orang-orang Syiah, bukan dari tuduhan dan klaim-klaim pihak-pihak yang memusuhi dan membencinya. Biasanya pada bagian ini yang paling sering disalah mengerti adalah konsep kemaksuman Nabi dan para Aimmah as.
Secara tersurat dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur’an tersampaikan, para Anbiyah as juga bisa salah, khilaf bahkan zalim, sementara bagian dari keyakinan Syiah, para Anbiyah bahkan Aimmah adalah orang-orang yang maksum. Sebelum menghukumi Syiah menyimpang pemahamannya dari apa yang disampaikan Allah SWT lewat Al-Qur’an, kita mesti tahu dulu, bagaimana Syiah memahami dan memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang menceritakan mengenai kekhilafan dan kesalahan beberapa Nabi as, bagaimana mereka mensinkronkan keyakinan mereka dengan ayat-ayat tersebut. Penjelasan mereka tentang itulah yang kemudian mestinya mendapat tanggapan dan kritikan jika tetap tidak sependapat. Bukan menabrakkannya sejak awal, tanpa lebih dahulu berusaha mengenali alur berpikir orang-orang Syiah. Perlu proses pengenalan terlebih dahulu, berusaha memahami sebelum menentukan sikap. Semua ada pertanggungjawabannya di sisi Allah.
“Seseorang cenderung memusuhi apa yang tidak dikenalinya…” begitu pesan Imam Ali as.
_______________________________________
Penahanan Ustaz Tajul Muluk Dikecam.
“Uztaz Tajuk Muluk semestinya adalah korban. Sementara sangat jelas, pelaku pembakaran, aktor penyuruh dan penggerak pembakaran dan kekerasan selama ini cenderung dibiarkan. Jika ini terus terjadi dan negara abai, maka yang terjadi adalah penindasan, konflik yang konstan bahkan mungkin pembantaian,” tulis siaran pers Aliansi Solidaritas Kasus Sampang yang diterima Kamis (19/4).
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang mengecam Pemerintah Daerah Sampang, Kepolisian dan Kejaksaan Sampang yang terlihat jelas bersikap tidak adil dengan hanya mengkriminalisasi Ustaz Tajul Muluk terkait Tragedi Sampang belum lama ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, para ulama di Sampang menganggap ajaran Islam Syiah yang disampaikan Tajul Muluk sesat, sehingga pembawa ajaran itu perlu diproses hukum. Namun perkembangan yang terjadi justru memicu pembakaran kompleks pesantren keluarga Ustad Tajul Muluk, pengungsian ratusan warga muslim Syiah di Sampang Madura, hingga penetapan dan penahanan Ustaz Tajul Muluk pada Kamis (12/4) di LP Sampang.
Uztaz Tajuk Muluk ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama oleh Kejaksaan Negeri Sampang dan perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sampang untuk menunggu penetapan jadual persidangan di PN Sampang.
“Uztaz Tajuk Muluk semestinya adalah korban. Sementara sangat jelas, pelaku pembakaran, aktor penyuruh dan penggerak pembakaran dan kekerasan selama ini cenderung dibiarkan. Jika ini terus terjadi dan negara abai, maka yang terjadi adalah penindasan, konflik yang konstan bahkan mungkin pembantaian,” tulis siaran pers Aliansi Solidaritas Kasus Sampang yang diterima Kamis (19/4).
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang terdiri dari berbagai elemen gerakan sipil dan lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yaitu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, YLBH-Universalia, Kontras, Elsam, Sejuk, Aman Indonesia, ILRC, ANBTI, ICRP, Wahid Instititute, HRWG, dan Setara Institute.
Disebutkan pula, Tim Kuasa Hukum Tajul Muluk menemukan kondisi-kondisi bahwa Bupati Sampang, Kepala Bakesbangpol, Plt Kementerian Agama berada di balik penahanan Tajul Muluk dengan tekanan begitu rupa dan juga dengan mendesak Bakorpakem Sampang secara serampangan menandatangani surat sesat-menyesatkan terhadap ajaran Syiah.
“Bupati Sampang terlihat berkali-kali menjadikan sentimen anti-Syiah sebagai kampanye politiknya menjelang Pilkada di Sampang,” kecam aliansi LSM ini.
Aliansi Solidaritas Kasus Sampang telah melayangkan surat dan permohonan untuk audiensi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan tembusan kepada Kejaksaan Agung untuk memohon agar MA segera mengeluarkan SK pemindahan lokasi persidangan terhadap Tajul Muluk yang diagendakan di PN Sampang ke Jakarta atau ke tempat lain yang kondusif.
Sebab, lanjutnya, kondisi sosial dan pengerahan sentimen kebencian di Sampang yang tergolong sangat tidak aman sehingga dapat menimbulkan gejolak dan pada gilirannya mengakibatkan proses peradilan berjalan tidak bebas dan adil dikarenakan kuasa hukum, jaksa, hakim, bahkan saksi berada dalam tekanan yang hebat.
Aliansi juga ingin memberitahukan sekaligus melakukan pertemuan dengan Komisi Yudisial (KY) dan Kapolri. Dengan tujuan agar KY turut serta memonitor jalannya persidangan Tajul Muluk dan memastikan pelaksanaan sidang yang bebas dan adil.
“Kepada Kapolri kita meminta jaminan perlindungan hukum terhadap Saudara Tajul Muluk, kuasa hukum dan saksi, serta dan terutama kepada warga muslim Syiah, pengikut Tajul Muluk di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam Kecamatan Omben, yang masih mendapatkan intimidasi dan sentimen kebencian hingga saat ini.”
(Syiah-Ali/ABNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email