Pesan Rahbar

Home » » Pertemuan 4/11 di Istana, Kapolri: “Tuntutan Mereka Ternyata Berubah”

Pertemuan 4/11 di Istana, Kapolri: “Tuntutan Mereka Ternyata Berubah”

Written By Unknown on Saturday, 12 November 2016 | 00:49:00


Menurut Kepala Polri Tito Karnavian, demo 4 November adalah aksi yang kedua dalam rangka menuntut proses hukum terhadap terlapor saudara Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama yang diduga melakukan penistaan agama. Adapun demo pertama pada 14 Oktober 2016 yang tujuannya ke Balaikota dan dari jam satu sampai empat sore berakhir dengan damai.

“Tanggal 18 oktober, mereka sudah datang juga bertemu dengan saya,” kata Tito di Indonesia Lawyers Club (8/11) menceritakan kelanjutan demo 14 Oktober itu.

Di antara yang datang ke Kapolri ialah Bachtiar Nasir, Habib Rizieq, sejumlah pengurus MUI yang menyatakan meminta proses hukum dilaksanakan.

“Bahkan meminta kepada kepolisian untuk segera melakukan tindakan hukum bila perlu tangkap dulu baru cari pasalnya,” katanya.

Mendengar tuntutan itu, Tito menyampaikan dengan terbuka bahwa proses hukum telah digulirkan, yaitu dengan langkah-langkah penyelidikan. Eks Kapolda Papua ini pun menjelaskan dua tahapan proses hukum berupa penyelidikan dan penyidikan.

“Saya sudah sampaikan, ini tahap penyelidikan. Sebetulnya, ini tidak konsisten dengan STR (Surat Telegram Edaran) yang telah dibuat oleh dua kapolri terdahulu. Yaitu dalam rangkaian pilkada, itu dibuat dua STR yang bersifat perintah. Bahwa untuk menghindari politisasi dan netralitas Polri, jangan sampai Polri dipakai dan digunakan alat untuk menjatuhkan pasangan calon,” kata
Tito menyebut kasus ini pernah terjadi pada tahun 2013 dan 2015 dimana polisi banyak menerima laporan terhadap pasangan calon.

Pelaporan pasangan calon pilkada pun beragam kasus dugaan. Mulai dari masalah ijazah palsu, dugaan korupsi yang belum tentu terbukti.

“Nah, kalau dilaksanakan proses hukum akan merugikan pasangan calon,” katanya menjelaskan sebab lahirnya STR yang bersifat perintah itu.

Namun saat ini, pria yang pernah menangkap Tommy Suharto ini melihat aspirasi publik khususnya dari kelompok yang menuntut proses hukum atas Ahok sedemikian kuat sehingga ia melaksanakan diskresi.

“Sekali lagi saya ulangi, tanpa perintah siapa pun juga. Tanpa intervensi siapa pun juga, saya memerintahkan kepada Kabareskrim, gulirkan penyelidikan.”

Hal itu bukan tanpa resiko, kata jebolan New Zealand Air Force Command & Staff College ini. Apalagi sekarang ada 101 pilkada serentak, dimana satu saja digulirkan akan menjadi preseden bagi pilkada yang lain.

“Tapi sekali lagi, kami sudah menggulirkan, dalam rangka menangkap aspirasi ini,” katanya menegaskan telah menjelaskan sikapnya kepada orang-orang yang menuntut proses hukum Ahok.

Dan proses hukum ini pun memerlukan waktu, karena menurut Tito, kasus ini tidak sederhana. Setelah mengutip pasal terkait penistaan agama, Tito menjelaskan perbedaan yang dimaksud dengan perasaan dan perbuatan dalam pasal itu. Yang kedua katanya, lebih mudah pembuktiannya dibanding yang pertama.

“Perasaan itu adalah ucapan. Ucapan itu tergantung bagaimana bentuk ucapannya. Kalau ucapannya eksplisit menghina, maka itu dengan mudah dibuktikan. Tapi jika tidak eksplisit, dan bersifat implisit, ini akan lebih sulit sehingga memerlukan keahlian-keahlian,” katanya memberi contoh ucapan Ahok soal Al Maidah 51 di kepulauan Seribu itu.

Ketika proses hukum ini sedang bergulir, delegasi yang dipimpin oleh Bachtiar Nasir menyatakan bahwa, “Jika tidak diambil tindakan cepat, kami tidak tanggung apa yang terjadi. Kami akan buat demo yang jauh lebih besar,” kata Tito mengutip ucapan mereka.

Meski Eks Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini menilai ucapan itu merupakan tekanan padanya, tapi Kapolri bersitegas tetap akan menjalankan proses hukum.

“Tidak konsisten dengan STR sebelumnya, itu tolong dihargai,” kata Tito.

Prasangka intervensi pun dicium oleh Tito yang kemudian menjadi sebab tujuan unjuk rasa 4 November adalah istana negara. Kapolri kembali menegaskan bahwa tidak ada intervensi istana sedikit pun.

“Disampaikan (kepada Tito) pada saat itu, tuntutannya ialah ingin presiden membuat statemen bahwa beliau mendukung proses hukum.”

Jika permintaannya itu, lanjut Tito, Presiden Jokowi ketika mengadakan pertemuan dengan pimpinan NU, Muhammdiyah dan MUI di Istana, telah menyatakan mendukung proses hukum.

“Sebetulnya tuntutan ke istana telah selesai, karena statemen itu sudah diberikan tapi kemudian permintaannya berubah lagi.”

Apa yang berubah? Tito lalu mengawali dengan kronologi demo 4/11 dari awal hingga terjadi pertemuan dengan delegasi di istana negara. Setelah shalat Jum’at, jam 14 lebih, sebetulnya sudah ada lemparan-lemparan kepada petugas.

“itu rekaman videonya semuanya ada,” kata Tito kepada penonton ILC.

Namun ia mengingatkan bahwa Kapolri telah berkomitmen bersama panglima TNI agar tidak ada satu petugas pun membawa senjata api dalam mengamankan jalannya demo 4/11. Selanjutnya terjadi negosiasi yang dipimpin oleh Bachtiar Nasir bersama Zaitun Rasmin, hingga akhirnya mereka dipertemukan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Tapi dalam pertemuan itu, yang diminta beda dengan statemen (yang diminta kepada) bapak presiden sebelumnya. Kita duga mereka meminta statemen yang sama, penekanan, ternyata tidak. Yang diminta adalah, agar terlapor saudara Ahok, ditangkap dan ditahan sekarang juga,” katanya menceritakan pertemuan di dalam istana negara sebelum terjadinya rusuh itu.

Wapres Jusuf Kalla pun menyampaikan bahwa kasus ini harus mengikuti proses hukum. “Langkah-langkah hukum telah dilaksanakan Kapolri, tolong dihargai” kata Tito mengutip JK.

“Ya, kalau seandainya kita tangkap dan akhirnya dia tidak terbukti bersalah, bagaimana nanti? Kita akan bisa digugat” tambah Tito.

Sejak itu, Kapolri pun berjanji untuk menyelesaikan proses penyelidikan atas kasus Ahok dalam dua minggu untuk membuktikan adanya pidana atau tidak. []

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: